• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER (3) pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER (3) pdf"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

Drs. Widayanto, M.Pd

Widyaiswara Madya BDK Surabaya

It is said that the implementation of character building in

education is very important. The Indonesia’s long term the national development (2005-2025) stated that it should be managed to achieve the ultimate goal:, the strong national characters, national competitiveness, highly valued behavior, and morality in accordance with the values inherently contained within Pancasila. It has mentioned that among the values include: believing in the Almighty One God, acting in highly valued behaviors, being tolerant, applying cooperativeness, being patriotic, being dynamic, and having scientific and technological awareness.

The Indonesian and character building must have broad areas of targets as well as multidimensional orientations. It is also strongly believed that such development will finally touch the whole aspects national awareness.

It was for those considerations that character education need to be strengthened, developed, and implemented within the whole system of national education. Accordingly the community of scholars and educators of all subjects and areas of learning should take professional responsibilities for sustainable development of characters.

A. Pendahuluan

Secara harfiah pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Sedangkan budaya diartikan keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu, Pendidikan Karakter Bangsa disimpulkan sebagai suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai karakter yang baik menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.

(2)

warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.

c. Fungsi Penyaring. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Demikian ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1)

Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Indonesia dalam konteks global.”

(3)

B. Kebijakan Pemerintah atas Pendidikan Karakter Bangsa

Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Republik Indonesia,2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional. Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut secara konstitusional sesungguhnya sudah tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2007), yaitu “...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak

mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa

patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.”

Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan

“...pengembangan seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat

multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini

sedang dalam proses “menjadi”.

Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa harus

difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat

(4)

Di lingkungan sekolah, dimana sebagai lingkungan pembudayaan, peserta

didik dan guru sebagai ”perekayasa” kultur sekolah tidak terlepas dari regulasi,

kebijakan, dan birokrasi. Kebijakan dan birokrasi ditata dan disiapkan untuk mendukung terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur pembelajaran dan sekolah sebagai ekologi peekembangan peserta didik. Reformasi mind set pada birokrat pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat dan memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter, membangun kultur sekolah secara benar, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara tepat tentang esensi pendidikan. Reformasi mind set ini didukung oleh political will yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan pendidikan bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa membuat pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban politik daripada sebagai layanan profesional yang sejati. Guru dibina menjadi penyelenggara layanan profesional sejati.

(5)

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)

C. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa

Nilai-nilai yang bisa digali dalam pengertian karakter bangsa adalah:

NILAI DESKRIPSI

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam

mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

(6)

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai

Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/ Komuniktif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung- jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

D. Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa

Sedangkan pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.

(7)

(instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik.

b. Dalam lingkungan satuan pendidikan dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter.

c. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yan g terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.

d. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.

(8)

Disain Induk Pendidikan Karakter (Kemdiknas,2010:11)

Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar (learning experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learning

(9)

intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)

E. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dalam penerbitannya tentang panduan penyusunan kurikulun tingkat satuan pendidikan menyatakan bahwa pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI.

Nation and Character Building juga pernah ditegaskan oleh Bung Karno dalam membangun bangsa ini dalam hal yang amat filosofis dan menyangkut pengembangan esensi pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan polilik, ekonomi, hukum, keamanan serta penguasaan sains dan teknologi harus menyatu dengan pembangunan karakter manusia sebagai pelaku dari politik, ekonomi, hukum dan pengembang serta pengguna sains dan teknologi, agar bermuara pada kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.

(10)

Pendidikan karakter seharusnya dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan Nasional sebagai rujukan normative, dirumuskankan dalam sebuah kerangka pikir utuh, yang dalam tulisan ini dirumuskan ke dalam sembilan ayat ketangka pikir pendidikan karakter dalam bingkai Sisdiknas

Pertama, karakter bangsa bukan agregasi karakter perorangan, karena karakter bangsa harus terwujud dalam rasa kebangsaaan yang kuat dalam konteks kultur yang beragam. Karakter bangsa mengandung perekat kultural yang harus terwujud dalam kesadaran kultural (cultural awareness) dan kecerdasan kultural (cultural intelligence) setiap warga negara. Karakter nenyangkut perilaku yang amat luas karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplin, mutu, estetika, komitmen dan rasa kebangsaan yang kuat. Perlu dirumuskan esensi nilai-nilai yang terkandung dalam makna karakter yang berakar pada filosofi dan kultur bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan antar bangsa.

Kedua. pendidikan perkembangan karakter adalah sebuah proses betkelanjutan

dan tak pernah berakhir (never ending process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan karakter harus menjadi bahagian terpadu dan pendidikan alih generasi. Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus dihampiri dari perkembangan manusia itu sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui dan dirumuskan secara utuh sosok generasi manusia Indonesia masa depan. Riset komprehensif perlu dilakukan untuk merumuskan sosok manusia Indonesia masa depan sebagai landasan pendidikan dan pengembangan karakter bangsa. Riset dimaksud mesti berakar pada filosofi dan nilai-nilai kultural bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan antar bangsa

Ketiga, pasal 1 (3) dan pasal 3 UU No. 20 2003 tentang Sisdiknas adalah landasan legal formal akan keharusan membangun karakter bangsa melalui upaya pendidikan. Ada tiga ranah tujuan pendidikan yang dapat diinferensi dari makna yang terkandung dalam Pasal dan ayat dimaksud yaitu: (1) watak dan petadaban bangsa yang bermartabat yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan agama sebagai tujuan ekslstensial pendidikan. yang (2) melandasi pencerdasan kehidupan bangsa sebagai tujuan kolektif yang di dalamnya mengandung kecerdasan kultural, karena kecerdasan

(11)

pembelajaran, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural yang harus mengembangkan karakter sebagai bahagian yang terintegrasi dari pengembangan sains, teknologi dan seni, dan tidak terjebak pada proses pendidikan di tingkat tujuan individual

Keempat, proses pembelajaran sebagai wahana pendidikan dan pengembangan

katakter yang tak terpisahkan dari pengembangan kemampuan sains, teknologi, dan seni telah dirumuskan secara amat bagus sebagai landasan legal pengembangan pembelajaran dalam Pasal 1 (1) UU No. 20/2003. Yang belum terjadi saat ini adalah pemaknaan secara tepat dan utuh dari pasal ayat dimaksud yang mengiringi kebijakan dan praktek penyelenggaraan pendidikan secara utuh pula. Pendidikan tingkat individual yang pada saat ini mendominasi sistem penyelenggaraan pendidikan di tanah air perlu direformasi dan direvitalisasi sehingga menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dan bahkan harus menjadi wahana utama bagi pendidikan dan pengembangan katakter. Proses pembelajaran perlu dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses mendidik.

Kelima, proses pembelajaran yang mendidik sebagai wahana pendidikan karakter, perlu dibangun atas makna yang terkandung dalam Pasal-pasal dan ayat yang disebutkan, dan secara konsisten menjadi landasan dan kebijakan penyelenggaraan pembelajaran, termasuk kurikulum dan sistem manajemen. Ilmu mendidik dan ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli pendidikan di LPTK, (dulu IKIP dan kini sudah menjadi Universitas), dalam lima dekade terakhir di Republik ini dirasa tetap relevan dengan kepentingan pendidikan karakter serta pemaknaan dan perumusan regulasi dan kebijakan pendidikan. Perlu reposisi dan reinvensi ilmu mendidik dan pendidikan di dalam pendidikan karakter dan di dalam melahirkan regulasi-regulasi dan kebijakan pendidikan. dengan dukungan political will, yang pada saat ini keberadaan dan peran ilmu pendidikan sudah banyak dilupakan. Perlu revitalisasi LPTK dengan menempatkan penguatan ilmu pendidikan sebagai ilmu menjadi salah satu fokus ulama dari revitalisasi itu.

(12)

mata pelajaran ”pendidikan katakter” yang diajarkan sebagai sebuah bidang studi. Karakter tidak bisa dibentuk dalam perilaku instan yang bisa di-olimpiadekan. Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dan dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Suasana pembelajaran ini akan menumbuhkan nurturan effect pembelajaran yang di dalamnya termasuk pengembangan karakter, soft skills dan sejenisnya seiring dengan pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran itu. Inilah sesungguhnya esensi dari kompetensi dan kinerja guru profesional yang dalam pelaksanaannya harus didukung oleh kebijakan yang tepat tentang pembelajaran. Pembelajaran dibangun sebagai proses kultural, dan pendidik guru adalah

”perekayasa” kultur pembelajaran dan sekolah. Perlu dikembangkan kultur sekolah sebagai ekologi perkembangan peserta didik dengan segala perangkat pendukungnya.

Ketujuh, sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik dan guru

sebagai ”perekayasa” kultur sekolah tidak terlepas dari regulasi, kebijakan, dan birokrasi. Kebijakan dan birokrasi harus ditata dan disiapkan untuk mendukung terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur pembelajaran dan sekolah sebagai ekologi peekembangan peserta didik. Perlu reformasi mind set pada birokrat pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat dan memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter, membangun kultur sekolah secara benar, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara tepat tentang esensi pendidikan. Reformasi mind set ini perlu didukung oleh political will yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan pendidikan bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa membuat pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban politik daripada sebagai layanan profesional yang sejati. Guru perlu dibina menjadi penyelenggara layanan profesional sejati, yang tanggung jawab utamanya ada di Pemerintah daerah, dan para calon guru harus dididik dengan landasan keilmuan pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu yang kokoh yang tanggung jawab utamanya ada di LPTK.

(13)

tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga, untuk membangun sebuah community of learner tentang pendidikan anak, perlu menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun katakter bangsa secara berkelanjutan.

Kesembilan, pendidikan karakter akan harus bersifat multi level dan multi channel karena tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pembentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setting kehidupan otentik dan tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam setting kehidupan alamiah. Namun, yang harus dihindari jangan sampai tersesat menjadi gerakan dan ajang politik yang pada akhirnya hanya akan membentuk perilaku-perilaku formalistik-pragmatis yang berorientasi kepada asas manfaat sesaat, yang justru akan semakin merusak karakter dan martabat bangsa.

F. Kesimpulan

(14)

lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan melalui proses intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Bahmueller, C. F. (1997) A Framework For Teaching Democratic Citizenship : An International Project In The International Journal of Social Education, 12,2 Cogan J.J. and Derricott ,, B.J. (1998) Miltidemensional Civic Education, Tokyo Elkind dan Sweet, dalam goodcharacter.com, unduh 2/9/2010

http://www.civsoc.com/nature/nature1.html: Civic Culture

http://www.big.com/character education, diunduh 2/9/2010)

Lickona.T. (1991) Educating for Character,New Yok: Bantams Books

Republik Indonesia (2003) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas

Republik Indonesia (2005) Peraturan Pemerintah RI, Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas

Republik Indonesia (2007) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Sekretariat Negara.

Republik Indonesia (2009) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, Jakarta: Pustaka Yustisia

Republik Indonesia (2010) Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa , Jakarta: Kemko Kesejahteran Rakyat.

Republik Indonesia (2010) Disain Induk Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemdiknas. Republik Indonesia (2010) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2010 Tentang Pengeloaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kemdiknas

Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (Disertasi)

Winataputra, U.S. (2006) Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah: Tinjauan Psiko-Pedagogis, Jakarta: Panitia Semiloka Pembudayaan Nilai Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen Mandikdasmen (Makalah)

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Nonformal (PNF) merupakan salah satu jalur pendidikan pada sistem pendidikan nasional yang bertujuan antara lain untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang

perpustakaan, barang bercorak kebudayaan, alat olahraga, hewan ternak serta tanaman untuk golongan aset tetap lainnya. 10) Tahun perolehan diisi tahun perolehan bangunan

Hasil tersebut membuat PPRO sudah meraup pra penjualan 50% dari target yang dipatok tahun ini sebesar Rp 2,99 triliun.. Saat ini, PPRO memiliki land bank seluas 80 hektar,

• Pemberian Vit C (1-3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-8 tahun maksimal 600mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8gram/hari), Vit D3 (<3 tahun 400 U/hari,

Oleh umat Islam, institusi ini dipelihara dan dikembangkan dan ditambah dengan jenis kuttab bercorak khusus yaitu aktivitas pendidikannya lebih ditekankan pada pelajaran membaca

Implementasi nilai-nilai karakter ini dapat mempengaruhi kepribadian peserta didik, karena apabila penerapan nilai-nilai pendidikan karakter ini dapat diterapkan dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tidak ada perbedaan signifikan antara perusahaan manufaktur dan perusahaan jasa baik dari inovasi produk maupun inovasi