• Tidak ada hasil yang ditemukan

profil lembaga negara rumpun keuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "profil lembaga negara rumpun keuangan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR

DEPUTI BIDANG HUBUNGAN KELEMBAGAAN DAN KEMASYARAKATAN

Bismillahirahmaanirahiim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kita masih bisa diberikan kesempatan untuk tetap berkarya dan melaksanakan tugas pengabdian kepada Bangsa dan Negara tercinta ini.

(5)

ii

Sesuai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan, penyusunan Buku Profil Lembaga Negara Rumpun Keuangan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sejarah, dasar hukum, tugas dan fungsi serta kewenangan lembaga negara rumpun keuangan.

Akhirnya, kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada seluruh jajaran Asisten Deputi Hubungan Lembaga Negara dan Lembaga Non Struktural yang telah berusaha menyajikan buah pikirannya dalam penerbitan buku ini dengan sangat baik. Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembacanya secara umum dan pejabat serta pegawai Kementerian Sekretariat Negara RI pada khususnya.

Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum wr wb.

Jakarta, November 2013

Deputi Bidang Hubungan kelembagaan dan Kemasyarakatan,

(6)

iii DAFTAR ISI

hal Pengantar Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan ……….. DAFTAR ISI ………...

A. Sekilas Mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ... B. Sekilas Mengenai Bank Sentral ... 2. Tujuan Penulisan ………...…

LANDASAN TEORITIS LEMBAGA NEGARA RUMPUN KEUANGAN …...…...

13 A. Teori tentang Pemeriksaan ………...…..……...…….

B. Teori tentang Keberadaan Bank Sentral ... C. Gambaran Umum Organisasi Bank Indonesia Sebagai Bank

Sentral .…..………..….………...

(7)

iv

1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan ………... 2. Dasar Hukum ……….……….…….... 3. Susunan dan Kedudukan BPK ……….………. 4. Tugas dan Kewenangan BPK ………..…….…… 5. Keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan .………...…….. 6. Peran Serta BPK Dalam Tataran Internasional ……….….…..

41 1. Sejarah Pembentukan Bank Sentral (Bank Indonesia) di

Indonesia ...… 2. Dasar Hukum Bank Indonesia …...……….……… 3. Susunan dan Kedudukan BI ...….……….………. 4. Tujuan, Tugas dan Kewenangan BI …..……….….. 5. Keanggotaan Bank Indonesia ...……..……….………. 6. Peran Serta BI dalam Kancah Internasional ...

(8)

1 BAB I

P E N D A H U L U A N

1. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945) menjelaskan bahwa Negara Indonesia

adalah negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka dibentuklah suatu

pemerintahan yang memiliki cita-cita luhur antara lain yaitu

memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan

bangsa.

Untuk mencapai tujuan tersebut, negara dibagi habis kekuasaannya

berdasarkan trias politica. Namun dalam kenyataannya, Negara

Indonesia tidak menganut trias politica murni sebagaimana yang

dikemukakan oleh Montesquieu (1748) yang membagi kekuasaan

negara menjadi Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.

Pada Batang Tubuh UUD 1945 yang telah diamandemen, selain

kekuasaan Eksekutif untuk menjalankan pemerintahan

(Presiden/Wakil Presiden), Legislatif yang membuat

Undang-Undang (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), dan Yudikatif untuk

menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman (MA, MK, dan KY), juga

(9)

2

yang dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan juga

moneter yang dijalankan oleh bank sentral. Kedua lembaga tersebut

yaitu BPK dan bank sentral (yang saat ini wewenangnya berada

pada Bank Indonesia) dalam buku ini kami kelompokan menjadi

Lembaga Negara Rumpun Keuangan, meskipun dalam tugas dan

fungsinya berbeda namun memiliki kesamaan ranah yakni

keuangan.

A. Sekilas mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Dewasa ini, seiring dengan tuntutan publik atas transparansi dan

akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, maka kebutuhan

akan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

pemerintah yang menyajikan fakta apa adanya makin meningkat.

Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, pemerintah dengan

persetujuan DPR-RI telah menetapkan undang-undang di bidang

keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mewajibkan Presiden dan

Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan

(10)

3

Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah) berupa Laporan Keuangan.

Laporan keuangan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran

APBN/APBD, Neraca dan Laporan Arus Kas dan Catatan atas

Laporan Keuangan, dan telah diperbaharui dengan diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 menjadi Laporan

Pelaksanaan Anggaran (budgetary reports) berupa Laporan

Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran

Lebih (LPSAL), Laporan financial (keuangan) yang terdiri dari

Neraca, LO (Laporan Operasonal), LPE (Laporan Perubahan

Ekuitas), dan LAK (Laporan Arus Kas), dan CaLK (Catatan atas

Laporan Keuangan).

Pemerintah sebagai pihak yang ditugasi menjalankan roda

pemerintahan, pembangunan dan layanan sosial masyarakat wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan untuk

dinilai apakah pemerintah berhasil menjalankan tugas dengan baik

atau tidak. Pemerintah dituntut agar pengelolaan keuangan

dilakukan secara baik demi terwujudnya tujuan pemerintahan yang

bersih (clean goverment), dimana pengelolaan keuangan yang baik

adalah kemampuan mengontrol kebijakan keuangan secara

ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel. Dalam

(11)

4

juga menetapkan bahwa Laporan Keuangan pemerintah pada

gilirannya harus diaudit oleh BPK. Tugas Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan,

kemudian hasil dari pemeriksaan BPK akan dikeluarkan pendapat

atau opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa atas

pemeriksaan laporan keuangan. Pemeriksaan Laporan Keuangan

yang bertujuan untuk menilai kewajaran penyajian informasi

keuangan yang disusun dan disajikan oleh Pemerintah. Hasil

penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk pernyataan

pendapat/opini auditor BPK RI tentang kewajaran penyajian

informasi keuangan. Pemeriksaan dimaksud adalah untuk

meningkatkan bobot pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

yang dilakukan oleh pemerintah. Pemberian opini atas Laporan

Keuangan Pemerintah didasarkan pada pertimbangan atas:

a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;

b. Efektivitas Pengendalian Intern;

c. Kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan; dan

d. Pengungkapan yang Lengkap (Full Disclosure).

Sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

(12)

5

1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan

pemerintah yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam

semua hal yang material, Laporan Realisasi APBN, Laporan Arus

Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika laporan

keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini

berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, pemerintah

dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang

berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan,

kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh

signifikan terhadap pengambilan keputusan.

2) Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan

pemerintah yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam

semua hal yang material, Laporan Realisasi APBN, Laporan Arus

Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali

untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang

dikecualikan. Sebagian pemeriksa memberikan julukan little

(13)

6

namun demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

3) Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) adalah pendapat yang

menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah yang

diperiksa tidak menyajikan secara wajar Laporan Realisasi

APBN, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan

Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

di Indonesia. Jika laporan keuangan mendapatkan opini jenis ini,

berarti auditor meyakini laporan keuangan pemerintah daerah

diragukan kebenarannya, sehingga bisa menyesatkan pengguna

laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

4) Pernyataan Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer

Opinion) adalah pendapat yang menyatakan bahwa Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan, jika bukti

pemeriksaan/audit tidak cukup untuk membuat kesimpulan.

Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang

lingkup audit yang dibatasi oleh pemerintah yang diaudit,

misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang

dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan

sudah disajikan dengan wajar. Kemudian didukung oleh salah

satu kriteria pemeriksaan atas laporan keuangan, yang

dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas

(14)

7

keuangan salah satunya berdasarkan pada pengungkapan yang

lengkap (full disclosure). Oleh karena itu pengungkapan (disclosure) merupakan hal yang sangat penting dalam pemeriksaan untuk mengeluarkan opini atas laporan keuangan

tersebut.

Begitu pentingnya peran pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan dilakukan oleh pihak

yang independen dikarenakan informasi pengungkapan dalam

laporan keuangan memiliki konsekuensi ekonomis yang substansial

dalam pengambilan keputusan. Selain itu para pengguna laporan

keuangan memerlukan pihak yang independen, untuk mendapatkan

penjelasan tentang informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan.

B. Sekilas Mengenai Bank Sentral

Menurut Hossain (2010) uang adalah darah bagi perekonomian

modern. Sebuah perekonomian yang telah termonetisasi (sudah

mengenal dan menggunakan uang) jauh lebih efisien daripada

perekonomian barter, khususnya berkenaan dengan urusan

transaksi, tabungan, dan investasi. Penyebab utamanya adalah

karena biaya-biaya transaksi dalam perekonomian yang telah

termonetisasi akan jauh lebih rendah ketimbang yang ada dalam

(15)

8

mengandalkan kecocokan kebutuhan yang kebetulan sama yang dalam kenyataan sehari-hari sangat jarang terjadi. Dengan jauh

lebih efisiennya produksi, distribus, dan perdagangan dalam

perekonomian yang termonetisasi, maka tingkat kesejahteraan yang

dapat diraih penduduknya pun jauh lebih tinggi.

Peran pokok uang adalah sebagai alat memudahkan transaksi

berbagai barang, jasa dan aset. Jika nilai uang dibuat stabil, maka

uang juga dapat dimanfaatkan sebagai alat penyimpan nilai (Lewis

dan Mizen, 2000). Para tokoh aliran ekonomi moneter menegaskan

bahwa saldo-saldo riil memudahkan proses produksi, dan dalam

kaitan ini uang dapat pula dipandang sebagai faktor produksi

komplementer. Namun manajemen moneter dalam setiap

perekonomian modern tidaklah sesederhana itu. Salah satu masalah

yang selalu menghadang adalah terbatasnya kontrol terhadap tingkat penawaran uang sehingga hal ini sangat mudah lepas kendali . Pengalaman dibanyak negara yang begitu sering mengalami lonjakan inflasi mengisyarakatkan bahwa otoritas

moneter karena berbagai alasan acapkali kehilangan kontrol

terhadap penawaran uang sehingga justru merugikan laju

pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakatnya

(16)

9

Bank sentral pada lazimnya memegang monopoli pemasokan uang.

Oleh karena itu, bank sentral memikul tanggung jawab untuk

menentukan dan mengendalikan tingkat peredaran uang. Namun

dalam praktiknya tidak ada konsensus tentang bagaimana bank

sentral harus menjalankan tanggung jawab tersebut. Peran bank

sentral yang terus meningkat dalam manajemen moneter bertolak

dari pandangan klasik bahwa uang bisa lepas kendali, sebagaimana

dikemukakan oleh J.S. Mill (1848). Pada pokoknya sebuah bank

sentral dipandang bertanggung jawab memelihara stabilitas

moneter (atau harga) melalui penyesuaian tingkat-tingkat

penawaran uang.

Stabilitas harga, biasanya ditandai oleh inflasi yang rendah dan

terkendali, memiliki karakteristik sebagai sebuah barang publik.

Namun ada hal lain yang menjadikan manajemen moneter

sedemikian penting. Seperti diisyaratkan di atas, meskipun uang

tidak mempengaruhi variabel-variabel riil dalam jangka panjang,

kebanyakan ekonom sepakat bahwa uang memberikan pengaruh

terhadap perekonomian dalam jangka pendek. Pengaruh-pengaruh

tersebut acap kali sulit diprediksikan sehingga banyak kalangan

berpendapat bahwa pengaruh-pengaruh itu sebaiknya tidak

dieksploitasi oleh otoritas moneter (Friedman, 1961). Lebih jauh

lagi, sejauh mana kebijakan moneter harus digunakan untuk

(17)

10

diperdebatkan. Teori dan kebijakan moneter modern sesungguhnya

berkisar pada tema tersebut, terutama di negara-negara

berkembang. Dalam kaitan itulah, bank-bank sentral sebagai

otoritas penerbit dan pengendali cadangan uang menjadi agen

utama dalam keseluruhan manajemen moneter demi terciptanya

stabilitas harga. Peran penting bank sentral pada masa sebelumnya

belum terlalu diperhatikan sehingga di banyak negara bank sentral

seolah-olah merupakan cabang dari kementerian keuangan (Fry,

1992).

2. Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian di atas, buku profil ini akan melihat lembaga

negara rumpun keuangan dari beragam perspektif mulai dari

sejarah berdiri hingga fungsi dan kewenangannya. Semua materi

sengaja disajikan dalam kemasan yang sederhana baik dari segi

pemilihan kata maupun pemaparan data grafis pendukung seperti

tabel atau diagram demi tercapainya pesan informasi yang dapat

dipahami semua kalangan pembaca. Bagi pembaca yang ingin

mempelajari lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang

disinggung dalam buku ini, dapat membaca langsung literatur jurnal

atau buku teks referensi yang terdaftar di bagian daftar pustaka.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan penerbitan buku profil

(18)

11

penjelasan yang lengkap dan menyeluruh mengenai Badan

Pemeriksa Keuangan dan Bank Indonesia sebagai bank sentral

secara utuh kepada masyarakat luas dengan bahasa komunikasi

yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Buku ini akan berusaha

membawa wawasan informasi mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Pemaparan konsep dasar mengenai teori-teori terkait lembaga

negara rumpun keuangan seperti teori pemeriksaan dan teori

bank sentral.

2. Pendeskripsian sejarah berdirinya lembaga negara rumpun

keuangan serta dasar hukumnya.

3. Gambaran komprehensif mengenai keberadaan lembaga

negara rumpun keuangan dalam sistem pemerintahan

Indonesia seperti dasar hukum, susunan dan kedudukan, dan

kantor perwakilannya.

4. Penjelasan tentang fungsi utama, kewenangan dan

keanggotaannya, serta peran dari lembaga negara rumpun

keuangan dalam tataran dunia internasional.

3. Sistematika Penyajian

Buku ini disajikan dari lima bab. Bab I sebagai bab pendahuluan

memberikan latar belakang penulisan buku, sasaran yang ingin

dicapai dan kemanfaatan buku ini, serta sistematika penyajian. Bab

(19)

12

terkait keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lebih lanjut

pada bab ini dipaparkan mengenai teori bank sentral di dunia dan

mengerucut kepada keberadaan kelembagaan Bank Indonesia

sebagai bank sentral di Indonesia. Pada Bab III mengulas secara

rinci sejarah berdirinya tugas Badan Pemeriksa Keuangan, landasan

hukumnya, susunan dan kedudukan BPK, kantor perwakilan, tugas

dan kewenangannya, keanggotaannya, serta peran BPK dalam

tataran dunia internasional.

Bab IV memberikan uraian lengkap mengenai Bank Indonesia mulai

dari sejarah berdirinya, dasar hukumnya, susunan dan kedudukan

BI, kantor perwakilan, tujuan, tugas dan kewenangannya,

keanggotaannya, serta peran BPK dalam kancah internasional.

Buku ini akan diakhiri dengan bab penutup yakni bab V yang akan

(20)

13 BAB II

LANDASAN TEORITIS

LEMBAGA NEGARA RUMPUN KEUANGAN

A. Teori tentang Pemeriksaan

Dalam mewujudkan pengelolaan keuangan negara seperti yang

diamanatkan dalam ketentuan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan

udang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara diperlukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan

tersebut oleh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan

mandiri. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23E yang

menyebutkan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung

jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK). Pemeriksaan atau auditing menurut Sukrisno

Agoes (2004), adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara

kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan

keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta

catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan

untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan

(21)

14

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 pemeriksaan

BPK meliputi semua Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan

Anggaran Perusahaan-Perusahaan Milik Negara / Daerah

(BUMN/D), yang pada hakekatnya seluruh kekayaan negara. Hasil

pemeriksaan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD).

Badan Pemeriksa Keuangan merupakan suatu badan yang terlepas

dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Dalam buku Rencana

Strategis BPK 2011-2015 Ketua BPK Hadi Poernomo menyebutkan bahwa BPK telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam dasawarsa terakhir ini. Sejak diterbitkannya paket undang-undang

tentang keuangan negara pada tahun 2003-2004 dan dengan

dikeluarkannya UU Nomor 15/2006 tentang BPK sebagai pengganti

UU Nomor 5/1973, peran dan posisi BPK sebagai lembaga

pemeriksa keuangan negara diperkuat dari segi pemeriksaan, organisasi, pegawai, dan anggaran .

a. Berdasarkan SK BPK-RI NOMOR 39/K/I-VIII.3/7/2007 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK, Inspektorat Utama

(ITAMA) merupakan salah satu unsur pelaksana tugas BPK yang

(22)

15

mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

tugas dan fungsi seluruh unsur Pelaksana BPK.

b. BPK telah menerbitkan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2007

Tentang Kode Etik BPK dan Keputusan Sekjen BPK Nomor

21/K/X-XIII.2/1/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pemeriksaan Dan Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri

Sipil Pada Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan.

c. BPK juga telah melakukan kerja sama pengembangan dan

peningkatan kualitas SDM di bidang pemeriksaan maupun non

pemeriksaan dengan berbagai pihak, baik nasional maupun

internasional, antara lain :

1) Bidang metodologi pemeriksaan kinerja dan keuangan

dengan BPK Australia

2) Bidang pemeriksaan investigatif dengan instansi penegak

hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK) dan Pusat Pelaporan

Akuntansi dan Transaksi Keuangan (PPATK)

3) Bidang pemeriksaan lingkungan dan bencana alam, serta

penggunaan teknologi Geographic Information System dan

Remote Sensing dengan BRR, LAPAN, ITB, beberapa BPK negara lain, dan INTOSAI.

1. Jenis-jenis audit

Menurut (Sukrisno Agoes, 2004), ditinjau dari luasnya

(23)

16

a. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan

oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan

maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran

laporan keuangan secara keseluruhan.

b. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan auditee

yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan

memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan

yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan

kas perusahaan.

Ditinjau dari jenis pemeriksaan maka audit dapat dibedakan

atas:

a. Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan,

termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional

yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan maksud

untuk mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan

secara efektif, efisien dan ekonomis.

b. Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah

(24)

17

kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh

pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.

c. Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan yang

mencakup laporan keuangan dan catatan akuntansi

perusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap

kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

d. Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap

perusahaan yang melakukan proses data akuntansi dengan

menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP).

2. Jenis Pendapat Auditor

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi

508) ada 5 jenis pendapat akuntan, yaitu:

a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), akan diberikan oleh akuntan publik jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar

auditing yang ditetapkan oleh IAI (Standar Profesional

Akuntan Publik), dan telah mengumpulkan bahan-bahan

pembuktian yang cukup untuk mendukung opininya, serta

tidak menemukan adanya kesalahan material atau

penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum

(25)

18

penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk

baku (Unqualified Opinion with Explanatory

Language), diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan seorang auditor menambahkan penjelasan

(bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun

tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian

yang dinyatakan oleh auditor.

b. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Pendapat ini dinyatakan bilamana ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap

lingkup audit, dan ia berkesimpulan bahwa ia tidak dapat

menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian, dan ia

berkesimpulan tidak menyatakan untuk tidak memberikan

pendapat. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan

keuangan berisi penyimpangan dari SAK, yang berdampak

material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan

pendapat tidak wajar.

c. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion), pendapat ini diberikan bila menurut pertimbangan auditor, laporan

keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

(26)

19

d. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion). Suatu pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas

laporan keuangan. Auditor tidak menyatakan pendapat bila

ia tidak dapat merumuskan suatu pendapat bilamana ia

tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu

pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Jika auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya

memadai untuk memungkinkannya memberikan pendapat

atas laporan keuangan.

B. Teori tentang Keberadaan Bank Sentral 1. Organisasi Bank Sentral pada Umumnya

Bank Sentral sebagai sebuah organisasi umumnya dibentuk dan

didirikan berdasarkan undang-undang. Pembentukan organisasi

bank sentral dalam undang-undang menunjukkan adanya peran

penting dan pengaruh yang cukup besar dari bank sentral bagi

perekonomian suatu negara. Dalam undang-undang tersebut

pada umumnya diatur berbagai faktor yang mempengaruhi

susunan unit-unit dan bentuk koordinasi dari unit-unit dalam

organisasi bank sentral seperti tujuan, tugas, wewenang bank

(27)

20

sentral dengan lembaga negara lainnya, seperti bagaimana

hubungannya dengan pemerintah dan dengan parlemen.

Dalam suatu negara kedudukan dan keberadaan bank sentral

memiliki peran yang penting dan strategis dalam kegiatan dan

sistem perekonomiannya, yang tercermin dari pelaksanaan

tugasnya, termasuk dalam melaksanakan fungsinya sebagai bank

sirkulasi di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran

(Suryana, 2008)

Pada umumnya, penetapan tujuan, tugas, dan wewenang bank

sentral dalam undang-undang sangat dipengaruhi oleh struktur

sosial, politik, dan ekonomi dari masing-masing negara. Hal

tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi seberapa banyak

tujuan yang harus dicapai, bagaimana tugas dan wewenang yang

diberikan pada bank sentral, dan kesemuanya itu pada akhirnya

akan berpengaruh pada bagaimana tingkat independensi,

transparansi, dan akuntabilitas dari suatu bank sentral.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi susunan unit dan bentuk koordinasi dari

organisasi sebuah bank sentral adalah tujuan, tugas, wewenang,

serta faktor-faktor lain, seperti hubungan bank sentral dengan

pemerintah dan dengan parlemen. Faktor-faktor tersebut pada

(28)

21

organisasi seperti tingkat independensi, transparansi, dan

akuntabilitas dari masing-masing bank sentral. Selanjutnya,

secara keseluruhan faktor-faktor tersebut di atas akan

mempengaruhi susunan dan bentuk koordinasi unit dalam

organisasi sebuah bank sentral atau dikenal dengan sebutan

struktur organisasi. Secara umum, struktur organisasi

setidaknya menggambarkan empat sisi dasar dari sebuah

organisasi, yaitu hirarki kewenangan, departemenisasi, rentang

kendali, serta posisi staf dan lini. Untuk mengetahui bagaimana

struktur organisasi dari suatu bank sentral dapat dilihat pada

bagan organisasi dari bank sentral tersebut. Bagan organisasi

adalah suatu diagram yang menggambarkan bagaimana bentuk

kewenangan formal dan hubungan pembagian kerja dari suatu

organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2001).

Agar diperoleh gambaran mengenai organisasi bank sentral,

berikut ini diuraikan beberapa implikasi dari tujuan, tugas, dan

wewenang terhadap susunan unit dan bentuk koordinasi dari

organisasi bank sentral.

2. Implikasi Tujuan, Tugas, dan Wewenang pada Organisasi Bank Sentral.

Tingkat kompleksitas organisasi suatu bank sentral dipengaruhi

(29)

22

Pada umumnya, semakin banyak tujuan yang harus dicapai,

semakin banyak tugas-tugasnya dan semakin besar

wewenangnya maka, semakin kompleks susunan dan bentuk

koordinasi unit-unit dalam organisasinya. Misalnya, bank sentral

yang memiliki tugas sebagai pengendali moneter, pengawas

bank, dan sistem pembayaran, struktur organisasinya akan lebih

kompleks dibandingkan dengan struktur organisasi bank sentral

yang hanya mempunyai tugas sebagai pengendali moneter dan

sistem pembayaran. Demikian pula halnya dengan wewenang

yang diberikan. Wewenang itu akan mempengaruhi

kompleksitas susunan unit dan bentuk koordinasi dari unit-unit

dalam organisasi bank sentral. Bank sentral yang diberi

wewenang penuh untuk menetapkan dan menjalankan

kebijakannya akan berbeda struktur organisasinya dengan bank

sentral yang hanya diberi wewenang sebagai pelaksana

kebijakan dari pemerintah.

3. Tujuan dan Tugas Bank Sentral serta Implikasinya pada Organisasi.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penetapan tujuan

bank sentral pada umumnya diatur dalam undang-undang.

Tujuan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan dapat

bermacam-macam seperti kestabilan harga, pertumbuhan

(30)

23

nilai tukar yang wajar, dan kesejahteraan umum (Chandavarkar,

1996). Dalam praktek, terdapat bank sentral yang hanya

memiliki satu tujuan dan ada Bank Sentral yang memiliki lebih

dari satu tujuan.

Kompleksitas organisasi bank sentral yang memiliki satu tujuan

berbeda dengan bank sentral yang memiliki banyak tujuan. Hal

ini disebabkan pada bank sentral yang memiliki banyak tujuan

harus dapat meminimalkan conflict of interest perbedaan

kepentingan antara tujuan yang satu dengan yang lain dan lebih

dituntut untuk dapat melakukan sinkronisasi strategi yang akan

diterapkan dalam mencapai salah satu tujuannya tanpa harus

mengorbankan pencapaian tujuan yang lain.

Selanjutnya, sebagai pedoman operasional untuk mencapai

tujuan tersebut, pada umumnya bank sentral diberi tugas-tugas

tertentu. Tugas-tugas tersebut bervariasi antara bank sentral di

dunia. Ada tugas bank sentral yang dalam undang-undang

ditetapkan sangat rinci, ada yang tugasnya hanya ditetapkan

garis besarnya saja. Namun demikian, secara umum tugas-tugas

tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat bidang, yaitu

bidang moneter, bidang pengawasan perbankan, bidang sistem

(31)

24

Tujuan dan wewenang serta pilihan strategi untuk

melaksanakan tugas bank sentral akan mempengaruhi struktur

organisasi bank sentral. Struktur organisasi bank sentral yang

memiliki tugas di bidang pengendalian moneter dan sistem

pembayaran (tanpa pengawasan bank) akan lebih sederhana

dibandingkan dengan struktur organisasi bank sentral yang

memiliki tugas di bidang pengendalian moneter, pengawasan

bank, dan pengaturan sistem pembayaran. Contoh organisasi

bank sentral yang memiliki bidang tugas pengendalian moneter

dan sistem pembayaran dapat dibaca pada bagan organisasi

Reserve Bank of Australia, sedangkan yang memiliki bidang tugas pengendalian moneter, pengawasan perbankan, dan pengaturan

sistem pembayaran dapat dibaca pada bagan organisasi Bank

Negara Malaysia.

4. Wewenang Bank Sentral dan Implikasinya pada Organisasi Di samping tujuan dan tugas sebagaimana diuraikan di atas,

wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada bank

sentral juga akan mempengaruhi struktur organisasi bank

sentral. Berdasar wewenangnya, menurut Chen Yuan (1990)

organisasi bank sentral terdiri dari dua tingkatan, yaitu unit yang

mempunyai kewenangan tertinggi (the highest authority) dan

unit-unit di bawahnya (the second level). Unit dengan

(32)

25

badan yang mempunyai kewenangan sebagai badan pembuat

kebijakan (policy making body), badan pelaksana kebijakan

(executing body), dan badan pengawas (supervisory body).

Sementara itu, di tingkat kedua terdapat unit-unit yang

melaksanakan kegiatan operasional dari unit yang memiliki

kewenangan tertinggi di bidang pembuatan kebijakan. Unit

operasional ini umumnya berada di bawah badan pelaksana

kebijakan.

Jumlah badan yang ada di suatu bank sentral tergantung pada

wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada bank

sentral, khususnya pada organisasi di tingkat kewenangan

tertinggi. Dalam hal ini, Chen Yuan (1990) mengklasifikasikan

bank sentral ke dalam 3 kelompok. Pertama, bank sentral yang

wewenang membuat kebijakan dan wewenang melaksanakan

kebijakan berada pada satu badan, misalnya, Federal Reserve System of the United States dan Bank of England. Kedua, bank sentral yang wewenang membuat kebijakan dan wewenang

melaksanakan kebijakan berada pada dua badan yang terpisah,

misalnya, Bank of Japan, Deutshce Bundesbank, dan Bank of Italy.

Ketiga, bank sentral yang wewenang membuat kebijakan,

wewenang melaksanakan kebijakan, dan wewenang mengawasi

(33)

26

France, the National Bank of Belgium, dan the National Bank of Switzerland.

Bo-Yung Chung (1992) memberikan penjelasan lebih lanjut

mengenai tiga badan yang memiliki kewenangan tertinggi di

organisasi bank sentral.

a. Badan Pembuat Kebijakan. Badan Pembuat Kebijakan adalah

unit dalam organisasi bank sentral yang diberi wewenang

oleh konstitusi untuk memformulasikan dan menetapkan

kebijakan yang akan ditempuh dalam melaksanakan tugas

guna mencapai tujuannya, termasuk kebijakan yang

menyangkut manajemen internal dalam bank sentral

tersebut;

b. Badan Pelaksana Kebijakan. Badan Pelaksana Kebijakan

adalah unit dalam organisasi bank sentral yang diberi

wewenang untuk melaksanakan kebijakan yang telah

ditetapkan oleh badan pembuat kebijakan;

c. Badan Pengawas. Badan Pengawas adalah lembaga atau unit

organisasi yang diberi wewenang untuk mengawasi

pelaksanaan kebijakan oleh badan pelaksana kebijakan.

Selanjutnya, dalam menguraikan mengenai organisasi bank

(34)

27

tertinggi pada organisasi bank sentral, yaitu badan pembuat

kebijakan, badan pelaksana kebijakan, dan badan pengawas.

Badan Pembuat Kebijakan

Badan pembuat kebijakan pada organisasi bank sentral

umumnya berbentuk dewan (council) dan dalam merumuskan

kebijakan, keputusan diambil berdasarkan pada suara

mayoritas. Jumlah anggota dewan bervariasi antara satu bank

sentral dengan bank sentral yang lain. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah anggota badan pembuat kebijakan yang paling sedikit

terdiri dari lima anggota seperti di Belanda, sampai yang banyak,

yaitu terdiri dari 40 orang anggota seperti di Swiss

(Chandavarkar, 1996).

Dalam praktek nama badan pembuat kebijakan di beberapa

negara juga berbeda-beda, sebagaimana contoh di bawah ini.

Negara Nama Badan Jumlah

USA (Board of Governors) Dewan Gubernur 7 orang

Jerman (Executive Board) Dewan Eksekutif 8 orang

Perancis (General Council) Dewan Umum 13 orang

Jepang (Policy Board) Dewan Kebijakan 9 orang

Sumber : The Morgan Stanley Central Bank Directory, 2003.

Penunjukan ketua dan anggota badan pembuat kebijakan pada

(35)

28

negara lain. Pada negara yang bank sentralnya independen,

umumnya penunjukan/pengangkatan ketua dan anggota badan

pembuat kebijakan dilakukan oleh kepala pemerintahan, dan

harus mendapat persetujuan dari parlemen. Sementara pada

bank sentral yang kurang independen, penunjukan dan

pengangkatan ketua dan anggota dilakukan oleh kepala

pemerintahan tanpa harus mendapat persetujuan parlemen.

Ketua Badan Pembuat Kebijakan dapat berasal dari bank sentral

sendiri maupun berasal dari luar. Umumnya, apabila ketua

badan pembuat kebijakan berasal dari bank sentral, maka bank

sentral tersebut lebih independen, dan Ketua Badan Pembuat

Kebijakan biasanya gubernur/chairman/president, misalnya di

Amerika Serikat, Jerman, dan Selandia Baru (Hossain, 2010) .

Sebaliknya, apabila ketua badan pembuat kebijakan berasal dari

luar bank sentral, bank sentral tersebut umumnya kurang

independen, dan Ketua Badan Pembuat Kebijakan biasanya

adalah menteri keuangan, misalnya di Brunei Darussalam.

Badan Pelaksana Kebijakan

Badan pelaksana kebijakan adalah unit/badan dalam organisasi

bank sentral yang diberi kewenangan untuk melaksanakan dan

merealisasikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan

(36)

29

bertugas melakukan tindakan-tindakan administratif serta

bertindak sebagai wakil resmi dari organisasi bank sentral

sebagai badan hukum dalam berhubungan dengan pihak luar.

Dalam melaksanakan tugasnya, sistem yang digunakan oleh

badan pelaksana kebijakan dapat dibedakan atas sistem dewan

(council system) dan sistem unilateral (unilateral system).

Masing-masing sistem memiliki karakteristik sendiri-sendiri.

Dalam sistem dewan, tanggung jawab keputusan merupakan

tanggung jawab bersama. Sementara dalam sistem unilateral,

tanggung jawab keputusan berada pada pengambil keputusan

tertinggi, yang umumnya adalah gubernur.

Selain itu, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, badan

pelaksana kebijakan umumnya dilengkapi dengan berbagai unit

organisasi di bawahnya, seperti departemen/direktorat,

kantor-kantor cabang, dan kantor-kantor perwakilan. Sub unit-sub unit dari

badan pelaksana kebijakan tersebut merupakan unit-unit yang

bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari

dari kebijakan yang diputuskan badan pelaksana kebijakan

dalam merealisasikan keputusan/kebijakan yang telah

(37)

30 Badan Pengawas

Badan pengawas adalah lembaga atau unit yang dapat berada di

luar atau di dalam organisasi bank sentral yang mempunyai

tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan dan

pemeriksaan pada bank sentral. Umumnya badan pengawas

bertugas untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas-tugas

bank sentral telah dilakukan secara wajar (fairness) dan rasional.

Ruang lingkup pengawasan dan pemeriksaan umumnya meliputi

seluruh kegiatan operasional bank sentral termasuk pembukuan

dan administrasi. Dengan demikian, pada dasarnya pelaksanaan

dari pengawasan dan pemeriksaan oleh badan pengawas

dimaksudkan untuk menguji tingkat akuntabilitas dan

transparansi dari pelaksanaan tugas bank sentral.

Dalam praktek, cakupan ruang lingkup tugas dari badan

pengawas bervariasi antara bank sentral yang satu dengan bank

sentral yang lain. Ada badan pengawas dari bank sentral yang

diberi wewenang dan memiliki tugas meneliti dengan seksama

kebijakan yang diambil oleh badan pembuat kebijakan, seperti

yang terjadi di Federal Reserve Bank of New Zealand, dan ada pula yang tugasnya hanya melakukan pemeriksaan dan

pengawasan terhadap aset dan kewajiban serta mengaudit

(38)

31

Nama dari badan pengawas juga bervariasi. Di Bank of China

badan pengawas disebut dengan The Supervisory Board,

sedangkan di Selandia Baru dan Kanada disebut Board of

Directors.

C. Gambaran Umum Organisasi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral

Seperti organisasi bank sentral pada umumnya, susunan unit dan

bentuk koordinasi dalam organisasi Bank Indonesia juga terkait

erat dengan undang-undang yang melandasinya, yaitu UU Nomor

23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 3 Tahun 2004. Di dalam undang-undang

tersebut telah diatur secara jelas tujuan, tugas, dan wewenang Bank

Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia, termasuk

hubungannya dengan lembaga negara lainnya khususnya DPR.

Pengaturan dalam undang-undang ini mendasari bidang-bidang

utama dalam organisasi sesuai tujuan dan tugas-tugas yang telah

ditetapkan, tingkat kewenangan dalam perumusan, pelaksanaan

dan pengawasan kebijakan, visi dan misi, serta struktur organisasi

(39)

32

1. Implikasi Tujuan, Tugas, dan Wewenang terhadap Organisasi Bank Indonesia

Sesuai undang-undang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia

adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, baik

dalam arti kestabilan harga (inflasi) maupun kestabilan nilai

tukar rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, sesuai

undang-undang Bank Indonesia mempunyai tiga tugas, yaitu

menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur

dan mengawasi bank, serta mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran. Dalam pelaksanaannya, ketiga tugas

tersebut mempunyai keterkaitan yang erat satu dengan yang

lain. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian

jumlah uang beredar dan atau suku bunga. Efektivitas

pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem

pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal. Keberhasilan

tugas sistem pembayaran tersebut memerlukan sistem

perbankan yang sehat yang merupakan sasaran tugas mengatur

dan mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat

akan mendukung pelaksanaan tugas di bidang pengendalian

moneter, mengingat pelaksanaan kebijakan moneter dan

pengaruhnya terhadap inflasi dan aktivitas ekonomi riil

(40)

33

Sejalan dengan tugas-tugas tersebut, organisasi Bank Indonesia

dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu sektor

moneter, sektor perbankan, dan sektor sistem pembayaran,

ditambah dengan satu sektor pendukung, yaitu sektor

manajemen intern. Organisasi sektor moneter terdiri dari

sejumlah direktorat dan biro yang melaksanakan tugas-tugas

untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang

diberikan oleh Dewan Gubernur. Direktorat dan biro yang

berada dalam organisasi sektor perbankan melaksanakan

tugas-tugas untuk perumusan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,

pengenaan sanksi hingga investigasi di bidang perbankan.

Organisasi sektor pembayaran mencakup direktorat dan biro

yang bertugas melaksanakan pengedaran uang dan sistem

pembayaran nontunai. Sementara itu, direktorat dan biro yang

berada dalam organisasi sektor manajemen intern

melaksanakan tugas-tugas dukungan internal organisasi seperti

sumber daya manusia, hukum, keuangan intern, pengawasan

intern, kehumasan, dan teknologi informasi. Dalam

pelaksanaannya, keempat sektor tersebut berkaitan erat dalam

mendukung pelaksanaan tugas-tugas untuk pencapaian tujuan

Bank Indonesia.

Di samping untuk mendukung tujuan dan tugasnya, struktur

(41)

34

dari unit-unit yang ada dalam organisasinya. Sebagaimana yang

telah diuraikan pada bahasan organisasi bank-bank sentral pada

umumnya, struktur organisasi Bank Indonesia juga terdiri dari

dua tingkat, yaitu tingkat kewenangan tertinggi dan tingkat di

bawahnya. Wewenang pada tingkat tertinggi yang diberikan oleh

undang-undang Bank Indonesia akan menentukan pertama,

apakah wewenang membuat kebijakan dan melaksanakan

kebijakan berada pada satu badan, atau berada pada dua badan

yang terpisah, kedua, apakah ada badan yang berfungsi sebagai

badan pengawas, dan ketiga, bagaimana hubungan dan

mekanisme kerja antar badan tersebut. Dengan demikian,

wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Bank

Indonesia akan mempengaruhi susunan dan bentuk koordinasi

unit organisasi di Bank Indonesia pada kedua tingkat tersebut.

Susunan dan bentuk koordinasi unit organisasi pada tingkat

tertinggi akan diuraikan di bawah ini, sedangkan unit organisasi

di tingkat kedua akan dikemukakan dalam uraian mengenai visi

dan misi serta struktur organisasi Bank Indonesia.

Sesuai dengan undang-undang, dalam melaksanakan tugas-tugas

yang ditetapkan, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur

yang terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur

Senior, dan sekurang-kurangnya empat orang atau

(42)

35

pengaturan pelaksanaan tugas sebagaimana ditetapkan dalam

UU Nomor 23 Tahun 1999 pasal 38 ayat 1 yang menerangkan

bahwa Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang

Bank Indonesia. Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur

dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil. Dalam hal

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur

atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi

Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur. Apabila karena

sesuatu hal penunjukan ini tidak dapat dilaksanakan, maka salah

seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya

bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur.

Ketentuan mengenai kewenangan tertinggi dalam membuat

kebijakan telah pula diatur dalam penjelasan pasal 43 UU Nomor

23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyebutkan

bahwa Rapat Dewan Gubernur RDG adalah forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan kebijakan-kebijakan Bank )ndonesia yang bersifat prinsipil dan strategis . Kebijakan prinsipiil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan

yang mempunyai dampak luas baik ke dalam maupun ke luar

Bank Indonesia, misalnya, kebijakan umum moneter, kebijakan

di bidang pengaturan dan kelancaran sistem pembayaran, serta

pengaturan dan pengawasan bank. Rapat Dewan Gubernur

(43)

36

lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur. Adapun cara

pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan musyawarah

untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai,

Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Dari uraian di atas, secara organisatoris dapat dipahami bahwa

badan pembuat kebijakan di Bank Indonesia menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 adalah Dewan Gubernur sebagai

satu kesatuan badan yang berwenang menetapkan kebijakan

yang bersifat prinsipil dan strategis melalui mekanisme RDG.

Sementara itu, badan pelaksana kebijakan adalah masing-masing

anggota Dewan Gubernur untuk melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan oleh Dewan Gubernur dan atau menetapkan

kebijakan yang tidak bersifat prinsipiil dan strategis sesuai

dengan kewenangan masing-masing melalui mekanisme rapat

bidang atau rapat antar bidang terbatas. Dalam melaksanakan

kebijakan tersebut, tiap-tiap anggota Dewan Gubernur dibantu

oleh satuan-satuan kerja di bawahnya.

Dalam pelaksanaan tugas sebagai badan pelaksana kebijakan

dilakukan pembagian kerja di antara anggota Dewan Gubernur

sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Dalam kaitan ini,

Gubernur selaku ketua badan pelaksana kebijakan melakukan

(44)

37

antara anggota Dewan Gubernur didasarkan pada bidang-bidang

yang menjadi tugas Bank Indonesia. Secara umum

masing-masing anggota Dewan Gubernur membidangi antara tiga

sampai dengan empat satuan kerja yang berada di Kantor Pusat,

termasuk satuan kerja di daerah (Kantor Bank Indonesia) dan

satuan kerja di luar negeri (Kantor Perwakilan Bank Indonesia).

Pada prinsipnya pembidangan tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan bidang keahlian dari masing-masing

anggota Dewan Gubernur dan dengan memperhatikan

keseimbangan pembagian beban kerja.

Selanjutnya, dalam rangka pengkoordinasian pelaksanaan

tugasnya, dapat dilakukan melalui rapat bidang yang dipimpin

oleh Deputi Gubernur yang membawahi satuan kerja dalam satu

bidang tugas Bank Indonesia ataupun dapat pula melalui

rapat-rapat antarbidang. Ketentuan mengenai hal ini telah diatur

dalam penjelasan pasal 43 ayat (1) huruf a dan huruf b yang menegaskan bahwa ….Untuk hal-hal lain tidak perlu dibahas dalam rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan dalam

rapat bidang yang dipimpin oleh tiap-tiap Deputi Gubernur

sesuai dengan kewenangannya atau rapat antarbidang terbatas

yang dapat dihadiri oleh anggota Dewan Gubernur yang terkait,

(45)

38

Sebagaimana praktek mengenai organisasi bank sentral di dunia

yang tidak secara tegas menyebut suatu badan pengawas, maka

dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juga

tidak dicantumkan secara tegas adanya suatu badan pengawas

dalam struktur organisasinya. Namun demikian, pada prinsipnya

pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia

dilakukan oleh DPR. Hal ini dapat dibaca pada pasal 58 UU

Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU

Nomor 3 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia

diwajibkan menyampaikan laporan tahunan dan laporan

triwulanan secara tertulis tentang pelaksanaan tugas dan

wewenangnya kepada DPR. Laporan tahunan dan triwulanan

tersebut dievaluasi oleh DPR dan digunakan sebagai bahan

penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank

Indonesia.

Untuk membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan

di bidang tertentu terhadap Bank Indonesia, sesuai dengan pasal

58A amandemen UU Nomor 3 Tahun 2004 dibentuk Badan

Supervisi dalam upaya meningkatkan akuntabilitas,

independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia.

Dalam penjelasan pasal 58A ini dinyatakan bahwa yang

dimaksud dengan pengawasan di bidang tertentu adalah

(46)

39

Bank Indonesia, (b) telaahan atas anggaran operasional dan

investasi Bank Indonesia, dan (c) telaahan atas prosedur

pengambilan keputusan kegiatan operasional di luar kebijakan

moneter dan pengelolaan aset Bank Indonesia. Hasil telaahan

atas laporan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia

di bidang tertentu tersebut disampaikan oleh Badan Supervisi

kepada DPR.

Badan supervisi dalam menjalankan tugas sebagaimana

dimaksud di atas tidak melakukan penilaian terhadap kinerja

Dewan Gubernur dan tidak ikut mengambil keputusan serta

tidak ikut memberikan penilaian terhadap kebijakan di bidang

sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan bank, serta

bidang-bidang yang merupakan penetapan dan pelaksanaan

kebijakan moneter. Badan Supervisi tidak dapat: (a) menghadiri

Rapat Dewan Gubenur, (b) mencampuri dan menilai kebijakan

Bank Indonesia, (c) mengevaluasi kinerja Dewan Gubernur, (d)

menyatakan pendapat untuk mewakili Bank Indonesia, dan (e)

menyampaikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan

tugasnya langsung kepada publik.

Sesuai undang-undang, Bank Indonesia sebagai lembaga negara

juga diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan Bank

(47)

40

berupa neraca, laporan penerimaan dan penerimaan beserta

lampiran-lampirannya. Laporan keuangan tahunan dimaksud

disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk

kemudian dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya, laporan hasil

pemeriksaan oleh BPK disampaikan kepada DPR sebagai salah

satu alat pengawasannya.

Demikian sekilas mengenai Bank Indonesia sebagai suatu bank

sentral yang berkedudukan di negara Indonesia, pembahasan

lebih lanjut secara komprehensif dapat dilihat pada BAB IV

(48)

41 BAB III

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang

bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara. Keberadaan BPK ditetapkan dengan

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 ayat (5) UUD memuat amanat: Untuk

memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang . Kehadiran pasal tersebut menunjukkan bahwa sejak awal, para pendiri Republik Indonesia sudah

menyadari bahwa dalam rangka menegakkan pemerintahan yang

bertanggungjawab, diperlukan sebuah Badan Pemeriksa Keuangan.

Karena itu di dalam UUD tersebut tercantum ketetapan yang

mewajibkan pembentukan BPK sebagai lembaga negara yang

bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara. Peran dan tugas pokoknya yang pertama, BPK

adalah pemeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan

negara, dari manapun sumbernya. Kedua, BPK harus mengetahui

tempat uang negara itu disimpan dan untuk apa uang negara itu

digunakan. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban

(49)

42

berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik

negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

A. Pandangan Ir. Soekarno

Dalam Rapat Panitia Hukum Dasar pada 11 Juli 1945, Ir.

Soekarno menegaskan pendapatnya bahwa Trias Politika saja

tidak cukup. Maksud dari pernyataan Ir. Soekarno, yang hendak

diwujudkan adalah Sociate rechtsvaardigheid (Keadilan

Masyarakat), bukan sekedar Politieke rechtsvaardigheid

(Keadilan Politik), bahkan, Ir. Soekarno kemudian juga menegaskan: Sekarang Rusia menolak Trias Politika sudah tahun yang lalu, Sun Yat Sen juga menolak Trias Politika 30

tahun yang lalu. Jadi ada aliran yang menyatakan bahwa Trias Politika kolot .

Jadi, suatu sistem pemerintahan negara harus mampu

mewujudkan tugas dan kewajiban pokok pemerintah Negara

Republik Indonesia sebagaimana yang kemudian ditetapkan

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia (kemudian lazim disebut UUD 1945). Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

(50)

43

abadi dan keadilan sosial. Keempat tugas dan kewajiban

tersebut menjadi ciri pokok dan melekat pada setiap rezim

pemerintah Negara Indonesia, yang kemudian disebut juga

sebagai tujuan nasional bangsa dan negara Indonesia.

Dalam praktek penyelenggaraan negara, penyebutan sebagai

tujuan nasional pada gilirannya telah menimbulkan salah

persepsi. 4 (empat) tugas dan kewajiban pemerintah negara

yang seharusnya diimplementasikan, kenyataaannya hanya

digunakan sebagai arah yang hendak dicapai yang seolah hanya

merupakan tujuan dan cita-cita. Tujuan sebagai cita-cita bangsa

yang sesungguhnya, secara tegas dimuat dalam Alinea II

Pembukaan UUD 1945 yaitu bahwa: ....Negara Indonesia, yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur .

Konsepsi tentang 4 (empat) tugas Pemerintah Negara Indonesia

dan cita-cita bangsa tersebut menunjukkan bahwa Indonesia

mencita-citakan negara kesejahteraan Welfare state) yang

konstitusional, demokratis dan berdasarkan paham negara

hukum.

Sebagaimana diungkapkan di atas, Ir. Soekarno menyatakan

bahwa pemisahan kekuasaan pemerintah negara, yaitu antara

kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dinilai tidak akan

(51)

44

Pemikiran )r. Soekarno bahwa Trias Politika saja tidak cukup dibenarkan oleh sejarah. Dari aspek insfrastruktur politik muncul kekuatan media massa dan unjuk rasa masyarakat

sebagai kekuasaan yang ikut menentukan kebijakan

pemerintahan Negara. Dari aspek supra struktur politik muncul pula satu kekuasaan baru yaitu kekuasaan auditif yang

sangat menentukan dalam proses penyelengggaraan

pemerintahan negara. Kekuasaan auditif tersebut

dimanifestasikan dalam lembaga negara, yaitu Badan

Pemeriksa Keuangan, yang merupakan bagian dari Hal Keuangan Negara.

B. Masa Pra Kemerdekaan

Badan Pemeriksa Keuangan pada masa pra kemerdekaan hanya berperan sebagai pencatat keuangan negara yang merupakan bagian dari alat pemerintahan Negara Belanda yang disebut

sebagai Algemene Rekenkamer. Algemene Rekenkamer tersebut

dibentuk dalam masa Gubernur Jenderal Daendels pada 19

Desember 1908. Badan baru tersebut dibentuk guna

memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pendapatan

dan pengeluaran Negara Hindia Belanda. Raja Belanda ketika itu

(52)

45

perundang-undangannya berasal dari hukum perdata Perancis

yang pada awalnya bersumber dari hukum Romawi, Corpus Juris

Civilis.

Keanggotaan Algemene Rekenkamer meliputi seorang Ketua,

seorang Sekretaris dan 6 (enam) orang anggota. Ketua dan para

anggota diangkat dan diberhentikan oleh Raja Belanda.

Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal.

Pelaksanaan tugas dan tata kerja Algemene Rekenkamer tersebut

didasarkan atas Indische Comptabilitets Wet (ICW) dan Indische Bedrijven Wet (IBW) yang merupakan peraturan perundang-undangan pemerintahan Negara Belanda.

Setelah bala tentang Jepang masuk ke Indonesia, dan dalam

rangka menggalang dukungan dari rakyat Indonesia, pimpinan

tentara pendudukan Jepang menjanjikan kemerdekaan

Indonesia sesegera mungkin setelah seluruh penjajah Belanda

dapat diusir dari Indonesia. Serbuan bala tentara Jepang ke Asia

mereka dengungkan sebagai Perang Asia Timur Raya (Dai Toa

Sensoo) dengan maksud untuk mengesankan bahwa perang tersebut merupakan bagian dari perjuangan bangsa-bangsa Asia

Timur untuk memerdekakan diri dari para penjajahnya.

Para pejuang kemerdekaan Indonesia, antara lain Mr. Soepomo,

(53)

46

naskah undang-undang dan peraturan sebagai persiapan untuk

kemerdekaan Indonesia. Pada 4 April 1942 Mr. Soepomo, Mr.

Subardjo, dan Mr. Maramis menyelesaikan naskah rancangan

Undang-Undang Indonesia Merdeka, Peraturan Tentang

Pemerintah Sementara Dari Indonesia, dan Rencana Permulaan

dari Undang-Undang Dasar Negeri Indonesia.

Naskah Undang-Undang Indonesia Merdeka memuat pokok

pikiran tentang Pemerintah Indonesia Sementara dan

Undang-Undang Dasar untuk Negeri Indonesia yang merdeka, serta tata

hubungan dengan Pemerintah Nippon (Jepang). Naskah tersebut

terdiri atas 12 pasal, salah satu pasal menyatakan bahwa

Undang-Undang Dasar juga memuat dasar-dasar aturan tentang

hal keuangan.

Peraturan Tentang Pemerintah Sementara Dari Indonesia

merupakan naskah yang memuat ketentuan mengenai sistem

kekuasaan dan sistem pemerintahan sementara serta hal

pemindahan kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda.

Naskah tersebut terdiri atas 16 pasal dan belum memuat tentang

hal pengawasan keuangan negara.

(54)

47

meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta

tentang hak-hak dan kewajiban penduduk, hal keuangan dan

aturan-aturan umum. Dalam Pasal 67 dinyatakan bahwa,

Perhitungan yang paling akhir tentang pengeluaran uang dan pemasukan uang dari negeri harus diperiksa dan disahkan oleh

Badan Pemeriksaan Uang Negeri, dan harus diserahkan oleh

Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan

berita tentang pemeriksaan dari Badan Pemeriksaan Uang

Negeri tersebut di atas.

Dalam proses pembentukan Undang-Undang Dasar di BPUPK,

mengenai perlunya pemeriksaan keuangan negara diusulkan

oleh Drs. Moh. Hatta, yang dalam Rapat Besar BPUPK pada 11

Juli 1945 ditunjuk selaku Ketua Panitia Urusan Keuangan dan

Perekonomian. Selain hasil kesepakatan Panitia, Drs. Moh. Hatta

juga menambahkan 6 (enam) poin tentang Hal Keuangan, yaitu:

1. Tahun keuangan berjalan dari tanggal 1 April setiap tahun

sampai tanggal 31 Maret tahun yang berikut. Rancangan

anggaran belanja negara untuk tahun yang akan datang

dimajukan kepada Dewan Rakyat paling lambat sebulan

sebelum tahun keuangan yang akan datang bermula.

Anggaran belanja ditetapkan dengan undang-undang.

2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan

(55)

48

3. Pinjaman pajak untuk keperluan negara hanya boleh

dilakukan dengan permufakatan Dewan Rakyat. Segala

perjanjian negara terhadap si Pemimpin akan ditanggung

oleh Negara.

4. Macam dan harga mata uang ditentukan dengan

undang-undang. Pemerintah berhak membuat uang logam.

5. Pimpinan peredaran uang diserahkan kepada sebuah Bank

Negara, yang pendiriannya berdasarkan kepada

undang-undang.

6. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang

peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.

C. Masa Awal UUD 1945

Pada masa Pasca Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus

1945 dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, dalam

UUD 1945 tersebut dimuat pada BAB VIII tentang HAL

KEUANGAN, Pasal 23 yang meliputi 5 (lima) ayat, sebagai

berikut:

(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun

(56)

49

tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah,

maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan

undang-undang,

(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan

undang-undang;

(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan

undang-undang,

(5) Untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang

peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil

pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat.

Dalam Penjelasan UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1,2,3,4. Ayat (1)

memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat. Cara

menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu

ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang

berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh

pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara

yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia,

anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan

(57)

50

Betapa cara rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana

didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat

sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat

menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan

dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat

dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk

menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang

menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan

lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan

undang-udang. Ini penting karena kedudukan uang itu sangat

besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat

penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk

memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat.

Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang

diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar

menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan.

Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap

Referensi

Dokumen terkait

2. Secara astronomis lebar lintang wilayah Indonesia adalah …. Bila hasil pertanian di daerah transmigrasi sering mengalami hambatan dalam pemasarannya, maka perencanaan lokasi

penghambat didalam tujuan utama hotel. Adapun yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan tersebut adalah “Kurangnya skill dan menu knowledge yang dimiliki waiter

Adapun hasil refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II sebagai berikut: Hasil refleksi guru penjas terhadap peneliti yang melakukan

Berpikir spasial merupakan penciri utama dalam pembelajaran geografi di sekolah. Kemampuan berpikir spasial peserta didik masih rendah dikarenakan kurang terlatih

Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh corporate social responsibility dan citra perusahaan terhadap ekuitas

Ditambah dengan perubahan hutan menjadi daerah persawahan atau perkebunan yang akan menyebabkan munculnya habitat nyamuk vektor filariasis (Madsen et al., 2004). Oleh karena

Penelitian mengenai ”Sikap Penghindaran Iklan (Ad Avoidance) di Internet pada Kalangan Mahasiswa FISIP UI” ini berpijak pada dua penelitian yang telah disebutkan di