• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan

Dalam dokumen profil lembaga negara rumpun keuangan (Halaman 48-67)

C. Gambaran Umum Organisasi Bank Indonesia Sebagai Bank

1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Keberadaan BPK ditetapkan dengan Undang-

Undang Dasar 1945, Pasal 23 ayat (5) UUD memuat amanat: Untuk

memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang . Kehadiran pasal tersebut menunjukkan bahwa sejak awal, para pendiri Republik Indonesia sudah menyadari bahwa dalam rangka menegakkan pemerintahan yang bertanggungjawab, diperlukan sebuah Badan Pemeriksa Keuangan. Karena itu di dalam UUD tersebut tercantum ketetapan yang mewajibkan pembentukan BPK sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Peran dan tugas pokoknya yang pertama, BPK adalah pemeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan negara, dari manapun sumbernya. Kedua, BPK harus mengetahui tempat uang negara itu disimpan dan untuk apa uang negara itu digunakan. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik

42

berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

A. Pandangan Ir. Soekarno

Dalam Rapat Panitia Hukum Dasar pada 11 Juli 1945, Ir. Soekarno menegaskan pendapatnya bahwa Trias Politika saja tidak cukup. Maksud dari pernyataan Ir. Soekarno, yang hendak

diwujudkan adalah Sociate rechtsvaardigheid (Keadilan

Masyarakat), bukan sekedar Politieke rechtsvaardigheid

(Keadilan Politik), bahkan, Ir. Soekarno kemudian juga menegaskan: Sekarang Rusia menolak Trias Politika sudah tahun yang lalu, Sun Yat Sen juga menolak Trias Politika 30 tahun yang lalu. Jadi ada aliran yang menyatakan bahwa Trias Politika kolot .

Jadi, suatu sistem pemerintahan negara harus mampu mewujudkan tugas dan kewajiban pokok pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana yang kemudian ditetapkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (kemudian lazim disebut UUD 1945). Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

43

abadi dan keadilan sosial. Keempat tugas dan kewajiban tersebut menjadi ciri pokok dan melekat pada setiap rezim pemerintah Negara Indonesia, yang kemudian disebut juga sebagai tujuan nasional bangsa dan negara Indonesia.

Dalam praktek penyelenggaraan negara, penyebutan sebagai tujuan nasional pada gilirannya telah menimbulkan salah persepsi. 4 (empat) tugas dan kewajiban pemerintah negara yang seharusnya diimplementasikan, kenyataaannya hanya digunakan sebagai arah yang hendak dicapai yang seolah hanya merupakan tujuan dan cita-cita. Tujuan sebagai cita-cita bangsa yang sesungguhnya, secara tegas dimuat dalam Alinea II

Pembukaan UUD 1945 yaitu bahwa: ....Negara Indonesia, yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur .

Konsepsi tentang 4 (empat) tugas Pemerintah Negara Indonesia dan cita-cita bangsa tersebut menunjukkan bahwa Indonesia

mencita-citakan negara kesejahteraan Welfare state) yang

konstitusional, demokratis dan berdasarkan paham negara hukum.

Sebagaimana diungkapkan di atas, Ir. Soekarno menyatakan bahwa pemisahan kekuasaan pemerintah negara, yaitu antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dinilai tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonsia.

44

Pemikiran )r. Soekarno bahwa Trias Politika saja tidak cukup dibenarkan oleh sejarah. Dari aspek insfrastruktur politik muncul kekuatan media massa dan unjuk rasa masyarakat

sebagai kekuasaan yang ikut menentukan kebijakan

pemerintahan Negara. Dari aspek supra struktur politik muncul pula satu kekuasaan baru yaitu kekuasaan auditif yang

sangat menentukan dalam proses penyelengggaraan

pemerintahan negara. Kekuasaan auditif tersebut

dimanifestasikan dalam lembaga negara, yaitu Badan

Pemeriksa Keuangan, yang merupakan bagian dari Hal Keuangan Negara.

B. Masa Pra Kemerdekaan

Badan Pemeriksa Keuangan pada masa pra kemerdekaan hanya berperan sebagai pencatat keuangan negara yang merupakan bagian dari alat pemerintahan Negara Belanda yang disebut

sebagai Algemene Rekenkamer. Algemene Rekenkamer tersebut

dibentuk dalam masa Gubernur Jenderal Daendels pada 19 Desember 1908. Badan baru tersebut dibentuk guna memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pendapatan dan pengeluaran Negara Hindia Belanda. Raja Belanda ketika itu adalah Charles Louis Napoleon Bonaparte yang bergelar Koning Loudewijk I atau Koning van Holland. Belanda pada masa itu masih berada di bawah jajahan Perancis sehingga peraturan

45

perundang-undangannya berasal dari hukum perdata Perancis yang pada awalnya bersumber dari hukum Romawi, Corpus Juris Civilis.

Keanggotaan Algemene Rekenkamer meliputi seorang Ketua,

seorang Sekretaris dan 6 (enam) orang anggota. Ketua dan para anggota diangkat dan diberhentikan oleh Raja Belanda. Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal. Pelaksanaan tugas dan tata kerja Algemene Rekenkamer tersebut didasarkan atas Indische Comptabilitets Wet (ICW) dan Indische Bedrijven Wet (IBW) yang merupakan peraturan perundang- undangan pemerintahan Negara Belanda.

Setelah bala tentang Jepang masuk ke Indonesia, dan dalam rangka menggalang dukungan dari rakyat Indonesia, pimpinan

tentara pendudukan Jepang menjanjikan kemerdekaan

Indonesia sesegera mungkin setelah seluruh penjajah Belanda dapat diusir dari Indonesia. Serbuan bala tentara Jepang ke Asia

mereka dengungkan sebagai Perang Asia Timur Raya (Dai Toa

Sensoo) dengan maksud untuk mengesankan bahwa perang tersebut merupakan bagian dari perjuangan bangsa-bangsa Asia Timur untuk memerdekakan diri dari para penjajahnya.

Para pejuang kemerdekaan Indonesia, antara lain Mr. Soepomo, Mr. Subardjo, dan Mr. Maramis segera mempersiapkan beberapa

46

naskah undang-undang dan peraturan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia. Pada 4 April 1942 Mr. Soepomo, Mr. Subardjo, dan Mr. Maramis menyelesaikan naskah rancangan

Undang-Undang Indonesia Merdeka, Peraturan Tentang

Pemerintah Sementara Dari Indonesia, dan Rencana Permulaan dari Undang-Undang Dasar Negeri Indonesia.

Naskah Undang-Undang Indonesia Merdeka memuat pokok pikiran tentang Pemerintah Indonesia Sementara dan Undang- Undang Dasar untuk Negeri Indonesia yang merdeka, serta tata hubungan dengan Pemerintah Nippon (Jepang). Naskah tersebut terdiri atas 12 pasal, salah satu pasal menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar juga memuat dasar-dasar aturan tentang hal keuangan.

Peraturan Tentang Pemerintah Sementara Dari Indonesia merupakan naskah yang memuat ketentuan mengenai sistem kekuasaan dan sistem pemerintahan sementara serta hal pemindahan kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda. Naskah tersebut terdiri atas 16 pasal dan belum memuat tentang hal pengawasan keuangan negara.

Rencana permulaan dari Undang-Undang Dasar Negeri )ndonesia meliputi Bab dan 7 Pasal serta memuat sistem kedaulatan, sistem kekuasaan pemerintahan negara, yang

47

meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta tentang hak-hak dan kewajiban penduduk, hal keuangan dan aturan-aturan umum. Dalam Pasal 67 dinyatakan bahwa, Perhitungan yang paling akhir tentang pengeluaran uang dan pemasukan uang dari negeri harus diperiksa dan disahkan oleh Badan Pemeriksaan Uang Negeri, dan harus diserahkan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan berita tentang pemeriksaan dari Badan Pemeriksaan Uang Negeri tersebut di atas.

Dalam proses pembentukan Undang-Undang Dasar di BPUPK, mengenai perlunya pemeriksaan keuangan negara diusulkan oleh Drs. Moh. Hatta, yang dalam Rapat Besar BPUPK pada 11 Juli 1945 ditunjuk selaku Ketua Panitia Urusan Keuangan dan Perekonomian. Selain hasil kesepakatan Panitia, Drs. Moh. Hatta juga menambahkan 6 (enam) poin tentang Hal Keuangan, yaitu: 1. Tahun keuangan berjalan dari tanggal 1 April setiap tahun

sampai tanggal 31 Maret tahun yang berikut. Rancangan anggaran belanja negara untuk tahun yang akan datang dimajukan kepada Dewan Rakyat paling lambat sebulan sebelum tahun keuangan yang akan datang bermula. Anggaran belanja ditetapkan dengan undang-undang.

2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang- undang.

48

3. Pinjaman pajak untuk keperluan negara hanya boleh dilakukan dengan permufakatan Dewan Rakyat. Segala perjanjian negara terhadap si Pemimpin akan ditanggung oleh Negara.

4. Macam dan harga mata uang ditentukan dengan undang- undang. Pemerintah berhak membuat uang logam.

5. Pimpinan peredaran uang diserahkan kepada sebuah Bank Negara, yang pendiriannya berdasarkan kepada undang- undang.

6. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang

peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.

C. Masa Awal UUD 1945

Pada masa Pasca Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, dalam UUD 1945 tersebut dimuat pada BAB VIII tentang HAL KEUANGAN, Pasal 23 yang meliputi 5 (lima) ayat, sebagai berikut:

(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun

49

tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-

undang,

(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-

undang;

(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-

undang,

(5) Untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara

diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang

peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam Penjelasan UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1,2,3,4. Ayat (1) memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat. Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang- undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

50

Betapa cara rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain- lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-udang. Ini penting karena kedudukan uang itu sangat besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk

memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat.

Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak

51

teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.

Kemudian dalam penjelasan ayat 5. Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah badan yang berdiri di atas pemerintah. Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undang- undang.

Atas dasar Penjelasan UUD 1945 tersebut dapat ditegaskan bahwa keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan adalah wujud kedaulatan rakyat dalam menjaga agar anggaran pendapatan dan belanja negara yang ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diselenggarakan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, pemeriksaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pertama-tama bukanlah dari sisi

52

aspek akuntansi, melainkan kesepadanan dengan kebijakan pengelolaan keuangan negara sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan kata lain, pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK pertama-tama menyangkut politik anggaran dari

pemerintah dalam melaksanakan APBN. BPK memiliki

kewenangan auditif dalam hal kebijakan keuangan negara agar tetap sesuai dengan politik anggaran sebagaimana ditetapkan dalam APBN.

BPK pertama kali dibentuk pada 1 Januari 1947 berdasarkan Surat Penetapan Pemerintah Nomor 11/OEM, tertanggal 28 Desember 1946 tentang Pembentukan BPK. BPK yang pertama ini untuk sementara berkedudukan di Kota Magelang Untuk mengawali tugasnya, pada 12 April 1947 BPK mengeluarkan surat Nomor 94 yang berisi pengumuman pada semua instansi pemerintah di wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajiban BPK dalam memeriksa tanggung jawab keuangan negara.

Sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan bahwa Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang- Undang Dasar ini , maka pelaksanaan tugas BPK didasarkan

53

pada Indische Comptabilitets Wet (ICW) dan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR). Pada 6 November 1948 dikeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1948 tentang pemindahan kedudukan BPK dari Magelang ke Yogyakarta.

Gedung BPK Magelang pada tahun 1948 (sumber: www.bpk.go.id)

D. Masa Berlakunya Konstitusi RIS 1949

Dengan berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949, BPK tetap berperan di wilayah Republik Indonesia Yogyakarta. Di wilayah Republik Indonesia Serikat lainnya dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (DPK) yang berkedudukan

54

Rekenkamer yang ada pada masa pemerintahan Netherland Indische Civil Administration (NICA). DPK tersebut dibentuk berdasarkan Pasal 115 dan Pasal 116 Konstitusi RIS, yang selengkapnya sebagai berikut:

Pasal 115, Maka adalah suatu Dewan Pengawas Keuangan yang susunan dan kekuasaannya diatur dengan undang-undang federal.

Pasal 116,

(1) Untuk pertama kali dan selama undang-undang federal

belum menetapkan lain, Ketua, Wakil Ketua dan anggota- anggota Dewan Pengawasan Keuangan diangkat oleh Presiden adalah mendengarkan Senat.

(2) Undang-undang federal dapat menetapkan bahwa Ketua,

Wakil Ketua dan anggota-anggota diperhentikan apabila mentjapai usia tertentu.

(3) Mereka dapat dipetjat atau diperhentikan menurut tjara

dan dalam hal yang ditentukan dengan undang-undang federal.

(4) Mereka dapat diperhentikan oleh Presiden atas permintaan

55 E. Masa Berlakunya UUDS 1950

Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) pada tanggal 17 Agustus 1950, DPK RIS diubah sesuai UUDS 1950 dengan nama tetap Dewan Pengawas Keuangan (DPK) yang berkedudukan di Bogor. Dalam UUDS 1950 ketentuan tentang DPK dimuat dalam Pasal 80 dan Pasal 81, sebagai berikut:

Pasal 80, Susunan dan kekuasaan Dewan Pengawas Keuangan diatur dengan undang-undang.

Pasal 81,

(5) Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota Dewan

Pengawasan Keuangan diangkat menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

(6) Undang-undang dapat menetapkan bahwa Ketua, Wakil

Ketua dan Anggota-anggota diberhentikan apabila

mentjapai usia tertentu.

(7) Mereka dapat dipetjat atau diberhentikan menurut tjara

dan dalam hal yang ditentukan dengan undang-undang.

(8) Mereka dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan

56 F. Masa Pasca Dekrit Presiden 1959

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dekrit Presiden tersebut dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 beserta Naskah Undang-Undang Dasar 1945 diberi judul Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Atas dasar UUD NRI Tahun 1945 tersebut DPK diubah menjadi BPK agar sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Ayat (5). Untuk menyempurnakan BPK agar menjadi alat kontrol yang efektif, pada 12 Oktober 1963 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 7 Tahun 1963 (LN Nomor 195 Tahun 1963) tentang BPK Gaya Baru. Perpu tersebut kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1964.

Pada tahun 1965 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden sebagai Pemimpin Besar Revolusi memegang kekuasaaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan keuangan negara. Melalui undang-undang tersebut Ketua BPK ditetapkan sebagai Menteri Koordinator dan Wakil Ketua BPK sebagai Menteri.

57

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, yang menggantikan Presiden Soekarno, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK yang mengembalikan kedudukan dan fungsi BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (5) UUD NRI 1945.

Dalam praktek penyelenggaraan negara kemudian, khususnya selama pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan pemerintah, khsususnya juga yang menyangkut politik anggaran, diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah karena selalu ditegaskan bahwa Presiden adalah Mandataris MPR , Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis.

Dalam Penjelasan UUD NRI 1945 bahkan ditegaskan bahwa Dalam menjalankan pemerintahan negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden concentration of power and responsibility upon the President). Dengan demikian dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan negara, wibawa dan kedudukan Presiden berada di atas 4 (empat) Lembaga Tinggi Negara lainnya.

Oleh karena itu, BPK tidak pernah memeriksa kesepadanan politik anggaran yang dijalankan pemerintah dengan politik anggarannya yang dimaksud dalam APBN. BPK lebih berperan

58

hanya sebagai akuntan negara yang sering bahkan tunduk pada kepentingan pemerintah atau bahkan kepentingan pribadi Presiden.

G. Masa Perubahan Undang-Undang Dasar NRI 1945

Era Reformasi mendorong lahirnya kehendak untuk

menerapkan mekanisme checks and balances dengan tetap

mempertahankan sistem presiensiil. Oleh karena itu melalui perubahan UUD 1945 kekuasaan lembaga-lembaga negara sebagai perwujudan kedaulatan rakyat ditata sesuai fungsi dan peran masing-masing dan tanpa menempatkannya secara hirarki struktural. Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar.

Sehubungan dengan itu, BPK selaku pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara ditegaskan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri. Agar BPK benar-benar bebas dan mandiri, keanggotaannya dipilih oleh Dewan Perwakilan rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Selanjutnya, pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota BPK sendiri.

Selain itu, kedudukan dan peran BPK juga diperluas sehingga memiliki perwakilan di setiap provinsi. Guna menjaga

59

kebebasan dan kemandirian BPK, maka ketentuan lebih lanjut tentang BPK diatur dengan undang-undang. Kedudukan dan peran BPK tersebut dituangkan tersendiri dalam BAB VIIIA tentang BADAN PEMERIKSA KEUANGAN yang meliputi Pasal 23E dengan 3 (tiga) ayat, Pasal 23F dengan 2 (dua) ayat, dan Pasal 23G dengan 2 (dua) ayat. Perubahan hal BPK tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 pada 9 November 2001 dan dinyatakan sebagai bagian dari Perubahan Ketiga.

Melalui Perubahan UUD NRI 1945, kedudukan dan peran BPK diperkuat dan dipertegas sebagai pemegang kekuasaan auditif dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, pemeriksaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pertama-tama bukanlah dari sisi aspek akuntansi semata, melainkan seharusnya juga menjaga kesepadanan dengan kebijakan pengelolaan keuangan negara sebagimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan demikian mekanisme checks and balances dalam sistem

pemerintahan negara tidak hanya meliputi aspek kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, melainkan juga meliputi aspek kekuasaan auditif.

60

Dalam dokumen profil lembaga negara rumpun keuangan (Halaman 48-67)

Dokumen terkait