• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT

(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

Oleh :

SEKAR PRAMUDHITA

Tindak pidana pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang cukup meresahkan masyarakat, karena niat pelaku yang terencana dan tersusun rapi sehingga sulit untuk dilacak. Tindak pidana pemalsuan pada umumnya dilakukan oleh pelaku yang memiliki kewenangan dalam suatu kumpulan masyarakat, lembaga atau instansi dan organisasi pemerintahan. Contohnya dalam kasus pemalsuan surat putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 30/PID/2013/PT.TK dengan terdakwa Riski Meliana selaku Tenaga Honorer Pemda Pesawaran sekaligus Ketua Kelompok Mandiri SPP-PNPM yang dijatuhkan vonis dari 1 tahun penjara dengan denda Rp 23.000.000 menjadi vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa percobaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat dan apakah hukuman yang dijatuhkan sudah memenuhi rasa keadilan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematisasi, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpulan secara deduktif.

(2)

Sekar Pramudhita putusan tersebut, hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri, baik itu pertimbangan dalam hal memberatkan maupun pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa. Dasar pertimbangan hakim dalam kasus ini adalah Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, selain itu juga hakim mempertimbangkan berdasarkan teori-teori hukum. Teori yang digunakan hakim adalah teori keseimbangan, yaitu adanya keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak yang berkaitan, teori pendekatan keilmuan, yaitu dalam menjatuhkan pidana harus secara sistematik dan penuh kehati-hatian, harus dilengkapi ilmu pengetahuan hukum sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan, dan teori ratio decidendi, yaitu teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar dengan mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara kemudian mencari peraturan perundangan yang relevan. Dengan melihat pertimbangan berdasarkan alat bukti dan teori hukum maka putusan yang dijatuhkan harus memenuhi kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.

Saran dalam penelitian ini, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik dalam menjatuhkan putusannya tidak hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan aspek saja yang hanya melihat keadilan bagi korban dan masyarakat tetapi pidana tersebut juga harus memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Sehingga dalam penjatuhan pidana atas diri terdakwa kepastian, keadilan dan kesebandingan hukum diupayakan dapat terwujud.

(3)
(4)

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT

(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

Oleh

SEKAR PRAMUDHITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO.

30/PID/2013/PT.TK)

(Skripsi)

Oleh

SEKAR PRAMUDHITA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup...5

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...6

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ...7

E. Sistematika Penulisan ...14

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Tindak Pidana ...16

1. Pengertian Tindak Pidana ...16

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ...18

3. Jenis Tindak Pidana ...20

B.Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat ...22

1. Pengertian Pemalsuan Surat ...22

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat ...23

C.Peranan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ...26

1. Pengertian Dasar Pertimbangan Hakim ...29

2. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim ...32

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah...36

B.Sumber Data dan Jenis Data ...36

C.Penentuan Narasumber ...37

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ...38

(7)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Narasumber dan Gambaran Umum Putusan Nomor 30/Pid/2013/PT.TK ...40 B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana terhadap

Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat ...44 C. Rasa Keadilan Dalam Putusan No. 30/Pid/2013/PT.TK ...56

V. PENUTUP

A. Simpulan ...62 B. Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA

(8)
(9)
(10)

MOTO

Apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, hendaklah kamu menetapkanya dengan adil.”

(Qs. An –Nisa’ :58)

“Bekerjalah untuk duniamu seakan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok.”

(Al Hadist)

“Jangan bertanya apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang telah dapat kau berikan pada negaramu.”

(John F. Kennedy)

“Kejujuran, Disiplin dan Kerja keras adalah tiga kunci sukses, diibaratkan sebagai mata uang yang dapat dibelanjakan dinegara manapun, jadikanlah tiga kunci sukses ini sebagai

pegangan untuk meraih kesuksesan hidup.”

(Penulis)

(11)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT ,atas rahmat dan hidayahnya,maka dengan

ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerihpayah, aku persembahkan

sebuah karya nan kecil ini kepada :

Bapak dan Ibu yang kusayangi dan juga kucintai

Terima kasih telah memberikan dukungan,

Cinta dan kasih sayang serta mengiringi

Dengan do’a demi keberhasilanku.

Adikku tersayang, sepupu-sepupuku

dan seluruh keluarga besarku yang selalu

Mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal untuk menggapai cita-cita.

Sahabat-sahabatku, terimakasih atas kebersamaan

Dan kesetiaannya selama ini.

Almamaterku Universitas Lampung

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar, Lampung Selatan pada tanggal 23 Juli 1992, anak pertama dari dua bersaudara, pasangan bapak Kasijan, S.Pd dan Ibu Aini Indra, serta satu orang adik bernama Dwi Murtiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pewa Natar pada tahun 1998.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Merak Batin Natar pada tahun 2004, kemudian melajutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2010.

(13)

SANWANCANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Studi Kasus Putusan No.30/PID/2013/PT.TK)”.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

(14)

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Irzal Ferdiansyah, S.H., M.H, selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar, Staf Administrasi maupun karyawan/i di bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas bantuannya. 8. Kepada Pengadilan Negeri Kalianda, Bapak Aris Fitra Wijaya, S.H yang

memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Kepada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Bapak Guntur. P, S.H., M.H yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

10.Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua ku Bapak Kasijan, S.Pd., Ibu Aini Indra dan Adikku Dwi Murtiningsih yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, perhatian, dan selalu mendo’akan serta mengharapkan keberhasilanku.

11.Keluarga besar tercinta: Agus Indra, Susanti Mandasari, S.Pd, Fitri Rosalia, S.P,

teteh nina, teteh wiwi, a’nden,a’putra, a’ imox, yang selalu memberikan nasehat, semangat, dan bantuan materil, moril serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Untuk kamu Hananto Aribowo yang dalam penyusunan skripsi ini, selalu

mendo’akan, memberi motivasi, selalu mengingatkan akan rasa sabar dan

(15)

13.Sahabat-sahabat terbaik Amatir: Eka Candre Pratiwi, S.H, Zakia Tiara Faragista, Muthia Firda Sari, Venti Azharia, Ramita Rizka Aldina, terima kasih atas semua keriangan, kebersamaan selama kuliah, serta selalu bersedia untuk direpotkan, bantuan kalian sangat besar dan tak terlupakan.

14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, terima kasih telah setia meluangkan waktu untuk membantu memberikan support kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sukses untuk kita semua.

15. Rekan-Rekan KKN Desa Sukamaju, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung, terima kasih atas pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama kalian akan selalu ada, Good Luck untuk kita semua, I am gonna miss you guys. 16.Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju

keberhasilan.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 2014 Penulis

(16)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit. Tindak Pidana itu sendiri adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologi. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana, sedangkan kejahatan dalam arti kriminologi adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit.1

Tindak pidana sendiri semakin hari semakin marak terjadi dan berkembang semakin cepat di kehidupan masyarakat. Hal tersebut tidak lepas dari berbagai aspek seperti aspek sosial, lingkungan,dan aspek lainnya khususnya pada aspek ekonomi. Salah satu objek tindak pidana yang ada yaitu tindak pidana pemalsuan surat.

1

(17)

2

Tindak pidana pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang cukup meresahkan masyarakat, karena niat pelaku yang terencana dan tersusun rapi sehingga sulit untuk dilacak. Hal inilah yang membuat pemalsuan diatur dan termasuk suatu tindakan pidana. Tindak pidana pemalsuan pada umumnya dilakukan oleh pelaku yang memiliki kewenangan dalam suatu kumpulan masyarakat, lembaga atau instansi dan organisasi pemerintahan. Dalam hal pemalsuan surat tersebut dapat berupa pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dilakukan oleh pelaku dengan cara mengubah surat asli sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari aslinya.

Hal itu dapat dilakukan oleh pelaku dengan cara menghapus, mengurangi, menambah, maupun merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang dipalsukannya. Ketentuan mengenai pemalsuan tersebut dinyatakan dalam Pasal 263 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan dan Pasal 264 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan Surat.

Hal yang menyebabkan hukuman tindak pidana pemalsuan surat diperberat sebagaimana Pasal 264 KUHP terletak pada faktor macamnya surat. Surat-surat tertentu yang menjadi objek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Surat-surat itu mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat lainnya. Kebenaran akan isi dari macam-macam surat itulah yang menyebabkan diperberat ancaman pidananya.2 Berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan surat tersebut

2

Yayan Suhendri,Tindak Pidana Pemalsuan Surat,

(18)

3

hakim memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman atas dasar keyakinan pertimbangan hakim. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana perlu didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga menghasilkan penelitian yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Salah satu untuk mencapai kepastian hukum dengan penegakan hukum secara tegas adalah melalui kekuasaan kehakiman, dimana hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili (Pasal 1 Ayat (8) KUHAP). Hakim merupakan orang yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara didasarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap nilai-nilai keadilan.

Salah satu kasus tindak pidana pemalsuan surat yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang adalah Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK . Didalam putusan tersebut majelis hakim memvonis Riski Meliana melanggar pasal 263 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan dan Pasal 264 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan Surat. Majelis hakim menganggap Riski Meliana membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dimaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.

(19)

4

Rosyani, Heni Rosyida, Rohaya, Melisa, Asmawati, Sudarya, Susilawati, Laliyana. Dalam proposal tersebut berisikan Surat Permohonan Pinjam, Surat Pernyataan Kesanggupan Tanggung Renteng PNPM-MP, Rencana Angsuran Kelompok, fotokopi KTP masing-masing anggota kelompok.

Proposal pengajuan dana yang dibuat oleh terdakwa tersebut didalamnya terdapat tanda tangan dan fotokopi KTP para anggota kelompok yang dipalsukan. Sehingga seolah dengan kehendaknya sendiri para saksi menyetujui dan membenarkan membutuhkan dana SPP-PNPM tersebut. Dana yang diminta oleh terdakwa kepada Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) PNPM-MP sebesar Rp 20.000.000,- yang kemudian pada tanggal 03 September 2010 tersebut dicairkan. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Riski tersebut, anggota kelompok mengalami kerugian karena saksi diminta untuk melunasi pinjaman PNPM, padahal para saksi tidak pernah merasa mengajukan pinjaman.

Berdasarkan putusan No.30/PID/2013/PT.TK, hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun kepada terdakwa, namun terdakwa merasa vonis yang dijatuhkan terlalu berat maka terdakwa mengajukan banding. Kemudian ditingkat banding hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang mengabulkan banding tersebut dengan hanya memvonis terdakwa selama 5 (lima) bulan pidana bersyarat.

(20)

5

(delapan) tahun penjara. Penulis ingin mengetahui apasaja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Studi Kasus Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK)”.

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang tersebut maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa tindak pidana pemalsuan surat dalam Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK?

b. Apakah pidana yang dijatuhkan dalam Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK sudah sesuai dengan rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

(21)

6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat berdasarkan Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK

b. Untuk mengetahui pidana yang dijatuhkan dalam Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK sudah memenuhi rasa keadilan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran dalam mengkaji ilmu hukum mengenai pertanggung jawaban dan dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap tindak pidana pemalsuan surat dan dapat menjadi pengetahuan awal untuk penelitian lebih lanjut.

b. Kegunaan Praktis

(22)

7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku atau karya tulis bidang ilmu dan laporan penelitian.3Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4

a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hlm. 73.

4

(23)

8

Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) : “Dalam

mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada

sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu :5

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa (Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP).

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Hakim dengan keyakinannya akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi

5

(24)

9

dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatuhkan tersebut, dapat dipertanggungjawabkan.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan dari dalam diri hakim.

6. Teori Kebijaksanaan

Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan mendidik pelaku tindak pidana anak, serta sebagai pencegahan umum kasus.

(25)

10

yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

Menurut Sudarto, untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi beberapa unsur, sebagai berikut :6

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan

2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus) ataupun kealpaan (culpa)

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf

Suatu hal yang wajar apabila memidana pelaku delik dengan melihat unsur perbuatan dan harus memenuhi unsur kesalahan karena tidak adil apabila menjatuhkan pidana terhadap orang yang tidak mempunyai kesalahan. Sesuai dengan asas pertanggungjawaban pidana yang berbunyi : tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld : actus non facit reum nisi mens sit rea). Adapun kesalahan tersebut dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.

b.Konsep teori keadilan

Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan :7 1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari

segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan

6

Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto FH UNDIP, 1990, hlm. 91.

7

Hadisiti, Teori Keadilan Menurut Para Ahli, 29 Maret 2014,

(26)

11

undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari 'benar'.

2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.

Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk tiap-tiap tindak pidana.8 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.9 Berlakunya KUHAP menjadi pegangan hakim dalam

8

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hlm.78

9

(27)

12

menciptakan keputusan-keputusan yang tepat dan harus dapat dipertanggung jawabkan.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti.10 Sumber konsep adalah undang – undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa. Konsep ini akan menjelaskan pengertian pokok dari judul penelitian, sehingga mempunyai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan utuk menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

Mengenai kerangka konseptual ini penulis menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini ditujukan untuk memberikan kesatuan pemahaman yaitu :

a. Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan sebagainya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya.11

b. Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, Pertimbangan Hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan

10

Soedarto, Op. Cit, hlm. 132.

11

(28)

13

pertimbangan atau pendapat terlulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

c. Menurut Pasal 55 KUHP, Pelaku adalah orang yang telah melakukan pelanggaran terhadap larangan atau keharusan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Pelaku adalah pembuat/ dader sesuatu perbuatan pidana.

d. Tindak Pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).12

e. Pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.13

f. Pemalsuan surat adalah perbuatan yang dilakukan pelaku dengan cara mengubah surat asli sedemikian rupa, hingga isinya menjadi lain dari aslinya. Caranya, misalnya, pelaku menghapus, mengurangi, menambah, maupun merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang dipalsukannya. Memalsukan tanda tangan serta mengganti foto orang lain menjadi foto pelaku dalam suatu surat, termasuk katagori perbuatan pidana memalsukan surat.14

12

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 62.

13

Yayan Suhendri, Tindak Pidana Pemalsuan Surat,

http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html,

17 Februari 2014 (20.00)

14

Siti Maryamnia, Tindak Pidana Pemalsuan Surat,

(29)

14

E. Sistematika penulisan

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang akan menguraikan latar belakang, permasalahan, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan penegakan hukum,tinjauan mengenai pelaku, serta tindak pidana pemalsuan surat.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara penetuan populasi dan sampel,prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(30)

15

V. PENUTUP

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Sebelum mengartikan istilah tindak pidana, kita harus mengetahui dahulu arti dari pidana itu sendiri. Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh negara pada seorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.15

Tindak pidana menurut Yulies Tiena Masriani adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenakan sanksi pidana (hukum).16 CST Kansil merumuskan tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Perbuatan manusia (handeling).

Perbuatan manusia yang dimaksud bukan hanya “melakukan” (een doen) akan

tetapi termasuk juga “tidak melakukan” (nietdoen).

15

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 24.

16

(32)

17

b. Perbuatan manusia tersebut harus melawan hukum (wederrechtelijk). c. Perbuatan tersebut diancam (strafbaargesteld) oleh undang-undang.

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar).

e. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (schuld) si pelaku. Kesalahan dapat berupa kesengajaan (dolus) ataupun ketidak sengajaan/kelalaian (culpa).17

Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana membicarakan tiga hal, yaitu:

1. Perbuatan yang dilarang;

2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu; 3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar itu.

Untuk menghindari berbagai istilah dan pengertian tentang tindak pidana maka dalam tulisan ini digunakan istilah tindak pidana dengan mengutip pengertian dari rumusan yang ditetapkan oleh Tim Pengkajian Hukum Pidana Nasional yaitu

“Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana”. 18

Pemberian definisi mengenai pengertian tindak pidana oleh para pakar hukum terbagi dalam dua pandangan/aliran yang saling bertolak belakang, yaitu :

17

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga Melakukan Malpraktek, Bandung, CV. Karya Putra Darwati, 2012, hlm. 304.

18

(33)

18

a. Pandangan/Aliran Monistis

Yaitu pandangan/aliran yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.

b. Pandangan/Aliran Dualistis

Yaitu pandangan/aliran yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si pembuat (criminal responsibility atau mens rea). Dengan kata lain pandangan dualistis memisahkan pengertian perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban pidana. 19

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Perbedaan pandangan dalam menentukan definisi tindak pidana diatas membawa konsekuensi dalam perumusan definisi tindak pidana. Aliaran Monistis dalam

merumuskan pengertian tindak pidana dilakukan dengan melihat “Keseluruhan

syarat adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan”. Sehingga

dalam merumuskan pengertian tindak pidana para pakar hukum yang menganut aliran ini tidak memisahkan unsur-unsur tindak pidana, mana yang merupakan unsur perbuatan pidana dan mana yang unsur pertanggungjawaban pidana.

Menurut Simons, seorang penganut Aliran Monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat); 2. Diancam dengan pidana;

19

(34)

19

3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggungjawab.20

Menurut Moeljatno, seorang penganut Aliran Dualistis merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana /tindak pidana sebagai berikut :

1.Perbuatan (manusia);

2.Memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syrat formil); dan 3.Bersifat melawan hukum (merupakan syarat materiil). 21

Seseorang untuk dapat dipidana, jika orang itu yang melakukan tindak pidana (yang memenuhi unsur-unsur di atas) harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada orangnya/pelaku tindak pidana. Menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab.22 Berdasarkan pendapat para pakar hukum dua aliran di atas, Aliran Dualistis lebih mudah diterapkan karena secara sistematis membedakan antara perbuatan pidana (tindak pidana) dengan pertanggungjawaban pidana. Sehingga memberikan kemudahan dalam penuntutan dan pembuktian tindak pidana yang dilakukan.

20

Sudarto, Op.Cit, hlm. 40.

21

Ibid, hlm. 43.

22

(35)

20

3. Jenis Tindak Pidana

a. Kejahatan dan Pelanggaran

KUHP menempatkan kejahatan di dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku ketiga, tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan penjelasan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan. Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang, disini tidak tersangkut sama sekali masalah keadilan.23

b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c. Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaiaan

Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidan yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa. Tindak pidan culpa adalah tindak

23

(36)

21

pidana yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan.

d. Tindak Pidana Aktif (Delik Commisionis) dan Tindak Pidana Pasif (Delik Omisionis)

Tindak pidana aktif (delik commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut juga perbuatan materiil) adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila ia tidak melakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi. Disini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini juga dapat disebut tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum.

e. Tindak Pidana Biasa (Gewone Delicten) dan Tindak Pidana Aduan (Klacht Delicten)

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana tang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sementara itu, tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan.24

24

(37)

22

B.Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat

1. Pengertian Pemalsuan Surat

Tindak pidana pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

Pengertian surat dalam hal ini adalah segala macam surat yang pembuatannya dapat ditulis tangan, diketik, maupun menggunakan alat cetak. Sedangkan pengertian surat palsu adalah membuat surat yang isinya tidak benar atau tidak semestinya. Sebab itu, surat ini sejak mula penerbitannya sudah palsu atau isinya tidak benar. Ini berbeda dengan perbuatan memalsukan surat.

Pengertian tindak pidana pemalsuan surat itu sendiri adalah perbuatan yang dilakukan pelaku dengan cara mengubah surat asli sedemikian rupa, hingga isinya menjadi lain dari aslinya. Misalnya, pelaku menghapus, mengurangi, menambah, maupun merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang dipalsukannya. Memalsukan tanda tangan serta mengganti foto orang lain menjadi foto pelaku dalam suatu surat, termasuk kategori perbuatan pidana memalsukan surat.

(38)

23

a. Pemalsuan surat pada umumnya: bentuk pokok pemalsuan surat (Pasal 263). b. Pemalsuan surat yang diperberat (Pasal 264).

c. Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam Akta Autentik (Pasal 266). d. Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267, 266).

e. Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 267,266).

f. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 274). g. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (275).

h. Pasal 272 dan Pasal 273 telah dicabut melalui stb. 1926 No.359 jo.429. Pasal tidak memuat rumusan kejahatan, melainkan tentang ketentuan dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa penjatuhan hak-hak tertentu berdasarkan Pasal 35 Angka 1-4 bagi kejahatan pemalsuan surat.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Pasal 263 KUHP ada dua kejahatan, masing-masing dirumuskan pada Ayat (1) dan (2). Rumusan pada Ayat (1) terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur subjektif dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang asli dan tidak dipalsukan atau untuk membuat orang lain menggunakan orang tersebut.

b. Unsur-unsur objektif yaitu barang siapa, membuat secara palsu atau memalsukan, suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak dan perikatan atau suatu pembebasan utang atau, suatu surat yang dimaksud untuk membuktikan suatu kenyataan dan penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.

(39)

24

Yang objeknya surat palsu dan surat yang dipalsukan. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.

b. Unsur subyektif : Dengan sengaja.

Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, perinter komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apa pun.

Selain isi dan asalnya sebuah surat disebut surat palsu, apabila tanda tangannya yang tidak benar, tanda tangan yang dimaksud disini termasuk tanda tangan dengan menggunakan cap atau stempel tanda tangan. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya :

1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang); 2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya

ataupun tidak.

(40)

25

a. Surat yang menimbulkan suatu hak : adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya perikatan hukum (perjanjian) yang tertuang dalam surat itu, tetapi ada surat-surat tertentu yang disebut surat formil yang langsung melahirkan suatu hak tertentu, misalnya cek, bilyet giro, wesel, surat izin mengemudi, ijazah dan lain sebagainya.

b. Surat yang menimbulkan suatu perikatan : berupa surat yang karena perjanjian itu melahirkan hak. Misalnya surat jual beli melahirkan hak si penjual untuk menerima uang pembayaran harga benda, dan pembeli mempunyai hak untuk memperoleh atau menerima benda yang dibelinya.

c. Surat yang menimbulkan pembebasan hutang : Lahirnya pembebasan hutang pada dasarnya disebabkan karena dan dalam hubungannya dengan suatu perikatan. Misalnya suatu Kuitansi yang bersisi penyerahan sejumlah uang tertentu dalam hal dan dalam hubungannya dengan misalnya jual beli, hutang piutang dan lain sebagainya.

d. Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal/keadaan tertentu : didalamnya ada 2 hal yang perlu dibicarakan, mengenai diperuntuhkan sebagai bukti dan tentang sesuatu hal.

(41)

26

Hal yang menyebabkan hukuman tindak pidana pemalsuan surat diperberat sebagaimana Pasal 264 KUHP terletak pada faktor macamnya surat. Surat-surat tertentu yang menjadi objek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Surat-surat itu mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat lainnya. Kebenaran akan isi dari macam-macam surat itulah yang menyebabkan diperberat ancaman pidananya.25

C.Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Fungsi hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain, ia harus benar-benar menguasai hukum sesuai dengan sistem yang dianut Indonesia dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Hakim harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh Penasehat Hukum untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula penuntut umum. Semua itu dimaksudkan untuk menemukan kenbenaran materiil dan pada akhirnya hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya.26

Ada lima hal yang menjadi tanggung jawab seorang hakim : 1. Justisialis Hukum

Yang dimaksud dengan Justisialis Hukum adalah mengadilkan. Jadi putusan Hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu diadilkan. Makna dari hukum de zin van het recht terletak dalam gerechtigheid keadilan.

25

Yayan Suhendri,Tindak Pidana Pemalsuan Surat,

http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html, 17 Februari 2014, (20.00)

26

(42)

27

2. Penjiwaan Hukum

Dalam berhukum rech doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi Hakim harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam memberi keputusan.

3. Pengintegritasian Hukum

Hakim perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan ungkapan dari pada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan kebiasaan.

4. Totalitas Hukum

(43)

28

5. Personalisasi Hukum

Personalisasi Hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal (kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran. Dalam personalisasi hukum ini memuncukan tanggung jawab Hakim sebagai pengayom (pelindung), disini Hakim dipanggil untuk bisa memberikan pengayoman kepada manusia-manusia yang wajib dipandangnya sebagai pribadi yang mencari keadilan.27

Hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan (the 4 ways test) berupa :

a. Benarkah putusanku ini?

b. Jujurkah aku dalam mengambil putusan? c. Adilkah bagi pihak-pihak yang bersangkutan? d. Bermanfaatkah putusanku ini?

Walaupun telah bertitik tolak dari sifat/sikap seorang hakim yang baik, kerangka landasan berpikir/bertindak melalui empat buah titik pertanyaan tersebut maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tak luput dari kelalaian, kekeliruan/kekhilafan, rasa ritunitas, kekurang hati-hatian, dan kesalahan. Maka, pasti ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap kurang diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.28

27

Nanda Agung Dewantoro, Loq.cit, hlm.149.

28

(44)

29

Ketika hakim dihadapkan oleh suatu perkara, dalam dirinya berlangsung suatu proses pemikiran untuk kemudian memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :29

a. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya.

b. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah telah serta dapat dipidana.

c. Keputusan mengenai pidannya, yaitu terdakwa memang dapat dipidana.

Menurut Pasal 182 Ayat (2) sampai (5) KUHAP menyatakan bahwa hakim ketua majelis akan mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapat adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. Apabila dalam musyawarah tersebut tidak mencapai kesepakatan maka keputusan yang akan diambil adalah suara terbanyak, apabila tidak juga diperoleh kesepakatan putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Putusan ini akan dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan dan buku ini bersifat rahasia.

1. Pengertian Dasar Pertimbangan Hakim

BAB IX Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25 menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas, serta penjelasan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009, yaitu Kekuasaan Kehakiman adalah

29

(45)

30

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka maka kekuasaan ini harus terbebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan yudisial. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan sesuai Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat. Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Seorang hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal, hal ini menjadi ciri suatu negara hukum.30

Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Istilah tidak memihak ini diartikan tidak harfiah, tidak memihak dalam pengertian tersebut artinya hakim tidak dibenarkan untuk memilih klien (client) yang akan dibela karena dalam menjatuhkan putusannya harus memihak pada kebenaran. Tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Dinyatakan dalam Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Pasal 5

Ayat (1) bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak

membeda-bedakan orang”.

30

(46)

31

Hal ini sesuai dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Pasal 16 Ayat (1) yaitu : Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak tahu atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Seandainya peraturan hukumnya tidak atau kurang jelas sebagai penegak hukum dan keadilan ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Seorang hakim dalam menemukan hukumnya dapat berpedoman pada yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Dalam doktrin hukum pidana, ada yang dapat dijadikan pedoman untuk sementara waktu, pedoman tersebut terkonsep pada Pasal 55 Ayat (1) RUU KUHP 2005, yaitu :

1. Kesalahan pembuat tindak pidana;

2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; 3. Sikap batin pembuat tindak pidana;

4. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana; 5. Cara melakukan tindak pidana;

6. Sikap dan tindakan pembuat sudah melakukan tindak pidana;

7. Riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi pembuat tindak pidana; 8. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;

9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; 10.Pemaafan dari korban atau keluarganya;

(47)

32

Konsep RUU KUHP 2005 berdasarkan Pasal 55 menyatakan bahwa hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku selain melihat pada aspek pelaku dan perbuatan yang dilakukan, harus pula melihat dan mempertimbangkan pada aspek lain yaitu aspek akibat, korban dan juga keluarga korban. Hal ini memang harus diperhatikan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku, karena perbuatan pidana yang dilakukan tidak hanya berdampak pada pelaku saja, tetapi berakibat pula pada korban dan keluarga korban.

2. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim

Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari perkara pidana, menurut Bab I Pasal 1 Ayat (11) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa putusan pengadilan adalah “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Berdasarkan pada teori dan praktik peradilan maka putusan hakim itu adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara.31

31

(48)

33

Berkaitan pada penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa putusan hakim pada hakikatnya merupakan: 32

1. Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum. Putusan hakim menjadi sah dan mempunyai kekuatan hukum maka haruslah diucapkan dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum.

2. Putusan dijatuhkan oleh hakim setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan sah.

3. Berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum.

4. Putusan hakim dibuat dalam bentuk tertulis. Persyaratan bentuk tertulis ini tercermin dalam ketentuan Pasal 200 KUHAP bahwa “Surat keputusan ditandatangani oleh Hakim dan Panitera seketika setelah putusan itu

diucapkan”. Bentuk tertulis ini dimaksudkan agar putusan dapat diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, dikirim ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung Republik Indonesia apabila satu pihak akan melakukan upaya hukum banding atau kasasi, bahan publikasi, dan sebagai arsip untuk dilampirkan dalam berkas perkara.

5. Putusan Hakim dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara pidana. Apabila Hakim telah mengucapkan putusan, secara formal perkara pidana tersebut pada tingkat Pengadilan Negeri telah selesai.

32

(49)

34

Putusan Hakim/Pengadilan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Putusan Akhir

Putusan akhir ini dalam praktiknya disebut dengan istilah “putusan” atau “einds vonnis” dan merupakan jenis putusan yang bersifat materiil. Putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa terdakwa yang hadir dipersidangan sampai dengan pokok perkara selesai diperiksa (Pasal 182 Ayat (3) dan (8), serta Pasal 199 KUHAP).

Secara teoritik dan praktik putusan akhir ini dapat berupa :

a. Putusan bebas (Vrijspraak/Acquittal).

Pasal 191 Ayat (1) KUHAP:“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, maka terdakwa diputus

bebas”.

b. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onslag van alle Rechtsvervolving).

Pasal 191 Ayat (2) KUHAP:“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

(50)

35

tuntutan hukum, apa yang didakwakan bukan merupakan perbuatan tindak pidana.33

c. Putusan pemidanaan (Veroordeling)

Pasal 193 Ayat (1) KUHAP : ”Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa

bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan

menjatuhkan pidana”.

2. Putusan bukan akhir

Bentuk putusan yang bukan akhir dapat berupa penetapan atau putusan sela (tussen-vonnis). Putusan jenis ini ada dalam ketentuan Pasal 148 dan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP. Putusan yang bukan putusan akhir berupa :

a. Penetapan yang menentukan “tidak berwenangnya pengadilan untuk mengadili suatu perkara” (verklaring van onbevoegheid).

b. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa/penuntut umum batal demi hukum (nietig van rechtswge/mull and void), hal ini diatur oleh ketentuan Pasal 143 Ayat(3) KUHAP.

c. Putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksa/penuntut umum tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) sebagaimana ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP.

33

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Tipe pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif dan pendekatan hukum empiris. Pendekatan hukum normatif dimaksudkan untuk mempelajari keadaan hukum, yaitu dengan mempelajari, menelaah, peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan hukum empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat serta dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat.

B.Sumber dan Jenis Data

Pendekatan Data adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang didapatkan dari kegiatan/hasil pengumpulan data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

(52)

37

tempat penelitian dilakukan. Data primer dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan melakukan wawancara dan keterangan-keterangan serta informasi dari narasumber secara langsung atau observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur dan perundang-undangan yang terkait dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat.

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer (perundang-undangan) antara lain:

1. UU.No. 1 Tahun 1946 jo. UU.No. 27 Tahun 1999 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. UU.No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan hukum sekunder yaitu: bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer, seperti Keputusan Hakim.

c. Bahan hukum tersier, yaitu : buku literatur, hasil karya ilmiah para sarjana, website, kamus hukum, keputusan hakim (yurisprudensi) yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat.

C. Penentuan Narasumber

(53)

38

atas objek yang diteliti.34 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber atau secara acak untuk mendapatkan data lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan dalam penelitian ini.35 Narasumber dalam penelitian ini adalah :

1. Hakim pada Pengadilan Negeri Kalianda : 1 (satu) orang 2. Hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang : 1 (satu) orang 3. Dosen Fakultas Hukum pada Universitas Lampung : 1 (satu) orang Jumlah : 3 (tiga) orang

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, yaitu sebuah studi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mengutip bahan-bahan literatur, perundang-undangan dan informasi lain yang berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

b. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara kepada narasumber dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

34

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 175.

35

(54)

39

2. Prosedur Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang telah diproses dan terkumpul baik studi kepustakaan ataupun studi lapangan kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data . Data yang diperoleh diolah melalui proses:

a. Editing, yaitu proses pemeriksaan kembali data yang diperoleh sehingga didapatkan data yang lengkap, jelas dan relevan dengan penelitian sesuai dengan yang diharapkan.

b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang diperoleh menurut kerangka yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

c. Sistematisasi data, yaitu menyusun dan menempatkan data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan..

E.Analisis Data

(55)

62

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Kalianda yang kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor : 30/PID/2013/PT.TK yaitu Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

(56)

63

menggunakan teori pendekatan yang digunakan untuk mempertimbangkan penjatuhan putusan pada suatu perkara yaitu teori keseimbangan, yaitu adanya keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak yang berkaitan, teori pendekatan keilmuan, yaitu dalam menjatuhkan pidana harus secara sistematik dan penuh kehati-hatian, harus dilengkapi ilmu pengetahuan hukum sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan dan teori ratio decidendi, yaitu teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar dengan mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara kemudian mencari peraturan perundangan yang relevan.

2. Dalam putusan No.30/PID/2013/PT.TK untuk menentukan pidana yang dijatuhkan sudah sesuai dan memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa, korban dan masyarakat maka hakim melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu aspek keadilaan korban dan masyarakat, aspek kejiwaan/psikologis terdakwa, aspek edukatif dan aspek agamis/religius dimana terdakwa tinggal

(57)

64

yaitu adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan korban, kepentingan terdakwa dan kepentingan masyarakat.

B. Saran

(58)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Andrisman, Tri, 2011, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung. ---, 2009, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bagian

Hukum Pidana Unila, Bandar Lampung.

---, 2013, Hukum Peradilan Anak, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Chazawi, Adami, 2007, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dewantoro, Nanda Agung, 1987, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, Aksara Persada, Jakarta.

Fajar, Mukti dan Achmad, Yulianto, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamdan, M, 2000, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Mandar Maju, Bandung.

Hamzah, Andi, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. ---, 2011, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta.

Harahap, M.Yahya, 2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta

Machmud, Syahrul, 2012, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga Melakukan Malpraktek, CV. Karya Putra Darwati, Bandung. Masriani, Yulies Tiena, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya

(59)

Mulyadi, Lilik, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana,Teori, Praktik, Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung. Prasetyo, Teguh, 2012, Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rawls, John. 1971. A Theory of Justice, Chapter II The Principle of justice,

Terjemahan Susanti Adi Nugroho : Kencana Prenada Media Group. Soedarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

---, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang. Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung.

Sunggono, Bambang. 2012. Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raha Grafindo Persada, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2011, Sinar Grafika, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, 2011, Sinar Grafika, Jakarta. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

C. Lain-lain

Putusan Nomor 30/PID/2013/PT.TK

http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS KOMPETENSI PEKERJA LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Softcopy proposal lengkap dalam format PDF ( 1 proposal lengkap dengan maksimum besar file 5 MB ) diunggah oleh pengusul secara mandiri. Dalam proposal lengkap tersebut juga telah

“ Dampak Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan Departemen Produksi pada PT Indofood CBP Sukses Makmur

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun , 1934, dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, tama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan

Two Bayesian estimators of µ using two different priors are derived, one by using conjugate prior by applying gamma distribution, and the other using

BULU ATAU RAMBUT ??.. VARIATION

[r]

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian