• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bisnis Terhadap Perkembangan Usaha Toko Kelontong di Medan (Studi Kasus di Sekitaran Jl A.R.Hakim Gg. Pendidikan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Bisnis Terhadap Perkembangan Usaha Toko Kelontong di Medan (Studi Kasus di Sekitaran Jl A.R.Hakim Gg. Pendidikan)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1 Bisnis

Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang menggambarkan sebuah aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam bentuk kehidupan sehari-hari. Bisnis itu sendiri dapat dipandang sebagai suatu sistem menyeluruh yang menggabungkan sub sistem yang lebih kecil yang disebut industri. Artinya, setiap industri dibentuk dari banyak perusahaan yang terdiri dari berbagai ukuran perusahaan dengan berbagai produk yang dihasilkannya, termasuk kegiatan pemasaran, pengembangan SDM, pengaturan keuangan dan sistem manajemen.

Huat, T Chwee, et. Al (1990) mendefenisikan bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita (business is then simply a system that produces goods and service to satisfy the needs of our society). Dengan mengambil defenisi sitem tersebut, kita dapat mengharapkan suatu hubungan yang saling mengisi antara bisnis dan pilihan kebutuhan dalam masyarakat kita.

Pendapat lain dikemukakan oleh Griffin dan Ebbert (1996), bahwa bisnis itu merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

(2)

mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

2.1.1Bentuk-Bentuk Organisasi Bisnis

Menurut Amirullah dan Imam Hardjanto ( 2005:51), terdapat tiga bentuk utama dari organisasi bisnis, yaitu:

a. Perusahaan Perseorangan

(3)

ditanggung oleh perusahaan apabila mengalami kerugian. Hal ini karena seluruh harta kekayaan pribadi berada dalam status jaminan bagi usaha yang akan dijalankan.

b.Perusahaan Persekutuan (Firma)

Persekutuan (Firma dan Komanditer) merupakan bentuk organisasi bisnis dimana dua orang atau lebih bertindak sebagai pemilik dari perusahaan sehingga tanggung jawab dan hak yang ada akan ditanggung oleh mereka. Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah satu nama bersama dimana peserta-pesertanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya kepada pihak ketiga. Sedangkan persekutuan komanditer (CV) adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk oleh satu orang atau lebih sebagai pihak yang bertanggung jawab renteng (solider) dan satu orang atau lebih sebagai pihak lain yang mempercayakan uangnya (Lupiyoadi R. dan Wacik J, 1998).

c. Perseroan Terbatas (PT)

(4)

d.Koperasi

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan politik yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang menyebutkan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekuasaan”. Dalam penjelasan

UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.

2.1.2 Klasifikasi Bisnis

Klasifikasi Bisnis menurut (KLUI) 1997, yaitu: 1. Usaha Pertanian

Adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan yang menghasilkan produksi pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual atau ditukar atau menunjang kehidupan.

2. Usaha Pertambangan dan Penggalian

(5)

3. Usaha Industri Pengolahan

Adalah usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar atau bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi (work in process) dan/atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya sehingga lebih dekat kepada pemakai akhir, untuk tujuan komersil.

4. Usaha Listrik, Gas dan Air

a. Usaha Listrik adalah usaha yang melakukan kegiatan pembangkitan tenaga listrik serta pengoperasian jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik kepada rumah tangga, instansi, dan konsumen lainnya untuk tujuan komersil. Contoh PLN.

b. Usaha Gas adalah usaha yang melakukan kegiatan menyediakan gas serta pengoperasian jaringan transmisi dan distribusi gas kota kepada rumah tangga, instansi, industri, dan konsumen lainnya untuk tujuan komersil. Contoh Perusahaan Gas Negara.

c.Usaha Air Bersih adalah usaha yang melakukan kegiatan penjernihan, penyediaan dan penyaluran air melalui terminal air, mobil tangki ke rumah tangga, instansi, industri dan konsumen lainnya dengan tujuan komersil. Contoh PAM.

5. Usaha Konstruksi

(6)

dengan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya, dengan tujuan komersil.

6. Usaha Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan JasaAkomodasi

Lapangan usaha ini meliputi:

a.Perdagangan Besar (grosir/wholeseller) adalah perdagangan barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai besar kepada para pemakai selain konsumen rumah tangga, seperti pedagang eceran, perusahaan industri, kantor, rumah sakit, rumah makan, dan jasa akomodasi.

b.Perdagangan eceran (retailer) adalah perdagangan yang melakukan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang-barang baru maupun bekas kepada konsumen rumah tangga.

c.Restaurant, Rumah Makan, Bar, dan Jasa Boga d.Usaha Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi

Usaha Angkutan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan untuk mengangkut penumpang dan barang/ternak dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor baik melalui darat, air maupun udara dengan mendapatkan balas jasa.

(7)

Komunikasi adalah transformasi informasi dari seorang ke orang lain dengan menggunakan bahasa, suara, gambar, kode, atau tanda komersil lainnya.

7. Usaha Lembaga Keuangan

Usaha Lembaga Keuangan mencakup: 1. Usaha Perbankan

2. Usaha Lembaga Pembiayaan

3. Usaha Lembaga-Lembaga di Pasar Modal 4. Usaha Asuransi

5. Usaha Lain-Lain

2.1.3 Strategi Bisnis

Strategi bisnis(business strategy)merupakanstrategi yangdibuatpadalevel

unitbisnisdanstrateginyalebihditekankanuntukmeningkatkanposisibersai ng

produkataujasaperusahaandidalamsuatuindustriatausegmenpasartertentu (Solihin 2012:196).

Strategi

bisnisadalahstrategiyangmenekankanpadapeningkatandariposisikompeti tifterhadapprodukataujasaperusahaandalam industriyang spesifik atausegmenpasaryangdilayaniolehunitbisnistersebut(Wheelen dan Hunger,2011:13).

(8)

manajemen, seperti : Strategi Pemasaran, Strategi Produk, Strategi Distribusi, Strategi Organisasi, Strategi Penetapan Harga, Strategi Promosi, Strategi-Strategi yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain.

2.1.3.1 Strategi Pemasaran

Tull dan Kahle (1990), strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusaahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Corey (dalam Dolan, 1991), strategi pemasaran terdiri atas lima elemen yang saling berkaitan, kelima elemen tersebut adalah: 1. Pemilihan Pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani.

Keputusan didasarkan pada faktor-faktor(Jain, 1990):

a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi.

b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit.

c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial-and-error di dalam menanggapi peluang dan tantangan.

(9)

Pemilihan pasar dimulai dengan melakukan segmentasi pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan.

2. Perencanaan Produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan lini produk, dan desain penawaran individual pada masing-masing lini. Produk itu sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian. Manfaat tersebut meliputi produk itu sendiri, nama merek produk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi, jasa reparasi,dan bantuan teknis disediakan penjual, serta hubungan personal yang mungkin terbentuk di antara pembeli dan penjual. 3. Penetapan Harga, yaitu menentukan harga yang dapat

mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan. 4. Sistem Distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran

yang dilalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya.

5. Komunikasi Pemasaran(Promosi), yang meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public relation.

2.1.3.2 Strategi Kepuasaan Pelanggan

(10)

hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991).

Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing (McKenna, 1991), yaitu strategi dimana transaksi pertukaran antara penjual dan pembeli berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus menerus (Jackson, 1985 dalam Schnaars 1991), yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat bussines). Betapa pentingnya hubungan ditunjukkan dengan pernyataan Levitt (dalam Schnaars, 1991) bahwa “Semakin banyak kegiatan

ekonomi dunia yang dilakukan melalui hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual”.

(11)

membebankan harga yang lebih tinggi pada produknya. Akan tetapi mereka biasanya memperoleh manfaat besar dari pelayanan yang lebih baik tersebut,yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang cepat dan besarnya laba (gain) yang diperoleh. Contoh pelayanan superior yang dapat diberikan adalah distributor komputer memberikan pelayanan konsultasi gratis seputar permasalahan komputer, surat kabar yang memberikan jasa pelayanan gratis dalam menentukan format iklan bagi pemasang iklan, lembaga pendidikan kursus tertulis memberikan kesempatan kepada setiap calon peserta untuk mencoba modul nya selama jangka waktu tertentu misalnya dua bulan, toko khusus pakaian yang memberikan keleluasan untuk menukar/mengembalikan jas, jaket, sweater atau pakaian lainnya selama tenggang waktu tertentu, dan lain-lain.

3. Strategi Uncounditional Guarantees(Hart, 1988). Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. 4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efisien(Schnaarss, 1991).

(12)

5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan, meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan atau pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, dan public relation kepada pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk memuaskan pelanggan(yang penilaiannya bisa didasarkan pada survey pelanggan) ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowermen yang lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

6. Menerapkan Quality Function Deployment(QFD), yaitu praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan.

2.1.3.3 Strategi Produk

Secara garis besar strategi produk dapat dikelompokkan menjadi 8 jenis atau kategori, yaitu:

1. Strategi Positioning Product

Merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra (image) merek atau produk yang lebih unggul dibandingkan merek atau produk pesaing.

(13)

Strategi ini dibutuhkan bilamana terjadi salah satu dari empat kemungkinan berikut:

a. Ada pesaing yang masuk dan produknya diposisikan berdampingan dengan merek perusahaan, sehingga membawa dampak buruk terhadap pangsa pasar perusahaan.

b. Preferensi konsumen telah berubah.

c. Ditemukan kelompok preferensi pelanggan baru, yang diikuti dengan peluang yang menjanjikan.

d. Terjadi kesalahan dalam positioning sebelumnya. 3. Strategi Overlap Product

Strategi ini adalah strategi pemasaran yang menciptakan persaingan terhadap merek tertentu milik perusahaan sendiri. 4. Strategi Lingkup Produk

Strategi ini berkaitan dengan perspektif terhadap bauran produk suatu perusahaan, misalnya jumlah lini produk dan banyaknya item dalam setiap lini yang ditawarkan.

5. Strategi Desain Produk

Strategi ini berkaitan dengan tingkat standarisasi perusahaan memiliki tiga pilihan strategi, yaitu produk standar, customized product(produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan tertentu, dan produk standar dengan modifikasi.

6. Strategi Eliminasi Produk

(14)

bisa merugikan perusahaan yang bersangkutan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

7. StrategiProduk Baru

Pengertian produk baru dapat meliputi produk orisinil, produk yang disempurnakan, produk yang dimodifikasi, dan merek baru yang dikembangkan melalui usaha riset dan pengembangan. 8. Strategi Diversifikasi

Diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan,profitabilitas,dan fleksibilitas.

2.1.3.4

Strategi Penetapan Harga

Secara garis besar strategi penetapan harga dapat dikelompokan, yaitu:

1. Strategi Penetapan Harga Produk Baru

Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan pasar. 2. Strategi Penetapan Harga yang Sudah Mapan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu perusahaan harus selalu meninjau strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada dipasar, diantaranya yaitu :

(15)

b. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.

3. Strategi Fleksibiltas Harga

Fleksibilitas dapat dilakukan dengan jalan menetapkan harga yang berbeda pada pasar yang berlainan atas dasar lokasi geografis, waktu, penyampaian/pengiriman, atau kompleksitas produk yang diharapkan.

4. Strategi PenetapanHarga Untuk Membentuk Pangsa Pasar Strategi ini dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga serendah mungkin untuk produk baru

2.1.3.5 Strategi Distribusi

Secara garis besar strategi distribusi yang dapat digunakan yaitu: 1. Strategi Struktur Saluran Distribusi

Strategi ini berkaitan dengan penentuan jumlah perantara yang digunakan untuk mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen.

2. Strategi Cakupan Distribusi

Strategi ini berkaitan dengan penentuan jumlah perantara disuatu wilayah atau market exposure.

3. Strategi Saluran Distribusi Berganda

(16)

4. Strategi Modifikasi Saluran Distribusi

Strategi Modifikasi Saluran Distribusi (Channel Modification Strategy) adalah strategi mengubah susunan saluran distribusi yang ada berdasarkan evaluasi dan peninjauan ulang.

2.1.3.6 Strategi Promosi

Strategi promosi berkaitan dengan masalah-masalah perencanaan,pelaksanaan, dan pengendalian komunikasi persuasif dengan pelanggan.Strategi promosi ini biasanya untuk menentukan proporsi personal selling, iklan dan promosi penjualan. Ada strategi pokok dalam strategi promosi, yaitu:

1. Strategi Bauran Promosi

Strategi ini berupaya memberikan distribusi yang optimal dari setiap metode promosi.

2. Strategi Penjualan

Yang dimaksud denganstrategi penjualan adalah memindahkan posisi pelanggan ke tahap pembelian (dalam proses pengambilan keputusan) melalui penjualan tatap muka.

2.2 Retailing (mengecer)

Retailing merupakan sebuah kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis.

(17)

2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir. 3. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang

tersebut.

4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu).

Adapun yang dimaksud dengan retailer atau retail store adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga.Penekanan pada fungsi utama tertentu ini untuk menunjukkan bahwa retailer merupakan lembaga yang dapat berdiri sendiri.

Dalam memilih retailer store, pembeli mempertimbangkan banyak hal. Faktor utama yang diperhatikan adalah yang berkaitan dengan kebutuhan ekonominya. Dilain pihak, kebutuhan emosional (seperti gengsi) juga kadangkala mempengaruhi pilihannya. Faktor-faktor ekonomi yang relevan dalam memilih retailer store, yaitu:

1. Harga

Ada retailer store yang memasang harga mati (seperti supermarket dan department store) dan ada pula yang menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar (seperti discount store).

2. Kemudahan

Kemudahan, seperti kemudahan parkir, bisa cepat pergi setelah membayar, dan mudah mencari barang yang diinginkan (meliputi proses menemukan, membandingkan, dan memilih).

(18)

Apakah harus swalayan, membantu secara pasif, atau membantu secara aktif.

5. Reputasi Kejujuran dan Pelajaran dalam Jual Beli 6. Nilai yang Ditawarkan

Yaitu perbedaan total customer value dan total costumer cost.Total customer value sekumpulan manfaat yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa, meliputi product value (misalnya keandalan, daya tahan/ keawetan, unjuk kerja), service value (penyerahan barang, pelataihan, instalasi, perawatan, reparasi), personel value (kompeten, responsibility, empati, dapat dipercaya), dan image value (citra perusahaan).Sedangkan total customer cost terdiri dari harga yang dibayarkan, biaya waktu, biaya tenaga, dan biaya psikis.

7. Jasa-jasa khusus yang ditawarkan seperti pengiriman barang gratis, pembelian kredit dan bisa mengembalikan atau menukar barang yang sudah dibeli.

2.2.1 Jenis-Jenis Retailing

Mayer(1988) mengklafikasikan retailing berdasarkan lima kriteria yaitu tipe kepemilikan, produk atau jasa yang dijual, non-store retailing, strategi penetapan harga dan lokasi.

a. Tipe Kepemilikan

Berdasarkan tipe kepemilikan, retailing dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

(19)

(penggabungan) contohnya warung, kios, atau toko barang kelontong yang dimiliki orang perorang baik yang berlokasi dipasar regional, pasar impres, pasar tradisional, perumahan penduduk, jajaran rumah toko (ruko) maupun dilokasi-lokasi lainnya.

2. Waralaba (Franchising), yaitu suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan pada individu atau perusahaan lain (franchise) yang berskala kecil atau menengah. Hak-hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan

(20)

b. Produk atau Jasa yang Dijual

Berdasarkan kriteria ini, retailing dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sevice retailing dan product retailing.

1. Service Retailing ada 3 jenis, yaitu:

a. Rented-Boods service dalam jenis para pelanggan menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu. Contohnya penyewaan mobil, carpet cleaner, kaset video, laser disc dan apartment.

b. Owned-Boods Service

Pada Owned-BoodsService, produk-produk yang dimiliki oleh konsumenditingkatkan, atau dikembangkan bentuk kerjanya, atau dipelihara dan dirawat.

c. Non-BoodsService, karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal yang bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada konsumen .

2. Produk Retailing

Ada beberapa jenis diantaranya:

a. Toko Serba Ada (Department Store)

(21)

b. Speciality Store ciri khas speciality store adalah konsentrasinya pada jenis barang dagangan yang terbatas dari sedikit.

c. Catalog Showroom

Catalog Showroom menawarkan harga rendah, merk nasional, dan daerah perbelanjaan yang kecil dengan yang berdekatan dengan tempat pajangan (display) ecerannya. d. Food and Drug Retailer

Ada tiga jenis food and drug, yaitu pasar swalayan (supermarket) dan super drug store, confemince store, combination store.

3. Non-Store Retailing

a. Telephone and media retailers dalam kategori ini, pengecer menggunakan kontak via telepon (retail marketing) dan media periklanan seperti TV, radio, surat kabar, dan majalah untuk menginformasikan dan membujuk konsumen untuk membeli produk-produknya

b. Vending Machines

Mesin khusus ini banyak dijumpai di Bank, pasar swalayan, hotel, dan kantor tertentu

c. Mail Order

(22)

d. Direct Selling

Direct selling merupakan penjualan barang-barang konsumsi langsung ke perorangan, dirumah-rumah maupun tempat kerja. Melalui transaksi yang diawali dan diselesaikan oleh tenaga penjualnya.

e. Electronic Shopping 4. Strategi Penetapan Harga

Setiap pengecer menawarkan harga yang sangat bervariasi, mulai dari yang murah. Untuk merek barang yang sama harga yang ditetapkan bisa berbeda antara retailer yang satu dengan yang lain.

5. Lokasi

Retailer juga dapat dikelompokkan berdasarkan lokasinya, yaitu downtown central bussiness bistricts, strive development, dan pusat perbelanjaan (shopping centre) termasuk mall-mall.

2.2.2 Strategi 7R dalam Retailing

Agar pengecer bisa memenuhi fungsinya sebagai pengecer yang benar (Right Retailer)

1. Right Product

(23)

Citra Produsen) dan pelayanan yang mendukung dan menyertai penjualan produk.

2. Right Quality

Untuk mendapatkan hasil optimal dibutuhkan keseimbangan antara jumlah pembeli pelanggan dengan pembeli pengecer serta antara kebutuhan konsumsi pelanggan dengan kebutuhan persediaan barang dagang dari pengecer.

3. Right Price

Right Price harga yang bersedia dibayar konsumen dengan senang hati, pengecer pun sudi menerimanya dengan tangan terbuka, guna memberikan kepuasan kepada pelanggan dan sekaligus menciptakan keuntungan bagi pengecer.

4. Right Time

Banyak orang yang mengatakan bahwa waktuadalah uang, sehingga waktu harus digunakan secara optimal.

5. Right Service

(24)

6. Right Place

Komponen ini menyangkut pemilihan dan penentuan lokasi (mudah dijangkau, didaerah pusat pembelanjaan atau dekat tempat pemukiman, aman dan sebagainya).

7. Right Atpears / Promotion

Komponen ini merupakan kombinasi aktifitas penyajian pesanan yang benar kepada sasaran yang tepat melalui media yang pas/sesuai.

2.2.3 Persaingan Bisnis Ritel

Persaingan bisnis ritel berada dalam lingkup lingkungan industri dan individual. Keragaman jenis bisnis ritel juga membawa implikasi adanya persaingan pada jenis ritel yang sama dan pada sesama bisnis ritel dari kelas yang berbeda. Bahkan, pembahasan persaingan bisnis ritel menjadi lebih menarik dengan memasukkan persaingan antar supplier meskipun bukan merupakan salah satu jenis bisnis ritel, namun dalam lingkungan industri bisnis ritel supplier memiliki relevansi kuat untuk member corak dinamika persaingan bisnis ritel.

(25)

Menurut pakar ritel koestarjono Prodjolalito (dalam Tulus TH Tambunan dkk, 2004), permasalahan utama antara ritel modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) dan ritel tradisional, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta adalah lokasi, di mana ritel modern dengan kekuatan modalnya yang luar biasa berkembang begitu pesat yang lokasinya berdekatan dengan lokasi ritel tradisional yang sudah lebih dulu berada di lokasi tersebut.

Regulasi mengenai pengaturan lokasi bagi ritel modern sudah dibuat baik melalui peraturan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.Jarak minimum antara ritel modern dengan ritel tradisional biasanya sudah ditentukan untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk tetap bisa mendapatkan pembeli dari masyarakat sekitar pasar tersebut.Namunkenyataannya, masih banyak ditemukan ritel modern yang didirikan berdekatan atau bahkan bersebelahan dengan ritel tradisional.

(26)

Penelitian Tulus TH tambunan dkk diatas menyebutkan, persaingan pada kelas minimarket bisa dilihat dari strategi dan ekspansi yang dilakukan pihak Indomaret, Alfamart, Cirkel K, AM PM. Sementara persaingan di kelas yang lebih besar yakni supermarket Alfa, Hero, Super Indo, Matahari, dan Rench 99 Market juga sangat sengit. Demikian juga, persaingan yang tidak kalah sengit terjadi antara sesama raksasa hypermarket, seperti Carefour, Giant, dan Makro.Tak jarang terjadi perang harga secara terang-terangan antar mereka. Misalnya melalui iklan di media massa, spanduk, ataupun katalog. Penelitian tersebut mengutip pengamatan Abdullah (2003), menyatakan persaingan antar sesama department store juga cukup sengit, seperti Sogo, Metro, Rimo, Matahari, Ramayana, dan Pojok Busana yang terus aktif berekspansi.

Bentuk persaingan yang terjadi antara sesama perusahaan ritel modern dalam kategori yang sama, sebagaimana dapat disarikan dari penelitian di atas, adalah dalam hal perebutan segmen pasar, sistem pelayanan, persaingan harga, dan kualitas produk. Sementara persaingan antara sesama perusahaan ritel modern

dalam kategori yang berbeda seringkali menjadi tidak relevan karena masing-masing telah menempatkan diri pada segmen pasar yang berbeda. Walaupun ditemukan pula ritel modern kecil yang mati karena kalah bersaing dengan ritel modern besar.

(27)

dalam menentukan lokasinya selalu mempertimbangkan banyaknya konsumen, accessibility dan feasibility, bagi ritel tradisional, lokasi tidaklah mempengaruhi omset penjualan perharinya.Masing-masing pedagang tradisional sudah mempunyai pelanggan sendiri.Tidak adanya kesepakatan harga di antara para pedagang, menimbulkan persaingan di antara mereka sehingga mereka berusaha dengan caranya sendiri untuk menggaet pelanggan.Selanjutnya, penelitian diatas memasukkan persaingan antar supplier, baik yang dilakukan oleh produsen langsung maupun oleh agen dalam kajian persaingan bisnis ritel.

(28)

2.3 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Robiah (2009) skripsi yang disajikan penulis adalah “Strategi Pengembangan Usaha Rumah Makan Khas Betawi H. Syamsyudin Kombo Bekasi”. Alat analisis yang digunakan penulisan adalah :

matriks IFE, matriks EFE, I-E, matriks SWOT dan QSPM. Berdasarkan hasil matriks IFE, yang menjadi kekuatan utama adalah mutu produk yang baik dan kelemahan utama adalah kegiatan promosi yang masih terbatas. Hasil matriks EFE menunjukkan peluang utama adanya loyalitas konsumen dan yang menjadi ancaman utama adalah semakin banyakanya rumah makan tradisional yang bermunculan. Pada pemetaan matriks IE, posisi Rumah Makan Khas Betawi H. Syamsyudin berada pada kuadran IV, yaitu growth and build (tumbuh dan bina).Hasil matriks SWOT menghasilkan delapan alternatif strategi yang dapat digunakan oleh Rumah Makan Khas Betawi H. Syamsyudin. Untuk hasil matriks QSPM, alternatif strategi yang diprioritaskan adalah melakukan promosi yang lebih gencar melalui penyebaran brosur dan pemasangan spanduk, dengan jumlah nilai TAS 5,23.43.

2. Yulie A.C Hutagalung (Universitas Sumatera Utara, 2013) dalam skripsi “Strategi Pengembangan Bisnis, studi kasus pada Rumah

(29)

dilakukan pada Rumah Makan Minang Setia Medan. Hasil dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : (1) Strategi pengembangan bisnis yang sesuaibagi Rumah Makan Minang Setia Jl. Jamin Ginting No.326 Medan adalah strategi agresif yakni strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, (2) Kendala tersebar pihak Rumah Makan Minang Setia dalam mengembangkan usahanya adalah keterbatasan dari segi keuangan. Dilihat dari persoalan masalah peneliti dan peneliti terdahulu memiliki persoalan masalah yang sama dan sama-sama membutuhkan strategi yang tepat untuk melakukan strategi pengembangan usaha.

3. Pretty Elisabeth Siahaan (Institut Pertanian Bogor, 2008), dalam skripsi tentang strategi pengembangan usaha mengangkat judul penelitian “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Restoran Rice Bowl”. Penelitian yang dilakukan oleh Pretty memiliki permasalahan

(30)

4. Alam Lazuardi (Institut Pertanian Bogor, 2009) dalam skripsinya meneliti tentang “Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Restoran Macaroni Panggang Bogor”. Permasalahan yang dihadapi

olehRestoran Macaroni Panggang Bogor ini adalah karena kecenderungan perkembangan restoran di Kota Bogor terus meningkat dari tahun ke tahun dan persaingan semakin ketat, maka Restoran Macaroni Panggang harus menyiapkan langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Sama dengan permasalah pada Restoran Sop Saudara, karena banyaknya persaingan yang ada di Jalan Ringroad memaksa pemilik harus dapat menyiapkan strategi-strategi untuk menyiapkan persaingan yang semakin ketat agar dapat unggul dalam bersaing. Untuk tujuan penelitian akan diteliti juga sama yaitu mengidentifikasi faktor eksternal dan internal yang ada di perusahaan dan mengidentifikasi strategi apa saja yang dapat dilakukan perusahaan agar dapat unggul dalam bersaing. Hasil dari penelitian Restoran Macaroni Panggang dalam menghadapi faktor eksternal berada pada kondisi rata-rata.Adapun ancaman yang harus dihadapi adalah tingkat persaingan perusahaan sejenis. Sedangkan untuk analisis dari faktor internal menunjukkan bahwa kemampuan internal Restoran Macaroni Panggang adalah kondisi menengah yaitu dengan rasa dan kualitas produk yang baik. Sedangkan untuk kelemahannya adalah pemasaran dan promosi yang cenderung pasif. 5. Andita Anastasia Saputri (Universitas Sumatera Utara, 2010), dalam

(31)

Meningkatkan Usaha (Studi Pada Restoran Sop Saudara Jalan Ringroad Medan)”.Permasalahan yang dihadapi oleh Restoran Sop

Saudara Jalan Ringroad Medan ini adalah tentang analisis SWOT dan bagaimana strategi pengembangan yang diterapkan oleh Restoran Sop Saudara. Dari analisis lingkungan eksternal menjelaskan bahwa Restoran Sop Saudara memiliki

peluang dan ancaman terkait dengan kegiatan pengembangan usaha Restoran Sop Saudara di Medan. Faktor eksternal yang menjadi peluang bagi Restoran Sop Saudara adalah : (1) Rendahnya tawar menawar pembeli dan penjual, (2) Menetapkan cash on delivery, (3) Tidak ada usaha sejenis disekitar lokasi usaha. Untuk yang menjadi ancaman adalah : (a) Tingginya ancaman pesaing baru atau adanya tempat makan baru yang semakin sering muncul di daerah Jalan Ringroad, (b) Harga bahan baku yang tidak stabil. Hasil analisis lingkungan internal menjelaskan bahwa Restoran Sop Saudara memiliki kekuatan dan kelemahan terkait dengan kegiatan pengembangan usaha Restoran Sop Saudara di Medan. Faktor internal yang menjadi kekuatan bagi Restoran Sop Saudara adalah : (1) Letak restoran yang strategis dan mudah dijangkau, (2) Pelayanan kepada konsumen yang memuaskan, (3) Rasa dan kualitas produk yang baik, (4) Fasilitas yang memadai. Faktor strategis internal yang menjadi kelemahan Sop Saudara adalah :

(32)

2.Kelemahan terbesar pihak Restoran Sop Saudara dalam mengembangkan usahanya adalah tidak adanya manajemen keuangan yang teratur.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lainnya adalah kehadiran siswa dalam mengikuti kegiatan layanan bimbingan kelompok yang dilakukan peneliti, beberapa siswa pada pelaksanaan treatment

Pada hari ini, SELASA tanggal DUA bulan AGUSTUS tahun Dua Ribu Enam Belas (02-08- 2016), kami yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja Unit Layanan

Pindahnya pengajian K.H Muhammad Zaini Abdul Ghani dari kawasan Keraton ke kawasan Sekumpul dapat dianalogikan dengan proses pindahnya pusat dakwah Islam era

PROFIL KREATIVITAS D AN PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PAD A MATERI ENERGI D ALAM PEMBELAJARAN IPA BERBASIS STEM.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan tingkat Self Efficacy siswa dalam. pembelajaran matematika di SMP, karena hal ini sesuai dengan

Dursun, Kur'an Ansiklopedisi, (Cilt V, sh.. 48 Kur'an'daki ilgili ayet'lerin yorumu vesilesiyle Beyzavi, ve Celaleddin ve Abulfida gibi kaynaklar bu yukardaki masala yer

penelitian ini dapat memberikan bukti bahwa komite audit dapat memodarasi hubungan antara manajemen laba dan pengungkapan tanggung jawab sosial. 2