• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Stratifikasi Klaster UMKM di Jawa Tengah T2 092008701 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Stratifikasi Klaster UMKM di Jawa Tengah T2 092008701 BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1.

BAB I I

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan di sampaikan beberapa studi yang telah dilakukan tentang Aglomerasi, pengertian klaster, arah perkembangan strata pada klaster dan variabel pembentuk untuk melihat keberadaan suatu pemusatan usaha dapat dikategorikan sebagai klaster atau tidak.

Aglomerasi1 : Sentra ke Klaster

Sebuah gambaran darisatu pendekatan untuk mengembangkan inisiatif klaster diringkas dalam Pedoman Umum Pengembangan Produk Unggulan Daerah berbasis Klaster (Surat Edaran M endagri No 500/1404/V/Bangda Tanggal 30 Juni 2009 menyatakan bahwa agar strategi pengembangan dapat berjalan dengan efektif, tidak malakukan pengulangan tindakan yang tidak perlu, maka perlu dilakukan diskripsi posisi pada tahapan pengembangan klaster. Dengan deskripsi tersebut akan tampak apakah posisi klaster dari suatu produk masih dalam tahapan awal (sentra) atau sudah sampai pada tahapan selanjutnya.

Dari beberapa literatur belum dapat secara jelas membedakan antara sentra, aglomerasi dan klaster. M udrajat (2012) menggambarkan beberapa pendapat seperti: M ontgomery (1998) mendefinisikan aglomerasi sebagai pengelompokan spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena adanya penghematan akibat lokasi yang berkedatan yang kemudian kondisi tersebut diasosiasikan dengan klaster spasial dari perusahaan, pekerja dan konsumen. Demikian juga dengan M arkusen (1996), aglomerasi merupakan suatu lokasi yang tidak mudah berubah sebagai akibat dari upaya penghematan internal eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan sejenis atau penyedia jasa. Dari kedua pendapat terebut dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu aglomerasi merupakan sekumpulan klaster industri. Ciri-ciri

(2)

dominan adalah pengelompokan geografis dan spesialisasi sektoral. Artinya, industri-industri yang mengelompok dalam suatu klaster umumnya terdiri atas satu atau beberapa macam industri, dan kenyataannya didalamnya terdapat sekumpulan subindustri.

Selain Porter, M ichael H. Best (1999) meneliti model berlian dan prosesnya menuju ke klaster dinamis. M odel Best menyatakan proses tersebut diawali dari munculnya perusahaan yang berkembang, yang kemudian berkembang secara teknologi menuju ke suatu klaster spin-off. M eskipun suatu klaster secara keseluruhan menunjukkan beragam teknologi, ia tetap mempertahankan sifat sistim keterbukaannya dan merangsang usaha lain.

Industri distrik M arshall dan klaster Porter kedua memperkenalkan organisasi industri ke dalam analisis pertumbuhan industri. Pertumbuhan melibatkan beberapa kombinasi dari populasi yang kemudian berusaha untuk memperluas perusahaan ketika perusahaan yang berkembang pesat. M unculnya perusahaan baru dan berkembang perusahaannya perusahaan yang sudah ada tidak dapat tidak tumbuh dalam isolasi, tetapi muncul dari dan berkembang dalam suatu infrastruktur industri yang dibentuk oleh populasi yang lebih besar dari perusahaan yang memiliki spesialisasi.

M odel “Cluster Dynamics” M ichael Best menandakan jenis dan tingkat spesialisasi dalam regional. Spesialisasi yang lebih besar dalam Klaster terkait dengan sumber keuntungan produktivitas diidentifikasi oleh Smith dan M arshall. Rantai nilai Porter, juga, menunjukkan spesialisasi di perusahaan dan efek umpan balik dengan faktor-faktor khusus produksi. Spesialisasi yang lebih besar di antara perusahaan-perusahaan dalam kelompok merupakan bagian dari suatu proses dimana Klaster, secara keseluruhan mendapat keuntungan kemampuan yang unik dan memiliki keunggulan kompetitif yang diperoleh sebagai keuntungan regional juga.

(3)

kemungkinan keuntungan dari lokasi dalam karyanya (M arshall, 1890). Klaster ini berisi merupakan kumpulan perusahaan kecil yang semua terhubung dalam jaringan. Klaster ini sering merupakan konsekuensi dari sejarah panjang perusahaan di wilayah tersebut. M arkussen menyatakan bahwa sumber-sumber khusus keuangan, keahlian dan bisnis layanan teknis yang tersedia di dalam satu distrik, tetapi merupakan bagian yang berbeda atau di luar perusahaan. Pada Klaster ini universitas bisa menjadi sumber penyedia tenaga kerja yang trampil untuk Klaster. Selain itu universitas bisa membantu perusahaan dengan menyediakan laboratorium penelitian atau kursus kewirausahaan.

Tipe kedua klaster M arkussen mendefinisikan adalah “cluster hub-and-spoke”. Klaster ini didominasi oleh satu atau beberapa perusahaan besar, dengan banyak perusahaan kecil di dekatnya, semua ada untuk memasok perusahaan besar. Dalam cluster ini perusahaan besar tidak selalu tergantung pada universitas lokal untuk menyediakan tenaga kerja terampil. Karena ukurannya perusahaan besar dapat menarik personel dari seluruh negeri, bahkan mungkin dunia. Namun cluster dapat memperoleh manfaat dari hasil atau kerjasama penelitian dengan universitas setempat.

Ketiga M arkussen mendefinisikan Klaster satelit. Ini adalah Klaster dengan perusahaan besar yang, untuk sebagian besar, keterkaitan dalam Klaster ini bersifat eksternal dan tidak ada banyak kerja sama antara perusahaan dalam Kluster. Alasan utama mengapa perusahaan Klaster bersama adalah untuk mendapatkan keuntungan dari dukungan pemerintah dalam bentuk infrastruktur dan pemotongan pajak mungkin. Sebuah universitas lokal tidak akan menjadi aset yang diperlukan untuk jenis klaster ini.

Klaster keempat M arkussen merumuskan merupakan “the state-anchored cluster”2. Klasterini, seperti cluster hub-and-spoke,

terbentuk sekitar satu atau beberapa perusahaan besar, tetapi dalam kasus ini perusahaan besar adalah lembaga pemerintah. Hal ini dapat terjadi bahwa universitas merupakan pusat cluster tersebut. Tetapi universitas juga dapat berfungsi sebagai mitra penelitian, misalnya

(4)

dengan militer. Peran universitas dalam jenis Klaster tergantung pada karakteristik khusus dari Klaster.

M enur ut Supr amono (2013), Sentr a lebih mer upakan pengelompokan aktivitas bisnis yang ser upa/sejenis di suatu lokasi. Satu atau beber apa sentr a bisa merupakan bagian integr al dan sebagai titik masuk (entr y point) dar i upaya pengembangan (per kuatan) suatu klaster industri. Klaster memiliki pengertian lebi h luas dar i sentr a.

(5)

perguruan tinggi. Kelompok ini sudah mampu memperluas kerjasama dengan daerah sekitarnya dan mampu bersinergi antar daerah.

Berdasarkan tahapan pertumbuhan klaster (life cycle) menurut EU-Commission (2003b) dalam Katels (2003), melihat aglomerasi usaha seperti halnya kehidupan manusia, lahir, tumbuh, berkembang dan menurun. Adapun tahapan pertumbuhan klaster sebagai berikut :

1. Tahap pembentukan dan inisiatif (embrio), pada tahap ini masih didominasi oleh perusahaaan-perusahaan yang pioner, masih menggunakan kondisi lokal (seperti bahan baku, pengetahuan yang spesifik), merupakan perusahaan yang start-up menempati konsentrasi geografi tertentu dengan produk yang sama

2. Tahap pertumbuhan, pada tahap ini sudah terjadi spesialisasi supplier dan pengusaha yang menyediakan jasa. Adanya spesialisasi tenaga kerja dan penggunaan fasiIitas bersama untuk produksi. Tersedia adanya organisasi pelatihan, riset dan asosiasi yang berkontribusi dan berkolaborasi yang memberikan informasi dan pengetahuan.

3. Tahap pendewasaan, pada klaster ini terjadi adanya pertukaran informasi dan pengetahuan secara rutin yang didasarkan pada kesepakatan bersama, Ciri klaster ini adalah adanya klaster yang stabil.

4. Tahap penurunan, penurunan di dalam klaster bersamaan dengan adanya penurunan organisasi, kondisi bisnis yang tidak disertai inovasi.

(6)

Elisabeth W aelbroeck-Rocha dalamAnderson (2004 : 29-30), mengkonsepkan siklus perkembangan klaster terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Setiap klaster akan melewati beberapa tahap dan kecepatan evolusi yang bervariasi. Namun, ada logika yang melekat dengan cara bahwa dalam kelompok berkembang, yang memungkinkan untuk dibedakan pola dan karakteristiknya yang tentunya memiliki spesifikasi yang berbeda. M eskipun bentuk yang tepat dan arah akan tergantung pada keadaan tertentu, siklus hidup Klaster dapat dikatakan umumnya menjalani beberapa tahap berikut: Pada tahapan awal perkembangan klaster dimulai dari unit-unit usaha yang beraglomerasi akibat dai pemanfaatan keuntungan pemusatan usaha, yaitu keuntungan kolektif dari infrastruktur, pengumpulan pekerjaan, image pemasaran dan penyediaan input. Tahapan ini disebut sebagai aglomerasi usaha. Dengan adanya pendekatan tempat usaha, masing-masing usaha yang memiliki komponen produksi dan mendorong terjadinya hubungan komplementer. Tahapan ini kemudian dikenal sebagai awal mulai tumbuhnya klaster yang sesungguhnya, karena ada indikasi konektivitas. Gambar berikut ini memperlihatkan tahapan siklus perkembangan klaster.

Sumber : Aderson (2004)

Gambar 2-1 Gambar Siklus Perkembangan Klaster

(7)

2) Klaster Baru: Sebagai embrio untuk Klaster sejumlah usaha dalam aglomerasi mulai bekerja sama di sekitar kegiatan inti, dan menyadari peluang umum melalui linkage mereka.

3) Klaster Berkembang: M unculnya beberapa pelaku baru dalam kegiatan yang sama atau pelaku usaha dari luar daerah “tertarik” masuk ke daerah, hubungan baru berkembang antara semua pelaku usaha tersebut. IFC (Institution for Collaboration) formal atau informal dapat memasuki lapangan. Seringkali label, website, konotasiumum, terkait dengan wilayah dan aktivitas, mulai muncul.

4) Klaster Dewasa: Sekelompok klaster dewasa telah mencapai massa kritis tertentu. Hal ini juga menyebabkan mereka mengembangkan hubungan di luar klaster, untuk klaster lain, kegiatan, regions. Aktivitas tersebut merupakan dinamika internal penciptaan perusahaan baru melalui startup, usaha patungan, spin-off.

5) Klaster Transformasi: Seiring dengan berjalannya waktu, pasar, teknologi, dan proses perubahan, seperti halnya kelompok. Agar cluster untuk bertahan hidup, berkelanjutandan menghindari stagnasi dan pembusukan, itu harus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan ini. Hal ini dapat mengambil bentuk transformasi menjadi satu atau beberapa kelompok baru yang fokus di sekitar kegiatan lain atau hanya perubahan dalam cara bahwa produk dan layanan yang diberikan.

(8)

klaster yang sudah matang. Tahapan ini juga ditandai dengan kejenuhan usaha yang sudah ada.

Apabila kondisi permintaan tidak bertambah, maka akan dapat menyebabkan degradasi unit-unit yang ada sehingga akhirnya kelompok-kelompok kecil di dalam klaster terjadi pemisahan kelompok menurut spesialisasi produk, sehingga membentuk klaster baru dengan produk yang lebih khusus. Klaster pada kondisi ini masuk pada tahapan transformasi dan selanjutnya kelompok kecil konektivitas usaha ini kembali berada pada tahap awal pembentukan klaster.

Technical Assistance Asian Development Bank (TAADB) membagi klaster menurut dinamika anggotanya menjadi (1) klaster dinamis (viable) dan (2) klaster tidur (dormant).

Seiring dengan perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi, permasalahan menjadi jarak bisa teratasi. Cakupan klaster tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Suatu klaster bisa meliputi satu kota atau lebih, bahkan nasional. Dengan perkembangan yang ada, suatu klaster dapat berubah dengan cepat dan mengalami pelipatgandaan skala operasi secara nasional maupun internasional. Namun jika klaster yang berada dalam satu wilayah administratif tentu dapat memudahkan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berguna dalam mengembangkan klaster UKM .

Suatu aglomerasi berbeda dengan klaster, terutama dilihat dari skala, keanekaragaman dan spesialisasinya. Skala dan ketenagakerjaan memegang peran dalam pembentukan dan pertumbuhan aglomerasi. Sementara itu klaster industri menekankan pada konsetrasi geografis dan spesialisasi sektoral. Analisis lebih lanjut mengrah pada perbedaan substansi antar klaster dapat dilihat dari struktur kelembagaannya, tingkat kepemilikan (inti dan subkontrak), model koordinasi dan asal serta evolusinya.

Perkembangan Strata Klaster

(9)

telah mengkonsepkan dengan apa yang disebut dengan evolusi klaster (Cluster trajectories3). Evolusi adalah suatu proses perubahan, dimana

setiap keadaan berkaitan dengan kedaan sebelumnya. Proses pertumbuhan atau perkembangan dimana satu titik waktu berkaitan secara berkesinambungan dengan titik waktu sebelumnya dan sesudahnya (W inardi, 1998: 200).

Studi tentang Evolusi Klaster, dimana studi ini merupakan mengarah pada indikator–indikator studi yang eksak, biasanya dianggap sebagai persamaan matematika berdasarkan prinsip dasar dinamika. M enggunakan teori ini sebagai dasar untuk refleksi dan menerapkannya pada ilmu-ilmu sosial, M ahoney (2000) mengajukan model evolusi bertumpu pada studi urutan yang reaktif. Urutan ini merupakan suksesi peristiwa harus dipertimbangkan secara kronologis dan saling terkait. Peter Knorringga dalam tulisannya “New Dimentons in Local Entprise Co-operation and Development : From Cluster to Industrial Disticts” (1998), memperkenalkan tipologi klaster industri, dan membahas bagaimana interaksi antar pengusaha, saling bertukar informasi, membangun konektivitas, bekerja secara kolektif dan mengapa mereka dapat menghindari kerjasama dalam suatu kelompok, dan bagaimana antar pengusaha klaster industri bereaksi terhadap perubahan radikal dalam kondisi eksternal. Setiap klaster dibentuk oleh lingkungan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Akan tetapi diluar keempat kondisi tersebut pada umumnya klaster di Negara berkembang dapat mengalami perkembangan atau perubahan yang kemudian disebut dengan tranjectory (evolusi). Oleh sebab itu pembahasan tentang tipologi klaster industri bermanfaat sebagai wacana untuk melihat perkembangan klaster di suatu negara, terutama negara berkembang.

Henry Sandee &Piet Rietvelt dalam literaturyang ditulis tahun 2001, mengungkapkan bahwa terjadi pergeseran pada dinamika perkembangan klaster, dan masalah utama adalah apakah ada

3 trajectory is partitioned at every characteristic point : Pembedaan pada setiap titik

(10)

kemungkinan banyak klaster aktif berubah menjadi entitas yang lebih hidup. Beberapa penulis telah menggunakan konsep ‘trajectory of cluster development’ untuk menyatakan tentang konsep dinamika klaster (Humphrey, 1995a, 1995b; Knorringa 1997). Schmitz dan Nadvi (1999) berpendapat klustering memungkinkan/ memberikan peluang bagi usaha kecil untuk tumbuh dalam langkah-langkah “riskable” melalui kolaborasi. Sejumlah usaha dengan modal kecil, keterampilan dan bakat kewirausahaan dapat dibuat untuk mempertimbangkan terjadinya kerjasama antarprodusen. Dalam artikelnya, mereka bermaksud untuk berkontribusi pada diskusi tentang dinamika klaster dengan berfokus pada adopsi inovasi yang memungkinkan perusahaan untuk membuat produk yang lebih baik yang bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi. Studi mereka menggambarkan bahwa pengembangan klaster dapat diartikan bahwa ketika pengusaha lokal bergerak dan mendapat keuntungan melampaui keuntungan ekonomi eksternal, maka skala klaster akan menjadi besar karena antar perusahaan mengintensifkan kolaborasi. Kerjasama tersebut harus dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan saja, dan pengusaha kecil melihatnya sebagai strategi untuk berbagi biaya dan risiko yang terkait dengan perubahan teknologi. M ereka berkonsentrasi pada transformasi hubungan dalam cluster sebagai hasil dari proses inovasi.

Ada 3 tipologi Evolusi klaster yang dikemukakan oleh Knorringa (1998): Dalam M odel Evolusi pertama, Klaster mengembangkan seperangkat fakta model yang diwakili “Italian” sentra industri. Di Italia, terjadi perubahan pada beberapa klaster dimana klaster sedang berkembang menjadi “distric hub-and-spoke” (pusat dan jari-jari).

M odel Evolusi kedua, lebih umum di negara-negara berkembang, menyangkut kelompok yang berevolusi dari aglomerasi dasar untuk distrik “hub-and-spoke” tanpa tahap peralihan yang mereka menyerupai fitur utama dari model Italianate.

(11)

Klaster. Ada indikasi bahwa beberapa “distric satelite” selanjutnya dapat berkembang pada “districhub-and-spoke”. M odel Evolusi Klaster yang ketiga adalah “distric hub-and-spoke” dengan sejumlah perusahaan terkemuka dan berskala besar dan berinteraksi dengan banyak subkontraktor dengan skala usaha lebih kecil. M odel ketiga ini menformasikan bahwa terdapat satu organisasi/usaha yang menjadi pusat/inti dan mengendalikan usaha lain dengan skala lebih kecil (satelit/jari-jari), dimana antar satelit tidak berhubungan satu dengan yang lain (spoke) melalui pusat (hub), sementara itu ikatan atara inti dan satelit sangat kuat, yang kemudian membawa pada kondisi lemahnya posisi satelit dalam suatu jaringan yang bersifat bisnis.

(12)

 Munculnya struktur membedakan distrik industri berdasarkan tingkatan integrasi kepemilikan dan koordinasi. Integrasi kepemilikan berhubungan dengan pemisahan unit produksi. Sedangkan integrasi koordinasi mengarah pada koneksi antara unit usaha/ pihak yang melakukan transaksi. M ereka membedakan distrik dalam 3 (tiga) tipe :

1) Distrik Industri “M arshalian”. Distrik industri ini ditunjukkan dengan pengelompokan sejumlah perusahaan secara geografis di dalam suatu industri, tanpa jaringan kerjasama, terutama dalam pengembangan inovasi. Distrik ini lebih dikenal dengan distrik satelit, pengelompokan satu jenis industri. Identifikasi oleh Alfred M arshall dari Inggris ini lebih pada pengelompokan karena kesamaan tempat, dimana terdapat pemusatan infrastuktur, pelayanan, pemanfaatan mekanisme pasar, distribusi input dan output. Efisiensi terjadi dapat dicapai karena biaya transaksi minimal, dan bukan karena skala usaha.

(13)

3) Jaringan M odal Usaha. Bentuk kerjasama dalam model ini terjadi karena adanya kebutuhan modal usaha. Dimana bentuk kerjasama terjadi antara produsen (industri) dengan para pemilik modal (investor). Biasanya pemodal turut terlibat dalam urusan manajemen dengan pemasok atau pelanggannya.

M enurut Bappenas (2006) klaster memiliki suatu siklus hidup karena terkait dengan produk baik barang maupun jasa. Pengembangan klaster terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap inkubasi atau embrio, pertumbuhan, kematangan, dan penurunan.

1.

Tahap Inkubasi/Embrio. Embrio sebuah klaster biasanya dimulai oleh inovasi-inovasi atau dengan merekrut perusahaan yang telah ada atau sedang berkembang. Tahap ini seringkali tidak direncanakan. Dari beberapa kasus klaster yang sukses, tumbuhnya suatu klaster disebabkan oleh jiwa kewirausahaan masyarakat yang mengetahui selukbeluk usaha karena memiliki pengalaman bekerja dari suatu perusahaan besar dalam klaster. M ereka kemudian mendirikan usaha baru, baik sebagai pemasok, konsultan, ataupun menjadi kompetitior baru di dalam klaster.

2.

Tahap Pertumbuhan (Growth). Tahap ini dirnulai ketika sebuah klaster telah mengenali dan memiliki pasar yang cukup besar. Permintaan terhadap tenaga kerja terarnpil serta kompetisi semakin meningkat. Perusahaan-perusahaan baru membangun hubungan yang semakin erat satu sama lain untuk menciptakan inovasi-inovasi baru Selanjutnya.

(14)

4.

Tahap penurunan. Tahap ini terjadi ketika produk yang dihasilkan oleh klaster telah merniliki substitusi yang lebih efektif dan dapat diganti dengan biaya yang lebih rendah. Sebelum tahap ini terjadi, perusahaan dalam klaster perlu mulai mempertimbangkan produk baru dan mencari kesempatan pasar yang sesuai dengan kompetensi utamanya jauh hari sebelumnya.

Banyak studi mencoba menerangkan kemunculan dan evolusi klaster-klaster industri. Berkembangnya klaster industri menurut M udrajat (2012), dirangkum sebagai berikut :

a. Adanya pengelompokan dan jalinan erat antar lembaga usaha, dan pendukungnya.

b. Adanya insentif untuk menumbuhkan kerjasama maupun persaingan dalam skala lokal

c. Adanya permintaan lokal atas suatu produk atau jasa

d. Adanya kedekatan geografis, kultural dan kelembagaan

e. M enjamurnya berbagai perusahaan yang berbeda yang semuanya terkait bersama dalam suatu ketergantungan tang saling menguntungkan melalui hubungan transakasi.

f. Setidaknya sudah satu dasawarsa mengembangkan keunggulan kempetitif.

Pengertian Klaster

Teori Klaster

(15)

juga diterima sebagai pengertian pendekatan pengembangan industri (Sutrisno, 2009).

Sementara itu menurut Bappenas (2006), yang dimaksud dengan klaster adalah kelompok usaha industri yang saling terkait. Klaster mempunyai dua elemen kunci, yaitu: (1) perusahaan dalam harus saling berhubungan, dan (2) berlokasi di suatu tempat yang saling berdekatan, yang mudah dikenali sebagai suatu kawasan industri. Kedekatan lokasi dimaksudkan untuk meningkatkan kontak antar perusahaan dan meningkatkan nilai tambah pada pelaku yang terlibat dalam klaster. Kedekatan lokasi juga berperan dalam menciptakan efisiensi waktu dan biaya.Keunggulan dibentuknya klaster industri adalah meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya transpotasi dan transaksi, mengurangi biaya sosial, menciptakan asset secara kolektif, dan meningkatkan terciptanya inovasi.

M enurut Aminudin dalam Sujadi et al (2008, p.142) pada dasarnya klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan erat, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan juga lembaga terkait. M anfaat klaster ini selainuntuk mengurangi biaya transportasi dan transaksi, juga untuk meningkatkan efisiensi, menciptakanaset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi.

(16)

pentingnya mengidentifikasi pertalian-pertalian tanpa mempertim-bangkan batas-batas klaster (Nssah, 2002).

Untari (2005,p.195), berdasarkan teori terbentuknya klaster dan perbedaan pola pertumbuhan menyusun definisi klaster sebagai berikut: Klaster industri kecil adalah sekumpulan usaha kecil yang terdiri dari usaha inti dan usaha penunjang yang muncul dan saling bekerjasama pada satu lokasi geografis tertentu untuk mencapai kondisi yang paling ekonomis baik bagi masing-masing usaha tersebut maupun secara keseluruhannya. Definisi tersebut memperjelas bahwa ketika menyebutkan klaster unsur yang utama harus ada adalah aktor yang ada dalam klaster yaitu usaha inti dan usaha-usaha penunjang, serta terjadi kerjasama dalam proses produksi sehingga mencapai kondisi ekonomis bagi masing-masing pelaku.

Rabollotti dalam Andadari (2008), mendefinisikan klaster industri sesuai dengan karakteristik utama dari model klaster. Pertama, klaster industri dapat menjadi kelompok terkonsentrasi secara geografis pada UKM yang terspesialisasi berdasarkan sektor. Kedua, ada forward dan backward linkages berdasarkan pasar dan pertukaran nonpasar barang, informasi, dan tenaga kerja. Ketiga ada latar belakang budaya dan sosial yang terkait dengan perilaku ekonomi; di antara mereka ada kode etik perilaku yang terungkap secara eksplisit tetapi terkadang juga implisit. Keempat, ada jaringan kelembagaan lokal publik/pemerintah dan swasta yang mendukung agen ekonomi bertindak dalam Klaster. Definisi kluster menurut Rabollotti ini adalah kondisi ideal dari sebuah klaster industri.

(17)

Hasil kesepakatan Rakor Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Jawa Tengah Tanggal 11 A gustus 2011, member i batasan klaster sebagai ber ikut :

Klaster adalah sekumpulan per usahaan atas pr oduk bar ang/jasa tertentu dalam suatu wilayah, yang membentuk ker jasama dengan per usahaan pendukung dan perusahaan ter kait untuk menciptakan efisiensi kolektif ber dasar kan kear ifan lokal guna mencapai kesejahter aan masyar akat.

Ciri-ciri Klaster

Lyon dan Atherton dalamIslami (2014), berpendapat bahwa terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:

1. Komonalitas/Keserupaan/Kebersamaan Kesatuan (Commonality); yaitu bahwa bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang-bidang “serupa” atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama.

2. Konsentrasi (Concentration); yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat dan benar-benar melakukan interaksi.

3. Konektivitas (Connectivity); yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/ bergantung (interconnected/linked/interdependent organizations) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda.

Sedangkan menurut Humprey dan Schimitz (2001), bahwa klaster industri dicirikan dengan 3 konsep, yaitu :

1. Orientasi Konsumen

(18)

2. Efek Kumulatif

Pembentukan klaster diutamakan pada solidnya aktivitas maupun spasial dengan usaha pencarian dan pencapaian biaya produksi rendah. Dengan kerjasama dalam satu kelompok, industri yang sebagian besar mengalami masalah financial akan dapat menekan biaya produksi. Dalam proses produksi dan pemasaran diantara pelaku klaster saling berbagi dalam hal penggunaan peralatan, tenaga kerja, informasi dan bahan baku.

3. Efek Kolektif

Efisiensi kolektif dipahami sebagai penghematan biaya eksternal yang timbul dalam suatu aktivitas industri yang dirasakan oleh seluruh pelaku industri. Hal tersebut dapat dipahami melalui penjelasan berikut :

a. Eksternalitas Ekonomi

Hal ini akan muncul bila keuntungan sosial lebih tinggi daripada keuntungan pribadi. Eksternal ekonomi dalam klaster yang perlu dikembangakan adalah terbentuknya pasar buruh/tenaga kerja, efek peningkatan kegiatan pelayanan dalam klaster, dan pentingnya penggunaan teknologi secara kolektif.

b. Aksi Bersama

Aksi bersama dapat mendorong perkembangan klaster industri secara signifikan.Hal ini terkait dengan efek efisiensi kolektif yang menekankan pada pentingnya keterkaitan dan jaringan usaha yang terbentuk. Aksi bersama dapat bersifat bilateral yaitu dua perusahaan bekerja sama seperti kegiatan yang saling berbagi dalam pembelian alat produksi yang mahal maupun multilateral yaitu kelompok perusahaan yang bergabung dalam sebuah asosiasi atau organisasi. Aksi bersama juga terbentuk dengan sifat horizontal yang terjadi antar pesaing dan vertikal yang membentuk keterkaitan antar pelaku usaha.

(19)

pemasok, layanan dan hubungan pelanggan. Sedangkan dalam hubungan horisontal, industri terlibat dalam 'proses pembelajaran dan perbaikan terus-menerus'. Kedekatan geografis dan lokasi menjadi alasan mengapa terbentuk aglomerasi dan berkembang menjadi klaster, hal ini terjadi karenaaglomerasi dapat menekan biaya transaksi menjadi lebih rendah. Kemudian dilihat dari sudut lain melihat kinerja klaster dapat dilakukan dalam hal inovasi. Dengan mengamati proses dan pola pembagian dan pertukaran pengetahuan. Pertukaran pengetahuan baik dengan sarana teknologi spillover, mobilitassumber daya manusia atau pertukaran informal yang akan menjadi penting dalam menentukan fungsi dari Klaster. Tipologi pengetahuan ditransfer di klaster tidak hanya terbatas pada produk paten atau pola perdagangan, tetapi juga secara diam-diam pengetahuan. Transfer pengetahuan ini membutuhkan tatap muka dan interaksi secara kontinue.

c. Kondisi Kelembagaan

Terbentuknya klaster industri perlu didukung dengan tindak lanjut institusi atau kelembagaan yang menunjang kegiatan tersebut.Hal ini diharapkan untuk membentuk pola yang progresif dalam kegiatan bisnis atau organisasi.

M enurut Sunaryanto (2010), Klaster juga dapat didefinisikan sebagai konsentrasi geografis antara perusahaan perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama, diantaranya pemasok barang, penyedia jasa, industri yang terkait, serta beberapa institusi. Hubungan antar perusahaan dalam klaster tersebut dapat bersifat vertikal dan horizontal.

Bersifat vertikal melalui rantai pembelian dan penjualan, sedangkan horizontal melalui produk dan jasa komplementer, penggunaan input terspesialisasi, teknologi atau institusi. Sebagian besar hubungan meliputi hubungan atau jaringan sosial yang menghasilkan manfaat bagi perusahaan yang terlibat di dalamnya.

(20)

atau geographical economics) (Fujita and Thisse, 1996; Krugman, 1995; Kuncoro, 2002; Lucas, 1988). Argumentasi ini dikuatkan kembali oleh Porter (1998),bahwa peta ekonomi dewasa ini didominasi oleh klaster (cluster). Hal senada juga ditegaskan oleh Kuncoro (2002) bahwa industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah di mana potensi mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan.

Akan tetapi peryataan tersebut tidak sejalan dengan definisi klaster dari Porter, keberadaan klaster yang ada masih lebih sebagai sentra industri, yakni pengelompokkan industri/UKM sejenis dalam satu kawasan yang berdekatan. Keterlibatan sarana/institusi pendukung masih terpisah dan berada ’di luar’ klaster yang ada sehingga tidak menjadi satu kesatuan usaha yang lengkap.

Sementara itu pengertian "industri" sendiri mempunyai arti luas sebagai himpunan bisnis tertentu, bukan hanya industri pengolahan atau manufaktur saja.Yang dimaksud dengan "klaster industri" adalah kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah (Taufik, 2011). Kelompok industri spesifik tersebut merupakan jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (biasanya disebut dengan industri inti/core industries - yang menjadi "fokus perhatian," industri pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries), pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/ teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/litbangyasa), institusi yang berperan menjembatani/bridging institutions (misalnya broker dan konsultan), serta pembeli, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production chain).

(21)

kebanyakan membagi klaster menjadi (1) klaster regional (lebih menitik beratkan pada pengelompokkan usaha dalam satu wilayah dengan batasan yang jelas, atau (2) klaster bisnis (menitik beratkan pada jejaring kerjasama antarperusahaan untuk saling berbagi kompetensi dan sumberdaya). Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri menggunakan pembagian yang terakhir ini.

Klaster yang ideal adalah sinergi beberapa aktivitas usaha UKM yang saling terkait baik dari aspek proses produksi yang melibatkan UKM di sektor hulu sampai hilir, maupun usaha jasa yang dikembangkan oleh UKM sebagai penunjang aktivitas bisnis dalam klaster (Muhammad Taufiq,2004).

Pandangan Porter mengenai klaster industri adalah hal yang paling banyak dikutip dalam kajian-kajian yang ditemukan:

“A consequence of the system of [diamond] determinants is that a nation’s competitive industries are not spread evenly through the economy but are connected in what I term cluster consisting of industries related by links of various

kinds” (Porter, 1990).

M enurut Nugroho(2011), Kendati Porter belum mendefinisikasi klaster industri secara jelas tetapi ia telah menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang diringkaskan dalam kata “daya saing” dengan klaster industri. M enurut Porter, daya saing dibentuk oleh interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”. Diamond dibentuk oleh (1) faktor condition, (2) demand conditions, (3) related and supporting industries, dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Dia juga memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui: (1) role of chance dan (2) role of government. Faktor faktor ini secara dinamik mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara.

(22)

Hasil hubungan faktor-faktor ini mungkin akan menunjukkan pola klaster industri, dimana hubungan antara bisnis (dan organisasi) seharusnya mendukung pencapaian competitive advantage.

Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, M alaysia). Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru. Namun sejalan dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori dan pengalaman empiris berbagai pihak berkembang dari waktu ke waktu. Beragam definisi dan konsep tentang klaster industri dapat dijumpai dalam berbagai literatur. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan definisi klaster industri adalah sebagai berikut :

“jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti/core industries – yang menjadi “fokus perhatian, “industri pemasok/supllier industries, industri pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries), pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/ litbangyasa), institusi yang berperan menjembatani/bridging institutions (misalnya broker dan konsultan), serta pembeli, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production chain)”

Atau secara singkat:

“Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis”

(23)

Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster industri tertentu dan tidak ada hubungan dengan tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai tertentu.

Beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri antara lain adalah sebagai berikut (BPPT, 2005):

1) Industri Inti

 Industri yang merupakan fokus perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan titik masuk kajian;

 Dapat merupakan sentra industri;

 Industri yang maju (dicirikan dengan adanya inovasi).

2) Industri Pemasok

 Industri yang memasok dengan produk khusus;

 Pemasok yang khusus (spesialis) merupakan pendukung kemajuan klaster industri. Yang dipasok antara lain adalah:

o Bahan baku utama; o Bahan tambahan; o Aksesori.

3) Pembeli

 Dapat berupa distributor atau pemakai langsung; Pembeli yang sangat penuntut merupakan pemacu kemajuan klaster industri.

 Pembeli antara lain terdiri dari:

o Distributor; o Pengecer;

o Pemakai langsung.

4) Industri Pendukung

 M eliputi industri jasa dan barang, termasuk layanan pembiayaan (Bank, M odal Ventura).

 Industri pendukung ini antara lain terdiri dari:

o Pembiayaan (Bank, M odal Ventura);

(24)

o Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik); o Peralatan (Permesinan, Alat Bantu);

o Pengemasan;

o Penyedia Jasa Pengembangan Bisnis (Business

Development Services Provider/BDSP).

5) Industri Terkait

 Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama;

 Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama (misal kelompok tenaga ahli).

 Istilah “terkait” di sini agak berbeda dengan yang dipakai sehari-hari. Industri terkait tidak berhubungan bisnis secara langsung. Industri terkait antara lain terdiri dari:

o Kompetitor; o Komplementer; o Substitusi.

6) Lembaga Pendukung

 Lembaga pemerintah, yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran publik;

 Asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota;

 Lembaga Pengembang Swadaya M asyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang mendukung.

Klaster industri memiliki pengertian lebih luas dari ”sentra industri” yang telah dikenal umum. Sentra industri lebih merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa di suatu lokasi. Suatu atau beberapa sentra industri bisa merupakan bagian integral dan sebagai titik masuk (entry point) dari upaya pengembangan (perkuatan) klaster industri (Taufik, 2003).

M odel Sinergitas

(25)

hubungan antara industri, pemerintah dan universitas yang muncul di berbagai daerah pada tahap perkembangan yang berbeda berbeda karena ada pengaruh dari kondisi sosial ekonomi sistem dan nilai-nilai budaya. Suatu daerah berusaha untuk membuat diri memperkuat dinamika pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan, tiga bidang kelembagaan masing-masing menjalani transformasi internal, bahkan hubungan baru ditetapkan melintasi batas-batas kelembagaan, menciptakan organisasi hybrid seperti pusat teknologi dan inkubator virtual. Jaringan baru di suatu daerah, dibentuk dengan cara tripartit bersamainteraksi, memungkinkan munculnya pengetahuan berbasis teknologi tinggi dan penciptaan industri baru. Akademik-industri-pemerintah kerjasama memerlukan pembelajaran baru, komunikasi, dan rutinitas pelayanan pada bagian lembaga yang memproduksi, menyebar, memanfaatkan, dan mengatur proses generasi dan penerapan pengetahuan yang berguna. Lembaga-lembaga paradigmatik adalah universitas, perusahaan, dan pemerintah, dan hubungan paradigmatik interaktif bersamatindakan tertanam dalam proyek, komunikasi, dan jenis baru nilai-nilai bersama.Sebuah interaksi universitas-industri-pemerintah di tingkat daerah bukan fenomena yang sama sekali baru.

M odel ini merupakan sinergi positif antara tiga aktor yang berbeda dalam pengembangan inovasi. Akademisi sebagai centre of excellent sebagai produsen inovasi dari hasil penelitian yang dilakukan, pihak industri sebagai pengguna dari inovasi yang dihasilkan, dan pemerintah sebagai pembuat strategi kebijakan dimana integrasi dari ketiga aktor yang berbeda tersebut secara ideal akan meningkatkan produksi inovasi dalam suatu wilayah yang pada gilirannya meningkatkan pengembangan daya saing ekonomi baik di tingkat lokal maupun nasional. Dalam perkembangannya kemudian model Triple Helix ini mengalami proses transformasi dalam bentuk/model interaksi diantara ketiganya4.

4Triple Helix iniadalah modelyang berbeda dari hubungan antara bidang kelembagaan

(26)

Tuntutan perkembangan aglomersi di Indonesia berupaya mensinergikan antara peran ketiganya menjadi suatu keterkaitan yang saling menguntungkan baik dari sisi ekonomi, sosial dan budaya. Oleh sebab itu institutional linkage menjadi salah satu indikator dalam melihat konektivitas pada sebuah perkembangan klaster industri.

H asil Penelitian Stratatifikasi Klaster dan V ariabel Perkembangan

Hasil Penelitian Yoga (2011), menyatakan bahwa strata perkembangan klaster dibagi menjadi 3 yaitu Klaster Awal (Embryonic), Klaster Berkembang (Consolidate), Klaster M aju (M ature). Dengan mempertimbangkan 4 Faktor yang ada yaitu Faktor Input, Kondisi Permintaan, Industri Pendukung dan Terkait, serta Strategi Perusahaan serta Pesaing.

M enurut EU Commision (2002), Strata Perkembangan klaster dibagi ke dalam 4 tahap: pembentukan dan inisiatif (embrio), tahap pertumbuhan, tahap pendewasaan dan tahap penurunan.

Sementara itu M unir dalam Hestiningsih, membagi menjadi 4 tingkatan tahap perkembangan: pertama disebut dengan sentra, tahap kedua disebut klaster yang aktif, tahap ketiga adalah klaster dinamis, tahap keempat adalah klaster yang advanced.

(27)

stabil, dan menurun. Secara umum masa tumbuh disebut klaster embrio, stabil pada klaster berkembang, dan menurun pada klaster dewasa.

Sementara itu berdasarakan SE M endagri 500/1404/V/ Bangda/ 2009, Berikut digambarkan tahapan dari pengembangan PUD berbasis klaster ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu :

a. Klaster Statis (Sentra)

Klaster statis sebetulnya belum dapat dikatakan sebagai klaster, tetapi sentra produksi yang pasif. Sentra merupakan kelompok atau kumpulan para produsen suatu produk sejenis dikawasan yang sama. Kerjasama usaha antar pelaku masih terbatas persaudaraan. Sebagian besar produsen tersebut belum mampu menggali peluang pasar, bahkan tidak mampu mengenali siapa target pasar mereka di luar kawasannya, berapa volume permintaannya. Para produsen ini hanya mengetahui pelanggan tertentu atau tengkulak, yang biasanya datang ke masing-masing produsen.

b. Klaster Pemula

Klaster pemula disebut juga klaster aktif. Klaster ini sudah mampu melakukan penggembangan PUD dalam hal teknik produksi, serta sudah mampu mengembangkan pemasaran domestik atau ekspor ke luar daerah. Tapi klaster jenis ini masih terkendala dengan masalah kualitas dan kuantitas produk, serta kontinuitas permintaan. Pelaku klaster ini mencari pasar biasanya melalui perantaraan jasa pedagang dari luar daerah.

c. Klaster Dinamis

(28)

d. Klaster M aju (advance)

Hanya sedikit klater yang sudah masuk dalam kategori ini. Cirinya adalah mereka sudah dapat mengembangkan kerjasamanya dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam pengembangannya, yaitu sektor perbankan atau lembaga keuangan, lembaga pendidikan, penyediaan bahan baku, Business Development Service (BDS), Lembaga Swadaya M asyarakat (LSM ) dan pemerintah daerah. Bahkan kelompok ini sudah mampu memanfaatkan kerjasama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi dalam pengembangan produk dan inovasi untuk meningkatkan daya saingnya. Klaster kelompok ini mampu memperluas keunggulan geografisnya dengan semakin menyebar dan membuat kerja sama dengan daerah sekitarnya.

Kata kunci keberhasilan kelompok ini adalah derajat spesialisasi antar-pelaku usaha tinggi, diimbangi tingkat kerjasama atau kemitraan di antara mereka. Selain itu mereka secara kelompok sudah mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak penunjangnya. Namun sebenarnya tingkat pencapaian tertinggi dari klaster jenis ini adalah apabila sudah mampu membentuk sinergitas antar daerah dan saling melengkapi (komplementer). Kerjasama ini diperluas menjadi antar daerah dan antar sektor, misalnya klaster-klaster produksi kerajinan tertentu, akan bisa dirangkai menjadi klaster besar kepariwisataan, dalam wujud daerah tujuan wisata, sehingga berbagai klaster produksi lainnya, baik industri kerajinan atau klaster produk pertanian. Sehingga secara keseluruhan membentuk sinergi daya saing daerah yang kokoh dan kuat.

Hasil penelitian Suryono (2012, h.303-304), menemukan bahwa proses pembentukan dan pemanfaatan modal sosial pada setiap perkembangan klaster yang dikelompokan dalam 3 tahapan perkembangan sebagai berikut:

1. Tahapan Embrio

(29)

subkontrak. Yang besar perannya dalam pemanfaatan jejaring adalah keluarga, dan masih tingginya pernan modal sosial karena dilandasi oleh aspek sosial.

2. Tahapan Tumbuh/ Dewasa

Pada tahapan Tumbuh/Dewasa klaster memiliki ciri-ciri pembentukan modal sosial melalui koperasi, sub kontrak dan kemitraan, peranan koperasi dalam pembentukan modal sosial sudah sangat kuat. Sudah ada kemitraan dan subkontrak. Jejaring untuk pengembangan usaha pada UKM yang digunakan adalah jejaring keluarga dan koperasi, sedangkan pada usaha besar adalah jejaring yang dimiliki sendiri dengan pengusaha lain. Interaksi bisnis dilandaskan pada aspek sosial dan aspek ekonomi yang didukung oleh tingkat persaingan yang belum tajam.

3. Tahapan Turun/ Transformasi

Pada tahapan dewasa M enurun/Transformasi memiliki ciri-ciri pembentukan modal sosial melalui koperasi, sub kontrak dan kemitraan, peranan koperasi dalam pembentukan modal sosial mulai menurun karena persaingan usaha antar pengusaha sendiri. Peranan kemitraan dan subkontrak mulai menurun. Jejaring untuk pengembangan usaha pada UKM yang digunakan adalah jejaring keluarga dan koperasi, sedangkan pada usaha besar adalah jejaring yang dimiliki sendiri dengan pengusaha besar yang lain yang mandiri. Interaksi bisnis dilandaskan pada aspek ekonomi yang mulai menurun karena lunturnya aspek sosial, akan tetapi mudali terjadi transparansi yang muncul karena intervensi oleh pihak lain.

(30)

Kepemimpinan, yang dimaksud kepemimpinan dalam konteks klaster adalah dijadikannya klaster UKM dan produk-produk yang dihasilkan, sebagai patokan/ benchmark, ukuran keberhasilan oleh pelaku lain dalam industri yang sama.

Studi empiris yang dirangkum oleh M udrajat (2012), membutikan bahwa dalam prakteknya klaster-klaster yang ada di berbagai negara digolongkan menurut (1). Struktur kelembagaannya, (2). Tingkat kepemilikan usaha inti dan koordinasi antar UKM , (3). Klaster dewasa atau baru. Klaster dewasa mengalami evolusi secara historis, sedangkan klaster baru muncul karena adanya inisiatif dari pemerintah

Definisi Operasional : Variabel Perkembangan Klaster

Usaha Kecil dan M enengah (UKM ) telah memberikan kontribusi yang penting dan besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, pemberdayaan dan pengembangan yang berkelanjutan perlu dilakukan agar UKM tidak hanya tumbuh dalam jumlah tetapi juga berkembang dalam kualitas dan daya saing produknya. Pendekatan Cluster initiatives menawarkan penilaian yang komprehensif dari sebuah Klaster terutama terkait dengan aspek pasar, produk, hubungan, eksternalitas, dan sinergi untuk membantu mengidentifikasi kendala regulasi dan bisnis, tekan baru dan peluang pasar yang lebih luas, dan mengembangkan strategi bisnis yang sehat untuk mengatasi utamanya pesaing. Inisiatif strategis bervariasi menurut negara dan kelompok, tetapi sering fokus pada peningkatan informasi pasar, pengembangan tenaga kerja, pasokan perbaikan rantai, standar kualitas, branding, integrasike depan, dan perbaikan proses (M allika Shakya, 2009).

(31)

1. Kelembagaan

Kelembagaan dalam klaster, adalah merupakan aktivitas pada klaster yang termanajemeni oleh organisasi yang terstruktur dan dapat menjadi roda penggerak dinamikan klaster tersebut. Indikator yang dipakai untuk melihat variabel kelembagaan adalah (1) Tahun M ulai Pembentukan Klaster (2) Jumlah Unit Usaha dalam klaster (3) Perkembangan Unit Usaha

2. Aktivitas Usaha

Aktivitas usaha yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap unit usaha yang ada dalam klaster, mulai dari aspek produksi sampai pemasaran. Sejalan dengan tujuan penelitian untuk melihat perkembangan klaster maka indikator yang dipakai untuk mengukur kondisi akivitas usaha adalah (1) Jenis produk yang dihasilkan, (2). Jenis usaha yang ada di dalam klaster, (3) Perkembangan Inovasi Produk, (4) Perkembangan penggunaan teknologi dan (5). Jangkauan aktivitas usaha dalam pengadaan bahan baku dan pengembangan produk. (6). Kondisi Permintaan

3. Kinerja Usaha

Kinerja Usaha adalah ukuran yang dipakai untuk melihat seberapa besar tiap usaha yang ada dalam klaster mendapat keuntungan dan efisiensi dari kegiatan usaha yang terspesialisasi karena klaster yang terbentuk. Untuk melihatk aktivitas kinerja ini digunakan (1) nilai tambah, (2) Tingkat keuntungan dan (3) Perkembangan Orientasi Pasar.

4. Konektivitas

(32)

Berdasarkan variabel tersebut disusun kriteria/variabel yang menghasilkan strata perkembangan klaster. Dalam penelitian ini strata pengembangan klaster dibagi dalam 5 strata :

1. Sentra

Sentra merupakan unit kecil kawasan yang memilik ciri tertentu dimana didalamnya terdapat kegiatan proses produksi dan merupakan area yang lebih khusus untuk suatu komoditi kegiatan ekonomi yang telah terbentuk secara alami yang ditunjang oleh sarana untuk berkembangnya produk atau jasa yang terdiri dari sekumpulan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Di area sentra tersebut terdapat kesatuan fungsional secara fisik: lahan, geografis, infrastruktur, kelembagaan dan sumberdaya manusia, yang berpotensi untuk berkembangnya kegiatan ekonomi dibawah pengaruh pasar dari suatu produk yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi (Choirunnisa, 2012.p14).

Sementara itu SK M enteri Negara Koperasi dan UKM No: 32 / Kep/ M .KUKM /IV/2002, tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Sentra, Sentra didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat usaha yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster.

2. Klaster Pemula (Start Up): adalah klaster dengan Kelembagaan yang belum kompleks, pendiriannya diinisasi oleh pemerintah, mulai terbentuk masih kurang dari 2 tahun, Aktivitas Usaha sederhana, teknologi masih tradisional. Kinerja Usaha dalam nilai tambah dan keuntungan masih belum terdistribusi secara merata pada setiap pelaku usaha, pemasarannya masih lokal. Dari variabel konektivitas keterlibatan lembaga pendukung masih sedikit dan pola hubungan masih sederhana dan berada di luar klaster.

(33)

organisasi dalam klaster sudah termanajemeni walaupun belum dalam lembaga manajemen klaster, pendiriannya diinisasi karena ada interest dari sesama pengusaha dalam klaster, mulai terbentuk antara 3-4 tahun yang lalu. Aktivitas Usaha sudah lebih kompleks ada inovasi produk dan menggunakan teknologi moderen. Kinerja Usaha dalam nilai tambah dan keuntungan masih mulai terdistribusi secara merata pada setiap pelaku usaha walaupun belum semua, pemasarannya lokal sampai regional. Dari variabel konektivitas keterlibatan lembaga pendukung sudah ada dan sudah terkoneksi dengan kegiatan usaha yang berada di dalam klaster.

4. Klaster M aju (M ature): adalah klaster dengan Kelembagaan yang sudah sangat kompleks, pendiriannya diinisasi oleh pengusaha sendiri, sudah sangat kompleks sudah terdapat manajamen klaster, mulai terbentuk antara 5-10 tahun yang lalu. Aktivitas Usaha sudah menggunakan teknoligi dan inovasi, permintaan sudah sampai pada Internasional. Kinerja Usaha dalam nilai tambah dan keuntungan sudah terdistribusi secara merata pada setiap pelaku usaha, pemasarannya sudah internasional. Dari variabel konektivitas keterlibatan lembaga pendukung sudah tertata dengan baik dan berada dalam klaster maupun dari luar klaster.

(34)

pendukung masih sedikit dan pola hubungan menjadi sederhana.

Gambar

Gambar 2-1 Gambar  Siklus Perkembangan Klaster
Tabel 2-1 Ringkasan  Evolusi Klaster menurut Peter Knorringa

Referensi

Dokumen terkait

Peserta pelelangan dapat menyampaikan sanggahan secara online melalui website pengadaan : lpse.tegalkota.go.id atas penetapan pemenang ini kepada Kelompok Kerja Unit

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap (2014) pada Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal akan

(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya (agar mereka mengetahui)

[r]

Melihat bahwa penerapan experiential marketing didasarkan pada lima tahapan pengalaman bagi konsumen (sense, feel, think, act, dan relate) maka tujuannya

[r]

Belajar Gerak : berhub dg keadaan yg berkaitan : berhub dg keadaan yg berkaitan dg pengemb dlm bljr/ perub internal dlm grk dr?. dg pengemb dlm bljr/ perub internal dlm

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas