• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Afiliasi Informal Organisasi Geraka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pola Afiliasi Informal Organisasi Geraka"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

POLA AFILIASI INFORMAL ORGANISASI GERAKAN MAHASISWA DENGAN PARTAI POLITIK

(STUDI KASUS SISTEM KADERISASI KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA DENGAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA)

Oleh:

Linggar Kharisma Suseno (14010110120028)

Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Kotak Pos 1269 Website : http://www.fisip.undip.ac.id / Email : fisip@undip.ac.id

Abstract

A long controversy about an ideal relationship which is required to be knitted between instrument of political infrastructure, interest group and political party in a statehood framework, has always been an actual topic. The purpose of this study to describe the general relationship between students as a interest group against the movement patterns of political parties - the regeneration system - as one element of a political infrastructure, in an effort to create a healthy political climate. F or some people who support the need of a harmonious wickerwork between the two of those institution, the existence of the affiliation is actively necessity. However, Not a few among the other observers, have different opinion to respond this social phenomena. Two of the leading persons who are standing against the indication of affiliate relation which is built between the two of those institution, Julien Benda and Arief

Budiman. Benda, this well-known French man assumes that ‘interest’ becomes

a differentiator key of fundamental framework between the two of those institutions. As well as Benda said, Arif who is well-known in student movement over the era of 1996 reveals things in common. F or Arif, the moral movement which is carried by interest group, such as student movement organization is required to be given a space when it is joggled with political movement, which

becomes the main characteristic of political parties. After the long controvercy

(2)

2

mainly seen in the regeneration that is used in it. In the regeneration thing, the two institutions tend to use the same pattern, and unique. Regeneration models run with a system called halaqah, where there are small groups led by a leader / Murabbi. This invention witness the ideas of those leading persons mentioned above, about the ideal relation which is supposed to be used by the interest

group and political party. Halaqah method is an effective method in the process

of transforming ideas keIsalaman, by breaking a large group into smaller groups. However, this method is also very prone to saturation level, then there is

need for some breakthrough-breakthrough and innovation in the

implementation process. This research was conducted using descriptive analytic

method, with purposive sampling techniques to determine key informants.

Keywords: KAMMI, PKS, Affiliation, Regeneration.

A.PENDAHULUAN

Semenjak eskalasi reformasi terjadi, kendi kebebasan yang telah lama

dirindukan rakyat akibat koersi yang telah melanda negeri hampir tiga dekade

lebih ini memang menjadi obat paling manjur dalam mengatasi pelbagai masalah

bangsa. Seperti kita mafhum, gejolak sosial 1998 yang tak hanya mengakibatkan

timbulnya krisis moneter, pun juga dengan pelbagai persoalan lain seperti

merebaknya kasus-kasus pelanggaran HAM. Menjadikan bangsa ini tak hanya

mengalami goncangan yang hebat, tetapi juga mengubah pelbagai konstelasi

sosio-politik bagi ranah ketatanegaraan.

Peralihan rezim otoritarian menuju iklim demokrasi yang dihamba sejak

puluhan tahun silam, berakibat pada Indonesia yang muncul menjadi buah bibir

dikancah internasional. Bukan sekedar isapan jempol belaka memang, jika kita

mesti melihat realita bahwa dibukanya keran kebebasan akibat arus demokrasi

(3)

3

Salah satu akibat nyata dari fenomena yang terjadi dapat kita tinjau dari

semakin diakui peran masyarakat madani (civil society) dalam prosesnya

mengakses negara. Jika pada masa orde baru sistem pembagian kekuasaan hanya

berkutat pada peran negara dan swasta, maka dengan lahirnya reformasi akses

rakyat terhadap pilihan-pilihan negara menjadi sebuah keniscayaan.

Pelbagai kebebasan yang didapat oleh rakyat, pun amat dimanfaatkan betul

bagi seluruh kalangan demi menyalurkan hasratnya dalam segala aspek sosial.

Salah satu bentuk hasrat sosial yang dikehendaki yakni dengan maraknya rakyat

yang berbondong-bondong mendirikan macam organisasi, baik beraliran politik

maupun non-politik. Dalam hal politik, dapat kita lihat betapa pesatnya

pertumbuhan jumlah partai politik pada medio 1998 hingga 1999. Terhitung

semenjak Mei 1998 - Februari 1999, tak kurang muncul 160 partai politik baru1.

Hal ini menandakan bahwa kebebasan yang baru dijalani rakyat kala itu, memang

amat ditunggu-tunggu sekalipun memakan waktu yang cukup lama.

Salah satu kalangan rakyat yang sangat memanfaatkan momentum demokrasi

ini, adalah kaum tarbiyah. Kaum tarbiyah merupakan sebuah gerakan yang

diusung oleh para penggerak dakwah Islam yang memiliki cita-cita tata kelola

sosial, dijalankan sesuai nafas Islam. Gerakan tarbiyah ini sebenarnya telah

terwujud dalam bentuk lembaga-lembaga rohani Islam (Rohis) yang ada di

jenjang sekolah menengah hingga kampus.

1 Ali Said Damanik.

(4)

4

Gerakan tarbiyah sebenarnya telah dimotori sejak tahun 1986, ditandai

dengan berdirinya sebuah Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus

(FS-LDK)2. Keberhasilan gerakan mahasiswa dalam menggulingkan rezim orde baru

juga tak bisa lepas dari sumbangsih gerakan tarbiyah dalam bentuk elemen

gerakan mahasiswa. Gerakan tarbiyah ini masuk kedalam lembaga-lembaga intra

kampus maupun ekstra serta berperan aktif dalam perancangan terjadinya

reformasi 1998.

Salah satu bentuk nyata eksistensi gerakan tarbiyah ini dapat kita jumpai

pada proses terbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

yang lahir pada 29 April 1998, melalui sidang khusus pada gelaran muktamar

FS-LDK ke-X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah

Malang. Acara yang dihadiri oleh 59 LDK dan berafiliasi dari 63 kampus

(PTN-PTS) diseluruh Indonesia dengan jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200

orang yang merupakan para aktivis dakwah kampus. Naskah pendirian KAMMI

kemudian dituangkan dalam sebuah deklarasi, yang bernama Deklarasi Malang.

Lahirnya KAMMI sebagai wujud adanya kelompok kepentingan (interest

group) dalam kerangka negara, merupakan sebuah komitmen dari gerakan

tarbiyah dalam mengawal agenda-agenda reformasi. Seolah tak puas dengan

membentuk lembaga interest group, serta diiringi dengan kesadaran kolektif akan

perlunya gerbong politik yang lebih besar demi mewujudkan cita-cita lain,

menjadikan sistem tatanan sosial yang bernuansa Islami. Ditambah dengan

momentum perubahan reformasi, maka gerakan yang lebih revolusioner kembali

2

(5)

5

ditempuh gerakan ini dengan membentuk sebuah partai politik (political party),

bernama Partai Keadilan (PK) yang dikemudian hari berganti nama menjadi Partai

Keadilan Sejahtera (PKS) karena tak lolos batas ambang pemilu (electoral

threshold) pada pemilu 1999.

PK didirikan pada tanggal 9 Agustus 1998, tepat di depan pelataran masjid

Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. PK lahir sebagai respon atas jajak pendapat

yang dilakukan para penggerak tarbiyah. Berbekal 6000 eksemplar questioner

yang disebar dikalangan aktivis dakwah, keputusan mendirikan partai politik

menjadi ijtihad/kesepakatanbersama yang dimufakati.

Pada mulanya, tak banyak yang menyangka bahwa munculnya KAMMI

dan PK akan memberikan dampak yang cukup besar dalam percaturan politik

nasional. Namun dengan perlahan tapi pasti, eksistensi kedua lembaga yang

dibidani oleh gerakan tarbiyah ini mulai mendapatkan tempat dihati rakyat. Tak

disangka, dalam perjalannya yang baru seumur jagung, baik KAMMI maupun PK

mengindikasikan hal positif bagi prospek keduanya dalam proses mencapai

cita-cita besar tarbiyah.

Betapa tidak, di usianya yang terbilang muda, KAMMI secara cepat dapat

beradaptasi dengan iklim kampus dan membangun jaringan yang luas. Tercatat

kader KAMMI sudah mampu menjadi pemimpin kampus (Ketua BEM) hampir di

300 kampus nasional. Tak sampai disitu, hingga saat ini KAMMI terdiri dari 17

(6)

6

di Indonesia. Serta 3 KAMMI Luar Negeri di 2 negara, dengan jumlah kader

menembus angka 40.0003.

Hal serupa juga dapat kita tilik pada perkembangan PK, di tahun-tahun

setelahnya berdiri. Pada pemilu pertamanya ditahun 1999, PK berhasil merebut

hati pemilih sebanyak 1.436.565 suara atau 1,36% dari total jumlah suara, jumlah

yang cukup signifikan bagi sebuah partai baru. Terobosan kembali digalakan

ketika PK berhasil menambah jumlah kadernya yang berjumlah 33 ribu kader –

pada tahun 1999, menjadi 500 ribu kader pada tahun 20044. Alhasil pada pemilu

tahun 2004 sebagai pemilu kedua yang diikuti, PKS – saat itu telah berubah nama

menjadi PKS, karena perolehan suara pada pemilu sebelumnya tidak memenuhi

batas ambang electoral threshold sebesar 2% yang diatur dalam UU No.3 tahun

1999, berhasil mendulang suara sebesar 8.325.020 suara atau 7,34% dalam

presentase, sungguh prestasi luar biasa yang ditempuh hanya dengan jeda waktu

lima tahun5.

Tren positif juga masih menaungi PKS hingga pemilihan umum tahun

2009, dimana suara PKS kembali mengalami kenaikan presentase – meskipun

jumlah suara menyusut, sebesar 8.206.955 suara (7,88%)6. Hingga tahun 2009,

PKS menjadi salah dua partai yang suaranya terus meningkat dalam setiap ajang

Pemilu yang diikutinya, bersama dengan Partai Demokrat.

3

Diolah dari hasil wawancara dengan Arif Susanto, Kepala Bidang Kebijakan Publik KAMMI 2013, pada 29 September 2013.

4

Lihat, Hidayat. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia. No. 3/Volume 13/September/2007.

5

Lihat, Lili Romli, Jurnal Penelitian Politik, Reformasi Kelambagaan Partai Politik Pasca-Orde Baru di Indonesia.No. 1/Volume 5. Jakarta: LIPI Press. 2008. hlm. 55

6

(7)

7

Salah satu faktor kesuskesan kedua sayap organisasi bentukan gerakan

tarbiyah ini diantaranya disebabkan karena sistem kaderisasi yang dijalankan.

Baik KAMMI maupun PKS sebagai garda gerakan tarbiyah, menjalankan sistem

kaderisasinya secara matang dan berjenjang. Sekalipun berbeda dalam kredo

gerakan – interest group dan partai politik – namun karena nuansa dan

pelaksanaan sistem tarbiyah yang kental, menjadikan kedua lembaga ini dapat

berjalan secara baik.

Secara aktif, jika menilik konsep kaderisasi yang dijalankan oleh KAMMI

dan juga PKS, secara kasat mata sesungguhnya cenderung mengindikasikan

adanya pola yang seragam. Jelas, karena kredo utama serta fitrah dari embrio

kedua organisasi ini memang dimotori oleh paham yang seragam pula, tarbiyah.

Konsepsi tarbiyah jika diartikulasikan kedalam bahasa sederhana merupakan

suatu cara yang menekankan pada penggerakan pola-pola syiar dakwah secara

kaffah (menyeluruh) kepada jamaah, dengan kata lain metode ini cenderung

menggunakan pendekatan-pendekatan persuasif melalui media agama sebagai

fondasi utamanya. Sistem kaderisasi tarbiyah itu sendiri mengedapankan logika

bahwa setiap kader harus melebarkan diri dengan merekrut minimal satu orang

dimana jika satu tahun bertambah satu (sebagai angka minimal), mirip konsep

(8)

8

dalam lima tahun terjadi lipatan yang sangat besar7. Metode tarbiyah ini

mengadaptasi transmisi ideologi dan metode gerakan Ikhwanul Muslimin8.

Pembinaan kader dilaksanakan dalam pembentukan kelompok-kelompok

kajian keIslaman, secara berkelanjutan. Sistem ini lebih dikenal dengan halaqah/liqo/usrah, atau ‘mentoring’. Sistem ini memungkinkan kesolidan kader

terjaga secara masif, dan telah dijalankan pada masa-masa kejayaan Islam di

zamannya. Dengan dugaan adanya hubungan afiliasi dalam hal pengkaderan ini,

maka dengan logika sederhana dapat dijabarkan bahwa akan terjadi segala bentuk

agregasi kepentingan diantara keduanya. Bahkan Burhanuddin Muhtadi begitu gamblang memosisikan KAMMI sebagai ‘sayap kemahasiswaan PKS’ yang

mengisyaratkan adanya dominasi partai politik atas gerakan mahasiswa9.

Timbulnya fenomena ini sejatinya merupakan sebuah diskursus yang telah

terjadi berkepanjangan. Dimana interest group dapat menjalin relasi yang

harmonis dengan partai politik. Perdebatan mengenai sah atau tidaknya hubungan

yang dijalin diantara KAMMI maupun PKS, sejatinya telah membuat beberapa

kubu pengamat gerakan sosial berbeda dalam pendapat. Kubu pertama menilai

bahwa gerakan mahasiswa haruslah menjalankan fungsinya sebagai penyalur

kepentingan rakyat dengan mempertahankan gerakan mahasiswa sebagai gerakan

moral. Gerakan moral ini diakui pula oleh Arief Budiman yang menilai

sebenarnya sikap moral mahasiswa lahir dari fitrah alamiah gerakannya. Arief

7

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010. hlm. 63

8 Ibid. hlm. 55 9

(9)

9

menjelaskan bahwa gerakan mahasiswa sudah selayaknya membawa nilai-nilai

moral dalam azas perjuangannya. Secara tegas Arief menentang adanya

kepentingan lain yang dibawa mahasiswa selain penyaluran gerakan moral,

utamanya kepentingan politik.

Disisi lain tak sedikit juga para aktivis yang beranggapan bahwa gerakan

mahasiswa bukan hanya terpusat pada gerakan moral saja, melainkan harus turut

terlibat aktif dalam gerakan politik yang ada demi terwujudnya perubahan dalam

tatanan sosial secara dinamis. Jika mahasiswa mengambil perannya pada kekuatan

politik, peran mahasiswa tak ubahnya sebagai seorang politisi secara utuh.

Memang ini bukan sesuatu yang salah, namun kecenderungan yang terlalu kuat

pada paradigma kekuasaan akan memudarkan konsentrasi untuk membangun

organisasi sesuai dengan tujuan semula10. Posisi inilah yang dirisaukan pelbagai

pihak, jika gerakan mahasiswa berubah menjadi gerakan politik, boleh jadi

mereka terjebak oleh vested interest rezim yang sedang berkuasa11.

Berbekal masalah yang terjadi, maka menjadi hal yang menarik bagi

peneliti untuk mengungkap pelbagai ihwal relasi yang dijalin diantara proses

kaderisasi yang dijalankan oleh kedua sayap gerakan tarbiyah ini.

10

Tomi Lebang. Berbekal Seribu Akal Pemerintahan Dengan Logika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007, hlm.268

11 Lihat, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sunyoto Usman.

(10)

10 B.PEMBAHASAN

B.1 Kaderisasi KAMMI

Proses pengkaderan yang dijalankan KAMMI, sejatinya tak mengenal

sistem halaqah. Secara formal – tertera dalam AD/ART KAMMI – pembinaan

kader, dilangsungkan dengan sebuah training keorganisasian bernama Daurah

Marhalah (DM). DM dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Pra DM, DM 1,

DM 2, hingga DM 3. Dalam AD/ART KAMMI, seorang anggota dapat

diklasifikasikan kedalam beberapa jenis anggota, yakni anggota biasa 1 (AB 1),

anggota biasa 2 (AB 2), dan anggota biasa 3 (AB 3)12. Jenjang anggota biasa 1

didapatkan setelah seseorang mengikuti pelatihan DM 1. Pun begitu dengan

anggota biasa 2, yang sudah wajib dinyatakan lulus dalam DM 2, serta anggota

biasa 3 apabila telah memenuhi prasyarat dalam DM 3.

Proses pengkaderan yang diimplementasikan KAMMI, sejatinya

termaktub dalam sebuah pedoman manual, bernama Manhaj Kaderisasi. . Dalam

Manhaj Kaderisasi inilah diatur pelbagai jenis, prasyarat, mekanisme kaderisasi

yang niscaya dijalankan oleh KAMMI. Selain itu, untuk membentuk kader-kader

yang memiliki kualitas keIslaman yang bonafide, dalam proses kaderisasi dikenal

dengan metode Indeks Jati Diri Kader (IJDK)13. IJDK berisi aspek-aspek

penilaian materi tertentu, seperti nilai-nilai aqidah, akhlak, wawasan sosial,

kepemimpinan, dll. yang juga merupakan sebuah komponen untuk menandakan

12

Lihat ART KAMMI Pasal 3 Jenjang Keanggotaan

13 Diolah dari hasil wawancara dengan Arif Susanto, Kepala Bidang Kebijakan Publik KAMMI 2013,

(11)

11

tolak ukur keberhasilan dari tujuan kader yang hendak dicetak sesuai dengan

jenjang keanggotaan.

Namun, dalam menjalankan roda keorganisasian, KAMMI tak hanya

melakukan jenjang kaderisasi yang diatur dalam AD/ART maupun Manhaj

Kaderisasi saja. Melainkan juga turut mengadaptasi pola-pola kaderisasi yang

diterapkan oleh gerakan-gerakan Ikhwan di Mesir – mengingat KAMMI juga

berasal dari rahim gerakan tarbiyah.

Adalah halaqah yang menjadi sarana primer proses pengkaderan yang

dibina, secara informal – tidak tertera dalam AD/ART KAMMI – mengadaptasi

pola rekrutmen anggota ala tarbiyah. Istilah halaqah (lingkaran) biasa digunakan

untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin megkaji ajaran

Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar 3-12 orang. Mereka

mengkaji Islam dengan Manhaj (kurikulum) tertentu. Lazimnya, halaqah

dipimpin dan dibimbing oleh seorang murabbi (pembina). Sedangkan peserta

halaqah biasa disebut mutarabbi (peserta)14.

Dalam istilah ke-KAMMI-an, halaqah lebih akrab disebut dengan liqo.

Seperti yang telah dijabarkan sebelunya bahwa dalam pelaksanaannya, liqo

merupakan sebuah kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-12 orang.

Hal ini juga menandakan bahwa tak selalu setiap kader KAMMI yang

menjalankan liqo secara bersama-sama. Jadwal masing-masing liqo menyesuaikan

jadwal anggota personal tiap grup liqo, bersama sang murabbi. Umumnya, liqo

14 Djony Edward.

(12)

12

dilaksanakan minimal satu kali dalam seminggu di tempat yang juga telah

menjadi kesepakatan bersama antara murabbi dengan mutarabbi. Jadi, amat

sangat mungkin terjadi jadwal liqo diantara tiap-tiap grup yang tak berjalan

seiringan dengan grup liqo yang lainnya.

Dalam perjalanannya, liqo, yang dijalankan oleh kader-kader KAMMI tak

lepas dari pelbagai campur tangan aktor yang terlibat didalamnya, termasuk para

tentor yang memberikan materi-materi. Tak terkecuali, daripada materi yang turut

diberikan oleh kader-kader PKS.

B.2 Kaderisasi PKS

Jika ditilik secara jenis, kaderisasi yang dipraktekkan dalam tubuh PKS

dilakukan dengan dua tipe kaderisasi15. Kaderisasi pertama, dapat disebut

rekrutmen fardhi. Rekrutmen secara fardhi dapat diartikan bahwa jenis

pendekatan yang dilakukan dalam proses rekrutmen ditempuh dengan cara-cara

persuasif antara kader kepada calon anggota, yang didasarkan kepada

rekomendasi yang diberikan oleh murabbi. Dapat dikatakan, rekrutmen secara

fardhi ini hanya secara personal berupa himbauan, ajakan kepada calon anggota.

Jenis yang kedua, yakni rekrutmen jama’i. Rekrutmen jama’i inilah yang

dilakukan secara masif dan massal, dan biasa ditempuh dengan jalur kepartaian,

dan jalur tarbiyah. . Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa proses kaderisasi yang

dilakukan oleh PKS ditempuh melalui dua cara. Pertama, secara jalur kepartaian – formal. Kedua, kaderisasi jalur tarbiyah– informal.

15

(13)

13

Jenjang keanggotaan yang ada dalam PKS – menurut AD/ART,

diklasifikasikan kedalam 7 tingkatan anggota. Anggota pemula; anggota muda;

anggota madya; anggota dewasa; anggota ahli; anggota purna; dan anggota

kehormatan16. Jenis-jenis pelatihan kepartaian, sebagai sarana pengkaderan partai

di PKS dibagi kedalam tujuh jenjang. Jenjang yang paling awal dilakukan melalui

Training Orientasi Partai (TOP) 1. Setelah itu, dilanjutkan dengan Training

Orientasi Partai (TOP) 2; Training Dasar (TD) 1; Training Dasar (TD) 2; Training

Lanjutan (TL) 1; Training Lanjutan (TL) 2; dan yang terakhir adalah Training

Manajemen dan Kepemimpinan Sosial (TMKS)17.

Dalam pengkaderan tahap awal yakni TOP 1, para calon anggota partai

diberikan pemahaman awal mengenai struktur kepartaian, serta sejarah serta

eksistensi sepanjang perjalanan PKS. Setelah mengikuti TOP 1 ini, anggota partai

secara resmi menyandang status sebagai anggota pemula terdaftar, yang juga

dapat segera memiliki kaitrtu anggota partai. Dalam tahap selanjutnya, seorang

yang telah lulus dalam TOP 1 ini akan dibina dalam forum yang lebih intim lagi,

yakni melalui Taklim Rutin Partai (TRP) yang formatnya merupakan pengajian

rutin, serta pendalaman materi-materi keIslaman yang kelak dipimpin oleh

seorang murabbi.

Seorang anggota pemula terdaftar yang telah dirasa cukup mumpuni, serta

layak bagi murabbi untuk mengikuti jenjang pengkaderan selanjutnya, akan

direkomendasikan untuk menapak kedalam Training Orientasi Partai (TOP) 2.

16

Ibid. hlm. 19

17 M. Imdadun Rahmat.

Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus Ke Gedung Parlemen.

(14)

14

Peserta yang telah melalui jenjang pengkaderan TOP 2 ini berhak menyandang

status sebagai anggota pemula terbina yang memiliki kewajiban untuk mengikuti

beberapa serangkaian kegiatan tambahan partai, yakni Taklim Rutin Kader

(TRK), Pelatihan-Pelatihan Kepartaian (PPK), serta Kegiatan Internal Partai

(KIA).

Untuk mendapatkan gelar anggota muda, seorang anggota pemula wajib

terlebih dahulu menjalani training kepartaian lanjutan berupa Training Dasar (TD)

1, dan TD 2. Prasyarat untuk dapat menjalankan TD 1, seorang anggota pemula

harus telah mendapatkan sebuah keterangan berupa Surat Kelulusan Anggota

Pemula/Kartu Tanda Anggota Pemula (SKAP/KTAP). Bagi anggota pemula yang

dinyatakan lulus dalam TD 1, maka statusnya berubah menjadi seorang anggota

muda. Kegiatan anggota muda lainnya, selain TRK, PPK, dan KIA, yakni

mengikuti Kajian Ilmu Sosial Politik 1 (KISP 1).

Setelah dinyatakan cukup kompeten oleh murabbi untuk menjalani jenjang

pengkaderan berikutnya, yakni TD 2. Maka seorang anggota muda akan kembali

direkomendasikan sang murabbi untuk menjalani TD 2. Lulusan dari TD 2 ini

akan menyandang predikat anggota madya. Jenjang pengkaderan selanjutnya

dalam kaderisasi PKS, yakni adanya Training Lanjutan (TL) 1. Seorang anggota

madya yang telah lulus dalam TL 1 ini berhak mendapatkan status baru, yakni

sebagai anggota dewasa.

Setelah dinyatakan lulus dan menyandang gelar anggota dewasa, maka

(15)

15

yang tengah, dan telah dinyatakan lulus dari TL 2 ini akan memperoleh gelar

sebagai anggota ahli. Selanjutnya alur pengkaderan tertinggi di PKS, adalah

Training Manajemen dan Kepemimpinan Sosial (TMKS). TMKS dapat diikuti

oleh seorang anggota ahli yang hendak menaikan jenjang keanggotaannya di PKS

menjadi seorang anggota purna. Sebetulnya, selain anggota purna yang

merupakan jenjang pengkaderan tertinggi di PKS, ada status anggota kehormatan

yang dapat diperoleh tanpa melalui proses kaderisasi. Anggota kehormatan ini

dapat disematkan oleh pengurus partai kepada seorang kader yang dirasa telah

memiliki sumbangsih besar, serta figur ketokohannya yang dianggap dapat

dijadikan panutan dalam tubuh internal partai.

Seragam dengan proses kaderisasi secara informal yang dijalankan oleh

KAMMI, halaqah dalam PKS juga dilakukan demi proses pembinaan kader

secara masif. Dalam halaqah PKS, keseluruhan materi telah terangkum dalam

pedoman manual Manhaj Tarbiyah PKS, yang bentuknya juga diserupai dalam

Manhaj Kaderisasi KAMMI. Dalam Manhaj Tarbiyah, dijelaskan pelbagai

sarana-sarana pengkaderan secara detil, dari model hingga masuk kedalam

implementasinya. Lazimnya, sarana pengkaderan dengan metode tarbiyah dala

IM ini dilakukan dalam bentuk-bentuk cermah (daurah), ceramah singkat

(tausyiah), seminar, penugasan, bedah buku, kemah, mabit, rekreasi (rihlah),

ibadah khusus (tarhib) ramadhan. Keseluruhan kegiatan itu dilaksanakan,

(16)

16 C.ANALISIS DATA

Setelah kita mengetahui pelbagai jenis kaderisasi yang dijalankan oleh

KAMMI, maupun PKS, baik secara secara formal maupun informal.

Sesungguhnya dapat mengerucutkan opini kita pada satu kesimpulan, bahwa

terjadi persinggungan yang aktif diantara pola kaderisasi kedua lembaga tersebut.

Pola afiliasi yang dijalin diantara KAMMI dan PKS memang terjadi secara

alamiah, dan sangat intim. Hal ini terjadi mengingat kedua lembaga ini memang

lahir dari sebuah rahim yang sama, rahim tarbiyah.

Adanya sistem kaderisasi yang seragam, yakni secara tarbiyah dengan

terdapatnya model pengkaderan metode halaqah membuat nafas KAMMI dan

PKS terlihat samar. Dengan kerangka logika yang sama, maka adalah wajar jika

seorang kader KAMMI yang memiliki catatan liqo yang cukup baik, akan dapat

diterima secara baik pula ketika hendak melamar menjadi seorang anggota kader

PKS yang juga mengenal halaqah sebagai formulasi dalam pencarian bibit-bibit

kader yang bermutu

Akibat dari pelbagai persinggungan intim ini, tak jarang pengejawantahan

KAMMI merupakan underbow PKS, ataupun KAMMI berafiliasi secara politik

dengan PKS memang kerap terjadi. Meskipun secara normatif, persinggungan

KAMMI dan PKS tak terdapat dalam AD/ART masing-masing. Namun secara

praktek informal – khususnya dalam hal kaderisasi, gradasi antara KAMMI dan

(17)

17

Dalam kajian analisis lebih lanjut, acap kali pelbagai teori pergerakan –

pergerakan mahasiswa utamanya, abai dengan relasi kekuasaan serta politik yang

menjadi misi utama dalam menjangkau negara. Teori-teori pergerakan lebih asyik

menelaah relasi yang terjalin diantara interest group dan partai politik ini dari

sudut pandang paradigma sosial, serta kegagapan ideologis. Pelbagai analisis

terfokus pada perilaku pergerakan mahasiswa, yang semakin lari dari tabiat

gerakan moral karena disebabkan perubahan kondisi sosial serta budaya yang

hinggap.

Selama ini, perspektif semakin majunya teknologi serta merebaknya budaya

populer dikalangan mahasiswa selalu dijadikan biang keladi dari mundurnya

sebuah gerakan mahasiswa. Belum lagi permasalahan bagaimana organisasi

gerakan mahasiswa yang saat ini gagal mengartikulasi makna ideologi dari kredo

yang diusung para pendahulu organisasinya, yang kian hari dirasa menjadi dua

dalang utama mundurnya kekuatan bernama gerakan mahasiswa. Hal ini semakin

menjadi-jadi ketika slogan manis mahasiswa sebagai agent of change, agent of

social control hanya menjadi kata-kata penyemangat – menghindari kata slogan

sesat – karena fakta empirik dilapangan justu merupakan antitesa serta inversi dari

keyakinan-keyakinan tersebut.

Namun dengan adanya temuan ini, para analis pergerakan semakin sadar

bahwa tak melulu kedua faktor tersebut yang menyebabkan eksistensi gerakan

mahasiswa dewasa ini dianggap kurang memiliki daya saing, maupun daya tawar

(bargaining position) yang cukup tinggi di kalangan masyarakat. Para penggiat

(18)

18

panggung politik praktis yang memang disediakan bagi para partai politik. Relasi

jaringan yang ditawarkan oleh infrastruktur politik ini, begitu menggiurkan bagi

para aktivis gerakan mahasiswa maupun para politisi itu sendiri.

Setidaknya ada dua keuntungan yang dapat dibaca dari relasi yang dibangun

dari dua jenis lembaga –interest group dan partai politik, ini. Pertama, jenis relasi

keatas yang diharapkan oleh para aktivis gerakan mahasiswa. Jenis relasi keatas

ini dapat dimaksudkan bahwa dengan bersenyawanya mereka kedalam kekuatan

poltik yang memang diporsikan oleh partai politik, maka para aktivis mahasiswa

memiliki keuntungan jaringan ke tingkat yang lebih elit.

Kedua, relasi kebawah yang turut diharapkan oleh para elit partai politik demi

memanfaatkan kekuatan mahasiswa sebagai ladang dukungan politik. Tak dapat

dipungkiri bahwa relasi yang dibangun ini diibaratkan sebagai hubungan antara

sang burung jalak yang hinggap di seekor kerbau, menandakan adanya hubungan

mutualisme. Relasi keatas, berupa jaringan yang diharapkan oleh aktivis

mahasiswa juga ternyata turut diharapkan oleh para politisi partai politik.

Bedanya, relasi ini lebih bersifat kebawah dibanding relasi yang coba

dikonstruksikan oleh para aktivis. Dengan jaringan kebawah yang juga diinisiasi

oleh para elit partai politik ini, pelbagai kepentingan politik yang diusung oleh

tiap-tiap partai dapat tersalurkan secara baik, dengan dukungan yang dimotori

(19)

19 D.PENUTUP

D.1 Simpulan

Dalam perihal kaderisasi, baik KAMMI maupun PKS memiliki pola

rekrutmen yang seragam. Hal ini dapat dilihat dari jenis kaderisasi yang

dijalankan kedua lembaga tersebut secara informal. Bentuk pengkaderan yang

diterapkan oleh KAMMI dan PKS sama-sama mengadaptasi pola rekrutmen

anggota yang khas ala gerakan tarbiyah, yakni melalui sistem halaqah/liqo/usrah.

Sistem yang juga disadur dalam organisasi besar Islam, Ikhwanul Muslimin di

Mesir ini memang menjadi ciri utama pola pengkaderan, yang mengutamakan

kelompok-kelompok kecil dalam mentrasnformasi gagasan-gagasan

keIslamannnya.

Adanya kesamaan pola kaderisasi yang dijalankan KAMMI dan PKS,

bukanlah tanpa sebab. Hal ini menjadi sebuah hal yang lazim jika meninjau

sejarah kelahiran masing-masing lembaga yang terlebih dahulu dibidani oleh

sebuah gerakan bernama tarbiyah. Baik KAMMI maupun PKS memang terlahir

dari rahim yang sama, rahim tarbiyah. Adalah sebuah kewajaran apabila hari ini

dapat ditilik secara gamblang, terdapat kesamaan metode yang diterapkan dalam

proses pembinaan kader.

Sejatinya, adanya temuan mengenai afiliasi yang terjadi diantara kedua

lembaga berbeda kepentingan ini, merupakan sebuah sinyalemen adanya negasi

dari pelbagai teori yang selama ini menaungi gerakan sosial, khususnya gerakan

(20)

20

group, terhadap partai politik. Teori Arief Budiman, seorang aktivis pergerakan

mahasiswa era 1966 yang mencoba memisahkan kepentingan gerakan moral –

yang diusung oleh mahasiswa – dengan kepentingan gerakan politik – yang

dibawa oleh partai politik, seolah terbantahkan.

Sebagai konsekuensi logis akibat pola afiliasi yang dijalin kedua lembaga

tersebut, pelbagai kebijakan yang diambil baik dari KAMMI maupun PKS, tak

sedikit kerap terlihat samar antara kebijakan yang murni untuk organisasi,

ataupun kebijakan yang sengaja dibuat demi kepentingan yang lain. Hal ini juga

acap menimbulkan persepsi di masyarakat, tentang konstruksi yang selalu

sebangun antara KAMMI dan PKS. Pun dengan persepsi bahwa KAMMI yang

merupakan sebuah underbow PKS. Meskipun secara garis keorganisasian tak ada

sangkut paut diantara keduanya.

D.2 Saran

Berdasarkan paparan kesimpulan yang tertera sebelumnya, maka penulis

dapat memberikan beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan

pertimbangan KAMMI maupun PKS dalam proses menjalin sebuah hubungan

yang ideal, antara interest group dan partai politik. Adapun saran-saran tersebut,

yakni:

1. Baik KAMMI maupun PKS sudah selaiknya dapat memainkan peran

yang ideal diantara interest group dan parta politik dalam ranah

(21)

21

keduanya. Hal ini juga penting demi terjaganya citra dan kejernihan

pemahaman kedua jenis lembaga tersebut dimata masyarakat.

2. Dalam hal kaderisasi, perlu adanya sekat diantara pola kaderisasi

dalam organisasi yang bersifat formal maupun informal. Hal ini

dimungkinkan demi menghasilkan kualitas kader yang tak hanya baik

dan loyal, melainkan juga dapat memahami perihal keorganisasian

secara detail, termasuk pelbagai elemen yang melekat dalam

organisasi.

3. Proses pembinaan kader melalui metode halaqah merupakan sarana

yang cukup efektif demi proses transfer gagasan serta menjaga

militansi kader. Namun tak bisa disangkal bahwa metode ini rawan

akan tingkat kejenuhan, untuk menanggulangi itu perlu adanya inovasi

(22)

22 DAFTAR RUJUKAN

Ali Said Damanik. Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Jakarta: Teraju. 2002.

AD/ART KAMMI

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010

Burhanuddin Muhtadi. Dilema PKS: Suara dan Syariah. Jakarta: KPG, 2012

Djony Edward. Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera. Jakarta: Harakatuna Publishing. 2004.

Hidayat. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia. No. 3/Volume 13/September/2007. diunduh pada 9 November 2012, pkl. 20.15 WIB.

M. Imdadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus Ke Gedung Parlemen. Yogyakarta. LkiS Yogyakarta: 2008.

Sunyoto Usman. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Arah Gerakan Mahasiswa: Gerakan Politik ataukah Gerakan Moral? No. 2/Volume 3/1999. diunduh pada 15 November 2012, pkl. 21.03 WIB.

Tomi Lebang. Berbekal Seribu Akal Pemerintahan Dengan Logika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007

Referensi

Dokumen terkait

Serangan ini dapat diatasi dengan memberlakukan memory limit, compile time limit dan output limit sehingga apabila sebuah source code memakan memori, waktu kompilasi, atau

Analisis konsentrasi asam laktat berdasarkan waktu latihan interval, perlu diungkap, karena bertujuan untuk mengetahui respon asam laktat terhadap pemberian latihan interval

Individu dengan disposisi bersyukur yang kuat kemungkinan akan merasa bersyukur pada keluarga, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan dengan variasi yang berbeda

– Berapa besar koefisien fungsi tujuan dapat diubah tanpa menyebabkan perubahan pada solusi

Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan

Sisanya (88%) adalah pikiran bawah sadar (unconscious) yang masih dapat dimaksimalkan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, menampilkan kemampuan terbaik setiap saat

Penilaian kewajaran harga saham dengan Metode Price Earning Ratio (PER) dilakukan dengan membandingkan nilai PER hitung dengan harga pasar saham yang dipubliksasikan

Kebijakan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos