PEMANFAATAN
BIOTEKNOLOGI
Disusun oleh :
Sissy Syahrila Ifada
Tesya Febriani
Khoirotunnida
Kelas IX.2
SMP Negeri 1 Metro
Tahun Pelajaran 2013/2014
Daftar Isi
Daftar Isi 1
Pendahuluan
Latar Belakang
2
Tujuan Praktikum 3
Metode Praktikum
Alat dan Bahan
4
Langkah Kerja
4
Gambar Selama Proses 5
Hasil Pengamatan
9
Pembahasan
10
Kesimpulan
11
Pendahuluan
Latar Belakang
A. Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya, seperti biokimia, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Perubahan sifat Biologis melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan lahirnya organisme baru yang disebut sebagai produk bioteknologi dengan sifat - sifat yang menguntungkan bagi manusia.
B. Pengertian Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba seperti bakteri, khamir, dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi dengan memberikan hasil berbeda dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya bakteri akan menghasilkan asam laktat dan kapang/jamur menghasilkan tempe.
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi.
C. Fermentasi pada Tempe
membentuk padatan berwarna putih. Jamur tersebut secara umum yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat digunakan oleh tubuh.
Pada dasarnya, proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis jamur Rhizopus sp. pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Jamur Rhizopus sp. akan mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare. Hasil fermentasi ini menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak karena terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.
D.Jamur pada Tempe
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu, jamur Rhizopus oryzaejuga mampu menghasilkan protese. Menurut Sorenson dan Hesseltine, Rhizopus sp. tumbuh baik pada kisaran pH 3,4–6. Semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga aktivitas jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum, jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan juga dibutuhkan oleh jamur.
Tujuan Praktikum
1.Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe.
Metode Praktikum
Alat dan Bahan
Biji kedelai (250 gram) Ragi tempe (½ sendok teh) Air
Menyiapkan biji kedelai yang akan diolah menjadi tempe, kemudian cuci biji kedelai tersebut. Biji kedelai yang telah bersih tersebut direndam selama 15-20 jam (proses hidrasi agar kedelai dapat menyerap air sebanyak mungkin). Setelah itu dilanjutkan dengan merebus sampai kacang kedelai empuk.
Kedua
Merendam kacang kedelai yang telah direbus selama 1 malam. Kemudian bilas dan giling dengan tangan agar kulit-kulit ari dari kedelai tersebut mengelupas. Kegiatan dilakukan sampai sekiranya kulit-kulit ari dari kedelai tersebut telah lepas.
Ketiga
Mengambil kulit kedelai yang banyak mengambang dengan menggunakan ayakan. Lakukan berkali-kali sampai sekiranya bersih. Semakin bersih kedelainya semakin baik kualitas tempe yang akan dihasilkan.
Keenam
Kedelai telah siap, selanjutnya memasukkan kedelai ke dalam plastik untuk membentuknya. Pertama melubangi terlebih dahulu plastik tersebut untuk pernafasan kapangnya. Lalu mengusahakan agar tidak terlalu padat karena ketika menjadi tempe tentu volumenya pun bertambah, setelah itu direkatkan dengan menggunakan api lilin.
Penyimpanan
Keberhasilan pembuatan tempe sangat tergantung pada kondisi dan keadaan ragi, maka perlu disimpan di tempat yang tertutup dan hangat. Proses penyimpanan ini berlangsung kurang lebih 2 hari. Setelah itu dibiarkan di tempat terbuka dan disimpan di lemari pendingin agar tahan lama.
Gambar Selama Proses Praktikum
Kedelai yang akan direndam
Kedelai sebelum dicuci
Page | 7 Kedelai yang sedang direbus
Kedelai yang akan direbus
Kedelai rebus yang akan direndam lagi Kedelai setelah direbus
Page | 8 Kedelai yang sudah dicuci dengan air Kedelai yang akan dicampur ragi
Kedelai yang dimasukkan ke dalam plastkKedelai yang sudah dicampur ragi
Kedelai (tempe) yang siap disimpan Perekatan dengan menggunakan lilin
Hasil Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada dua hari berturut-turut setelah pengolahan kedelai hingga menjadi tempe adalah sebagai berikut:
Pengamatan I (Senin, 3 Maret 2014/Pukul 16.30 WIB)
Kedelai yang terbungkus masih dalam keadaan panas dan mengembun.
Pengamatan II (Selasa, 4 Maret 2014/Pukul 6.20 WIB) Jamur belum merata sepenuhnya.
Pengamatan III (Selasa, 4 Maret 2014/Pukul 17.00 WIB)
Jamur sudah merata, tekstur baik, dan berbau normal (bau khas tempe).
Pada pengamatan I, keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas yang ditimbulkan oleh proses fermentasi dan miselia putih dari jamur belum merata (masih terlihat padatan/biji kedelai).
Pembahasan
Tempe adalah makanan yang populer di Indonesia. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mengandung protein nabati yang cukup tinggi.
Teknik pembuatan tempe telah dikerjakan masyarakat Indonesia selama beberapa abad yang lalu dengan prosedur pembuatannya masih sangat sederhana. Berbagai bahan dasar dapat digunakan dalam pembuatan tempe, tetapi yang paling populer dan paling banyak dipergunakan adalah tempe berbahan dasar kedelai. Untuk memperoleh tempe yang berkualitas baik, maka kedelai yang digunakan juga harus yang berkualitas baik. Selain itu, prosedur pengolahan harus dilakukan dengan cermat.
Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses menumbuhkan spora jamur tempe, yaitu Rhizopus sp. pada kacang kedelai. Dalam pertumbuhannya, Rhizopus sp. membentuk benang-benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang-benang hifa ini mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Massa kedelai inilah yang selanjutnya disebut sebagai tempe.
Selama masa pertumbuhan, jamur Rhizopus sp. menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein yang terdapat dalam biji kedelai, sehingga protein-protein dalam biji kedelai ini mudah dicerna oleh tubuh. Selain jamur Rhizopus sp., diperkirakan banyak mikroorganisme lain yang turut campur tetapi tidak menunjukkan aktifitas yang nyata.
Namun demikian, aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur ini akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna kehitaman. Hal ini dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami pembusukan. Bau amoniak ini masih terasa sekalipun tempe telah dimasak.
Oleh karena itu, agar diperoleh tempe yang berkualitas baik dan tahan lama, maka selama proses pembuatan tempe perlu diperhatikan mengenai sanitasi dan kemurnian bibit (inokulum) yang akan digunakan.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan pemanfaatan bioteknologi pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
1. Bioteknologi sangat bermanfaat untuk memproduksi produk yang lebih baik.
2. Tempe adalah salah satu produk yang dihasilkan dari bioteknologi, dan sangat bermanfaat bagi manusia dari segi gizi dan harganya yang relatif murah.
3. Dalam proses pembuatan tempe, ada proses-proses tertentu yang menentukan baiknya produk tempe yang dihasilkan, seperti suhu ruangan tempat menyimpan tempe.
4. Hasil bioteknologi kedelai menjadi tempe berhasil menunjukkan tempe bertekstur lembut, empuk dan enak.
5. Protein dari tempe dapat digunakan sebagai pengganti daging, terutama untuk vegetarian yang tubuhnya tetap membutuhkan protein.