Apa yang harus Anda ketahui tentang
Masyarakat Ekonomi Asean
27 Agustus 2014
Kirim
Pekerja di Indonesia akan menghadapi persaingan dari pekerja-pekerja lain di Asia Tenggara.
Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang.
Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus.
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Bagaimana itu mempengaruhi Anda?
Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang.
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.
"Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan," katanya.
"Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya."
Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing
dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing.
Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi
buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas.
Dita Indah Sari
"Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang sekolah di luar negeri," katanya.
Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya
kompetisi yang semakin ketat.
"Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri."
Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus
tenaga kerja asing?
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin "kecolongan" dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja.
"Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas," katanya.
"Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.
Permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi, kata ILO.
Apa keuntungan MEA bagi negara-negara
Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.
Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.
Donat RI Makin Banyak Diminati Warga
Filipina
0
15 Sep 2014 10:29
(Foto: jmproid)
Liputan6.com, Jakarta -
Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Indonesia terus
menggenjot pertumbuhan ekspor produk dalam negeri ke negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Salah satu negara yang punya potensi besar menjadi tujuan ekspor Indonesia
yaitu
Filipina
.
"Produk Indonesia yang banyak dijual di sana, antara lain kecap ABC, minyak goreng Bimoli,
dan Kopiko," ujar Bayu dalam keterangan tertulis saat mengadakan kunjungan ke Manila,
Filipina, seperti ditulis Senin (15/9/2014).
Dalam kesempatan ini, Bayu juga mengadakan kunjungan ke Ethnic Shop, toko yang menjual
berbagai furnitur asal Indonesia. Saat berdialog dengan pengusaha tersebut disampaikan bahwa
sejauh ini tidak terdapat kendala dalam proses pembelian dan pengiriman barang ke Filipina.
"Permintaan produk furnitur Indonesia juga cukup tinggi dan berprospek cerah," lanjutnya.
Menurut Bayu, penguatan kerja sama merupakan hal penting dalam persiapan
menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN
. Perdagangan intra-ASEAN diharapkan dapat
meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, perlu cara pandang baru untuk melihat berbagai
kesempatan dalam meningkatkan perdagangan antar negara ASEAN.
Selain itu, guna menegaskan komitmen kedua negara, Bayu juga melakukan pertemuan bilateral
dengan Undersecretary for Industry Development and Trade Policy, Departement of Trade and
Industry Phillipines, Adrian S. Cristobal, Jr. Guna membahas perkembangan konektivitas laut di
Indonesia.
Hal ini terkait dengan dibukanya Pelabuhan Bitung untuk impor produk tertentu, terbatas pada
produk makanan dan minuman, pakaian jadi, serta peralatan elektronik melalui Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2014 3 Juli 2014.
Bayu meyakini dengan adanya kunjungan tersebut mampu meningkatkan pendapatan kedua
negara. Saat ini total perdagangan kedua negara yang saat ini mendekati US$ 5 miliar, yang
idealnya dapat mencapai USD 12 miliar, atau 1 persen dari total GDP kedua negara.
"Oleh karena itu, diharapkan rangkaian kunjungan kerja ini dapat membantu pencapaian target
tersebut," kata Bayu.
Sekadar informasi, neraca perdagangan Indonesia-Filipina dalam lima tahun terakhir mengalami
tren peningkatan signifikan, dari US$ 1,86 miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 3,04 miliar pada
2013, atau meningkat sebesar 12,1 persen.
persen dari periode sebelumnya senilai US$ 1,46 miliar pada semester I 2013. Tren ekspor
Indonesia ke Filipina mengalami peningkatan dari US$ 2,41 miliar pada 2009 menjadi US$ 3,82
miliar pada 2013.
Peningkatan ini mencapai 11,36 persen dalam lima tahun terakhir. Ekspor semester I 2014 juga
menunjukkan hal positif, naik sebesar 0,44 persen dari semester 1 tahun 2013 atau meningkat
dari US$ 1,86 miliar menjadi US$ 1,87 miliar.
Total perdagangan ke
Filipina
pada periode 2009-2013 mengalami tren peningkatan sebesar 10,9
persen, dari US$ 2,94 miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 4,59 miliar pada 2013. (Dny/Ahm)
IBEX 2013, Siap Hadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Posted on May 22, 2013 by Eva Martha Rahayu
Share :
Tweet
Untuk yang ke-3 kalinya Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) kembali menggelar perhelatan “Indonesia Banking Expo 2013” (IBEX 2013) pada tanggal 23 – 25 Mei 2012 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Temanya ”Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing Menghadapi Era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)“.
“Pemilihan tema didasari oleh pemikiran bahwa dalam dua tahun ke depan masyarakat ASEAN akan berhimpun dalam satu pasar tunggal yang terintegrasi, yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN,” kata Sigit Pramono, Ketua Perbanas yang juga Ketua Panitia Penyelenggara IBEX 2013.
Pertanyaan yang sering mengemuka terkait dengan pemberlakuan MEA 2015 ini adalah siapkah pelaku usaha nasional menghadapinya? Ini lantaran MEA memberikan peluang yang harus diraih sekaligus tantangan yang harus dihadapi. Spiritnya tentu saja siap atau tidak siap pengusaha nasional, termasuk pelaku usaha perbankan, harus bersiap
(sektor riil) dan mulai awal 2020 bagi pelaku usaha sektor keuangan, termasuk perbankan.
Menurut Sigit, jika menilik perkembangan indikator makroekonomi dalam dua-tiga tahun terakhir yang memberikan sinyal cukup baik, maka harusnya pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha nasional, telah siap menyambut MEA 2015 nanti. Pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir berada di atas 6%, sementara laju inflasi berada di bawah 5% yang menandai pengelolaan makroekonomi, moneter dan fiskal yang prudent.
Semakin rendahnya inflasi tentu memberikan ruang bagi penurunan suku bunga acuan atau BI Rate. Pada Oktober 2008, BI Rate masih berada pada level 9,5% dan pada saat ini telah mencapai 5,75% atau bertahan selama 14 bulan terakhir. Kecenderungan
menurunnya inflasi dan suku bunga acuan di Indonesia tersebut diharapkan akan berlanjut sehingga pada gilirannya akan sejajar dengan beberapa negara utama ASEAN. Apabila kondisi ini dapat dicapai, maka akan memberikan daya dukung bagi peningkatan daya saing perekonomian secara makro dan juga daya saing perbankan nasional.
Peningkatan daya saing yang dicapai dalam perekonomian makro, juga diharapkan terjadi sektor mikro, khususnya melalui peningkatan daya saing lembaga keuangan dan dunia usaha di nasional. Perbaikan daya saing di sektor mikro ini sangat relevan dengan adanya rencana integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan integrasi sektor keuangan pada tahun 2020.
Rencana integrasi sektor keuangan ASEAN ini membawa arti penting bagi perbankan nasional mengingat integrasi keuangan akan dimulai dengan integrasi sektor perbankan. Sebagaimana diketahui, rencana integrasi sektor perbankan tersebut disikapi oleh negara-negara ASEAN dengan membentuk ASEAN Banking Integration Framework (ABIF).
Framework ini akan membuka peluang dan kesempatan bagi perbankan negara-negara ASEAN untuk memperluas wilayah operasionalnya dan memperluas pasarnya.
Namun, framework tersebut juga mensyaratkan setidaknya empat hal penting, yaitu (i) terciptanya harmonisasi regulasi prudensial, (ii) kesiapan infrastruktur stabilitas sistem keuangan, (iii) capacity building bagi negara ASEAN yang relatif tertinggal, dan (iv) kesepakatan terhadap kriteria Qualified ASEAN Banks (QAB).
“Dari perspektif pelaku usaha, mereka dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian standar yang berlaku di dunia perdagangan dan investasi. Ini karena MEA memberikan dampak langsung ke dalam arus barang, jasa, orang dan modal. Untuk itulah dalam IBEX 2013 ini telah dipersiapkan beberapa aktivitas seperti seminar, diskusi panel ahli, pameran atau expo dan kontes kesenian,” jelas Sigit.
Dalam kegiatan seminar, diangkat empat tema, yakni “Kesiapan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan Asia Tenggara dalam Menghadapi Era MEA”; “Peran MEA dalam Mendukung Perdagangan & Investasi di Kawasan Asia Tenggara; “Kesiapan Sektor Keuangan dan Perbankan Nasional dalam Menghadapi Era MEA”; dan “Inovasi Teknologi untuk Mendukung Kesiapan Perbankan Terhadap Gelombang Perdagangan Bebas dalam MEA”.
Sementara dalam diskusi panel ahli, subtema yang dibahas adalah “Regulatory
Competitiveness dalam Menghadapi Era MEA”, “Talent Management Implications to be Ready for 2015”; “Peran Perbankan dalam Mendorong UMKM dan Creativepreneurship dalam Menghadapi MEA”; “Inovasi Teknologi Untuk Mendukung Kesiapan Perbankan dalam Menghadapi Gempuran Perdagangan Bebas”; “Enabling Indonesia Uniqueness to Bring Competitive Advantage of Islamic Banking”; dan “Kesiapan Perbankan Daerah Menghadapi MEA 2015”.
Terkait dengan itu, dihadirkan pembicara dan narasumber baik sebagai pembicara kunci, pembicara, pembahas maupun moderator dari berbagai kalangan dan latar belakang. Mereka semua terdiri dari unsur pemerintahan, otoritas/regulator, pelaku industri keuangan/perbankan dan sektor riil, asosiasi industri, akademisi dan pelaku lembaga pendidikan, dan para wirausaha baik dari dalam maupun luar negeri.
Melalui IBEX 2013 ini diharapkan mampu menjadi sebuah sarana untuk membuka
wawasan bagi pelaku usaha nasional, khususnya pelaku usaha sektor perbankan– maupun otoritas atau regulator untuk dapat mengetahui dan mengukur kesiapan masing-masing. Pada akhirnya dengan persiapan dan kesiapan yang baik, Indonesia akan dapat memetik manfaat yang optimal dari MEA 2015 nanti. sehingga Indonesia akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, mengingat pasar Indonesia yang luas yang akan menjadi incaran para produsen negara-negara lain di ASEAN.
Dalam industri perbankan, sebagai contoh, sejauh ini kontribusi perbankan dapat diukur dari rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB). Faktanya, rasio kredit terhadap PDB di Indonesia masih relative rendah, yakni hanya berkisar 30 persen saja, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Thailand yang 90 persen dan Malaysia yang 116 persen.
Dengan populasi terbesar di ASEAN, dengan jumlah usia produktif terbanyak, dan dengan masyarakat menengahnya yang terus tumbuh, maka Indonesia adalah pasar yang amat menggiurkan. Dengan posisi Indonesia sebagai pasar terbesar di kawasan, maka
pengusaha nasional harus bisa menjadikan hal ini agar menjadi aset, bukannya sebagai beban.
Dalam pelaksanaan IBEX 2013 ini melibatkan lebih dari 100 peserta seminar, diskusi panel ahli dan expo yang terdiri dari unsur pemerintahan, regulator/otoritas keuangan,
komunitas perbankan, pelaku dunia usaha, akademisi, rekanan industri perbankan, konsultan, dan para pelaku UKM kreatif.
“Kami berharap, selain bertujuan untuk membuka wawasan guna memperkuat keunggulan pelaku perbankan nasional di Indonesia, diharapkan pula dapat membuka komunikasi antara palaku perbankan, regulator dan pihak-pihak terkait, sehingga dapat menghasilkan langkah-langkah konkrit bersama, demi kemajuan perekonomian Indonesia serta
kesejahteraan masyarakat”, ungkap Sigit. Selain hal tersebut, dia mengharapkan melalui IBEX 2013 dapat melihat bagaimana posisi MEA dan Indonesia khususnya di tengah persaingan kekuatan ekonomi global. (EVA)
Pengertian Dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan Negara-negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).
Pengertian Dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020). Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya. Bentuk Kerjasamanya adalah :
1. Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2. Pengakuan kualifikasi profesional;
3. Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
4. Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
5. Meningkatkan infrastruktur
6. Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
7. Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
8. Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan, karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
1. Pasar dan basis produksi tunggal,
2. Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3. Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
4. Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.
←
Menakar Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean
2015
Posted on Mei 16, 2013by saepudin
Sejauh manakah kesiapan kita menghadapi MEA alias Masyarakat Ekonomi
Asean..? Berikut ini
saya
sharingkan salahsatu artikel seputar MEA. Dua
tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan diri menuju
terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community/AEC) 2015. Jika tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia
dikhawatirkan hanya akan menjadi sapi perah bagi negara-negara ASEAN
lainnya yang lebih siap menjual produknya, baik barang dan jasa, maupun
tenaga kerjanya.
Sejumlah kementerian menyatakan optimistis mampu menyongsong AEC
dengan tegap. Salah satunya ditunjukkan dengan Peraturan Presiden
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Di situ
disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara industri yang tangguh pada
2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi negara industri maju
baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut liberalisasi pasar
bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan, pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu
mencapai 30% terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri
harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK),
industri menengah (IM), dan industri besar (IB) masing-masing minimal
sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. Upaya terukur yang harus dilakukan
antara lain adalah meningkatkan nilai tambah industri, menguatkan pasar
dalam dan luar negeri, meningkatkan kemampuan inovasi dan teknologi
industri yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Kedua, industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan bermotor,
perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri
elektronika dan telematika yang meliputi industrii elektronika, ,
telekomunikasi, dan komputer. Keempat, industri manufaktur yang terdiri
atas industri material dasar, industri besi baja, semen, petrokimia, dan
keramik. Lalu, industri permesinan untuk industri peralatan listrik dan
mesin listrik, industri manufaktur padat karya , maupun industry kecil dan
menengah tertentu yang meliputi batu mulia dan perhiasan, garam rakyat,
gerabak dan keramik, minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri tersebut
menyebar di 18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara itu, Kementeian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan
sentra-sentra produksi dengan konsep one village one
product (OVOP). Program OVOP menciptakan produk khas daerah tertentu
di regional, yang sesuai keinginan konsumen. “Jadi, produk yang punya nilai
tambah yang menjadi nilai kompetitif produk itu bersaing secara nasional
maupun internasional,” kata Menkop dan UKM Syarif Hasan, saat
meresmikan produk OVOP sarung goyor, tenun lurik, dan batik di
Kabupaten Sragen, Jateng, akhir bulan lalu.
Menkop yakin, program OVOP tidak hanya mengurangi angka
pengangguran, tapi juga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada 2014. Target itu dapat dicapai
jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk pemberian kredit usaha
rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat program Corporate and
Social Responsibility (CSR), maupun penyaluran dana bergulir. Pemerintah
juga harus merevitalisasi pasar tradisional.
”Jika aktivitas pelaku KUKM meningkat, peluang kerja pun semakin
bertambah,” kata Menkop. Menurut dia, program itu sejalan dengan
kebijakan pro job, pro poor, dan pro growth. Kementerian itu juga sudah
mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di kalangan mahasiswa di
85 perguruan tinggi di 15 kota.
Desa Produktif
dikembangkan di desa produktif meliputi pelatihan teknis dan manajerial
tenaga kerja, padat karya produktif, pemagangan, teknologi tepat guna, dan
pelatihan usaha mandiri (wirausaha).
“Pola pengembangan yang dibidik adalah pembentukan desa perkebunan,
desa persawahan, desa industri kecil dan kerajinan, serta desa perdagangan
dan jasa,” kata Muhaimin saat mencanangkan program itu di Desa Tutul,
Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jatim, awal tahun ini.
Menurut Muhaimin, pencanangan desa produktif itu juga dimaksudkan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan penyerapan tenaga kerja di
kawasan pedesaan. Program itu juga dapat mencegah terjadinya urbanisasi
dari desa ke kota.
Dipilihnya Desa Tutul sebagai salah satu percontohan, karena kini tak ada
pengangguran di sana. Sebanyak 9.900an jiwa warga desa itu terlibat
kerajinan tangan seperti kalung, gelang, tasbih, alat musik, makanan dan
minuman, hingga peternakan. Perajin di sana semula berpenghasilan
rata-rata Rp 5,4 juta per bulan/orang pada 2011. Setelah pencanangan,
penghasilan rata-rata sudah meningkat menjadi Rp 5,6 juta/orang/bulan
pada 2012.
Dibutuhkan berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus contoh keberhasilan
program mengentaskan kemiskinan dan mendongkrak produksi barang dan
jasa yang berkualitas dan kompetitif. Ya, agar masyarakat Indonesia tak lagi
bergantung pada produk impor dan mengagung-agungkan impor
branded.Local branded pun bisa dibanggakan di negeri orang. (saksono)
(neraca.co.id)
SUMBER DAYA MANUSIA
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian
muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih