• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI POLITIK ANTARA PARTAI POLITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMUNIKASI POLITIK ANTARA PARTAI POLITIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI POLITIK ANTARA PARTAI POLITIK DENGAN KONSTIUEN DAN SIMPATISAN Sebuah perspektif Fenomenologi dan Sosiologi Politik1

Oleh : Muhammad Asratillah Senge2

Pendahuluan ; Sekilas mengenai Komunikasi Politik yang memerdekakan.

Komunikasi politik adalah hal yang sangat vital bagi sebuah partai politik. Apa yang dimaksud dengan komunikasi politik ?. barangkali pertanyaan yang perlu kita jawab terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan komunikasi adalah suatu aktivitas atau proses transfer atau transformasi pesan (message) dari komunikator (yang menyampaikan pesan) kepada komunikan (sasaran pesan) dengan menggunakan pesan tertentu melalui media tertentu dan mengharapkan adanya respon atau efek terhadap komunikan (sasaran pesan).

Lalu apa yang membedakan antara komunikasi politik dengan komunikasi pada umumnya ?.Pada dasarnya komunikasi politik ditandai dengan muatan dan kepentingan politik yang melatarbelakangi tindak komunikasi . Kalau aktivitas komunikasi bisa dipecah menjadi 4 elemen dasar yaitu : 1. Komunikator 2. Komunikan 3. Media dan 4. Efek, makadalam komunikasi politik komunikator yang menyampaikan pesan adalah subjek atau pihak yang terlibat dalam institusi politik formal atau bisa juga pihak yang memiliki kepentingan politik baik jangka pendek atau jangka panjang atau komunikator adalah berupa lembaga politik. Bisa juga

1Ditulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mengikuti TOT Partai Perindo yang dilaksanakan oleh DPP Partai Perindo pada tanggal 14-16 Mei 2015 di Jakarta.

(2)

dalam komunikasi politik komunikan yang menerima pesan merupakan sekelompok orang yang berasosiasi kuat dengan lembaga politik tertentu, baik secara ideologis maupun infrastruktur kelembagaan. Dan yang terpenting dalam komunikasi politik adalah efek yang dihasilkan oleh tindakan komunikasi tersebut adalah efek yang politis.

Apa yang dimaksud dengan efek politis ? Menurut Elly M. Setiadi dan

Usman Kolip, politik dapat di pahami sebagai proses pembentukan dan pembagian

kekuasaan. Sehingga kalau kita mengikuti definisi tersebut maka yang dimaksud dengan efek politik adalah efek yang bisa mempengaruhi, merubah ataupun mentransformasi proses pembentukan dan pembagian kekuasaan.3 Tapi perspektif kita mengenai efek politik harus diperluas dengan menggunakan perspektif fenomenologi politik.

Menurut Ito Prajna-Nugroho, politik dalam perspektif fenomenologi4 , bukanlah pertama-tama berkaitan dengan tindakan yang mekanis, rutin ataupun proseduraltetapi politik adalah Erlebnis yaitu pengalaman yang dihayati secara eksistensial. Politik berkenaan dengan pengalaman akan dunia, perjumpaan dengan diri sendiri dan orang lain, sekaligus konfrontasi di antara manusia yang sama-sama bebas sejajar. Politik adalah sebuah bentuk penyingkapan cara berada manusia yang senantiasa bergerak di antara keniscayaan dan kebebasan, bertahan di antara

kesia-3Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2013) dalam buku Sosiologi Politik juga menjelaskan bahwa politik juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda misalnya ; (1) Politik dilihat sebagai usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik arsitoteles); (2) politik dipahami sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahandan Negara; (3) politik merupakan kegaiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat; dan (4) politik adalah segala seuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

(3)

siaan dan kebermakanaan, bergulat diantara tatanan (order) dan ketak bertatanan (chaos). Sehingga politik adalah ikhtiar eksistensial manusia dalam terlibat sekaligus memaknai dirinya dan dunianya tanpa henti, sambil menyadari tidak adanya rumusan final mengenai keterlibatan dan kebermaknaan.

Bagi penulis mengetengahkan politik dalam perspektif fenomenologis sangatlah penting, karena kita membutuhkan perspektif baru dan segar mengenai politik dan komunikasi politk. Walaupun bersifat preskriptif5, tetapi fenomenologi dapat memberikan kita perspektif komunikasi politik yang bukan dalam relasi yang mendominasi, di mana konstituen dan simpatisan hanya dijadikan sebagai objek komunikasi politik belaka, sebagai pihak yang hanya ingin direkayasa respon dan perilaku politiknya. Fenomenologi dapat memberikan orientasi kepada komunikasi politik, agar efek politis dalam komunikasi politik harus diarahkan agar pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi politik tersebut bisa makin terlibat dengan dirinya dan dunianya secara semakin bermakna.6

Kita boleh berbangga dengan pencapaian demokrasi politik Indonesia saat ini, tetapi jika kita melihatnya dengan cukup teliti, demokrasi politik di Indonesia masih bersifat prosedural belaka, sehingga proses politik hanyalah bersifat instrumental. Indonesia masih belum memiliki kultur- baik ide, tradisi dan perilaku- demokrasi politik yang memadai. Perspektif fenomenologi dalam komunikasi politik dapat membantu mematangkan kultur demokrasi politik di Indonesia.

5Haryatmoko (2015), mengatakan bahwa, perlu menghadirkan kembali gagasan-gagasan normative dalam politik, karena politik bukan hanya soal kekuasaan tetapi lebih substansial menyangkut soal kebaikan / kesejahteraan bersama dan keadilan.

(4)

Menuju Hubungan Yang Relasional

Firmanzah (2007) dalam bukunya Marketing Politik, mengatakan bahwa dalam era demokratisasi sekarang ini hubungan antara konstituen dengan partai politik bukanlah hubungan yang ideologis tetapi merupakan hubungan yang sifatnya sama dengan aktifitas pertukaran (exchange) yang terjadi dalam dunia marketing pada sebuah perusahaan jasa. Dalam hal tertentu ini ada benarnya, kita tidak bisa pungkiri bahwa seorang kandidat presiden, gubernur, kepala daerah atau anggota legislatif jika ingin meraup suara signifikan dan memenangkan pemilihan maka dia harus memiliki basis popularitas yang cukup baik, nanti dari popularitas inilah bisa dibangun aksepbilitas (tingkat keberterimaan di masyarakat) lalu akhirnya membangun basis elektibiltas (tingkat keterpilihan).7

Tetapi akan menjadi persoalan jika relasi politik antara elit politik dengan konstituen hanya didasarkan pada citra belaka. Bukan citra politik nya yang menjadi masalah, yang menjadi soal jika citra politik tersebut telah berbuah dusta, yaitu saat citra politik yang “dikonsumsi” oleh masyarakat tidak sesuai dengan kenyataan ril sang kandidat, inilah yang disebut dengan virtualitas8 politik oleh Yasraf Amir Pilliang (2004).

Strategi Marketing sebagai alat bukanlah sesuatu yang salah, tetapi yang menjadi penting adalah jika actor-aktor politik yang bersaing yang menggunakan instrument-instrumen dalam marketing politik telah memiliki kapabilitas, kapasitas dan virtue yang rata-rata sama levelnya.

7Logika marketing politik dalam memanajemen event politik mirip dengan logika perusahaan dalam memasarkan brand produk tertentu. Dengan kata lain manipulasi selera konsumen itu mendahului pilihan konsumen. Manipulasi selera konsumen dapat dilakukan melalui manipulasi citra produk di mata para konsumen.

8Virtualitas politika dalah konsep yang mendeskripsikan tentang proses politik yang

(5)

Lalu bagaimanakan hubungan yang relasional antara partai politik dan konstituen serta simpatisannya ? menurut penulis hubungan yang relasional adalah hubungan yang rasional, bermakna dan setara. Apa yang dimaksud dengan hubungan yang rasional ? walaupun rasio bukanlah potensi satu-satunya dan rasionalitas bukanlah tolak ukur satu-satunya, tetapi menempatkan indicator rasional sangatlah penting, hal ini karena salah satu persyaratan minimal dari politik yang demokratis dan politik yang menganggap penting peran akal sehat adalah ke-rasionalan, artinya semua aktifitas politik harus dipertimbangkan secara rasional9 dan tidak meremehkan kemampuan rasional manusia. Menurut Immanuel Kant dusta atau bohong adalah tindakan yang meremehkan kemampuan rasional manusia. Maka dalam konteks hubungan antara partai politik dengan simpatisan dan konstituennya, tidak boleh didasari oleh dusta.

Lalu apa yang dimaksud dengan hubungan yang bermakna ? Bahwa partai politik dalam berhadapan dengan konstituen dan simpatisan, bukan dalam hubungan yang sifatnya prosedural dan mekanistik belaka, tetapi betul-betul didasari oleh hubungan kemanusiaan yang paling mendasar. Tidak hanya memperhitungkan simpatisan dan konstituen hanya dalam angka-angka belaka, berkomunikasi mereka dengan janji-janji palsu belaka. Kalau kita meminjam pandangan fenomenologi dari Immanuel Levinas mengenai L’autre (wajah), maka partai politik seharusnya memupuk rasa tanggung jawab dan militansi perjuangan bila sedang berhadapan atau “melihat” wajah-wajah para simpatisan dan konstituen.10

(6)

Dan yang terakhir relasi dan komunikasi politik sebaiknya dibangun diatas dasar prinsip kesetaraan. Orientasi politik Indonesia pasca Orde baru telah membuka kemungkinan-kemungkinan baru, diantaranya adalah penguatan posisi warga Negara, jadi yang dimaksud dengan warga Negara adalah sesuatu yang jauh melampaui konsep “penduduk”. Indonesia tidak hanya memiliki penduduk tetapi yang terpenting Indonesia memiliki warga Negara (citizen), sedangkan warga Negara ditandai dengan keterlibatan mereka dalam segalam aspek berbangsa dan bernegara secara aktif dan bebas serta bertanggung jawab, kata kunci dari kewarganegaraan adalah partisipasi terutama dalam sektor politik, dan tidak ada partisipasi yang optimum jika tidak dilandasi oleh prinsip kesetaraan.

Relasi yang Ideologis sekaligus Praxis

Menurut penulis partai politik seharusnya bisa menjadi sebuah gerakan politik. Apa yang dimaksud dengan gerakan politik ?, menurut Anthony Giddens (1993), gerakan adalah sebuah upaya untuk mengejar kepentingan bersama atau upaya untuk mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif dan memberikan solusi atau alternative yang baru.

Kalau kita melihat definisi Giddens mengenai gerakan tersebut, maka bagi sebuah partai politik yang juga merupakan gerakan politik haruslah memiliki 4 karakter ; pertama. Gerakan politik merupakan upaya sadar. Lalu bagaimana agar gerakan politik bisa menciptakan upaya yang sadar dari para konstituen dan simpatisannya ?. Satu-satunya jalan adalah melalui “Ideologi”. Kita ketahui bahwa politik merupakan rangkaian proses pengambilan keputusan tiada henti, terutama keputusan yang menyangkut kekuasaan dan kepentingan orang banyak. Dimana konteks pengambilan kekuasaan tersebut bisa dalam kondisi normal atau krisis,

(7)

apakah diambil secara sepihak oleh elit partai tertentu (biasanya ini dilakukan dalam kondisi darurat) ataukah mempertimbangkan masukan dan pendapat para konstituen. Biasanya pengambilan keputusan dalam politik sering didesak oleh krisis atau kondisi ke-daruratan, apalagi dalam alam demokrasi Indonesia sekarang ini. Dalam kondisi tersebut biasanya refleksi panjang bukanlah hal yang efektif, di sinilah peran ideologi11 yang bisa memberikan legitimasi bagi keputusan politik tertentu, dan bisa menjadi arah bagi konstituen dan simpatisan dalam menerjemahkan keterlibatannya dalam keputusan tersebut.

Dengan kata lain Ideologi bisa mengurangi “keluaran energi mental” bagi Partai atau gerakan politik beserta konstiuen dan simpatisannya dalam merespon situasi politik yang begitu cepat. Tetapi yang perlu diingat bahwa Ideologi pada sebuah gerakan politik sebaiknya bukanlah ideology yang tertutup, bukanlah ideology yang menutup diri terhadap kritik, refleksi diri yang kritis dan menganggap bahwa rumusan kebenarannya merupakan satu-satunya rumusan kebenaran yang final. Ideologi partai tetap harus dikembangkan, dikayakan (enrichment) dan ditransformasi, merujuk dari temuan-temuan konsep filsafat politik terbaru dan fakta politik lapangan yang terus berkembang.

Selain itu menurut Louis Althusser, Ideologi akan memanggil individu-individu sebagai subjek. Dengan kata lain jika Politik demokratis hanya bisa dibangun melalui partisipasi aktif dala.m politik, sedangkan partisipasi politik bisa terjadi jika para actor politik berada dalam posisi setara sebagai subjek, maka hanya melalui Ideologi lah demokrasi politik yang substansial bisa terbangun. Ideologi akan memanggil para pengurus harian partai, konstituen dan simpatisnnya sebagai subjek yang setara. Melalui keberadaan subjek-subjek politik yang setara inilah yang akan menjadikan politik sebagai upaya sadar.

11Ideologi dapat didefinisikan sebagai seperangkat gagasan, konsep, nilai dan norma

(8)

Kedua. Selain sebagai Upaya Sadar, Gerakan politik juga merupakan untuk mengejar kepentingan bersama. Seperti yang dikatakan oleh Alain Badiou (2003) bahwa relevansi politik ada pada kepentingan orang banyak, semakin banyak konstituen, simpatisan atau orang yang merasakan impact kehadiran atau keputusan dari sebuah gerakan politik, maka semakin politis gerakan politik tersebut. Hannah Arendt pernah menggambarkan bahwa kata Politik yang berasal dari kata polis, tidak hanya diartikan secara picik sebagai kota yang dilindungi oleh tembok besar. Tetapi Polis harus diartikan sebagai dinding di mana kekuatan dan kekuasaan telah mengalami pe-manusiaan, di mana penggunaan kekuatan dan kekuasaan telah diperhalus oleh kebdayaan dan peradaban, di mana kekuatan dan kekuasaan bukan dalam rangka mengenakkan dan mengenyangkan “perut sendiri” tetapi dalam rangka menguatkan, mengembangkan dan memperdalam kehidupan bersama.

Jadi segala bentuk mobilisasi politik bermuara pada kepentingan bersama. Walaupun bagi orang tertentu menjadikan lapangan politik sebagai arena untuk meniti karir tetapi kita harus memandang politik seperti yang dikatakan oleh Hannah Arendt, Bahwa politik merupakan seni untuk mengabadikan diri sendiri. Melalui politik seseorang bisa membuat dirinya abadi dalam memori public, dikenang selamanya melalui prestasi, terobosan atau aktivitas politik yang mempunyai makna dan manfaat optimum bagi orang banyak.

(9)

peran dan keterlibatan baik secara langsung maupun tidak dalam gerak langkah partai politik.

Spektrum yang kedua dari infrastruktur partai politik adalah kegiatan komunkasi politik yang terencana dan terorganisir, terutama antara pengurus partai dengan konstituen dan simpatisannya. Secara garis besar komunikasi yang bisa dilakukan bermacam-macam mulai dari komunikasi yang berupa acara massal, acara berbasais partai, komunikasi interpersonal dan komunikasi interpersonal. Komunikasi yang berupa acara massal dapat berupa bakti sosial, temu warga, musrenbang atau kegiatan sosial yang insidentil. Komunikasi yang berbasis partai misalnya pertemuan-pertemuan regular dengan setiap tingkatan kepengurusan, atau rapat umum yang diselenggarakan partai. Komunikasi interpersonal dapat berupa kegiatan door to door, tatap muka langsung, kegiatan berbasis ketrampian individu atau kagiatan pendampingan dan advokasi. Sedangkan komunikasi politik yang bersifat instrumental bisa berupa menjadi narasumber di acara-acara diskusi atau seminar, menggunakan aplikasi social media, membuat iklan luar ruangan, membuat rumah aspirasi dan lain-lain. Tetapi apapun bentuk komunikasinya yang terpenting adalah komunikasi tersebut harus menempatkan konstiuen atau simpatisan sebagai subjek yang rasional dan setara selain itu komunikasi tersebut haruslah bisa memeperdalam makna keterlibatan konstiuen dan simpatisan dalam realitas politik.

(10)

mengatakan bahwa ketiadaan refleksi dan gagasan dalam politik adalah sebuah kejahatan.

Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa, etos kebaruan dan kemajuan haruslah bisa didisseminasikan ke tingkat bawah. Karena partai politik tidak mungkinlah bisa membawa perubahan signifikan jika tidak mengandalkan keberadaan konstituen dan simpatisannya. Cita-cita sebuah partai politik haruslah bisa menjadi imajinasi kolektif dari konstiuen dan simpatisannya, bisa menjadi frame of reference atau bingkai dalam menginterpretasi realitas kebengsaan yang terus mengalir dan berkembang. Hal inilah yang akan membentuk identitas bersama diantara konstituen dan simpatisan partai politik.

Penutup

Barangkali sebagian pembaca akan beranggapan, bahwa tulisan ini tidak memenuhi ekspektasi mereka. Karena tulisan ini memang lebih ditujukan pada refleksi yang lebih substansial terhadap komunikasi politik antara partai politik dengan konstituen dan simpatisannya. Kita ketahui sejak diadakannya pemilihan langsung di segala level kepemimpinan di Indonesia, telah berkembang dengan cukup signifikan teknik-teknik marketing politik, mulai dari pemetaan preferensi pemilih, teknik penggalangan suara hingga teknik penjagaan suara. Tetapi teknik-teknik tersebut sangatlah instrumental, walaupun bisa membantu seorang kandidat untuk bertarung secara efektif dan efisien, serta membantu para politisi untuk survive dalam demokrasi politik Indonesia yang sangat prosedural, tapi teknik-teknik marketing politik tersebut belum bisa memperkuat posisi politik warga Negara.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

(12)

Elly M. Setiadi& Usman Kolip, PengantarSosiologiPolitik. Jakarta . Kencana.2013

Firmanzah, Marketing Politik. Jakarta :YayasanObor Indonesia.2007

Fransisco Budi Hardiman, KritikIdeologi. Yogyakarta. PenerbitBukuBaik. 2004

George Ritzer& Douglas J Goodman. TeoriSosiologi Modern. Jakarta. Kencana. 2003

Gerald F Gauss &ChandranKukathas, Handbook TeoriPolitik. Bandung. Nusa Media.2012

HamdiMuluk, PengantarPsikologiPolitik, Jakarta. Rajawali Press.2012

Haryatmoko, EtikaPolitikdanKekuasaan, Jakarta. PenerbitBukuKompas. 2014

IRI. KomunikasidenganKonstituen. Jakarta. IRI. 2011

Ito Prajna-Nugroho, FenomenologiPolitik. SanggarPembasisanPancasila. 2013

Muh. Asratillah. S, MemikirkanUlangPolitik. Makassar. 2013

LP3ES, JurnalPrisma Vol. 32, Kewarganegaraan,

RvitalisasiKonsepsiKeindonesiaan.Jakarta. Jurnal Indonesia & Cornell Indonesia Modern.2014

LP3ES, JurnalPrisma Vol. 33, Demokrasi, di BawahCengkramanOligarki. Jakarta. Jurnal Indonesia & Cornell Indonesia Modern.2014

PartaiPerindo, GarisBesarPerjuanganPartai. Jakarta. DewanPimpinanPusatPartaiPerindo. 2015

Referensi

Dokumen terkait

Tak terkecuali dengan guru PPKn, dalam penelitian Fitriany Indri Sapitri (2015) disebutkan bahwa guru mengalami hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 pada

Pada acara tersebut, ketua panitia menggunakan cara directing atau commanding , dimana dengan memberi saran, bimbingan, perintah-perintah atau instruksi kepada

Ini sesuai dengan intensitas penggunaan facebook di kalangan remaja yang rata-rata hanya 10-30 menit setiap minggu, karena dilihat berdasarkan tahun pembuatan

group investigation berbantuan proyek yang lebih baik daripada hasil rerata gain ternormalisasi siswa pada kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional pada

Simpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis2. Kata kunci:

Hasil biji dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan fungsi dari bahan tanaman, kondisi lingkungan tumbuh, dan juga pemeliharaan bentuk tajuk tanaman. Tujuan penelitian

Segala hormat, puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat, anugerah dan rahmat-Nya yang berlimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan