• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Lokasi Pasar Hewan Siborongborong Dalam Pengembangan Sub Sektor Peternakan Di Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Lokasi Pasar Hewan Siborongborong Dalam Pengembangan Sub Sektor Peternakan Di Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Pengertian Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan. Perubahan evolutif dari pengertian diatas didasarkan banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta kekurangan informasi dalam memahami persoalan-persoalan yang timbul sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Anwar, 2005).

(2)

berubah. Untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan kemerataan serta keberlanjutan dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik pada tingkatan nasional, regional dan lokal (Anwar, 2005).

Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan seringkali dibahas dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat berhasil bila angka pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Soekartawi, 2004).

Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu negara adalah daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita. Berkaitan dengan hal tersebut, maka setiap negara di dunia ini menitikberatkan pembangunan nasionalnya pada bidang ekonomi, walupun tidak mengabaikan pembangunan lainnya. Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan dikatakan berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab dengan kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran.

(3)

terdapat berbagai konsep pembangunan wilayah seperti dikemukakan diatas namun tujuan pembangunan wilayah harus konsisten dengan pembangunan nasional. Menurut Kadariah (1978) dalam Sinaga (2009) terdapat lima tujuan yaitu mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan kesempatan kerja yang cukup, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau kemakmuran antar daerah dan merubah struktur ekonomi yang timpang.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi (pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktifitas. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

(4)

untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi (pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai tujuan pendahuluan.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di daerah. Menurut Hanafiah (1988) kegiatan perencanaan wilayah itu saling terkait yang meliputi tiga hal: (a) perencanaan antar wilayah dalam suatu negara, (b) perencanaan antar lokasi dalam suatu wilayah dan (c) perencanaan lokasi dalam setiap sektor.

Pembangunan wilayah adalah pembangunan yang didasarkan pada kemampuan wilayah tersebut secara fisik dan sosial masyarakatnya serta sesuai dengan perundangan yang berlaku. Definisi tentang wilayah ini perlu terutama untuk menganalisis mengenai perekonomian di wilayah tersebut. Menurut. Budiharsono (2001) penentuan batas wilayah ditentukan dengan kriteria-kriteria berikut:

a. Konsep Homogenitas

Konsep ini berkaitan dengan persamaan unsur tertentu seperti unsure ekonomi, politik, sejarah, budaya, pendapatan per kapita dan sebagainya.

b. Konsep Nodalitas

(5)

c. Konsep Administrasi atau Unit Program

Konsep ini didasarkan oleh adanya kebijakan yang seragam seperti kebijakan pembangunan, sistem ekonomi dan tingkat pajak yang sama.

Putri (2003) dalam Bahar (2006) Pembangunan wilayah sering dipakai pola pembangunan wilayah administrasi, karena ada dua alasan yaitu:

a. Perencanaan pembangunan wilayah perlu badan pemerintah.

b. Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data. Pengelompokan wilayah ada dua yaitu:

a. wilayah formal yang ditentukan beradasarkan persamaan fisik seperti topografi, iklim dan vegetasi namun hal ini saat ini ditambah dengan kriteria ekonomi yaitu industri dan pertanian.

b. wilayah fungsional adalah adanya kekompakan fungsional, saling terkait dalam kriteria tertentu seperti kota besar, kota kecil dan desa yang saling terkait.

Wilayah perencanaan adalah kombinasi dari wilayah formal dan fungsional dan memiliki kriteria sebagai berikut: wilayah harus luas untuk syarat bagi investasi, mempunyai paling tidak satu kota sebagai pusat pertumbuhan dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah lain.

2.2. Keterkaitan Subsektor Peternakan

(6)

tenaga kerja dan pupuk. Sasaran utama usaha peternakan adalah untuk memperoleh keuntungan. Selain itu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah.

Suharno (2002) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang dengan meningkatnya pendapatan perkapita merupakan peluang dalam usaha peternakan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan semakin meningkatkan jumlah konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan. Sementara peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak data beli masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand. Lebih lanjut Suharno (2002) mengatakan perkembangan sektor lain seperti industri dan jasa juga turut memacu permintaan produk peternakan, malahan dari sektor ini muncul pasar baru bagi produk peternakan berupa hasil olahan dari daging, susu dan telur.

2.3. Pembangunan Peternakan

(7)

harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri. Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis, mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam pembangunan nasional, daerah dan kawasan.

Pengembangan peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan (Saragih, 1998). Konsep kawasan dalam pembangunan peternakan adalah :

a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternaklahan.

b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga ternak lebih berbasis lahan daripada sebagai bagian dari suatu sistem produksi perkotaan.

c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik, pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.

(8)

industri pengolahan makanan dan pakan, industry pengolahan pertanian lain, industri peralatan dan input-input pertanian, serta barang konsumsi lain.

Menurut Makka (2006), sejalan dengan visi pembangunan pertanian, visi pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: “Mewujudkan Peternakan Tangguh Guna menjamin Kesejahteraan Peternak”. Sedangkan misinya adalah: (1) meningkatkan pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3) pembangunan SDM yang berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan kemiskinan; dan (6) pengembangan sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas dan fair. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga) program utama yaitu program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Penjabaran lebih lanjut dari program tersebut di bidang peternakan sebagai berikut:

1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal; (b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (c) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan.

(9)

3. Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya kapasitas dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan peternak; (c) meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan (d) meningkatnya pendapatan peternak.

2.4. Model Basis Ekonomi

Dalam perencanaan ekonomi regional dibutuhkan beberapa model pembangunan daerah. Model yang paling sering dipakai umumnya harus memenuhi tiga unsur. Pertama, harus dianggap cukup mampu untuk memberikan gambaran perekonomian yang memadai. Kedua, dibutuhkan model ekonomi yang tidak terlalu banyak menggunakan data yang terlalu rumit. Ketiga, model yang dibutuhkan harus dapat memberi keterangan yang jelas bagi pembuat kebijakan.

Salah satu diantara model-model ekonomi yang digunakan sebagai investmen analisis dalam perencanaan ekonomi regional adalah "economic base theory". Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah ditentukan oleh besarnya kegiatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi kegiatan basis dan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2009). Menurut teori ini, perekonomian suatu daerah dapat dibagi atas dua golongan yaitu :

(10)

b. "Non basic industry" yaitu kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang hanya melayani pasar di daerah itu sendiri dalam hal yag dibutuhkan di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa karena basic industry menghasilkan barang dan jasa yang dijual keluar, maka ia akan menarik pendapatan ke daerah itu atau jika bertambah banyak sektor basis dalam suatu daerah,maka secara berantai akan menaikkan konsumsi dan pada gilirannya akan menaikkan investasi yang berarti akan menciptakan kesempatan kerja baru. Kesempatan kerja baru ini akan menyerap pengangguran atau kelebihan tenaga kerja (reserve labour/surplus labour) atau menarik tenaga kerja dari luar daerah. Kenaikan pendapatan di daerah itu selain akan meningkatkan pemusatan terhadap hasil industri basis, juga akan meningkatkan permintaan terhadap hasil industri non basis yang pada gilirannya akan meningkatkan investasi (induced investment) pada industri-industri non-basis.

Oleh karena itu kegiatan basis mempunyai peranan yang besar di dalam menggunakan sektor-sektor non basis lainnya, di mana setiap perubahan mempunyai effect multiplier terhadap perekonomian suatu daerah, sehingga orang berpendapat bahwa basis industri inilah yang perlu dikembangkan.

(11)

memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh kawasan bersangkutan. Sektor/subsektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) memiliki kesamaan dengan sektor ekonomi basis, yang pertumbuhannya menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non basis) merupakan konsekuensi dari pembangunan menyeluruh tersebut (Soepono, 2001). Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja basis yang menjadi tumpuan perekonomian.

Analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dari segi produksinya. Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai tambah bruto atau tenaga kerja. Analisis LQ juga dapat digunakan untuk menetukan komoditas unggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara).

b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan.

(12)

tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, 2009).

Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor pada suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian Indeks LQ akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu (Tarigan, 2009).

2.5. Penelitian Terdahulu

(13)

pemanfaatan ruang, tidak ada peruntukan fasilitas perdagangan di Kelurahan Lidak dan Fatubenao, pembangunan pasar yang baru tidak melalui studi kelayakan, pedagang bersedia dipindahkan asal tidak hanya sebagian, tetapi seluruhnya, tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pasar yang baru, produk tata ruang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota, aksesibilitas menuju dua pasar baru belum cukup baik, pasar baru dapat menampung pindahan pedagang dari Pasar Inpres Atambua dan tidak terdapatnya jalur angkutan kota ke Pasar Fatubenao. Temuan lainnya adalah pedagang di Pasar Inpres Atambua banyak yang mempunyai langganan tetap atau hubungan yang baik dengan konsumen, sebaran fasilitas, kepadatan penduduk dan potensi penduduk masih belum cukup memadai di Kelurahan Lidak dan Kelurahan Fatubenao, masih terdapat pengungsi yang tinggal di bangunan Pasar Fatubenao. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat keterkaitan antara tidak optimalnya fungsi Pasar Lolowa dan Pasar Fatubenao dengan aspek kebijakan pemerintah, aspek fisik keruangan dan aspek sosial ekonomi. Aspek-aspek tersebut diuraikan dalam beberapa faktor yaitu: aksesibilitas (prasarana jalan dan moda transportasi), aglomerasi, sebaran fasilitas sosial dan ekonomi, internal pasar (fisik bangunan pasar, sarana pendukung dan utilitas), kebijakan keruangan, kebijakan partisipasi masyarakat, hubungan sosial pedagang dan konsumen serta faktor keberadaan pengungsi.

(14)

Metode yang digunakan adalah analisis komoditas unggulan dengan teknik Location Quotient (LQ). Variabel yang diteliti adalah populasi ternak ruminansia dan non ruminansia periode 1997 – 2001. Temuan penelitian adalah bahwa: sebaran populasi ternak di tiap provinsi di Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan keragaan yang variatif. Setiap provinsi memiliki dominasi jenis ternak tertentu, namun tidak semua provinsi memiliki populasi ternak unggulan. Perdagangan ternak antar wilayah terjadi karena bervariasinya sebaran komoditas ternak unggulan antar provinsi. Menurut analisis LQ, peran Provinsi di Luar Jawa sangat strategis sebagai pemasok ternak bagi Jawa kecuali untuk jenis ternak sapi perah, domba dan ayam ras pedaging.

Sinaga (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian menggunakan analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative Structural Modelling (ISM) dan analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT dan QSPM. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis LQ subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur merupakan komoditi basis. Nilai LQ subsektor peternakan pada tahun 2005-2007 adalah3,14 3,13 dan 3,25. Ditingkat kecamatan sektor peternakan menjadi menjadi basis hampir disetiap kecamatan, kecuali kecamatan Kadupandak, Cianjur, Sukaluyu, Ciranjang, Pacet. Hasil analisis

(15)

UKM dan Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kelima lembaga ini berada pada sektor Linkage. Lembaga Peternakan dan perguruan tinggi berada pada sektor indepemdent sedangkan Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Lembaga Keuangan serta Dinas Lingkungan Hidup berada pada sektor autonomous. Alternatif strategi yang diperoleh melalui analisa QSPM diperoleh urutan strategi sebagai berikut (1) pembinaan dan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah; (2) peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak; (3) pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan; (4) pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan; (5) pengembangan teknologi tepat guna dan (6) optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal.

(16)

Pengembangan komoditas sapid an kerbau diarahkan pada wilayah Riau Bagian Selatan sebagai wilayah pemasaran.

Setyowati (2011) melakukan penelitian dengan judul Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Rangka Memperkuat Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor peternakan merupakan subsektor potensial yang berarti subsektor ini mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding kontribusi PDRB Kabupaten Boyolali namun memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Strategi pengembangan subsektor peternakan di kabupaten Boyolali antara lain: Peningkatan produksi komoditas peternakan dan produk olahannya, Penguatan agroindustri berbasis komoditas/produk peternakan, Penguatan permodalan bagi peternak dan agroindustri peternakan, Pengembangan usaha pemasaran untuk komoditi peternakan dan produk olahannya, Peningkatan peran KUD dan GKSI untuk mendukung kinerja subsektor peternakan dan Pengembangan inovasi pakan ternak.

2.6. Kerangka Pemikiran

(17)

ternak diperlukan untuk membantu petani dalam mengolah lahan pertanian dan mengangkut hasil-hasil pertanian, sebaliknya beberapa bagian dari tanaman pertanian menjadi pakan ternak.

Tapanuli Utara sebagai salah satu daerah pertanian, dimana aktivitas perekonomiannya dipengaruhi oleh sector pertanian, berpotensi dalam pengembangan perternakan. Ternak juga merupakan komoditi ekonomis bagi masyarakat sehingga terjadi permintaan dan penawaran ternak di kalangan masyarakat. Trasaksi permintaan dan penawaran ternak, khususnya ternak besar di Kabupaten Tapanuli Utara dilakukan di pasar hewan Siborongborong. Dengan demikian keberadaan pasar hewan ini mempunyai posisi strategis dalam pengembangan subsector peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara.

Pengembangan subsektor peternakan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya di sekitar pasar hewan Siborongborong dan masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya. Hal ini mengingat bahwa aktivitas pasar hewan Siborongborong akan bermanfaat dalam meningkatkan perekonomian lokal, secara khusus di Siborongborong. Aktivitas pasar hewan ini juga mengakibatkan interaksi dengan wilayah atau kecamatan lain di Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahap selanjutnya aktivitas pasar yang menimbulkan interaksi ini akan berdampak terhadap pengembangan wilayah secara khusus di Siborongborong.

(18)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PEMBANGUNAN

SUBSEKTOR PETERNAKAN

Pasar Hewan Siborongborong

Perekonomian Lokal TERNAK RAKYAT

Pengembangan Wilayah PAD

- Sektor ikutan - Bibit ternak - Efisiensi Margin

Pemasaran - Pengembangan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

kapal ikan yang akan dirancang menggunakan metode kapal pemb&lt;mding, yaitu kapal tradisional yang sudah ada di Kecamatan Sepulu£ Alat tangkap yang digunakan

Diharapkan kepada calon guru maupun konselor memahami betul pelaksanaan dan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah dalam mengembangkan potensi peserta didik serta

apabila variabel laten perilaku kekasaran dihubungkan dengan variabel laten kenakalan pelajar (Gambar 7), didapatkan hasil bahwa hubungan perilaku kekasaran ibu dan

Selesai mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep, strategi dan implementasi pembelajaran permainan bola basket yang meliputi

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskam sebagai berikut : “Bagaimana pemaknaan kehidupan keluarga dalam

Apabila demonstrasi telah selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan

[r]

Kegiatan penelitian ini bertujuan mengukur perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelas diberikan pre test pada masing-masing kelas untuk