• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Nanosilikon Dari Pasir Alam Secara Magnesiotermik Dengan Penambahan Kalium Klorida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Nanosilikon Dari Pasir Alam Secara Magnesiotermik Dengan Penambahan Kalium Klorida"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasir Kuarsa

Pasir kuarsa dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan

yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa

mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, MgO, Na2O

dan K2O yang berwarna putih bening atau warna yang lain bergantung pada

senyawa pengotornya (Siswanto,2012). Sifat fisik pasir kuarsa

Tabel 2.1 Sifat-sifat kuarsa (Norton, 1974)

Sifat-sifat Nilai

Berat Jenis

Titik Lebur (C)

Indeks Bias

Bentuk Kristal

Konstanta Dielektrik

2,651

1728

1,544

Heksagonal

4,5

Pasir kuarsa biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan

berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri ban,

karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik, cat, film,

pasta gigi, dan lain-lain. Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak

aplikasi penggunaan silika pada industri semakin meningkat terutama dalam

penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai ukuran mikron atau

bahkan nanosilika. Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil membuat

produk memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan kualitas (Siswanto,

2012). Pasir kuarsa juga digunakan secara luas dalam industri keramik, metalurgi,

dalam pembuatan batu tahan api dan digunakan dalam skala besar sebagai

pembentuk jaringan dalam industri kaca (McColm, 1983). Adapun pasir kuarsa

(2)

Gambar 2.1. Pasir Kuarsa

2.2 Silika (SiO2)

Silika terdiri dari satu atom Si dan dua atom O, dimana Si memiliki nomor atom

14 dengan konfigurasi elektron [Ne]3s23p2 sedangkan atom O memiliki nomor atom 8 dengan konfigurasi elektron 1s22s22p4. Silika (SiO2) memiliki ikatan ion

dan ikatan kovalen yang hampir berimbang (Sudirham dan Utari, 2010).

Pada suhu 573C, kuarsa yang biasa atau α-kuarsa dapat berubah struktur secara reversibel menjadi β-kuarsa yang memiliki densitas yang lebih rendah dan pada suhu 867C, β-kuarsa berubah menjadi suatu modifikasi kristal yang berbeda

yaitu β-tridimit yang masih lebih tinggi, pada suhu 1470C, β-tridimit menjadi suatu modifikasi ketiga yang disebut β-kristobalit (Iller,2007).

Ada tiga bentuk polimorf dari silika berdasarkan kestabilannya terhadap

kenaikan suhu tinggi (McColm, 1983), yaitu:

a. Kuarsa, sampai pada suhu 870C

b. Tridimit, pada suhu 870 sampai 1470C

c. Kristobalit, pada suhu 1470C sampai 1730C

Tridimit merupakan bentuk silika yang jarang ditemui di alam tetapi

sangat penting sebagai bahan tahan api. Sedangkan kristobalit merupakan bentuk

lain dari silika dan dianggap merupakan komponen pengotor dari kuarsa karena

dapat mencegah pembentukan kristal kuarsa. Kristobalit tidak berlimpah di alam

tetapi memiliki kegunaan sebagai bahan yang ditambahkan pada keramik tahan

api (Norton, 1974)

Masing-masing dari ketiga bentuk diatas memiliki perubahan pada suhu

tinggi dan rendah dimana strukturnya hanya sedikit berubah oleh perubahan yang

sederhana pada orientasi dari SiO4 yang relatif tetrahedral satu sama lain.

(3)

Perubahan bentuk

Gambar 2.2. Perubahan polimorf dari silika (Borsoum, 1997)

Adapun sifat-sifat silika dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini

Tabel 2.2. sifat-sifat silika (Iler, 1979)

Sifat Hasil

Berat jenis (g/cm3) 2,6

Bentuk Padat

Daya larut dalam air Tidak larut

(4)

SiO2(s) + 4HF(aq) SiF4(aq) + 2H2O(l)

SiO2(s) + 6HF(aq) H

2[SiF6](aq) + 2H2O(l)

SiO2(s) + 2NaOH (aq) Na2SiO3 + H2O Adapun sifat kimia dari silika (SiO2) yaitu:

Mineral silika mempunyai berbagai sifat kimia antara lain sebagai berikut:

a. Reaksi Asam

Silika relatif tidak reaktif terhadap asam kecuali terhadap asam

hidrofluorida dan asam phospat.

(Vogel, 1985)

Dalam asam berlebih reaksinya adalah:

(Vogel, 1985)

b. Reaksi Basa

Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat, seperti

dengan hidroksi alkali

(Vogel, 1985)

2.3 Silikon

Silikon pada kerak bumi sebesar 27,69% dan merupakan unsur kedua terbanyak di

kerak bumi sedangkan didalam tanah berkisar 23-35% (Makarim, 2007). Silikon

tidak tersedia di alam bebas, biasanya bentuk silikon yang tersedia di alam bebas

berikatan dengan oksigen (sebagai oksida) contohnya silikon oksida yang terdapat

pada pasir kuarsa, batuan kuarsit, dll (Gustiono, 2012). Sumber utama silikon

dalam tanah adalah mineral primer, sekunder, dan kuarsa (SiO2). Kuarsa

merupakan mineral utama di dalam lapisan tanah yang mengandung hingga

90-95% silikon dalam fraksi debu dan pasir (Makarim, 2007)

Silikon biasanya diklasifikasikan kedalam tiga level kemurnian (Gustiono,

2012), yaitu :

1. Metallurgical Grade Silicon (MG-Si)

Tingkat kemurnian dari Metallurgical Grade Silicon adalah 98%. Metallurgical

Grade Silicon biasanya digunakan pada paduan alumunium maupun baju tahan

api dan sebagai bahan baku untuk industri silikon yang sesuai untuk aplikasi P V

(5)

penggunaan energi matahari dengan cara mengubah energi cahaya matahari

menjadi energi listrik.

2. Solar Grade Silicon (SG-Si)

Tingkat kemurnian dari Solar Grade Silicon adalah 99,9999% (biasanya disebut

dengan 6 N ataupun six nines pure). Solar Grade Silicon biasanya digunakan pada

aplikasi P V (Photo Voltalic).

3. Electronic Grade Silicon (EG-Si)

Tingkat kemurnian dari Electronic Grade Silicon adalah 99,999999% (biasanya

disebut dengan 9 N ataupun nine nines pure). Electronic Grade Silicon digunakan

untuk membuat semi conductor wafers.

2.3.1 Sifat Fisis dan Sifat Kimia dari Unsur Silikon

Silikon tidak terdapat bebas di alam, tetapi ditemukan dalam sebagian besar

batu, pasir, dan tanah liat. Silikon bersifat elektropositif sehingga bertindak

seperti metaloid atau semikonduktor. Dalam beberapa bentuk silikon dapat

bersifat menyerupai logam dan non logam. Pada beberapa senyawa yang disebut

polimer, silikon akan berkonjugasi dengan oksigen, dalam kasus ini silikon

bersifat sebagai non logam.

Terdapat dua jenis alotrop dari silikon, diantaranya adalah pasir (silikon

dioksida), dan kristal dengan sebuah logam kelabu yang dikenal sebagai

semikonduktor dalam industri elektronik. Kristal Silikon ditumbuh kembangkan

dengan sendirinya melalui metode yang dikenal dengan Proses Czochralski

(6)

Berikut ini adalah sifat fisis dari unsur silikon (Greenwood, 1997) :

Silikon yang berukuran besar relative tidak reaktif kecuali pada suhu

tinggi. Silikon juga tidak reaktif terhadap air asam, namun mudah larut dalam

cairan alkali panas, adapun reaksi yang terjadi

Si+ 4OH- SiO44- + 4H+

Silikon tidak dapat membentuk senyawa biner dengan unsur dari kelompok (Ge,

Sn, Pb) tetapi dapat terjalin dengan karbon, SiC. Mayoritas senyawa silikon

membentuk struktur tetrahedral, tetapi struktur dengan koordinasi enam juga

dapat terjadi. Contoh terbaru dari persenyawaan Si yang berkoordinasi-3 dengan

struktur piramida adalah anion Si44- (isoelektronik dengan molekul tetrahedral

P4), yang seringkali ditemukan dalam ‘Silicide’ (CsSi). Terdapat banyak diskusi

terkait kebolehjadian Si dalam ester ortosilikat dari pyrocatechol yang

membentuk bilangan koordinasi 4 dengan struktur planar. Si dapat memiliki

bilangan koordiansi 5 dengan struktur trigonal bipiramid atau square pyramid.

Banyak contoh dari Si yang berbilangan koordinasi 6 dengan struktur

oktahendral. Sebuah contoh dari Si yang memiliki bilangan koordinasi 7 telah

teridentifikasi. Dan kadang – kadang terdapat contoh dari Si yang memiliki

(7)

2.4. Metode Reduksi Silika

Ada beberapa metode reduksi silika, antara lain

1. Reduksi Aluminotermik

Proses reduksi ini menggunakan alumunium sebagai bahan pereduksi yang secara

umum dikenal sebagai reduksi aluminotermik. Dikarenakan alumunium

merupakan sebuah logam yang lebih aktif dari silikon, maka almunium dapat

mereduksi silikon dioksida sehingga dihasilkan silikon. Reaksi ini sangat

eksotermik dan kalor yang dilepaskan tersebut cukup untuk mempertahankan

reaksi dengan perambatan yang cepat terhadap pembakaran tanpa penambahan

energi lagi. Penggunaan reduksi aluminotermik disarankan dalam memproduksi

mateial-material komposit (Das, 2002).

Sintesis material-material komposit dari alumina-alumunium silikon juga

disarankan menggunakan reduksi aluminotermik dengan campuran dari Al dan

SiO2 sesuai reaksi berikut:

3 SiO2 + 4 Al 2 Al2O3 + 3 Si

Reaksi ini dapat diterapkan untuk memproduksi silikon. Namun setelah alumina

terbentuk melalui reaksi diatas dengan adanya silika, akan memungkinkan dua

reaksi lain yang terjadi, yaitu pembentukan mullite dan reduksi silikon dari

mullite.

3 Al2O3 + 2 SiO2 Al6Si2O13

8 Al + 3 Al6Si2O13 13 Al2O3 + 6 Si

Pembentukan mullite dan alumina sebagai hasil reduksi dari reduksi

aluminotermik tidak cocok dalam suasana asam (Wang and Shi, 2002).

2. Reduksi Karbotermik

Silikon didapatkan dengan cara reduksi karbotermik, dimana kuarsa dicampurkan

dengan material karbon. Reaksi yang terjadi selama proses reduksi ini adalah :

SiO2(s) + C(s) Si(s) + CO2(g)

Reaksi yang terjadi pada tanur dibedakan menjadi dua, yaitu reaksi pada

inner hot zone dan outer cooler zone. Silikon cair dihasilkan pada inner zone yang

mana temperaturnya berkisar antara 1900-2100C, Reaksi kimia yang terjadi

(8)

SiO(g) + SiC(s) 2 Si(l) + CO(g)

Pada outer zone dimana temperaturnya dibawah 1900C, SiO(g) dan CO(g),

yang keluar dari inner zone akan bereaksi dengan karbon bebas (Gustiono, 2012).

Reaksinya adalah:

SiO(g) + 2C(s) SiC(s) + CO(g)

2 SiO(g) Si(l) + SiO2(s)

Adapun skema prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3. Proses reduksi silika dengan karbon (Sadique,2010)

3. Reduksi Kalsiometrik

Reduksi kalsiotermik sama dengan reduksi aluminotermik. Sebuah proyek

penelitian pada reduksi dari silika amorf (yang diperoleh dari sekam padi)

menjadi silikon dengan kemurnian yang wajar melalui proses reduksi kalsiometrik

menggunakan kalsium telah dilakukan oleh Mishra (1985). Reaksi yang terjadi

sebagai berikut

SiO2 + 2 Ca 2 CaO + Si

Reduksi dari silika amorf menjadi silikon menggunakan kalsium yang

(9)

Mg2Si(s) + SiO2(s) 2 MgO(s) + 2 Si(s)

Si(s) + 2 Mg(s) Mg2Si(s)

pencucian asam dengan menggunakan HNO3 dan HF pekat adalah sebesar 99,9

persen (Mishra, 1985).

4. Reduksi magnesiotermik

Silika (SiO2) dapat direduksi oleh magnesium untuk menghasilkan silikon dengan

reaksi :

SiO2 + 2 Mg 2 MgO + Si

Reaksi dapat melibatkan pembentukan Mg2Si terlebih dahulu, diikuti

dengan reduksi silika oleh Mg2Si melalui reaksi kimia berikut :

ΔG(900C) = -308,5 kJ/mol ΔG(900C) = -181,8 kJ/mol

dengan adanya kelebihan Mg pada reaktan, Mg2Si akan lebih banyak terbentuk

melalui reaksi:

terkait dengan produksi silikon yang menghambat proses pelengketan hasil

silikon.

Namun, belum ditemukan aplikasi industri yang luas untuk reduksi

magnesiotermik dikarenakan reaksinya yang eksotermis yang menyebabkan

peningkatan suhu secara berlebihan dan menghasilkan produk magnesium Silisit

(Mg2Si) dengan produk Si (Zulumyan, 2006).

Pembentukan Mg2Si dipengaruhi oleh Mg yang berlebih dan suhu reduksi.

Pengurangan jumlah magnesium mengakibatkan pengurangan Mg2Si dan dengan

menaikkan suhu pada perbandingan campuran Mg dan SiO2 akan meningkatkan

pembentukan Mg2Si. Namun dalam studi yang dilakukan oleh Kalem (2004),

Mg2SiO4 dalam kondisi tertentu tidak diperhitungkan. Selain itu, studi kuantitatif

pada tahap reduksi hasil tidak dilakukan dan semata-mata didasarkan pada

intensitas puncak dari Mg2Si, MgO dan Si.

(10)

2.5. Nanosilikon

Nanosilikon dikenal juga sebagai mikrokristalin silikon. Nanosilikon adalah

bentuk silikon berpori yang merupakan fase alotropik dari silikon yang kecil pada

fase amorf. Hal ini berbeda dengan silikon polikristal yang terdiri dari biji-bijian

silikon kristal .

Nanosilikon memiliki banyak kelebihan dibandingakan dengan silikon

biasa, salah satunya adalah memiliki mobilitas elektron yang lebih tinggi, karena

adanya bentuk kristal pada fase amorfnya. Selain itu nanosilikon juga

menunjukkan adanya peningkatan penyerapan dalam panjang gelombang

inframerah yang membuat nanosilikon menjadi bahan penting dalam pembuatan

sel surya. Salah satu kelebihan yang paling penting dari silikon nanokristalin,

adalah nanosilikon memiliki stabilitas yang lebih baik dibanding dengan silikon

biasa, hal ini disebabkan nanosilikon memiliki ukuran partikel yang lebih kecil.

Selain itu nanosilikon memilliki daya simpan yang lebih baik dibanding dengan

silikon biasa maupun polikristalin silikon lainnya (Luo, 2013)..

Nanosilikon sendiri memiliki titik didih 2355C dan titik lebur 1410C

serta densitas 2,33 g/ml (Sigma Aldrich, 2014) dan memiliki distribusi warna

kuning hingga coklat (Luo, 2013).

Gambar 2.4. Serbuk Nanosilikon (Sigma Aldrich, 2014)

Perbedaan warna pada serbuk silikon yang dihasilkan disebabkan oleh

emisi gelombang pantulan cahaya pada serbuk yang ukurannya berbeda (Delley,

(11)

2.6. Sintesis Nanosilikon

Favorz (2014) telah membuat nanosilikon dari pasir pantai secara magnesiotermik

dengan penambahan NaCl. Reaksi dilakukan pada suhu 700C di dalam tanur

listrik selama 6 jam dan menghasilkan nanosilikon yang memiliki kemurnian 53,3

% dengan ukuran partikel pada range 8−10 nm dan dari hasil karakterisasi TEM

hasil karakterisasi menunjukkan bahwa nanosilikon memiliki ukuran partikel

yang sangat kecil dan cenderung membentuk aglomerasi antara satu dengan yang

lainnya dan memiliki ukuran partikel yang terdistribusi sekitar 9 nm.

Adapun gambar analisa TEM nya dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :

Gambar 2.5. Hasil analisis TEM nanosilikon. a. perbesaran 20 nm

b.perbesaran 10 nm ( Favorz, 2014 )

Kemudian Liang (2014) juga telah membuat nanosilikon dengan mereduksi

cairan alkali silika menggunakan magnesium, yang dilakukan di dalam

autoclave selama 10 jam pada suhu 180°C, dan menghasilkan nanosilikon

yang memiliki kemurnian yang rendah yakni 25% dengan ukuran partikel

sebesar 80 nm.

Kumar (2012) telah membuat nanosilikon dengan menggunakan microwave

plasma. Nanosilikon disintesis dengan menggunakan nukleasi uap homogen dari

silikon yang dihasilkan oleh injeksi radial uap silikon tetraklorida dan

menghasilkan nanosilikon yang memliki kemurnian 40% serta ukuran

partikelnya memiliki jarak distribusi telalu besar yakni 20 nm – 50 nm.

Selanjutnya Suwandy (2015) juga telah membuat nanosilikon secara

magnesiotermik dengan penambahan NaCl pada suhu 800C selama 6 jam dan

nanosilikon yang dihasilkan memiliki kemurnian 49,4 % dengan ukuran partikel

(12)

2.7.Kalium Klorida

Kalium Klorida (KCl) adalah senyawa garam alkali tanah dengan halida yang

terbentuk dari unsur kalium dan klorida. Garam tersebut tidak berbau dan

memiliki bentuk kristal putih atau tak berwarna dan mudah larut dalam air yang

memiliki rasa seperti garam pada umumnya. (Penn State Agronomy Guide, 2010).

2.7.1. Sifat Fisika Kalium Klorida

Sifat Hasil

Rumus Molekul KCl

Berat Molekul 74,56 gr/mol

Suhu Leleh 790C

Suhu Didih 1.500C

Indeks Bias 1,4904 (589 nm)

Densitas 1.984 g/cm3

Kelarutan Larut dalam golongan alkohol dan alkali

(Kirk, 1967)

Entalpi Pembentukan Standard -436 kJ/mol

Entropi Molar Standard 83 J/mol K (Steven, 2009)

2.7.2. Sifat Kimia

Kalium Klorida larut dalam pelarut polar, dan biasanya digunakan untuk kalibrasi

konduktivitas listrik, karena larutan KCl stabil, memungkinkan untuk pengukuran

direproduksi. Dalam air terionisasi menjadi ion K+ dan Cl-. Meskipun kalium lebih elektropositif dari natrium, KCl dapat dikurangi dengan logam melalui

reaksi dengan logam natrium pada suhu 850C karena kalium lebih tidak stabil

dapat dihilangkan dengan destilasi.

(lihat prinsip Le Chateleir)

KCl(l) + Na(l)↔ NaCl(l) + K(g)

Metode ini merupakan metode utama untuk memproduksi logam kalium.

Elektrolisis (digunakan untuk garam) gagal karena kelarutan kalium yang tinggi

(13)

Reaksi- Reaksi garam KCl (Kalium Klorida) dapat

1. Bereaksi dengan asam kuat seperti H2SO4 menghasilkan asam klorida

2KCl + H2SO4 K2SO4 + 2HCl

2. Bereaksi dengan Asam Lemah seperti CH3COOH

KCl + CH3COOH CH3COOK + HCl

3. Bereaksi dengan H2O, CO2, dan Trimethylamine membentuk kalium

bikarbonat

KCl + N(CH3)3 + H2O + CO2 KHCO3 + N(CH3)3HCl

4. Bereaksi dengan Kalsium Hodroksida

2KCl + Ca(OH)2 2 KOH+ CaCl2

(Kirk, 1967)

2.7.3 Pembuatan KCl (Kalium Klorida)

Kalium Klorida diekstrak dari mineral silvit, karnali, dan kalium. Hal ini juga

diambil dari air garam dan dapat diproduksi dengan kristalisasi dari larutan, flotasi

atau pemisahan elektrostatik dari mineral yang sesuai. Ini adalah produk

sampingan dari produksi asam nitrat dari kalium nitrat dan asam klorida.kalium

klorida didalam laboratorium dapat di buat dengan mereaksikan kalium

hidroksida (atau basa kalium lainnya) dengan asam klorida. KOH + HCl → KCl + H2O

Reaksi ini adalah reaksi netralisasi asam-basa. Garam yang dihasilkan kemudian

dapat dimurnikan dengan rekristalisasi. Metode lain akan memungkinkan kalium

untuk membakar di hadapan gas klorin, juga reaksi yang sangat eksoterm;

K + Cl2→ 2 KCl (Elizabeth, 2006).

2.6.Difraksi Sinar –X (XRD)

Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895.

Karena asalnya tidak diketahui waktu itu, maka disebut sinar-X. Sinar X

digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang sifatnya tidak merusak pada material

maupun manusia. Disamping itu, sinar X dapat juga digunakan untuk

menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif

(14)

Pada saat suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang

ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan

adanya penyerapan energi oleh material dan juga penghamburan sinar oleh

atom-atom dalam material tersebut.Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang

saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling

menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah

yang disebut sebagai berkas difraksi ( Warren,1969).

Peristiwa terjadinya sinar X dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini:

Gambar 2.6. Difraksi sinar X (Cullity, 1967 )

Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan

yang harus dipenuhi agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan

berkas difraksi. Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi

dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah berbagai jenis alat

yang memanfaatkan prinsip dari Hukum Bragg ini.

Difraksi Sinar-X (XRD) merupakan salah satu alat yang

memanfaatkanprinsip tersebut dengan menggunakan metode karakterisasi

material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini

digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara

menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.

Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi karena

adanya hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi

(15)

interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk

mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg: n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada

sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki

panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar

yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai

sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,

makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul

pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu

dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran

ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua

jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Joint Committe On Powder Diffraction

Standars) (Cullity,1967).

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari

tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor

sinar X. Sinar X yang dihasilkan dari tabung sinar X yang terdiri dari katoda

digunakan untuk memanaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron.

Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek.

Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron

dalam objek maka dihasilkan pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar

untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan

memproses sinyal sinar X dan mengolahnya dalam bentuk grafik (Chung,1973).

2.7.Ultrasonik

Ultrasonik merupakan bunyi yang mempunyai frekuensi tinggi. Bunyi pada

dasarnya mempunyai frekuensi dari yang kecil hingga tinggi. Berdasarkan

kegunaannya, bunyi dapat dibedakan menjadi: ( Wardiyati,2004)

1. Bunyi yang bisa didengar oleh manusia ( 16 Hz – 18 Hz )

2. Tenaga ultrasonik konvensional ( 20 kHz – 100 kHz )

3. Sonochemistry (20 kHz–2MHz )

(16)

Pemanfaatan ultrasonik pada bidang kimia disebut dengan istilah

sonochemistry. Pemanfaatannya sangat luas, seperti proses ekstraksi,

kristalisasi,sintesis bahan, dan pembuatan katalis.

Tenaga ultrasonik pada proses – proses kimia tidak secara langsung

kontak dengan media yang bersangkutan, akan tetapi melalui media perantara

yang berupa cairan. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik,

diteruskan oleh media cair ke media yang dituju melalui fenomena kavitasi.

Fenomena kavitasi yaitu terbentuknya gelembung kecil pada media perantara,

yang lama kelamaan gelembung akan bertambah besar dan akhirnya akan pecah

dan mengeluarkan tenaga besar. Tenaga inilah yang digunakan dalam proses

kimia. Fenomena kavitasi dapat dilhat pada gambar 2.7 di bawah ini:

Gambar 2.7. Fenomena kavitasi ( Wardiyati, 2004)

2.11.Cleaning Bath Ultrasonic

Ultrasonik jenis bath secara umum mempunyai spesifikasi sebagai berikut:

a. Daya tranduser : 1 sampai 5 Wcm-2 b. Frekuensi : 40 kHz

c. Kapasitas: 1,5 L ( satu tranduser) sampai dengan 50.000 L ( lebih dari satu

tranduser )

d. Medium : air ditambah sedikit surfaktan atau detergen untuk menurunkan

tegangan permukaan

Beberapa jenis cleaning bath, yaitu:

a. Indirect cleaning bath

b. Direct cleaning bath

Direct cleaning bath lebih cocok digunakan pada proses kimia dengan bahan

(17)

indirect cleaning bath ultrasonic digunakan untuk bahan yang mudah menguap ,

maka wadahperlu dilengkapi penutup (Wardiyati, 2004). Skema perbedaan antara

indirect cleaning bath dan direct cleaning bath dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Gambar Indirect dan direct bath ultrasonic ( Wardiyati, 2004).

Kelebihan dan kekurangan pemakaian ultrasonik jenis Cleaning bath pada

sono chemistry menurut ( Wardiyati,2004) adalah sebagai berikut;

Kelebihan:

- Mudah didapat secara umum atau luas

- Tidak mahal

- Daerah akustik terdistribusi secara merata

- Dapat menggunakan gelas reaksi biasa

- Bath dapat digunakan sebagai tempat reaksi

Kekurangan:

- Daya kurang besar (maksimum 5 W/cm2)

- Energi masuk harus dikaji pada sistem, karena tenaga yang diperlukan

bergantung pada ukuran bath, jenis bath, jenis wadah, posisi wadah dalam

bath

- Frekuensi ultrasonik tidak sama secara universal

- Sulit mengontrol suhu

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-sifat kuarsa (Norton, 1974)
Gambar 2.1. Pasir Kuarsa
Gambar 2.2. Perubahan polimorf dari silika (Borsoum, 1997)
Gambar 2.3. Proses reduksi silika dengan karbon (Sadique,2010)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Implikasinya pada sosok rektor UNY adalah aspek moral dan aspek religius yang kental sehingga akan berani untuk menentang berbagai penyimpangan yang ada dan sekaligus menjadi sosok

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pengajuan,

Tak seorang pun di antara guru umat manusia itu yang tidak mendemonstrasikan jiwa dan semangat melayani para konstituen yang mengikutinya dengan tulus hati dan setia, tanpa

dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Warga Penerima Bantuan Rumah Untuk Relokasi di Desa Wukirsari

tunanetra tetapi juga orang-orang yang normal, seperti saat ini banyak teman baru. yang berkondisi normal yang kini mau berinteraksi dan

3.1 Perancangan skema rangkaian sistem Manage Bandwidth Menggunakan Mikrotik Winbox.. Dalam tahap perancangan ini penulis menggunakan

Di dalam jaringan komputer, bandwidth sering digunakan sebagai suatu sinonim untuk data transfer rate yaitu jumlah data yang dapat dibawa dari sebuah titik ke titik lain

2011 Sosiologi Perubahan Sosial Prespektif Klasik, Modern, Post Modern dan Post Kolonial, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.. Poloma,