• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Pematangsiantar"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah

membawa pengaruh yang besar terutama bagi organisasi pemerintahan. Hal ini

disebabkan karena semakin pentingnya informasi dan pengolahan data di dalam

aspek kehidupan manusia. Perkembangan teknologi informasi mendorong

organisasi pemerintahan untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik demi terciptanya pelayanan publik yang prima

kepada masyarakat.

Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat kini menimbulkan

suatu perubahan, yaitu peralihan dari sistem kerja yang konvensional ke era

digital. Pada instansi pemerintah, perubahan ini ditandai dengan ditinggalkannya

pemerintahan tradisional yang identik dengan paper-based administration menuju

pemerintahan berbasis elektronik atau e-government.

Electronic government (e-government)adalah penggunaan teknologi

informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi

masyarakat, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintah.

E-government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi

publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik,

(2)

ruang lingkup dari e-government inimencakup interaksi antara pemerintah dan

masyarakat (G2C/government to citizen),pemerintah dan perusahaan bisnis

(G2B/government to business) dan hubungan antar pemerintah (G2G/government

to government). E-government memiliki karakteristik sebagai berikut (Aliah,

2016:40):

1. Merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dan

masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan (stakeholders);

2. Melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet dan

jaringan seluler);

3. Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan publik. Meskipun demikian dalam

kenyataannya tidak ada standar baku dalam pengembangan e-government.

Penerapan e-governmentdapat memberikan manfaat yang lebih kepada

masyarakat (Indrajit, 2002:5), yakni:

1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya

(masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja

efektifitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.

2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan

pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Governance di

pemerintahan (bebas KKN).

3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi

yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder-nya untuk keperluan

(3)

4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber

pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang

berkepentingan.

5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat

dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan

berbagai perubahan global dan tren yang ada.

6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra

pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara

merata dan demokratis.

Penerapan e-government di Indonesia belum begitu maksimal. Hal ini

tampak dari hasil survei PBB pada tahun 2016 mengenai E-Government

Development Index (EGDI). Berdasarkan hasil survei tersebut ternyata posisi

Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini ditandai dengan posisi ranking EGDI

negara Indonesia berada pada peringkat ke-116 dan tergolong pada posisi bawah.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pengembangan e-government di

indonesia masih harus ditingkatkan.

Februari 2017)

Salah satu bentuk penerapane-government ini diantaranya adalah

penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di sektor penanaman modal. Pemerintah melalui Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM RI) mengembangkan Sistem Pelayanan

(4)

Pematangsiantar, sebagai upaya untuk meningkatkan sinergitas daerah dengan

pemerintah pusat dalam hal kemudahan berinvestasi.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat (13) tentang Sistem Pelayanan informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) disebutkan bahwaSistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) adalah

sistem elektronik pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi

antaraBadan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian/Lembaga

Pemerintah Non Departemen yang memiliki kewenangan perizinan dan

nonperizinan, Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM),

dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM).

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE)merupakan gerbang informasi dan layanan perizinan serta nonperizinan

penanaman modal Indonesia yang berbentuk software). Karena

berbasis situs (website)sehingga mudah diakses oleh siapa saja tetapi tidak seluruh

informasi yang disajikannya terbuka bebas. Ini untuk menjamin kerahasiaan data

dan informasi yang terkandung di dalamnya, sehingga kepada masyarakat atau

penanam modal yang ingin memanfaatkan SPIPISE lebih jauh akan diberi hak

akses sesuai tingkat kebutuhannya.

Implementasi Kebijakan

Investasi secar

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun

(5)

Peraturan Kepal

Perizinan Investasi Secar

Berdasarkan Peraturan Kepala BKPM Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 3

tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

disebutkan bahwa SPIPISE bertujuan untuk mewujudkan:

1. Penyelenggaraan pelayanan informasi di bidang penanaman modal;

2. Penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan di bidang

penanaman modal secara elektronik;

3. Pelayanan perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal

yang mudah, cepat, tepat, transparan, dan akuntabel;

4. Keselarasan kebijakan dalam pelayanan perizinan dan nonperizinan

penanaman modal antarsektor dan pusat dengan daerah.

Dalam memajukan investasi di daerah Pematangsiantar, PemerintahKota

Pematangsiantar mendelegasikan kewenangan pengelolaan perizinan dan

nonperizinan di bidang penanaman modal kepada Dinas Penanaman Modal dan

PTSP Kota Pematangsiantar. Sehubungan dengan pendelegasian wewenang

tersebut serta untuk optimalisasi dan efektifitas pelayanan penanaman modal,

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Pematangsiantar ditetapkan sebagai pelaksana SPIPISE lewat Keputusan

Walikota Pematangsiantar No. 582/538/VII/WK–Thn 2014 serta mempunyai

tugas, yaitu:

(6)

2. Mengikuti tingkat pelayanan setiap jenis perizinan dan nonperizinan

yang dilayani melalui SPIPISE.

3. Menjaga kerahasiaan data dan informasi penanaman modal.

4. Melakukan pemeliharaan keterhubungan/interkoneksi ke Badan

Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian/Lembaga Pemerintah

non Kementerian di bidang penanaman modal.

5. Melakukan pemeliharaan peralatan SPIPISE sebagai pendukung

pelayanan perizinan dan nonperizinan.

Namun seiring berjalannya pelaksanaan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar terdapat beberapa

permasalahan yang menyebabkan implementasi SPIPISE menjadi tidak efektif.

Hal itu menjadi tantangan yang harus dihadapi untuk memperbaiki kualitas

pelayanan yang akan datang. Permasalahan itu dapat dilihat pada penjelasan

berikut ini.

Pertama, selama ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu KotaPematangsiantar sudah menyelenggarakan layanan perizinan secara

elektronik. Namun yang menjadi kendala yaitu sering para pengusaha yang

mengurus izin tidak bersedia datang langsung, tetapi melalui orang suruhannya.

Sayangnya, orang suruhan pengusaha tersebut sering datang dengan tidak

membawa kelengkapan berkas, serta tidak bisa mengambil keputusan tentang

pengisian data-data tertentu yang dibutuhkan

(7)

Kedua, penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang

penanaman modal yang belum optimal. Menurut Peraturan Presiden Nomor 97

tahun 2014 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) adalah pelayanan terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari

tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui

satu pintu. Pelayanan perizinan di kota Pematangsiantar tidak sepenuhnya

ditangani oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar,

melainkan ada beberapa perizinan yang dilayani oleh dinas/instansi terkait.

Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Rika Elisabet Sinaga, SE bahwasanya belum

semua izin dilimpahkan kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP

Pematangsiantar, masih terdapat 2-3 izin yang ditangani oleh dinas lain seperti

izin operasional rumah sakit yang mau tidak mau harus ada izin dari dinas

kesehatan. (wawancara tanggal 12 Mei 2017 di kantor DPMPTSP

Pematangsiantar).

Ketiga, kurangnya pengetahuan masyarakat akan adanya SPIPISE ini.

Penerapan SPIPISE di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Pematangsiantar belum sepenuhnya diketahui oleh seluruh kalangan

masyarakat terutama para pelaku usaha yang ada di Pematangsiantar.Kurang

intensifnya sosialisasi mengenai SPIPISE kepada masyarakat menyebabkan

tertutupnya informasi tentang kebijakan tersebut. Hal ini diutarakan oleh Bapak

Henri Sitorus, SIP bahwasanya Dinas Penanaman Modal dan PTSP

(8)

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Pematangsiantar.”

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di

atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: “Bagaimana Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Pematangsiantar ?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap

perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, yakni untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota

Pematangsiantar berdasarkan teori George Edward III, meliputi:

a. Komunikasi

b. Sumber Daya

c. Disposisi

(9)

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami dalam Implementasi

Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Pematangsiantar.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:

1. Manfaat secara ilmiah

Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir

ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan

menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian-kajian teori dan

aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan operasional Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Secara Elektronik (SPIPISE).

3. Manfaat secara akademis

Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi strata-1 di Departemen

Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Referensi

Dokumen terkait

“ Partisipasi Masyarakat dalam Tradisi Bersih Desa (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Bersih Desa Tanjungsari di Dukuh Dlimas, Desa Dlimas, Kecamatan Ceper,

 Peran tumbuhan dalam ekosistem dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai

Perizinan dan Non Perizinan dari Bupati kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sistem Elektronik

Proses browning pada jamur kontrol tidak secepat jamur yang dikemas plastik berperforasi karena kadar air pada kontrol menurun secara drastis dibandingkan jamur yang

Dalam rangka penyiapan tenaga Asesor Kemampuan Badan Usaha pada jasa konstruksi, diperlukan adanya perangkat standar yang dapat dipergunakan untuk mengukur dan

Kanji sebagai salah satu jenis huruf yang memegang peranan penting dalam bahasa Jepang, karena kanji adalah huruf yang menyatakan arti, sedangkan huruf hiragana maupun

Analisa dilakukan dengan bantuan software Mini Tab sehingga didapatkan nilai Q1, Q2 ( Median ) dan nilai Q3 yang digunakan untuk menentukan jarak nilai dari

Pola penyimpangan satu warna terdapat penyimpanagan warna yang dangan nama daerah (lokal Lombok) dikenal dengan sebutan 1). Sonteng : terdapat warna putih pada