• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknol (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknol (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

SAINS-TEKNOLOGI-MASYARAKAT (STM) TERHADAP

LITERASI SAINS DAN TEKNOLOGI DITINJAU

DARI GAYA KOGNITIF SISWA

ARTIKEL

Oleh

I WAYAN BAYU ADIPURA

NIM : 1029061047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

(2)

1

Pengaruh Model Pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) Terhadap Literasi Sains dan Teknologi Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa

Oleh

I Wayan Bayu Adipura

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis perbedaan literasi sains dan teknologi antara kelompok siswa yang belajar dengan model STM dan model Konvensional, (2) menganalisis perbedaan literasi sains dan teknologi antara siswa yang memiliki gaya kognitif FI dan FD, (3) menganalisis pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap literasi sains dan teknologi, (4) menganalisis perbedaan literasi sains dan teknologi antara siswa yang belajar dengan model STM dan siswa yang belajar dengan model Konvensional untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FI, (5) menganalisis perbedaan literasi sains dan teknologi antara siswa yang belajar dengan model STM dan siswa yang belajar dengan model Konvensional untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FD.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan pretest-posttest nonequivalent control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMAN 2 Semarapura tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 133 siswa. Jumlah sampel sebanyak 74 orang siswa yang dipilih dengan teknik

simple random sampling. Data tingkat literasi sains dan teknologi siswa dikumpulkan dengan tes literasi sains dan teknologi. Pengujian hipotesis menggunakan uji ANOVA dua jalur dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk menguji komparasi pasangan nilai rata-rata tiap kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan (1) terdapat perbedaan yang signifikan antara literasi sains dan teknologi kelompok siswa yang belajar dengan model STM dan model Konvensional (Fh=72,166;p<0,05). Siswa yang belajar dengan model STM menunjukkan literasi sains dan teknologi yang lebih baik. (2) Terdapat perbedaan yang signifikan antara literasi sains dan teknologi siswa yang memiliki gaya kognitif FI dan FD (Fh=30,332;p<0,05). Siswa FI menunjukkan literasi sains dan teknologi yang lebih baik. (3) Terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap literasi sains dan teknologi (Fh=6,566;p<0,05).(4) Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat literasi sains dan teknologi siswa yang belajar dengan model STM dan siswa yang belajar dengan model Konvensional untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif

FI (Fh=61,749>F’(0,05)=4,11). (5) Terdapat perbedaan yang signifikan antara

tingkat literasi sains dan teknologi siswa yang belajar dengan model STM dan siswa yang belajar dengan model Konvensional untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FD(Fh=14,787>F’(0,05)=4,11).

(3)

2

The Influence Of Science Technology Society (STS) Learning Model Towards

Science and Technology Literacy From Students’ Cognitive Style Point of View

by

I Wayan Bayu Adipura

ABSTRACT

The goal of this research is to analyze: (1) the difference of science and technology literacy among group of students that learn using STS model and conventional model, (2) the difference of science and technology literacy among students that have FI and FD cognitive style, (3) interactive influence between learning model and cognitive style towards science and technology literacy, (4) the difference of science and technology literacy among students that learn using STS model and conventional model for group FI cognitive style students, (5) the difference of science and technology literacy among students that learn using STS model and conventional model for group FD cognitive style students.

This research is a quasi experimental research design pretest-posttest non-equivalent control group design. The population of this research is grade XI IPA students of SMA Negeri 2 Semarapura, academic year 2012/2013, with the total amount 133 students. The amount of sample is 74 students with simple random sampling technique. The data in this research is students’ science and technology literacy that collected by using science and technology literacy test. The hypothesis examined by using two ways ANOVA test and followed by Scheffe test for examining the comparison of pairs’ average score of each action groups. Based on the analyzed data result and discussion, obtained that: (1) there is a significant difference of science and technology literacy among students that learn using STS model and conventional model (Fh= 72,166;p<0,05). The students that learn using STS model showed that better science and technology literacy. (2) There is a significant difference of science and technology literacy among students that have FI cognitive style and FD (Fh= 30,332;p<0,05). (3) There is an interactive influence between learning model and cognitive style towards science and technology literacy (Fh= 6,566;p<0,05). (4) There is a significant difference of science and technology literacy among students that learn using STM model and students that learn using conventional model for group FI cognitive style students (Fh=61,749>F’(0,05)=4,11). (5) There is a significant difference of science

and technology literacy among students that learn using STS model and students that learn using conventional model for group FD cognitive style students (Fh=14,787>F’(0,05)=4,11).

(4)

3 I. PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berkembang sangat pesat dalam era globalisasi saat ini menyababkan kebutuhan akan produk teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hampir di setiap sisi kehidupan masyarakat mulai dari aktifitas pribadi, transportasi, komunikasi, perkantoran hingga kegiatan rumah tangga selalu bersentuhan dengan produk teknologi. Berkembangnya teknologi internet dan handphone telah membuat proses komunikasi dan perolehan informasi menjadi lebih efektif, efisien dan tanpa batas. Hal tersebut menuntut setiap individu untuk mampu memanfaatkan informasi dengan baik dan cepat. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi dan kemampuan untuk memproses informasi mutlak dibutuhkan agar dapat bersaing di era globalisasi yang dicirikan dengan persaingan yang ketat, keunggulan kompetitif, kolaborasi, ketidakpastian, penetrasi dan jaringan

networking yang luas.

Selain memberikan kenyamanan dan dampak positif yang besar, perkembangan sains dan teknologi juga memberikan masalah-masalah baru. Salah satu contohnya adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (handphone dan internet) yang telah membantu kegiatan manusia tidak terlepas dari dampak-dampak negatif yang menyertainya. Perkembangan akses internet yang semakin cepat dan memasyarakat membutuhkan kecerdasan manusia dalam memilah dan memilih informasi yang bermanfaat bagi dirinya. Fitur yang semakin banyak dan kehadiran produk-produk teknologi yang semakin beragam membutuhkan individu-individu yang cerdas dalam memilih suatu produk sehingga tepat sesuai dengan kebutuhannya. Adanya dampak positif dan negatif dari pesatnya perkembangan sains dan teknologi membutuhkan individu-individu yang dapat memilah dan memilih teknologi yang ramah lingkungan dan dapat mengantisipasi dan mengeleminir dampak-dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi. Individu diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains untuk memecahkan masalah dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Terbentuknya individu-individu yang literasi sains dan teknologi merupakan kebutuhan mutlak dalam era globalisasi.

(5)

4

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Pasal 3 dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal penting dan mutlak dimiliki anak didik untuk menghadapi tantangan hidup masa depan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan memenuhi tuntutan dalam perkembangan sains dan teknologi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan di antaranya menetapkan visi pendidikan nasional yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Hasrat Depdiknas untuk menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif pada tahun 2025 diupayakan dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2025. Untuk membangun manusia Indonesia yang berkarakter, pemerintah telah mencanangkan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pembelajaran. Upaya lain yang dilakukan yaitu peningkatan kualitas tenaga pendidik melalui program penataran bagi para guru, program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), penyetaraan jenjang pendidikan guru, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, serta penyempurnaan kurikulum. Usaha-usaha tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan membentuk individu yang literasi sains dan siap berkompetisi di era globalisasi.

(6)

5

sumber daya manusia Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya (Wikipedia, 2010). Khusus dalam bidang literasi sains, hasil penelitian PISA menunjukkan bahwa rata-rata literasi sains peserta didik siswa Indonesia adalah 371 pada tahun 2000, 382 pada tahun 2003 dan 393 pada tahun 2006 (Toharudin, 2009). Skor ini berada dibawah skor rata-rata dari semua negara yang disurvei yaitu 500 dengan simpangan baku 100 dan berada pada kelompok 10 negara dengan tingkat literasi sains terendah. Penelitian terakhir dari PISA pada tahun 2009 menunjukkan posisi literasi sains siswa Indonesia turun ke peringkat 60 dari 65 negara dan tetap termasuk dalam kelompok 10 negara dengan literasi sains terendah (IP-PMRI, 2010). Hasil penelitian dari TIMSS terhadap prestasi bidang sains peserta didik Indonesia juga menunjukkan hal yang serupa, yaitu pada tahun 1999 siswa Indonesia berada pada peringkat 32 dari 38 negara dengan skor 435; pada tahun 2003 di peringkat 37 dari 46 negara; dan pada tahun 2007 di peringkat 35 dari 49 negara. Pada penelitian TIMSS ini siswa Indonesia selalu berada pada tingkat Low International Benchmark (Toharudin, 2009).

Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan kualitas pendidikan adalah muara dari kualitas pembelajaran. Rendahnya mutu hasil belajar sains peserta didik menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah-sekolah Indonesia telah mengabaikan perolehan kepemilikan literasi sains peserta didik. Kondisi ini menuntut adanya pembenahan dan pembaharuan dalam kualitas pembelajaran sains karena proses pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah merupakan faktor utama yang menentukan mutu hasil belajar sains peserta didik (Toharudin, 2009). Pembelajaran formal di sekolah masih belum optimal, termasuk dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran yang belum optimal timbul karena permasalahan-permasalahan yang dialami pada proses pembelajaran (Sudiyono, 2010). Salah satu contohnya adalah materi ajar sains (IPA) yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku dewasa ini, maupun yang disajikan dalam buku-buku teks IPA yang beredar saat ini tampaknya lebih cenderung mengarah pada “science for scientist”.

(7)

6

keperluan ulangan atau ujian. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains seolah-olah hanya untuk dipelajari di sekolah, dan bukan kepentingan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Di mata siswa, sains sepertinya hanya ada dalam koridor sekolah. Hal demikian jelas tidak mendukung tercapainya literasi sains dan teknologi bagi siswa (Sadia, 2009).

Sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah pada proses pembelajaran adalah melalui implementasi model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM). Rustum Roy (dalam Sadia, 2009) menyatakan bahwa model pembelajaran STM dalam pembelajaran sains merupakan “perekat” yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat. Isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat merupakan karakteristik kunci dari model pembelajaran STM. Melalui model pembelajaran STM, para siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata, yang mencakup penerapan sains dan teknologi. Pengetahuan yang dibangun melalui model pembelajaran STM akan ada pada diri siswa sebagai copy situasi kehidupan nyata (Yager dalam Sadia, 2009).

Hidayat (dalam Sadia, 2009) mengemukakan empat ciri model pembelajaran STM antara lain: 1) difokuskan pada isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat yang terkait dengan konsep dan prinsip sains yang akan diajarkan, 2) diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam membuat keputusan berdasarkan informasi ilmiah, 3) tanggap terhadap karir pada masa depan, dan 4) evaluasi belajar ditekankan pada kemampuan siswa dalam memperoleh dan menggunakan informasi ilmiah untuk memecahkan masalah. Ciri-ciri tersebut sangat mendukung terbentuknya individu yang literasi sains dan teknologi sehingga mendukung terciptanya pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan yang dicanangkan oleh UNESCO. Keempat ciri model STM ini direalisasikan melalui empat fase dalam model pembelajaran STM yaitu invitation, exploration, proposing explanations and solutions,dan taking action (Dass, 2005).

(8)

7

Yager, 1994), yaitu domain konsep, proses, aplikasi, kreatifitas dan sikap. Siswa yang belajar dalam kelas STM menunjukkan peningkatan hasil belajar yang lebih baik dalam domain konsep, ketrampilan proses kreativitas, sikap dan aplikasi konsep dibandingkan dengan siswa dalam kelas yang menggunakan model directed inquiry (Yager et. al. 2009). Pendekatan STM yang dimodifikasi dengan menambahkan unsur lingkungan (environmental) terbukti efektif dalam meningkatkan kinerja akademis siswa (Rosario, 2009).

Dalam pembelajaran, perbedaan siswa perlu mendapat perhatian guru. Setiap siswa di kelas sebenarnya merupakan pribadi yang unik. Salah satu faktor siswa yang penting untuk diperhatikan guru adalah gaya kognitif. Menurut Woolfolk (1998), gaya kognitif merupakan cara seseorang dalam menerima dan mengorganisasi informasi. Menurut Lusiana (1992), gaya kognitif mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Gaya kognitif dapat dibedakan atas beberapa cara pengelompokan, salah satunya adalah berdasarkan kontinum global analitik dari Witkin,

et al. (1977), yaitu field independent (FI) dan field dependent (FD). Individu FI mengoperasikan efek pengecoh dengan cara analitik, sedangkan individu FD mengoperasikan efek pengecoh dengan cara global. Siswa sebagai individu yang unik sudah tentu memiliki gaya kognitif yang berbeda dengan teman-temannya dalam satu kelas. Gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa akan memberikan dampak atau pengaruh yang positif apabila disediakan lingkungan dan kondisi yang tepat sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Jadi, dalam menerapkan pembelajaran di kelas harus memperhatikan jenis gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan paparan diatas, fokus permasalahan yang dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Apakah terdapat perbedaan tingkat literasi sains dan teknologi antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dan model pembelajaran konvensional? 2) Apakah terdapat perbedaan tingkat literasi sains dan teknologi antara siswa yang memiliki gaya belajar field dependent dan field independent? 3) Apakah terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap tingkat literasi sains dan teknologi? 4) Apakah terdapat perbedaan tingkat literasi sains dan teknologi untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif field independent

(9)

8

(STM) dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional? 5) Apakah terdapat perbedaan tingkat literasi sains dan teknologi untuk kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional?

II. METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan

pretest-posttest nonequivalent control group design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMAN 2 Semarapura pada tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 133 siswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 orang siswa yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Rancangan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial 2×2 dengan variabel moderator gaya kognitif siswa (field dependent dan field independent). Hubungan antar variabel penelitian ditampilkan pada Gambar 01.

Prodesur/tahapan penelitian yang dilakukan secara terperinci disajikan sebagai berikut. 1) Orientasi dan observasi awal dimana peneliti menentukan kelas yang akan dijadikan populasi penelitian dan menentukan materi pembelajaran. 2) Peneliti menentukan sampel penelitian untuk memperoleh kelas kontrol dan kelas eksperimen. 3) Peneliti merancang instrumen penelitian yang berupa tes literasi sains dan teknologi. 4) Validasi isi tes literasi sains dan teknologi. 5) Peneliti melakukan uji coba tes literasi sains dan teknologi. 6) Peneliti menganalisis hasil uji coba tes literasi sains dan teknologi yang meliputi indeks daya beda (IDB), tingkat kesukaran butir (IKB), uji konsistensi butir, dan uji konsistensi internal tes. 7) Peneliti merancang perangkat

Gambar 01. Hubungan antar Variabel Penelitian Model Pembelajaran :

1. STM

2. Konvensional

Gaya Kognitif :

1. Field Dependent

2. Field Independent

Literasi Sains dan Teknologi

(10)

9

pembelajaran, yaitu RPP dan LKS dari model STM dan model Konvensional. 8) Validasi isi perangkat pembelajaran. 9) Peneliti memberikan tes gaya kognitif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 10) Peneliti memberikan pre-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 11) Peneliti memberi perlakukan dengan model pembelajaran STM pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 12) Peneliti mengadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 13) Peneliti menganalisis data pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan literasi sains dan teknologi siswa setelah perlakuan. 14) Peneliti melakukan analisis data penelitian dan pengujian hipotesis penelitian. 15) Peneliti melakukan interpretasi terhadap hasil analisis data, yaitu analisis deskriptif dan analisis univariat, kemudian melakukan pembahasan dan menyimpulkan hasil analisis data serta menyusun lapotan.

Data dalam penelitian ini berupa literasi sains dan teknologi siswa yang dikumpulkan dengan tes literasi sains dan teknologi. Pengujian hipotesis menggunakan uji ANOVA dua jalur dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk menguji komparasi pasangan nilai rata-rata tiap kelompok perlakuan.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis data terbukti bahwa terdapat perbedaan peningkatan literasi sains dan teknologi antara kelompok siswa yang belajar dengan model STM dan model Konvensional dengan nilai F=72,166 dan nilai sig.=0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat dicermati bahwa rata-rata gain faktor literasi sains dan teknologi siswa untuk kelompok model pembelajaran STM sebesar 0,624 (katagori

sedang) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok model pembelajaran konvensional

(11)

10

proses, kreativitas dan aplikasi konsep dibandingkan dengan siswa dalam kelas direct inquiry.

Model pembelajaran STM mampu memberikan peningkatan literasi sains dan teknologi yang lebih baik dibandingkan dengan MPK. Seperti diketahui bahwa model STM dalam pembelajaran sains merupakan “perekat” yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat (Rustum Roy dalam Sadia, 2009). Melalui model STM, para siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata, yang mencakup penerapan sains dan teknologi. Pengetahuan yang dibangun melalui model pembelajaran STM akan ada pada diri siswa sebagai copy situasi kehidupan nyata (Yager dalam Sadia, 2009). Model pembelajaran STM melibatkan enam ranah yaitu: 1) konsep, fakta, generalisasi, 2) proses, 3) kreativitas, 4) aplikasi konsep, 5) sikap dan 6) tindakan nyata (Poedjiadi, 2010:131). Konsep, fakta dan generalisasi diambil dari bidang ilmu tertentu dan merupakan kekhasan masing-masing bidang ilmu. Proses diartikan dengan bagaimana cara memperoleh konsep dalam bidang ilmu tertentu. Kretivitas mencakup lima prilaku yaitu: kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitifitas. Aplikasi konsep mencakup aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dalam hal ini mencakup menyadari kebesaran Tuhan, menghargai hasil penemuan para ilmuwan dan penemu produk teknologi, namun menyadari dampak negatif dari perkembangan teknologi. Tindakan nyata yang dimaksudkan adalah kecenderungan untuk ikut bertindak apabila terjadi sesuatu dalam lingkungannya.

(12)

11

Menurut Keefe (dalam Mohidin, 2005) gaya kognitif merupakan bagian gaya belajar yang menggambarkan kebiasaan berperilaku yang tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi. Siswa FI menerima sesuatu secara analitis dan dapat memisahkan antara stimulus dengan konteks, sedangkan orang yang memiliki gaya kognitif FD

dikategorikan sebagai seorang yang dapat berpikir secara global, berperilaku sensitif secara sosial dan berorientasi interpersonal (Witkin 1977). Dengan kata lain, individu FI

cenderung bekerja lebih baik dalam situasi yang tidak berstruktur. Sebaliknya, individu

FD akan lebih baik bekerja sama dengan orang lain dalam situasi organisasi yang terstruktur dengan baik. Lebih khusus dan terperinci dikatakan bahwa siswa FD

cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan kerap lebih berorientasi pada sesama manusia dan hubungan sosial. Selain itu, siswa FD cepat memperoleh kesan global dan mudah mengingat informasi yang berkaiatan dengan hubungan sosial, tetapi sulit mengolah materi pelajaran yang tidak terstruktur dan lebih peka terhadap kritik negatif. Di lain pihak, siswa FI cenderung lebih memperhatikan bagian dan komponen dalam suatu pola dan beroriantasi pada penyelesaian tugas daripada hubungan sosial yang lincah. Selain itu, siswa FI lebih mudah dalam menganalisis suatu masalah dan mengatur kembali bagian-bagiannya serta lebih tekun dalam mencari penyelesaiannya sendiri.

(13)

12

Dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran (MPSTM dan MPK) dan gaya kognitif terhadap peningkatan literasi sains dan teknologi dengan nilai statistik F = 6,566 dengan angka signifikansi 0,013 (p<0,05). Interaksi yang terjadi antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap peningkatan literasi sains dan teknologi merupakan interaksi ordinal (tidak bersilangan). Pengaruh perlakuan yang diberikan (model pembelajaran) terhadap peningkatan literasi sains dan teknologi siswa bergantung pada gaya kognitif siswa. Dengan kata lain, peningkatan literasi sains yang dihasilkan oleh kedua kelompok sampel tidak hanya akibat dari perlakuan (model pembelajaran) yang diberikan melainkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu gaya kognitif yang dimiliki siswa. Walaupun terjadi interaksi antara model pembelajaran dan gaya kognitif tapi hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan literasi sains dan teknologi untuk siswa FI maupun siswa FD yang belajar dengan model STM masih lebih baik daripada siswa yang belajar dengan model konvensional. Dengan kata lain model pembelajaran STM cocok untuk siswa FI maupun siswa FD. Hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut dengan uji Scheffe yang mendapatkan hasil bahwa untuk siswa FI, terdapat perbedaan yang signifikan antara MPSTM dan MPK dalam meningkatkan literasi sains dan teknologi dengan nilai Fh = 61,749 lebih lebih besar dari F’ = 4,11 pada taraf signifikansi 0,05. Hal yang sama juga dibuktikan pada siswa FD, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara MPSTM dan MPK dalam meningkatkan literasi sains dan teknologi dengan nilai Fh = 14,787 lebih besar daripada nilai F’= 4,11 pada taraf signifikansi 0,05.

(14)

13

terjadi dalam kelompok-kelompok kooperatif tersebut dapat mengatasi kendala yang terjadi pada siswa FD ketika memperoleh pembelajaran dengan model STM. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran STM dapat meningkatkan literasi sains dan teknologi siswa, baik untuk siswa FI

maupun siswa FD.

IV. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berikut ini. 1) Terdapat perbedaan peningkatan literasi sains dan teknologi antara kelompok siswa yang belajar dengan model STM dan model Konvensional (F=72,166; p<0,05). 2) Terdapat perbedaan peningkatan literasi sains dan teknologi antara siswa FI dan siswa FD. (F=30,322; p<0,05). 3) Terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap peningkatan literasi sains dan teknologi (F=6,566;p<0,05). 4) Terdapat perbedaan peningkatan literasi sains dan teknologi untuk kelompok siswa FI antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=61,749; F’=4,11). 5) Terdapat perbedaan tingkat literasi sains dan teknologi untuk kelompok siswa FD antara siswa yang belajar dengan model STM dan siswa yang belajar dengan model Konvensional(F=14,787; F’=4,11).

(15)

14 DAFTAR PUSTAKA

Dass, Pradeep M. 2005. Using a Science/Technology/Society Approach to Prepare Reform-Oriented Science Teachers: The Case of a Secondary Science Methods Course. Artikel. Issues in Teacher Education, 14(1), 95-108.

IP-PMRI. 2010. Rangking Indonesia pada PISA 2009 dan 10 Terbaik. Tersedia pada: http://p4mri.net/new/?s=+PISA+2009&Submit=Search. Diakses tanggal 20 April 2012.

Iskandar, M. A. 2007. TIK dalam Peningkatan Daya Saing. Makalah. Disampaikan dalam seminar melalui IGOS kita tingkatkan daya saing bangsa dalam rangka membangun 5-I pada tanggal 24 Mei 2007 di Denpasar.

Lamba, H. A. 2006. Pengaruh pembelajaran kooperatif model STAD dan gaya kognitif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA. Jurnal Ilmu Pendidikan. 13(2). 122-128.

Lusiana. 1992. Pengaruh Interaktif Antara Penggunaan Strategi Penataan Isi Mata Kuliah dan Gaya Kognitif Mahasiswa terhadap Perolehan Belajar. Tesis

(tidak dipublikasikan). Malang: PPS IKIP Malang.

Mohidin, 2005. Pengaruh Bentuk Tes Dan Gaya Kognitif Siswa Terhadap Validitas Tes Matematika SMA Se-Kabupaten Gorontalo. Artikel. Terdapat pada: http://journal.ung.ac.id/ filejurnal/ MSVol4No1 /MSVol4No1_3.pdf. Diakses tanggal 12 Desember 2011.

Poedjiadi. 2010. Sains Teknologi Masyarakat: Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003. Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SLTP Di Kota Ambon. Artikel. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5, No. 1, 2003: 1 – 10. Tersedia pada http://www.unesa.ac.id/bank/jurnal/. Diakses tanggal 10 Februari 2012. Rosario, Bernadete I. 2009. Science, Technology and Environment (STSE) Approach in

Enviromental Science for Nonscience Students in Local Culture. Artikel. Liceo Journal Education Research Science and Technology Section, 6(1), 269-283.

Sadia, W. 2009. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Sains.

Makalah. Disajikan pada Diklat Strategi Pembelajaran Inovatif Bagi Guru Fisika di Lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Bali Tanggal 22 s/d 27 Agustus 2009.

Sugiarthawan, I K. A. 2007. Pengaruh model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil belajar fisika siswa SMA. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Ganesha.

(16)

15

Toharudin, Uus, et. al. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wikipedia. 2010. List of countries by human development index. Terdapat pada http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Ind ex. Diakses tanggal 10 Januari 2012.

Witkin, H.A., C. A. Moore., D. R. Goodenough., & P. W. Cox. 1977. Field-Dependent and Field-Independent Cognitive Styles and Their Educational Implications. Review ofEducational Research. Winter 1977, Vol. 47, No. 1, 1-64.

Woolfolk, Anita E. 1998. Educational Psychology. Singapore: Allyn and Bacon.

Yager, Robert E. et. al. 2009. A Comparison of Student Learning in STS vs Those in Directed Inquiry Classes. Artikel. Electronic Journal of Science Education, 13(2),186-208.

Gambar

Gambar 01. Hubungan antar Variabel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ penggunaan Helm berstandar Nasional Indonesia atau SNI/ dinilai mendesak karena regulasi// Hal tersebut sebagaimana disampaikan Kasubdit Dikyasa

Pengaruh Sudut Serang Terhadap Efisiensi Dan Produktivitas Proses Pembuatan Serbuk Logam Dengan Metoda Atomisasi Las Oksi-Asitilen, Prosiding seminar Nasional TEKNOIN Universitas

Dalam mengumpan menggunakan kaki bagian dalam, yang harus diperhatikan adalah: 1) Tempatkan kaki tumpu disamping bola, bukan kaki untuk mengumpan. 2) pada saat mengumpan

Reorientasi Politik Islam bukan saja difokuskan pada mainstreaming paham-paham moderat dalam beragama, tetapi juga bagaimana agama itu dapat berperan dan berkontribusi positif

Prosedur analisa untuk menentukan kadar emas dan perak secara fire assay baik yang dilakukan peleburan memakai tungku dengan bahan bakar gas maupun dengan bahan bakar solar

Produk Halal, Pengelolaan Keungan Haji, pengakuan terhadap pemberlakukan Syariat Islam di Aceh, desain pembangunan politik tersebut tidak bisa lepas dari pengaruh partai Islam

binasi teknik dasar passing bawah, passing atas, servis dan smash (berpasangan dan berkelompok) dengan meng-gunakan dengan koordinasi yang baik.. Mempraktikkan

Prosedur pendugaan dalam model yang dikembangkan berupa fungsi Cobb Douglas yang mempunyai elastisitas parsial variabel dengan introduksi faktor yang mempengaruhi, dapat