• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dilatasi Pada Gaya Dalam Kolom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Dilatasi Pada Gaya Dalam Kolom"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH DILATASI TERHADAP GAYA DALAM KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

Suatu Tugas Akhir

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Yang Diperlukan untuk Memperoleh

Ijazah Sarjana Teknik

Disusun Oleh :

FERDI REZA

Nim : 0704101010044

Bidang : Struktur Jurusan : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM

BANDA ACEH

(2)

ii

PENGESAHAN

PENGARUH DILATASI TERHADAP GAYA DALAM KOLOM DAN

BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN DENAH

BENTUK H

Oleh

Nama Mahasiswa : Ferdi Reza Nomor Induk Mahasiswa : 0704101010044

Bidang : Struktur

Jurusan : Teknik Sipil

Banda Aceh, 11 Oktober 2012 Disetujui Oleh,

Pembimbing Co. Pembimbing

Ir. Huzaim, M.T. Rudiansyah Putra, ST. M.Si

NIP. 196603201992031003 NIP. 197509232002121004

Diketahui/Disahkan Oleh,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala,

Ir. Maimun Rizalihadi, M. Sc. Eng

(3)

iii

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad S.A.W yang telah menuntun perjalanan kehidupan manusia menempuh ilmu pengetahuan.

Tugas Akhir yang berjudul PENGARUH DILATASI TERHADAP GAYA DALAM KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI

EMPAT DENGAN DENAH BENTUK H ini ditulis untuk memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana pada Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini penulis telah memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak terutama dari Pembimbing dan Co.Pembimbing. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang dalam dan tulus kepada

Bapak Ir. Huzaim, M.T. selaku Pembimbing dan Bapak Rudiansyah Putra, ST.

M.Si selaku Co. Pembimbing.

Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Marwan, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala; 2. Bapak Ir. Maimun Rizalihadi, M. Sc. Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala;

(4)

iv

4. Bapak Dr. Ing. Teuku Budi Aulia, M.Ing, selaku Ketua Bidang Struktur Teknik Sipil dan Bapak Rudiansyah Putra, ST, M.Si, selaku Sekretaris Bidang Struktur;

5. Bapak Ir. M. Idris Ibrahim, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik;

6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang telah banyak memberikan bekal berupa ilmu kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini;

7. Yang terhormat, tercinta dan sangat penulis sayangi yaitu Ayahanda Ir. Drs. Iskandar Yusuf, M.Si dan Ibunda Safriah Muhammad serta saudara-saudaraku yang tersayang, Fahrul Rizal, ST dan Ferina Rizkia, ST yang telah memberikan kasih sayang, keceriaan, dan dorongan bagi penulis, serta keluarga besar dan semua saudara tercinta, yang telah banyak memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini;

8. Teman-teman sipil ‟07 Zulfazilla, Iqbal, Adrian dan seluruh mahasiswa struktur. Terima kasih kepada Bang Munawir yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Serta teman-teman yang tidak tersebutkan disini satu persatu yang dengan tulus mendampingi dan memberikan motivasi serta dorongan hingga selesainya penulisan ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas jasa-jasa dan budi baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan buku Tugas Akhir ini.

Banda Aceh, 11 Oktober 2012 Penulis

FERDI REZA

(5)

v ABSTRAK

Berdasarkan tinjauan desain tahan gempa, bentuk gedung yang lebih dikehendaki adalah yang mempunyai konfigurasi beraturan seperti bujursangkar, bentuk-bentuk L, T atau H biasanya bentuk-bentuk yang sulit digunakan untuk tahan gempa. Untuk itu umumnya dapat diatasi dengan menggunakan dilatasi. Pada perencanaan ini ditinjau pengaruh penggunaan dilatasi terhadap gaya dalam struktur atas yang meliputi balok dan kolom. Perbandingan dilakukan antara gedung dengan konfigurasi beraturan dan tidak beraturan. Pada tinjauan digunakan gedung dengan bentuk H simetris tanpa dilatasi (TD) untuk konfigurasi tidak beraturan, dan dengan dilatasi (DD) untuk konfigurasi beraturan. Berdasarkan hasil analisis struktur, nilai eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memilki nilai yang kecil, sehingga bangunan akan mengalami defleksi torsional kecil. Mengakibatkan kolom dan balok yang jauh dari pusat kekakuan, mengalami gaya dalam lebih besar dari kolom dan balok yang dekat dengan pusat kekakuan. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya aksial, pada balok dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dibandingkan terhadap gaya geser. Pada perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser dan gaya aksial, didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel. Sehingga dapat disimpulkan

(6)

vi

Halaman

LEMBARAN JUDUL

LEMBARAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN ... 5

2.1 Struktur Gedung Beraturan Dan Tidak Beraturan ... 5

2.2 Pemisahan Bangunan (Dilatasi) ... 7

2.3 Jenis-jenis Dilatasi ... 9

2.4 Jarak Sela Pemisah (Dilatasi) ... 10

2.5 Pembebanan ... 11

2.6 Kombinasi pembebanan ... 13

2.6 Analisa Penampang ... 13

2.7.1 Perencanaan kolom ... 13

2.7.2 Perencanaan balok ... 16

2.7 Analisis Struktur ... 17

2.8 Analisis Varian ... 18

BAB III METODE PERENCANAAN ... 20

(7)

vii

3.1.1 Penempatan Dilatasi ... 20

3.2 Pemasukan Data ... 23

3.2.1 Data bangunan ... 23

3.2.2 Mutu bahan ... 23

3.2.3 Pembebanan ... 24

3.2.4 Pendimensian Awal ... 28

3.3 Analisis Struktur ... 28

3.6 Pendimensian Struktur ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Pendimensian Elemen Kolom Dan Balok ... 30

4.2 Hasil Analisis Struktur dan Pembahasan ... 30

4.2.1 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Balok ... 31

4.2.2 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Kolom ... 34

4.3 Pusat Massa Dan Pusat Kekakuan ... 37

4.3 Simpangan (Drift) ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 43

DAFTAR NOTASI ... 44

DAFTAR LAMPIRAN A ... 47

DAFTAR LAMPIRAN B ... 77

(8)

viii

Lampiran A.3.2 Peta pembagian wilayah gempa Indonesia ... 49

Lampiran A.3.3 Denah lantai I TD ... 50

Lampiran A.3.4 Denah lantai II TD ... 51

Lampiran A.3.5 Denah lantai III TD ... 52

Lampiran A.3.6 Denah lantai IV TD ... 53

Lampiran A.3.7 Denah lantai atap TD ... 54

Lampiran A.3.8 Denah lantai I DD ... 55

Lampiran A.3.9 Denah lantai II DD ... 56

Lampiran A.3.10 Denah lantai III DD ... 57

Lampiran A.3.11 Denah lantai IV DD ... 58

Lampiran A.3.12 Denah lantai atap DD ... 59

Lampiran A.3.13 Tampak depan ... 60

Lampiran A.3.14 Tampak belakang ... 61

Lampiran A.3.15 Tampak kiri ... 62

Lampiran A.3.16 Tampak kanan ... 63

Lampiran A.3.17 Potongan A ... 64

Lampiran A.3.18 Potongan B ... 65

Lampiran A.3.19 Penomoran titik nodal TD ... 66

Lampiran A.3.20 Penomoran titik nodal DD blok 1 ... 67

Lampiran A.3.21 Penomoran titik nodal DD blok 2 ... 68

Lampiran A.3.22 Penomoran titik nodal DD blok 3 ... 69

Lampiran A.3.23 Penomoran elemen As 1 TD ... 70

Lampiran A.3.24 Penomoran elemen As 8 TD ... 71

Lampiran A.3.25 Penomoran elemen As 1 DD blok 1 ... 72

Lampiran A.3.26 Penomoran elemen As 8 DD blok 1 ... 73

(9)

ix

Lampiran A.3.28 Penomoran elemen As 1 DD blok 3 ... 75

Lampiran A.3.29 Penomoran elemen As 8 DD blok 3 ... 76

LAMPIRAN B Halaman Lampiran B.1 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung ... 77

Lampiran B.2 Beban hidup pada lantai gedung ... 78

Lampiran B.3 Koefisien reduksi beban hidup ... 79

Lampiran B.4 F Tabel untuk α = 0,01 ... 80

LAMPIRAN C Halaman Lampiran C.3.1 Pembebanan Plat Lantai, Dinding dan Beban Gempa ... 81

Lampiran C.3.2 Pembebanan Kuda-Kuda ... 83

Lampiran C.3.3 Beban Angin yang Bekerja Pada Gedung ... 84

Lampiran C.3.4 Beban Perhitungan Massa dan Pusat Massa TD dan DD .. 87

Lampiran C.3.5 Perhitungan drift Δs dan drift Δm TD dan DD ... 102

Lampiran C.3.6 Output Pusat Massa dan Pusat Kekakuan Struktur ... 103

Lampiran C.3.7 Perhitungan Eksentrisitas Pusat Massa dan ... 104

Pusat Kekakuan Lampiran C.3.8 Perhitungan Pembesaran Eksentrisitas ... 105

Lampiran C.3.9 Perhitungan Pendimensian TD ... 106

Lampiran C.3.10 Perhitungan Pendimensian DD ... 116

(10)

1

Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa sangat penting di Indonesia, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas moderat hingga tinggi.

Menurut Schodek (1998), gempa bumi adalah fenomena yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Beban kejut ini dapat dikaitkan benturan pergesekan kerak bumi. Kejutan yang berkaitan dengan benturan tersebut menjalar dalam bentuk gelombang yang berperilaku tiga dimensi. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan diatasnya bergetar, sehingga menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Besarnya gaya yang timbul bergantung pada banyak faktor. Massa dan kekakuan struktur merupakan faktor yang paling utama. Pada bangunan yang tidak beraturan, dapat terjadi eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan pada bangunan sehingga bangunan mengalami torsi. Untuk memperkecil eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan, digunakan dilatasi pada pertemuan antara bangunan induk dengan bangunan penghubung. Dilatasi adalah pemisahan bangunan secara fisik sehingga masing-masing bangunan dapat berdefleksi sendiri-sendiri saat terjadi gempa. Gedung yang denahnya benar-benar simetris juga dapat mengalami torsi, apabila lokasi beban dan elemen-elemen pengaku dari bangunan tidak simetris.

(11)

2

diharapkan dapat mengurangi jarak antara pusat massa, titik dimana beban gempa bekerja pada lantai, dengan pusat kekakuan sehingga dapat mengurangi efek torsional pada bangunan.

Pada perencanaan DD bangunan dibagi menjadi 3 blok bangunan. Luas bangunan dari gedung ini adalah 45 x 34,8 m2, berlantai empat dengan tinggi bangunan 16 m, bentang antar kolom arah memanjang 4,5 m dan bentang antar kolom arah melintang adalah 8 m, 2,4 m, 4,5 m dan 5 m.

Analisa dilakukan terhadap struktur atas meliputi balok dan kolom, sistem struktur yang digunakan dalam perencanaan ini adalah Aksi Rangka Kaku (Rigid Frame/Moment Resisting Frame). Struktur yang dibentuk dengan cara meletakkan elemen kaku horizontal di atas elemen kaku vertikal, yang saling dihubungkan pada ujung-ujungnya oleh joints yang dapat mencegah terjadinya rotasi. Dilatasi ditempatkan pada pertemuan antara bangunan induk dengan bangunan penghubung, bangunan penghubung terletak antara dua bangunan induk sehingga digunakan dilatasi pada dua tempat yaitu pada As C dan As D. Pada perencanaan ini ditinjau pengaruh penggunaan dilatasi pada gaya dalam meliputi momen, gaya geser dan gaya aksial yang timbul pada balok dan kolom, elemen yang dibandingkan adalah elemen yang jauh dari pusat kekakuan dan yang dekat dengan pusat kekakuan.

Perencanaan struktur beton bertulang didasarkan pada SNI 03-2847-2002 tentang tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung Tahan Gempa, mutu baja tulangan didasarkan pada SNI 07-2052-2002 Baja Tulangan Beton. Pada perencanaan ini, gedung direncanakan dari struktur beton bertulang dengan kuat tekan beton (f’c) 25 MPa, tegangan leleh tulangan utama (fy) 390 MPa, modulus elastisitas beton (Ec) 23500 MPa, tegangan leleh tulangan geser (fys) 295 MPa, modulus elastisitas tulangan baja (Es) 200000 MPa.

(12)

didasarkan pada SNI 03-1726-2002, lalu dilanjutkan dengan analisa struktur. Dari analisis struktur didapatkan momen, gaya geser, gaya aksial, dan reaksi tumpuan pada setiap kombinasi untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada keamanan portal. Setelah tahapan-tahapan tersebut dipenuhi, akan didapatkan dimensi yang aman dan penulangan yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil analisa struktur, nilai eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai yang kecil. Sehingga bangunan mengalami defleksi torsional yang kecil, yang mengakibatkan kolom dan balok pada ujung bangunan yang jauh dari pusat kekakuan mengalami gaya dalam yang lebih besar dari kolom dan balok di tengah bangunan yang dekat dengan pusat kekakuan. Elemen yang ditinjau adalah kolom dan balok pada As 1 untuk yang jauh dari pusat kekakuan, kolom dan balok As 8 untuk yang dekat dengan pusat kekakuan.

Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya aksial, pada balok dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dibandingkan terhadap gaya geser. Dari hasil analisa struktur didapatkan perbandingan gaya dalam antara TD dan DD. Perbandingan momen yang timbul pada balok As 1 (A-B) adalah 101%, balok As 1 (B-C) 102%, balok As 8 (A-B) sebesar 102%, balok As 8 (B-C) 104%, perbandingan gaya geser yang timbul pada balok As 1 (A-B) adalah 101%, balok As 1 (B-C) 102%, balok As 8 (A-B) sebesar 100%, balok As 8 (B-C) 104%. Perbandingan momen yang timbul di kolom A1 sebesar 104%, kolom B1 102% dan kolom C1 103%, kolom A8 sebesar 105%, kolom B8 101% dan kolom C8 106%. Perbandingan gaya geser yang timbul di kolom A1 sebesar 104%, kolom B1 102% dan kolom C1 103%, kolom A8 sebesar 105%, kolom B8 101% dan kolom C8 106%. Perbandingan gaya aksial yang timbul di kolom A1 sebesar 100%, kolom B1 100% dan kolom C1 102%, kolom A8 sebesar 100%, kolom B8 100% dan kolom C8 100%.

Pada perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser dan gaya aksial, didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel.

(13)

4

(14)

5

Menurut Schodek (1998), struktur merupakan sarana untuk menyalurkan beban akibat penggunaan atau berat sendiri bangunan ke dalam tanah. Struktur harus mampu berfungsi secara keseluruhan dalam memikul beban, baik yang bereaksi secara vertikal maupun secara horizontal ke dalam tanah.

Di Indonesia, perencanaan struktur beton bertulang berdasarkan SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Dalam Perencanaan Struktur Bangunan Gedung Tahan Gempa. Sedangkan untuk pembebanan didasarkan pada SNI 03-1727-1989 tentang Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.

Pembebanan yang ditinjau yaitu pembebanan akibat beban tetap dan beban tidak tetap. Beban tetap terdiri dari beban mati (dead load) dan beban hidup (live load), Beban tidak tetap terdiri dari beban angin (wind load) dan beban gempa (earthquake load). Berat sendiri berbagai bahan bangunan dan komponen gedung berdasarkan Anonim (1989), dan beban hidup pada lantai gedung berdasarkan Anonim (1989). Koefisien reduksi beban hidup sesuai penggunaan gedung berdasarkan Anonim (1989).

2.1 Struktur Gedung Beraturan Dan Tidak Beraturan

Menurut Anonim (20022:12), struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut ;

(15)

6

2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut,

3. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut,

4. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan,

5. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun ada loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka, 6. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa

adanya tingkat lunak. Yang dimaksudkan dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, yang kekakuannya kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini yang dimaksud kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan suatu simpangan antar-tingkat,

7. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini,

(16)

Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan diatas, ditetapakan sebagai struktur gedung yang tidak beraturan.

Bangunan sebaiknya simetris ,jika tidak, jarak antara pusat massa, titik dimana beban gempa bekerja pada lantai, dan pusat kekakuan diminimalkan. Jika terjadi eksentrisitas seperti yang terlihat pada gambar 2.1, bangunan akan mengalami defleksi torsional seperti yang terlihat. sehingga kolom pada titik A akan mengalami gaya geser yang lebih besar dari kolom di titik B. Lokasi dari pusat kekakuan dipengaruhi oleh elemen pengaku struktural dan nonstruktural. Tidak beraturan torsi terjadi ketika drift maksimum antar tingkat pada salah satu ujung bangunan, lebih dari 1,2 kali dari drift rata-rata pada lantai yang sama (Wight dan Macgregor 2012:1034).

Gambar 2.1 Eksentrisitas dari gaya gempa Sumber Wight dan Macgregor (2009:824)

2.2 Pemisahan Bangunan (Dilatasi)

(17)

8

panjang, dan menyebabkan timbulnya retakan atau keruntuhan struktural. Oleh karenanya, suatu bangunan yang besar perlu dibagi menjadi beberapa bangunan yang lebih kecil, dimana setiap bangunan dapat bereaksi secara kompak dan kaku dalam menghadapi pergerakan bangunan yang terjadi (Juwana 2005:51).

Gambar 2.2 Pemisahan bangunan Sumber Juwana (2005:51)

(18)

Kerusakan umumnya terjadi pada pojok-pojok bangunan, pemisahan massa gedung tersebut atas bagian-bagian yang lebih kecil akan memungkinkan masing-masing bagian bergetar sendiri-sendiri pada saat mengalami beban gempa (gambar 2.3). Gedung yang dibuat saling berdekatan harus mempunyai jarak pemisah yang cukup, sedemikian rupa sehingga dapat dengan bebas bergetar pada ragam alaminya, tanpa saling bertumbukan. Apabila jarak ini tidak diperhatikan dengan baik, dapat terjadi kerusakan yang serius.

Gambar 2.3 Konfigurasi tidak simetris Sumber Schodek (1998:531)

Menurut Pauley dan Priestley (1992:18), bentuk yang sederhana lebih dikehendaki, bangunan dengan bentuk yang indah seperti T dan L harus dihindari atau dibagi menjadi bentuk yang lebih sederhana. Bentuk yang simetris harus diberikan jika memungkinkan. Bentuk yang tidak simetris dapat mengakibatkan munculnya torsi, banyak kerusakan besar akibat gempa telah diamati pada bangunan yang terletak di pojok jalan, dimana struktur yang simetris sulit untuk dicapai.

2.3 Jenis-jenis Dilatasi

(19)

10

1. Dilatasi Dengan Dua Kolom. Pemisahan struktur dengan dua kolom terpisah merupakan hal yang paling umum digunakan, terutama pada bangunan yang bentuknya memanjang. Perlu diingat bahwa bentang antar kolom pada lokasi di mana dilatasi berada ikut berubah.

2. Dilatasi Dengan Balok Kantilever. Mengingat balok kantilever terbatas panjangnya (maksimal 1/3 bentang balok induk), maka pada lokasi dilatasi terjadi perubahan bentang antar kolom, yaitu sekitar 2/3 bentang antar kolom.

3. Dilatasi Dengan Balok Gerber. Untuk mempertahankan jarak antar kolom yang sama, maka pada balok kantilever diberi balok Gerber, namun dilatasi dengan balok Gerber ini jarang digunakan, karena dikhawatirkan akan lepas dan jatuh, jika mengalami deformasi arah horizontal yang cukup besar.

4. Dilatasi Dengan Konsol. Meskipun jarak antar kolom dapat dipertahankan tetap sama, namun akibatnya adanya konsol, maka tinggi langit-langit di daerah dilatasi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tinggi langit-langit pada bentang kolom berikutnya. Dilatasi jenis ini banyak digunakan pada bangunan yang menggunakan konstruksi prapabrikasi, dimana keempat sisi kolom diberi konsol untuk tumpuan prapabrikasi.

2.4 Jarak Sela Pemisah (Dilatasi)

Menurut Schodek (1998:534), Gedung yang dibuat saling berdekatan harus mempunyai jarak pemisah yang cukup, sedemikian rupa sehingga masing-masing bangunan dapat dengan bebas bergetar pada ragam alaminya, tanpa saling bertumbukan. Apabila jarak ini tidak diperhatikan dapat terjadi kerusakan yang serius.

(20)

penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan (drift) struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala.

Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi). Simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa nominal dibedakan dua macam;

Kinerja batas layan dihitung menggunakan persamaan berikut :

Δs = 0,03/R x hi ... (2.1)

Kinerja batas ultimit dihitung menggunakan persamaan berikut :

Δm = ξ x R x Δs ... (2.2)

Dengan ξ adalah 0,7.

Δsantar tingkat tidak boleh melebihi 30 mm. Δm antar tingkat tidak boleh

melebihi 0,02 x hi.

Jarak pemisah antar gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung dan tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf itu diukur dari taraf penjepitan lateral, sela pemisah tidak boleh ditetapkan kurang dari 75 mm.

2.5 Pembebanan

(21)

12

berdasarkan Anonim (1989). Beban hidup pada lantai dan koefisien reduksi beban hidup sesuai penggunaan gedung-gedung berdasarkan Anonim (1989).

1. Beban mati. Menurut Anonim (1989), beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Berat berbagai bahan bangunan berdasarkan Anonim (1989).

2. Beban hidup. Menurut Anonim (1989), beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung. Di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari bahan-bahan yang dapat berpindah, mesin-mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai. Beban hidup berdasarkan Anonim (1989).Beban angin. Menurut Anonim (1989), beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam ketentuan tersebut disyaratkan tekanan angin minimum sebesar 25 kg/m2, kecuali untuk daerah sejauh lebih kecil dari 5 km dari pantai diambil minimum 40 kg/m2. koefisien angin pada gedung tertutup untuk bidang-bidang luar dinding vertikal adalah:

a. Angin tekan + 0.9 b. Angin hisap - 0.4

(22)

2.6 Kombinasi pembebanan

Kombinasi pembebanan sesuai dengan Anonim (2002b), dimana Anonim (2002b:59) menyebutkan bahwa kombinasi pembebanan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

U = 1,4 D ... (2.3) U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) ... (2.4) U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) ... (2.5) U = 0,9 D ± 1,6 W ... (2.6) U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E ... (2.7) U = 0,9 D ± 1,0 E ... (2.8)

Faktor reduksi kekuatan diperhitungkan pada perencanaan komponen struktur, diambil dari kuat nominalnya yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari Anonim (2002b) yang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ( ). Besarnya faktor reduksi kekuatan menurut Anonim (2002b:61) adalah sebagai berikut:

a. Lentur tanpa beban aksial = 0,80

b. Geser dan torsi = 0,75

c. Tarik aksial tanpa dan dengan lentur (spiral) = 0,70 d. Tekan aksial tanpa dan dengan lentur (sengkang) = 0,65

2.7 Analisa Penampang

2.7.1 Perencanaan kolom

(23)

14

konstruksi tekan, meskipun mereka mungkin harus menahan gaya-gaya lentur akibat kontinuitas dari konstruksi (Mosley dan Bungey,1984:234).

Kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut (Anonim 2002b):

1. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral.

2. Regangan maksimum(c) pada serat tekan beton diasumsikan 0,003. 3. Tegangan pada tulangan (fs), yang nilainya lebih kecil dari tegangan

lelehnya (fy), diambil sebesar fs = Ess. Untuk regangan yang lebih besar

dari regangan yang menghasilkan fy, nilai tegangan diambil sebesar fs = fy.

4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan beton bertulang.

5. Hubungan distribusi tegangan tekan dan regangan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian.

6. Ketentuan nomor 5 di atas dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton berbentuk persegiempat ekuivalen, dimana :

a. tegangan beton sebesar 0,85∙f’c dianggap terdistribusi secara merata pada daerah tekan yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = 1∙c dari serat dengan

regangan tekanbeton maksimum;

b. c adalah jarak dari serat dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral; dan

c. untuk f’c  30 MPa nilai β1 diambil 0,85, untuk f’c  30 MPa nilai β1

harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa, tetapi β1

tidak boleh kurang dari 0,65. Pernyataan ini dapat dirumuskan :

Apabila Pn adalah beban aksial dan Pb adalah beban aksial pada kondisi

balance, maka:

(24)

2. Jika Pn = Pb disebut keruntuhan balance 3. Jika Pn > Pb disebut keruntuhan tekan

Idealisasi distribusi tegangan dan regangan untuk kolom persegi dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik, penampang kolom dibagi menjadi tiga kondisi keruntuhan, yaitu keruntuhan tarik, εs>y, keruntuhan balance (seimbang), s =y, dan keruntuhan tekan s<y.

7. Desain penampang

Anonim (2002b:212) menyebutkan kolom yang menerima beban aksial terfaktor lebih besar dari Ag.f’c/10 pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) harus memenuhi persyaratan berikut, dimana ukuran penampang terkecil tidak kurang dari 300 mm dan perbandingan antara ukuran penampang terkecil terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.

8. Penulangan longitudinal

Dipohusodo (1996:292) pembatasan jumlah tulangan komponen balok agar penampang berperilaku daktail dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk kolom agak sukar karena beban aksial tekan lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari. Penulangan yang lazim adalah sebanyak 1,5% sampai 3,0% dari luas penampang kolom. Untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segiempat atau lingkaran harus ada paling sedikit empat batang tulangan

(25)

16

memanjang. Anonim (2002b:213) menyebutkan bahwa rasio penulangan memanjang kolom pada SRPMK tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari 0,06.

9. Penulangan geser

Spasi minimum tulangan geser kolom adalah 6 kali diameter utama, atau 150 mm Anonim (2002b:214). Menurut Anonim (2002b:46), ukuran sengkang tidak boleh lebih kecil dari tulangan D10, bila tulangan memanjang mempunyai ukuran yang lebih besar dari tulangan D32, maka tulangan yang digunakan sebagai sengkang tidak boleh lebih kecil dari yang berukuran D12.

2.7.2 Perencanaan balok

Dewobroto (2007:201) menyebutkan istilah mengenai struktur balok atau

beam lebih menitikberatkan pada elemen satu dimensi yang mengalami bending

(lentur) dan gaya geser. Dengan orientasi pada bidang dan terletak horizontal serta diberi beban tegak lurus pada elemen tersebut, gaya aksial dan torsi dapat diabaikan.

Menurut Park dan Paulay (1975:61), balok adalah elemen struktur yang membawa beban eksternal transversal yang mengakibatkan momen lentur dan gaya geser sepanjang bentang balok. Dewobroto (2007:201) menyatakan elemen balok merupakan elemen struktur yang paling umum dijumpai, dan umumnya digunakan sebagai struktur pendukung lantai, baik lantai bangunan gedung maupun lantai jembatan.

Vis dan Kusuma (1993:104) menyebutkan bahwa syarat-syarat kelangsingan balok sering tidak menentukan. Balok didimensikan dengan persyaratan tinggi minimum akan menghasilkan persentase penulangan yang sangat tinggi atau dapat menimbulkan masalah yang berkaitan dengan penampungan tegangan geser akibat gaya geser. Secara umum, ukuran balok cukup diperkirakan dengan h = 1/10 sampai 1/15 l.

(26)

a. Penampang bertulangan kurang (under reinforced)

Pada kondisi ini, tulangan baja tarik akan mendahului mencapai regangan luluhnya sebelum beton mencapai regangan maksimum.

b. Penampang bertulangan seimbang (balance reinforced)

Pada keadaan seimbang balok menahan beban sedemikian hingga regangan beton maksimum mencapai 0,003, pada saat yang bersamaan tegangan tarik baja mencapai tegangan luluh ( fy).

c. Penampang bertulangan lebih (over reinforced)

Kondisi ini dicapai apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tarik lebih banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan. Hal yang demikian pada gilirannya akan berakibat beton mendahului mencapai regangan maksimum sebelum tulangan baja tarik nya luluh. Apabila penampang dibebani momen lebih besar lagi, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.

Anonim (2002b:209) menyatakan sedikitnya dipasang dua tulangan di atas dan di bawah di tiap potongan secara menerus. Rasio tulangan longitudinal

balok ρ tidak boleh melebihi 0,025.

Tulangan minimal harus sedikitnya :

As≥ c

Penyelesaian analisa struktur berbasis komputer dilakukan dengan membagi model menjadi elemen-elemen kecil. Adapun elemen adalah identik

(27)

18

struktur yang dianggap sebagai representasi yang paling mendekati sifat struktur real (Dewobroto,2007:9)

Dasar teori penyelesaian statik (Dewobroto,2007:11) yang digunakan program ETABS adalah metode matriks kekakuan, dimana suatu persamaan keseimbangan struktur dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut :

    

K δ  F ... (2.11) Keterangan :

[K] = matriks kekakuan yang dalam pembahasan sebelumnya dapat disebut

sebagai „unit pendekatan‟ yang merupakan formulasi matematik yang

merupakan representasi perilaku mekanik elemen yang ditinjau.

{δ} = vektor perpindahan atau deformasi (translasi atau rotasi) struktur. {F} = vektor gaya/momen yang dapat berbentuk beban pada titik nodal bebas

atau gaya reaksi tumpuan pada titik nodal yang di-restrain.

Program ETABS (Anonim,2000:1) dirancang sangat interaktif, sehingga beberapa hal dapat dilakukan, misalnya mengontrol kondisi tegangan pada elemen struktur, mengubah dimensi batang, dan mengganti peraturan (code) perancangan tanpa harus mengulang analisis struktur. Namun demikian, ada beberapa hal yang tidak diperhitungkan oleh program ini dan harus dilakukan sendiri oleh perencana. Hal tersebut mencakup pendetailan, penyusunan tulangan longitudinal pada balok atau kolom beton bertulang, persyaratan daktilitas minimum struktur atau rasio tulangan minimum.

2.8 Analisa Varian

Menurut Hines dan Montgomery (1990 : 371), bahwa untuk menganalisa pengaruh suatu faktor terhadap suatu perlakuan bisa digunakan analisis varian klasifikasi satu arah untuk satu faktor yang diselidiki. Untuk mendapatkan hubungan antara dua besaran dilakukan analisis regresi.

(28)
(29)

20

BAB III

METODE PERENCANAAN

Tahapan perencanaan yang harus dilakukan dalam analisis dan perencanaan struktur gedung sebagai berikut :

1. Pemodelan struktur; 2. Pemasukan data; 3. Analisis struktur; dan 4. Pendimensian struktur.

Dalam perencanaan ini diharapkan terjadi kondisi keruntuhan akibat tarik (under reinforced), agar keruntuhan tidak secara mendadak. Hal ini disebabkan tulangan tarik mencapai luluh sebelum beton mencapai regangan maksimum.

3.1 Pemodelan Struktur

Struktur yang ditinjau adalah keseluruhan struktur gedung berlantai 4 (empat). Sistem struktur yang akan dimodelkan ke dalam ETABS adalah berupa rangka ruang (space frame) yang di setiap elemennya memiliki dua belas derajat kebebasan.

Panjang bentang balok utama yang direncanakan adalah 8 m, 5 m, 4,5 m dan 2,4 m . Tinggi kolom yang direncanakan adalah sama dari lantai satu hingga lantai empat yaitu setinggi 4 m.

3.1.1 Penempatan Dilatasi

(30)

dipilih karena paling umum digunakan, memiliki keamanan yang lebih baik dari dilatasi dengan balok gerber dan dapat mempertahankan tinggi langit-langit tidak seperti dilatasi dengan balok konsol. Dilatasi ditempatkan pada pertemuan antara bangunan induk dengan bangunan penghubung, bangunan penghubung terletak antara dua bangunan induk sehingga digunakan dilatasi pada dua tempat yaitu pada As C dan As D, membagi bangunan menjadi 3 blok, dilatasi digunakan pada bagian ini untuk mengurangi efek torsi akibat beban gempa, yang dapat mengakibatkan muncul gaya yang besar pada elemen kolom dan balok. Karena kekakuan antara bangunan pada bagian ini berbeda, periode alaminya juga berbeda. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakserasian defleksi pada pertemuan bangunan.

Dengan penggunaan dilatasi yang memisahkan kedua bagian bangunan itu, setiap bangunan dapat berdefleksi secara bebas mengikuti periode alaminya. Jarak dilatasi ditentukan dari jumlah nilai drift yang timbul diperoleh dari hasil perpindahan nodal pada program ETABS, elemen yang dibandingkan adalah kolom A1, B1, C1, A8, B8 dan C8 pada lantai 1 dan balok As 1 (A-B), As 1 (B-C), As 8 (A-B) dan As 8 (B-C) pada lantai 2 pada . Denah bangunan yang menggunakan dilatasi dan tanpa dilatasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.

(31)

22

Gambar 3.2 Denah DD

(32)

3.2 Pemasukan Data

Data-data yang dimasukkan berupa data bangunan, mutu bahan yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi, beban yang bekerja pada struktur, dan pendimensian awal.

3.2.1 Data bangunan

Gedung yang direncanakan adalah Gedung Sekolah berlantai empat yang mempunyai luas bangunan 45 x 34,8 m2 dengan tinggi bangunan 19,2 meter. Gedung ini direncanakan berada pada wilayah gempa 6, pembagian wilayah gempa di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran A.3.2 halaman 49. Besarnya pembebanan plat lantai untuk tiap-tiap lantai pada gedung ini adalah sama karena fungsi bangunan yang sama, kecuali untuk pembebanan atap gedung, tebal plat lantai yang direncanakan adalah setebal 12 cm. Untuk besarnya pembebanan tiap lantai seperti dipersyaratkan oleh Anonim (1989). Denah bangunan dapat dilihat pada Lampiran A.3.3 sampai Lampiran A.3.18 yang dapat dilihat pada halaman 50 sampai halaman 65.

3.2.2 Mutu bahan

Pada perencanaan struktur suatu beton bertulang perlu diketahui mutu bahan yang akan digunakan untuk menghitung kekuatan dari struktur tersebut. Pada perencanaan ini, mutu baja tulangan direncanakan sesuai SNI 07-2052-2002 Baja Tulangan Beton, gedung direncanakan dengan mutu bahan:

a. Kuat tekan beton (fc) = 25 MPa b. Tegangan leleh tulangan utama (fy) = 390 MPa c. Modulus elastis beton (Ec) = 23500 MPa d. Tegangan leleh tulangan geser (fys) = 295 MPa e. Elastisitas tulangan baja (Es) = 200000 MPa

(33)

24

3.2.3 Pembebanan

Beban-beban yang akan ditinjau dalam perencanaan struktur ini adalah beban tetap dan beban tidak tetap. Beban tetap merupakan gabungan berat sendiri bagian struktur dengan beban hidup yang disyaratkan oleh Anonim (1989). Beban tidak tetap terdiri dari beban yang disebabkan oleh angin ataupun gempa sesuai Anonim (2002a). Beban-beban tersebut akan dikombinasikan sesuai dengan Anonim (2002b).

a. Beban Mati

Beban mati yang dimasukkan pada program ETABS adalah beban plat lantai, dinding bata dan beban lantai atap yang dapat dilihat pada Lampiran C.3.1 halaman 81. Beban kuda-kuda dapat dilihat pada Lampiran C.3.2 pada halaman 83. Beban elemen yang dimodelkan (balok, kolom dan plat) dimasukkan secara otomatis oleh program ETABS. Beban mati plat lantai untuk As 1 dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut.

(34)

Beban dinding bata (kg/m) pada portal As 7 dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut.

b. Beban Hidup

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup lantai sekolah dan beban hidup lantai atap. koefisien reduksi beban hidup adalah sebesar 0,90 untuk beban hidup pada lantai sekolah, sedangkan untuk beban hidup pada lantai atap tidak mengalami reduksi. Beban hidup plat lantai portal As 1dapat dilihat pada gambar 3.7 berikut.

Gambar 3.5 Beban mati plat lantai pada As 1

(35)

26

c. Beban Angin

Beban angin yang diperhitungkan adalah sebesar 40 kg/m2. Koefisien angin tekan sebesar +0,90 dan koefisien angin hisap sebesar -0,40. Perhitungan beban angin dapat dilihat pada Lampiran C.3.3 halaman 84. Beban diperhitungkan terdistribusi sebagai beban titik pada portal. Beban angin pada portal As 7 dapat dilihat pada gambar 3.8 berikut.

d. Beban Gempa

Beban gempa dihitung secara dinamis dengan analisis respons spektrum. Data respons spektrum yang didefinisikan pada program ETABS sesuai dengan koefisien gempa wilayah 6 dengan tanah sedang. Gambar 3.9 memperlihatkan kurva respon spektrum sesuai anonim (2002a).

Gambar 3.7 Beban hidup lantai pada As 1

(36)

Data lain yang harus dimasukkan adalah massa bangunan dan koordinat pusat massa untuk setiap lantai bangunan. Massa bangunan yang dihitung adalah massa lantai, dinding bata dan atap. Untuk pusat kekakuan struktur akan ditentukan secara otomatis oleh program ETABS. Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 memperlihatkan massa dan pusat massa tiap lantai untuk masing-masing bangunan.

Tabel 3.1 Massa dan koordinat pusat massa TD

No Lantai Massa (kg.dt²/m)

Koordinat

x y z

(m) (m) (m)

1 2 60477,85 21,41 17,4 4

2 3 60477,85 21,41 17,4 8

3 4 77577,11 22,18 17,4 12

Tabel 3.2 Massa dan koordinat pusat massa DD blok 1

No Lantai Massa (kg.dt²/m)

Koordinat

x y z

(m) (m) (m)

1 2 26340,40 21,42 5,86 4

2 3 26340,40 21,42 5,86 8

3 4 34290,53 22,30 6,53 12

(37)

28

Perhitungan massa dan pusat massa dapat dilihat pada Lampiran C.3.4 halaman 87.

3.2.4 Pendimensian awal

Langkah pertama yang harus diambil untuk mendapatkan dimensi elemen-elemen struktur (kolom dan balok) yang aman adalah menentukan terlebih dahulu dimensi awal dari elemen-elemen struktur tersebut. Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan yang berulang-ulang (trial and error) hingga didapatkan dimensi kolom dan balok yang memenuhi syarat kekuatan ultimitnya. Berikut adalah dimensi awal yang direncanakan untuk masing-masing elemen struktur :

a. Kolom

Dimensi awal kolom direncanakan sama dari lantai satu hingga lantai empat. Ukuran kolom yang direncanakan adalah 40 x 40 dan 40 x 60 cm2. b. Balok

Tinggi balok diambil sebesar h = 1/10 sampai h = 1/15 panjang bentang dan

lebarnya  ½ tinggi balok. Dari perhitungan didapat dimensi awal balok untuk bentang 800 cm adalah (30 x 60) cm2, bentang 500 cm (30 x 45) cm2, bentang 450 cm (30 x 45) cm2 dan bentang 240 cm (30 x 60) cm2.

3.3 Analisis Struktur

(38)

Kombinasi pembebanan juga dimasukkan ke dalam program ETABS, dimana kombinasi maksimum akan menghasilkan gaya-gaya dalam dan reaksi tumpuan yang menentukan dalam perhitungan dimensi struktur.

Pada tahap ini, analisis struktur akan dilakukan terhadap sistem struktur rangka ruang (space frame) di mana program ETABS digunakan untuk perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan dimensi struktur beton bertulang. Namun demikian, proses pemasukan data-data material dan pembebanan ke dalam program ETABS dilakukan secara manual.

3.4 Pendimensian Struktur

(39)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan perhitungan konstruksi berdasarkan teori-teori dan rumus-rumus yang telah diuraikan pada Bab II.

4.1 Pendimensian Elemen Kolom Dan Balok

Pada perencanaan ini didapatkan dimensi kolom dan balok dengan tulangan minimum yang dibutuhkan untuk menahan gaya dalam yang timbul dari hasil analisa menggunakan program ETABS. Perhitungan pendimensian kolom dan balok dan penulangan minimum yang dibutuhkan untuk menahan gaya dalam yang timbul dapat dilihat pada Lampiran C.3.10 sampai Lampiran C.3.11 halaman 116 sampai halaman 125.

Berdasarkan hasil perhitungan digunakan kolom ukuran (40x60) cm2 pada As A, As B, As G dan As H, Kolom ukuran (40x40) cm2 pada As C, As D, As E dan As F, dimensi kolom yang digunakan sama untuk setiap lantai. Balok-balok yang digunakan pada perencanaan ini untuk bangunan induk berukuran (25x40) cm2 untuk ringbalk, (30x45) cm2 untuk balok As memanjang dan (30x60) cm2 untuk balok As melintang. Dimensi yang digunakan untuk bangunan penghubung berukuran (25x40) cm2 untuk ringbalk dan (30x45) cm2 untuk balok induk.

4.2 Hasil Analisis Struktur dan Pembahasan

Hasil analisis struktur akibat penggunaan dilatasi dan tanpa dilatasi dengan analisis dinamik tiga dimensi terdiri atas perpindahan nodal, pusat massa dan pusat kekakuan, momen, gaya lintang, gaya aksial dan reaksi tumpuan. Output

(40)

diperlukan sedangkan perpindahan nodal berfungsi untuk menentukan nilai simpangan (drift) lateral yang timbul. Perhitungan analisa varian dapat dilihat pada Lampiran C.3.11 halaman 126. Penomoran elemen dapat dilihat pada Lampiran A.3.19 sampai Lampiran A.3.22 pada halaman 66 sampai halaman 69.

4.2.1 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Balok

Perbandingan gaya dalam ini dilakukan pada momen dan gaya geser ultimit yang timbul pada TD dan DD, perbandingan ini dilakukan pada balok yang jauh dari pusat kekakuan dan yang dekat dari pusat kekakuan, balok yang dibandingkan adalah balok lantai 2 pada as 1 dan as 8 . Perbandingan momen dan gaya geser ultimit dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut.

Tabel 4.1 Gaya dalam yang timbul pada balok

As Dimensi L

TD DD

Elemen Mu Vu Elemen Mu Vu

m ton.m ton ton.m ton

As 1 (A-B) 30x60 8 B99 27,55 17,52 B40 27,20 17,42 As 1 (B-C) 30x60 2,4 B77 21,32 19,56 B18 20,88 19,16 As 8 (A-B) 30x60 8 B106 25,60 14,50 B40 25,01 14,48 As 8 (B-C) 30x60 2,4 B84 18,75 17,48 B18 17,95 16,78

(41)

32

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen yang timbul pada balok, momen yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya gaya geser yang timbul pada balok, gaya geser yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.

Gambar 4.2 Grafik gaya geser yang timbul pada balok

(42)

Pada Gambar 4.3 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen dan gaya geser yang timbul pada balok, dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar pada as 8 dibandingkan dengan as 1. Ini menunjukkan dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar pada balok yang dekat dengan pusat kekakuan dibandingkan dengan balok yang jauh dari pusat kekakuan. Hal ini disebabkan karena defleksi torsional yang timbul pada TD lebih kecil dari DD, sehingga pengaruh dilatasi pada balok yang jauh dari pusat kekakuan lebih kecil.

Tabel 4.2 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Momen Balok Sumber

Tabel 4.3 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Geser Balok Sumber

Perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen dan gaya geser balok menunjukkan bahwa F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel, seperti yang

(43)

34

4.2.2 Perbandingan Gaya Dalam Ultimit Pada Kolom

Perbandingan gaya dalam ini didasarkan pada momen, gaya geser dan gaya aksial ultimit yang timbul pada TD dan DD, yang jauh dari pusat kekakuan dan yang dekat dari pusat kekakuan. Kolom yang dibandingkan adalah kolom A1, B1, C1, A8, B8 dan C8 lantai 1. Perbandingan momen, gaya geser dan gaya aksial ultimit pada kolom antara TD dan DD dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut.

Tabel 4.4 Gaya dalam yang timbul pada kolom

As Dimensi

TD DD

Elemen Mu Vu Pu Elemen Mu Vu Pu

ton.m ton ton ton.m ton ton

A1 60x60 C62 26,00 9,89 64,45 C23 25,08 9,53 64,54

B1 60x60 C51 30,49 13,37 108,02 C12 29,76 13,09 107,70

C1 40x40 C40 9,77 4,45 59,91 C1 9,51 4,33 58,46

A8 60x60 C69 23,71 9,35 89,51 C30 22,53 8,92 89,35

B8 60x60 C58 26,85 11,78 120,35 C19 26,58 11,67 119,88

C8 40x40 C47 10,44 4,50 65,05 C8 9,81 4,23 64,76

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen yang timbul pada kolom, momen yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini

(44)

terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.

Pada Gambar 4.8 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya gaya geser yang timbul pada kolom, gaya geser yang timbul pada as 1 lebih besar dari as 8, ini terjadi karena bangunan mengalami defleksi torsional sehingga as 1 yang terletak jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar.

Gambar 4.8 Grafik perbandingan gaya geser kolom

(45)

36

Pada Gambar 4.9 dapat dilihat dilatasi tidak menyebabkan penurunan gaya aksial yang signifikan pada kolom, gaya aksial yang timbul pada as 1 lebih kecil dari as 8, ini terjadi karena as 1 terletak pada ujung bangunan sehingga pelimpahan beban dari balok lebih kecil dari kolom pada as 8.

Pada Gambar 4.10 dapat dilihat dilatasi menyebabkan menurunnya momen dan gaya geser yang timbul pada kolom, dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar pada as 8 dibandingkan dengan as 1. Ini menunjukkan dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar pada balok yang dekat dengan pusat kekakuan dibandingkan dengan balok yang jauh dari pusat kekakuan. Hal ini disebabkan karena defleksi torsional yang timbul pada TD lebih kecil dari DD, sehingga pengaruh dilatasi pada balok yang jauh dari pusat kekakuan lebih kecil.

Dilihat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya aksial. Gaya aksial yang timbul pada kolom tidak terjadi penurunan yang signifikan, ini terjadi karena gaya gempa bekerja dalam arah lateral, sedangkan

(46)

gaya aksial bekerja dalam arah gravitasi, sehingga gaya aksial yang timbul pada kolom tidak terpengaruh secara signifikan.

Tabel 4.5 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Momen Kolom

Sumber

Tabel 4.6 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Geser Kolom

Sumber

Tabel 4.7 Analisis Varian Pengaruh Dilatasi Terhadap Gaya Aksial Kolom

Sumber

Perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser dan gaya aksial kolom menunjukkan bahwa F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel. Ini

menunjukkan bahwa dilatasi memberikan pengaruh yang kurang signifikan untuk mengurangi gaya dalam yang timbul pada bangunan, ini terjadi karena perbedaan eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai yang kecil, sehingga perbedaan torsional pada bangunan menjadi kecil.

4.3 Pusat Massa Dan Pusat Kekakuan

(47)

38

Tabel 4.8 Massa, pusat massa dan pusat kekakuan TD

Lantai Diafragma Massa

Tabel 4.9 Massa, pusat massa dan pusat kekakuan DD

Lantai Diafragma

Dari tabel 4.8 dan 4.9 dapat diketahui pusat massa dan pusat kekakuan TD memiliki nilai eksentrisitas yang lebih besar dari DD pada arah X dan lebih kecil pada arah Y.

4.4 Simpangan (Drift)

Perhitungan drift dapat dilihat pada Lampiran C.3.5 halaman 102. Simpangan (drift)lateral maksimum atau dapat juga disebut dengan Δs maksimum

yang timbul pada struktur yang menggunakan dilatasi dan tanpa dilatasi dibatasi

berdasarkan Δm pada persamaan 2.3. Pembatasan simpangan ini dilakukan untuk

membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi). Perhitungan simpangan lateral dan Δm struktur gedung dapat dilihat

(48)

Tabel 4.10 Drift maksimum dan rata-rata mengalami ketidak beraturan torsi, sesuai dengan pernyataan (Wight dan Macgregor 2012:1034) tidak beraturan torsi terjadi ketika drift maksimum antar tingkat pada salah satu ujung bangunan, lebih dari 1,2 kali dari drift rata-rata pada lantai yang sama.

Tabel 4.11 Simpangan lateral dan drift maksimum

Gedung Δs Δm drift Δs drift Δm 0,03.hi/R 0,02hi

(49)

40

(50)

BAB V

KESIMPULAN

Dari desain gedung Sekolah ini menggunakan Dilatasi dan Tanpa Dilatasi dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan perencanaan ini adalah;

1. Eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan, mengakibatkan bangunan mengalami defleksi torsional, sehingga kolom dan balok yang jauh dari pusat kekakuan mengalami defleksi lateral yang lebih besar dari kolom dan balok yang dekat dengan pusat kekakuan, mengakibatkan momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dan balok yang jauh dari pusat kekakuan lebih besar dari kolom dan balok yang dekat dengan pusat kekakuan.

2. Dilatasi menyebabkan menurunnya momen dan gaya geser yang timbul pada balok dan kolom.

3. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen yang timbul pada balok dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya geser, ini terlihat dari hasil perbandingan gaya dalam balok TD terhadap DD.

4. Dilatasi memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap momen dan gaya geser yang timbul pada kolom dibandingkan dengan pengaruh dilatasi terhadap gaya aksial, ini terlihat dari hasil perbandingan gaya dalam kolom TD terhadap DD.

5. Pada perhitungan analisis varian yang dilakukan terhadap momen, gaya geser dan gaya aksial, didapatkan nilai F0 hitung lebih kecil dari F0 tabel.

(51)

42

kurang signifikan pada bangunan tidak beraturan yang eksentrisitas pusat massa dan pusat kekakuan bangunan memiliki nilai kecil seperti gedung dengan bentuk H.

5.2 Saran

(52)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anonim, 1989, SNI 03-1727-1989 tentang Tata Cara Perencanaan

Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum.

2. Anonim, 2000, SAP 2000 Integrated Finite Element Analysis and Design

of Structures: Design for ACI 318-99, Computer and Structures, Inc.,

California.

3. Anonim, 2002a, Standar Nasional Indonesia 03-1726-2002: Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung.

4. Anonim, 2002b, Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002: Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

5. Standar Nasional Indonesia 07-2052-2002: Baja Tulangan Beton.

6. Cahyo, H.T., dan Cahyati, A.A., Structural Analysis Program ETABS

Version 5.20 Tutorial No.1-9.

7. Dewobroto, W., 2007, Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

8. Dipohusodo, I., 1996, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI

T-15-1991-03, cetakan kedua, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

9. Wight, J. K., dan MacGregor, J. G., 2012, Reinforced Concrete Mechanics

And Design, Pearson Education, Inc., New Jersey.

10. Juwana, J.S., 2005, Sistem Bangunan Tinggi, Penerbit Erlangga, Jakarta. 11. Park, R., dan T. Paulay, 1975, Reinforced Concrete Structure, John Wiley

and Sons., New York.

12. Schodek, D., 1998, Struktur, cetakan ketiga, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.

13. Paulay, T., dan Priestley, M. J. N., 1992, Seismic Design of Reinforced

Concrete And Masonry Bulding, John Wiley and Sons, Inc., New York.

14. Vis, W.C., dan G. Kesuma, 1993, Dasar-dasar Perencanaan Beton

Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, cetakan kedua, edisi kedua,

(53)

44

DAFTAR NOTASI

Ag = luas penampang kotor (mm2).

As = luas tulangan tarik (mm2).

As1 = tulangan tarik yang diperlukan untuk menyeimbangkan tegangan tekan dalam beton (mm2).

As2 = tulangan tarik yang diperlukan untuk menyeimbangkan tegangan tekan dalam tulangan (mm2).

As’ = luas tulangan tekan (mm2).

Ash = luas penampang total tulangan transversal termasuk sengkang

pengikat (mm2).

Ast = luas total tulangan longitudinal (mm2).

Av = luas tulangan geser (mm2).

ab = tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekuivalen pada keadaan seimbang (mm).

b = lebar penampang (mm). bw = lebar badan (mm).

cb = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral pada keadaan seimbang (mm).

c = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral (mm).

d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm).

d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan (mm). e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang (mm).

fy = tegangan luluh tulangan (MPa). f’c = tegangan tekan beton (MPa).

h = tinggi penampang (mm). hi = tinggi tingkat (m).

L = panjang bentang bersih kolom (m).

Muc = momen yang ditahan oleh beton tertekan (kN-m).

(54)

 

I

I M

M , = kapasitas momen positif dan negatif kolom pada ujung I yang menggunakan harga tegangan leleh suatu baja sebesar fytanpa ada

faktor φ (φ =1,0) (kN-m). menggunakan harga tegangan leleh suatu baja sebesar fytanpa ada

faktor φ (φ =1,0) (kN-m).

Pb = beban aksial pada kondisi seimbang (N).

Pn = beban aksial terfaktor (kN). bentang kolom. Pada kebanyakan kolom nilai VD+ L adalah 0 (kN). Vc = gaya geser yang ditahan oleh beton (kN).

β1 = faktor reduksi tinggi blok tegangan tekan ekuivalen beton.

c = regangan maksimum pada serat tekan beton. y = regangan luluh pada serat baja.

(55)

46

δ = simpangan lateral (mm).

= faktor reduksi kekuatan.

Δm = kinerja batas ultimit (mm). Δs = kinerja batas layan (mm).

ξ = faktor pengali dari simpangan struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada taraf pembebanan nominal untuk mendapatkan simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

C1 = faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respon gempa

rencana untuk waktu getar alami pertama T1.

Wt = berat total gedung.

T1 = waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan maupun

(56)

Ya

Lampiran A.3.1 Bagan Alir Perencanaan

Perumusan Masalah/Tujuan

Studi Literatur

Pemodelan Struktur 3D Tanpa Dilatasi Pada Program ETABS

 Dimensi Portal

 Pembebanan :

oBeban Tetap (Beban Mati dan Beban Hidup)

oBeban Tidak Tetap (Beban Angin dan Beban Gempa)

Momen, Gaya Geser, Gaya Aksial, dan Reaksi Tumpuan Pada Masing-Masing Kombinasi

Mulai

A

Dimensi Portal Memenuhi ? Tidak

(57)

48

Ya

Ya

Lampiran A.3.1 Bagan Alir Perencanaan

A

Tidak

Perbandingan Konstruksi Beton Bertulang Menggunakan Dilatasi Dengan Tanpa Dilatasi :

 Momen, Gaya Geser, dan Gaya Aksial

Selesai

Pemodelan Struktur 3D Dengan Dilatasi Pada Program ETABS

 Penempatan dan Jarak Dilatasi

 Dimensi Portal

 Pembebanan :

oBeban Tetap (Beban Mati dan Beban Hidup)

oBeban Tidak Tetap (Beban Angin dan Beban Gempa)

Drift Yang Timbul Memenuhi Jarak

Dilatasi ?

Momen, Gaya Geser, Gaya Aksial, dan Reaksi Tumpuan Pada Masing-Masing Kombinasi

Analisis Struktur

Dimensi Portal Memenuhi ?

(58)
(59)

DENAH LANTAI SATU

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

LAMPIRAN A.3.3 : Denah Lantai 1 TD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(60)

DENAH LANTAI DUA

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

DENAH LANTAI DUA

LAMPIRAN A.3.4 : Denah Lantai 2 TD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(61)

DENAH LANTAI TIGA

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

LAMPIRAN A.3.5 : Denah Lantai 3 TD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(62)

DENAH LANTAI EMPAT

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

DENAH LANTAI EMPAT

LAMPIRAN A.3.6 : Denah Lantai 4 TD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(63)

DENAH ATAP

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(64)

DENAH LANTAI SATU

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

DENAH LANTAI SATU

LAMPIRAN A.3.8 : Denah Lantai 1 DD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(65)

DENAH LANTAI DUA

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

LAMPIRAN A.3.9 : Denah Lantai 2 DD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(66)

DENAH LANTAI TIGA

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

DENAH LANTAI TIGA

LAMPIRAN A.3.10 : Denah Lantai 3 DD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(67)

DENAH LANTAI EMPAT

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

LAMPIRAN A.3.11 : Denah Lantai 4 DD

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(68)

DENAH ATAP

JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT.

4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500

(69)

TAMPAK DEPAN

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

11

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

TAMPAK DEPAN

60

(70)

TAMPAK BELAKANG

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

12

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

(71)

TAMPAK KIRI

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

13

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

TAMPAK KIRI

62

(72)

TAMPAK KANAN

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

14

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

TAMPAK KANAN

(73)

POTONGAN A

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

15

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

POTONGAN A

64

(74)

POTONGAN B

SKALA 1 : 150

Skala 1 : 150

Jumlah gambar

No gambar 16

16

FERDI REZA NIM. 0704101010044 PENGARUH DILATASI TERHADAP

GAYA DALAM ELEMEN KOLOM DAN BALOK PADA GEDUNG BERLANTAI EMPAT DENGAN

DENAH BENTUK H

RUDIANSYAH PUTRA, ST., M.Si NIP. 19750923 200212 1004 JUDUL TUGAS AKHIR NAMA DOSEN PEMBIMBING NAMA DOSEN CO. PEMBIMBING

Ir. HUZAIM, MT. NIP. 19660320 199203 1003 NAMA MAHASISWA

NAMA GAMBAR

POTONGAN B

(75)

66

(76)
(77)

68

(78)
(79)

70

(80)
(81)

72

(82)
(83)

74

(84)
(85)

76

(86)

Lampiran. B

Tabel B.1 Berat sendiri berbagai bahan bangunan dan komponen gedung menurut SNI 03-1727-1989.

a. Beton 2200 kg/m2

b. Beton bertulang 2400 kg/m2

c. Adukan semen (spesi) 2100 kg/m2

d. Dinding pasangan bata merah (1 batu) 450 kg/m2 e. Dinding pasangan bata merah (½ batu) 250 kg/m2

f. Plafond dan penggantung 18 kg/m2

g. Tegel 2200 kg/m2

h. Baja 7850 kg/m2

Gambar

Gambar 2.1   Eksentrisitas dari gaya gempa
Gambar 2.2   Pemisahan bangunan
Gambar 2.3   Konfigurasi tidak simetris
Gambar 2.4  : Idealisasi Tegangan dan Regangan Penampang Kolom Persegi  Sumber        : Anonim (2000:22)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari kajian tersebut diperoleh bahwa bangunan yang tidak memakai dilatasi memiliki gaya – gaya dalam yang lebih besar terutama gaya geser, tulangan yang lebih besar terutama

Nilai rasio lentur dan pembesaran gaya dalam (momen, torsi, geser dan normal) pada balok dan kolom ini mengurangi kegagalan struktur bangunan yang rusak akibat

Gaya Geser balok yang ditinjau pada struktur dengan persegi panjang adalah yang paling kecil, dengan rasio 3,6 % terhadap struktur dengan kolom bujur sangkar

momen pada elemen persegi ini hanya bisa tercapai apabila ada gaya geser dalam arah sejajar sumbu balok yang besarnya sama dan arahnya melawan momen kopel akibat gaya geser

Dari kajian tersebut diperoleh bahwa bangunan yang tidak memakai dilatasi memiliki gaya – gaya dalam yang lebih besar terutama gaya geser, tulangan yang lebih besar terutama

Skripsi berjudul Studi Perilaku Gaya Dalam dan Lendutan Pada Perhitungan Variasi Bentang Balok Silang (Elemen Grid) dengan Jarak Kolom 15 Meter telah diuji

Banyaknya kolom yang mengalami momen dan beban eksentris, dan bukan hanya gaya aksial. Untuk kolom pendek, cara memperhitungkannya adalah dinyatakan dengan M = Pe ,

Sebagaimana pada balok, pada kolom juga terdapat gaya geser. Kedua-duanya hampir sama. Kalau pada balok, gaya geser terjadi akibat adanya beban gravitasi dan momen ujung,