• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN MAZHAB AGAMA DAN NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN MAZHAB AGAMA DAN NEGARA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN MAZHAB : AGAMA DAN NEGARA

Oleh:

Kelompok 11

Rendy Iskandar Chaniago

1112113000017

Ash-Shidiq

Muhammad Ardiansyah

Dosen Pengampu

Dr. Sri Mulyati, MA

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan dan Islam kepada kami, sehingga berhasil menulis dan menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tak lupa kami panjatkan sholawat ke Baginda Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa manusia menuju zaman terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang.

Makalah ini berisikan tentang pandangan para ulama Islam tentang asal usul negara sebagai organisasi tertinggi dalam islam. Selain itu, penulis juga menjelaskan syarat-syarat pemimpin dalam islam dan kedudukan seorang pemimpin layaknya seorang imam dalam sholat. Tak hanya itu, penulis juga menjelaskan bagaiman sistem pemerintahan yang terbaik untuk negara sehingga dapat menopang kelangsungan beribadah dan melakukan kegiatan sosial. Dalam mementukan perbedaan pandangan tersebut, penulis akan mengunakan Muqaran fil Ushul untuk menemukan hubungan terbaik antara agama dan negara. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang fitrah manusia untuk berkumpul dan kepemimpinan dalam Islam.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa me-ridhai segala usaha kita, Amin.

Ciputat, 16 Desember 2012

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk paling sempurna di muka bumi, Allah memberikan akal yang dengannya manusia dapat membedakan baik dan benar. Akal manusia juga berfungsi dalam menentukan kehidupan mereka sehari-hari, dan dalam melakukan tindakan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendirian di bumi, mereka harus bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya melalui kontrak sosial, bermusyawarah dan berkonsultasi. Ini sesuai dengan firman Allah S.W.T dalam surat As-Syura ayat 38 berbunyi :

:

ىروشلا ننووققففنويق موهقاننقوزنرناممنمفون موهقننيفبوىفرنووشق موهقرقموانون ةنونلنصمنلا وومقاقنأنون موهفبمفرنلفاووبقاجنتنسوا ننيوذفلمنلا ون

)

38

(

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” ( Asy-Syuraa : 38) Ada sebuah pepatah Arab berbunyi :

عفبوطمنلابف يمينفدنمن نقاسننولفا

Adapun hal-hal yang akan saya bahas antara lain : 1. Apa yang dimaksud dengan Muqaran fil ushul?

2. Bagaimana negara terbentuk menurut pandangan para ulama? 3. Bagaimana kepemimpinan dalam islam?

4. Bagaimana sistem pemerintahan terbaik?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan untuk kali ini adalah :

(5)

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah : 1. Agar pembaca memahami fitrah manusia sebagai makhluk sosial. 2. Pemahaman akan syarat-syarat menjadi pemimpin.

3. Memahamkan umat muslim Indonesia untuk terus menopang demokrasi yang berlangsung di Indonesia.

BAB II

ASAL MULA NEGARA

(6)

mengenai tema negara dalam mencari kebenaran. Secara etimologi, Muqaranah berasal dari kata qarana yang artinya membandingkan, sedangkan menurut isthilah berarti membandingkan antara dua perkara atau lebih. Adapun mazahib, merupakan jamak dari kata mazhab yang berarti paham yang dianut. Yang dimaksud dengan ushul adalah ushul fiqh yaitu, ilmu hukum islam yang dijadikan alat untuk memahami nash dalam rangka menghasilkan dan menetapkan hukum.1 Jadi, pengertian dari Muqaranah Mazahib Fil Ushul

adalah membandingkan dua mazhab dan lebih untuk mendapatkan kebenaran dalam menentukan hukum, khususnya masalah negara dalam islam. Maka, dengan pengetahuan mendasar tentang muqaranah diharapkan, kita dapat menentukan hukum sesuatu setelah melakukan pembandingan dengan mazhab dan pendapat para mujtahid.

Negara adalah suatu “entitas”, suatu yang ada atau kenyataan yang bersifat politik dan yuridis, yang terdiri dari suatu masyarakat manusia yang merupakan suatu golongan yang bebas dalam suatu daerah bersama yang kompak (bersatu padu), dan yang tunduk kepada seorang penguasa tertinggi2. Pekembangan pemikiran politik pada zaman pertengahan

sangatlah pesat. Para khalifah sangat besar perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan, tak terbatas hanya ilmu agama dan sosial, tetapi juga ilmu pasti dan ilmu alam. Pada zaman pertengahan Islam mencapai masa keemasannya dan kemajuan pengetahuan, para khalifah menugaskan para ulama untuk belajar buku-buku asing yang kemudian diterjemahkan ke bahasa arab. Oleh sebab itu, lahirlah para pemikir politik Islam yang membahas tentang kenegaraan dan mengemukakan gagasannya melalui karya tulis. Mereka adalah Ibnu Ar-Rabi, Farabi, Mawardi, Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Sekarang marilah meninjau pandangan para ulama mengenai asal usul negara.

Menurut pendapat Ibnu Ar-Rabi, negara timbul karena pada dasarnya manusia diciptakan untuk berkumpul dan bermasyarakat, serta mereka tak mampu memenuhi segala kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapatnya ini tak jauh berbeda dengan pandangan Plato tentang asal mula negara. Namun, sebagai seorang muslim beliau menambahkan tiga butir pengertian lain: pertama, kecenderungan manusia untuk berkumpul dan bermasyarakat itu watak yang diciptakan oleh Tuhan pada manusia; kedua, Tuhan telah meletakkan peraturan tentang hak dan kewajiban masing-masing anggota masyarakat sebagai rujukan yang harus dipahami; ketiga, Allah telah mengangkat penguasa-penguasa yang bertugas menjaga berlakunya peraturan Tuhan berdasarkan petunjuk Ilahi3.

(7)

Hal senada juga di katakan Ibnu Farabi, bahwa negara berasal dari sifat alami manusia untuk bermasyarakat. Adapun tujuan bermasyarakat, menurut Farabi, tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga untuk menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan manusia kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak4.

Sebagaimana Plato, Aristoteles, dan Ibnu Abi Rabi’, Mawardi juga berpendapat bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, tetapi Mawardi memasukan unsur agama dalam teorinya. Menurut Mawardi Allah yang menciptakan kita supaya tidak sanggup memenuhi kebutuhan kita seorang diri, tetapi butuh bantuan orang lain. Hal ini bertujuan agar manusia sadar bahwa Allah-lah pencipta kita dan pemberi rezeki, serta kita selalu butuh bantuan-Nya dan pertolongan-Nya.

Tak jauh berbeda dengan Farabi, Imam Ghozali juga berpendapat bahwa manusia itu makhluk sosial. Pendapat Ghozali tersebut disebabkan dua faktor : pertama, kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia; kedua, saling membantu dalam penyediaan bahan makanan, pakaian, dan pendidikan anak. Adanya kedua faktor tersebut mendorong manusia untuk mendirikan negara demi kebutuhan bersama5. Pendapat serupa

juga diungkapkan oleh Ibnu Khaldun, munculnya negara merupaka tabiat asli manusia sebagai mahkluk sosial dan organisasi masyarakat merupakan keharusan bagi hidup manusia. Selain faktor tersebut, ia juga mengemukakan bahwa upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, serta upaya untuk aman dan pembelaan diri terhadap makhluk hidup lain mendorong manusia untuk berkerjasama, itulah sebabnya mengapa organisasi kemasyarakatan merupakan suatu keharusan bagi manusia. Setelah membahas mengenai pembentukan negara, dapat disimpulkan bahwa adanya negara merupakan hasil dari sifat asli manusia sebagai makhluk sosial untuk hidup bermasyarakat, jadi untuk mencapai kesejateraan di dunia dan akhirat perlu diciptakan sebuah negara.

BAB III

KEPEMIMPINAN DAN SYARAT-SYARAT PEMIMPIN

Setelah membahas mengenai asal mula negara, tidak ada pertentangan dalam memahaminya. Pada dasarnya, Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka

(8)

bumi. Namun, dalam kepemimpinan terdapat beberapa perbedaan pandangan ulama akan syarat-syarat menjadi seorang pemimpin dan bagaimana pemimpin dalam islam. Adapun ayat yang menjelaskan bahwa manusia adalah seorang pemimpin yakni :

)

ماعنلا ضفرولنا فنئفالنخن موكقلنعنجن يوذفلنا ونهق ون

165

(

“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi”) Al-An’aam : 165)



























menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Al-Baqarah : 30)

Kepemimpinan dalam Islam tidak jauh berbeda dengan pemimpin dalam sholat (imam), hal ini didasarkan sholat memberikan bentuk dari negara Islam. Oleh sebab itu, yang menjadikan muslimin mengangkat “Abu Bakar Ash-Shidiq” menjadi khalifah pertama mengantikan Rasulullah S.A.W ialah karena pada waktu Rasulullah sakit, beliau menyuruh Abu Bakar mengantikannya sebagai imam sholat. Para sahabat berkata, “Kalau sekiranya Rasulullah sudah menyerahkan pimpinan urusan agama kepada Abu Bakar, maka beliau juga pasti menyerahkan pimpinan dunia juga kepadanya. Oleh karena itu, menjadi pemimpin dalam Islam tidaklah jauh berbeda dengan menjadi imam dalam shalat6.

Menurut pandangan Ibnu Abi Rabi’ seorang pemimpin haruslah orang yang mulia di Negara atau kota itu, sebab seorang yang menangung amanah besar di pundaknya haruslah orang yang tidak hanya bisa berucap, tapi juga dapat memberikan contoh. Adapun mengenai sistem pemerintahan, Rabi’ lebih memilih sistem monarki, penyebab utamanya adalah

(9)

sedikitnya kepala yang ikut campur dalam urusan negara, sebaliknya jika banyak kepala ikut campur, maka negara tersebut akan kacau dan sukar membina persatuan7.

Berbeda dengan Rabi’, menurut kaca mata Farabi, pemimpin negara adalah anggota masyarakat yang tertinggi dan tersempurna, tentunya berasal dari kelas tertinggi, dengan bantuan dari orang-orang sekelas. Jadi menurutnya, sebuah negara harus diciptakan dari pemimpin dahulu baru kemudian rakyat, maka Farabi bertujuan mendirikan negara baru dari awal. Farabi mengibaratkanya seperti jantung yang terbentuk dahulu barulah kemudian terbentuk organ-organ lainnya8.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mawardi, ia berpendapat seorang imam harus memiliki tujuh syarat : pertama, sikap adil dengan segala persyaratannya; kedua, ilmu pengetahuan yang memadai; ketiga, sehat pendengaran, pengelihatan, dan lisannya; keempat, utuh anggota tubuhnya; kelima, wawasan yang memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umum; keenam, keberanian; terakhir, keturunan suku Quraisy9.

Menurut Ghozali, mengangkat seorang kepala negara tidak berdasarkan rasio, tetapi berdasarkan keharusan agama. Hal ini disebabkan, dunia adalah ladang untuk mengumpulkan pembekalan bagi kehidupan di akhirat nanti, dunia merupakan wahana unutk mencari ridho Allah, dan dunia bukan merupakan tempat persinggahan terakhir. Sehingga, seorang pemimpin negara harus mampu melindungi kepentingan rakyat untuk beribadah kepada-Nya dan menggapai ridho-Nya, baik di dunia dan akhirat kelak. Hal ini didasarkan bahwa keberadaan pemimpin negara merupakan keharusan bagi ketertiban dunia, ketertiban dunia merupakan keharusan bagi ketertiban agama, dan ketertiban agama merupakan keharusan bagi tercapainya kesejahteraan akhirat nanti10.

(10)

Ibnu Khaldun sebagai seorang filsuf muslim juga mengemukakan pendapatnya mengenai kepemimpinan dan syarat-syarat menjadi pemimpin. Menurut Khaldun, seorang pimpinan negara harus memiliki superioritas atau keunggulan dan kekuatan fisik untuk memaksa kehendak dan keputusannya sehingga keputusannya merupakan kata akhir. Selain itu dia juga harus memiliki tentara yang kuat dan loyal kepadanya, guna menjamin keamanan negara terhadap ganguan dari luar. Adapun syarat-syarat pemimpin menurutnya adalah : berpengetahuan luas, adil, mampu, sehat badan serta untuh semua panca inderanya, dan terakhir dari keturunan Quraisy12.

BAB IV

SISTEM PEMERINTAHAN

(11)

Setelah membahas mengenai kepemimpinan dan syarat menjadi pemimpin dalam Islam, maka saatnya membahas bagaimana sistem pemerintahan yang terbaik berserta alasannya. Hal ini sangatlah penting, karena sistem merupakan jalan yang dituju negara untuk mencapai kemakmuran rakyatnya serta kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Berikut akan disajikan pendapat para ulama mengenai sistem pemerintahan.

Banyak sekali sistem pemerintahan di dunia ini, namun Ibnu Abi Rabi’ memilih sistem monarki atau kerajaan di bawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal sebagai bentuk terbaik. Rabi juga menolak sistem pemerintahan aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan demagogi, yang menurutnya akan menimbulkan kekacauan atau anarki. Alasanya mengapa Ibnu Abi Rabi’ memilih monarki sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik adalah keyakinan bahwa dengan banyak kepala, maka politik negara akan terus kacau dan sukar membina kesatuan.

Farabi mempunyai pendapat lain mengenai negara, menurutnya negara terbaik dan terunggul adalah negara sempurna kecil atau negara kota (polis)13. Pendapat ini sejalan

dengan pemikiran Aristoteles yang menganggap negara kota merupakan sistem perpolitikan terbaik. Hal ini disebabkan, idealisasi pola politik menurut dia, negara nasional kadang-kadang tidak memperdulikan kepentingan politik negara kota, maka dengan negara kota yang lebih kecil, rakyat mudah menuju kesejahteraan. Berbeda dengan Farabi, Mawardi lebih menekankan untuk sistem monarki, ia juga menekankan bahwa khalifah harus berbangsa Arab dari suku Quraisy,dan bahwa wazir tafwidh atau pembantu utama khalifah dalam penyusunan kebijakan harus berbangsa Arab14.

Allah S.W.T berfirman :

(12)























membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(Ali-Imran : 159)

*Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

Menurut Ibnu Taimiyah, maksud dari ayat di atas adalah seorang kepala negara tidak boleh meninggalkan musyawarah. Nabi Muhammad S.A.W sendiri amat terkenal gemar bermusyawarah. Kalau saja Nabi diperintahkan oleh Allah untuk bermusyawarah, apa lagi manusia biasa. Oleh karena itu, kepala negara harus bermusyawarah dan meminta pendapat para ahli, dia harus mengikuti pendapat mereka selama pendapat itu sejalan dengan Al-Quran, Sunnah Nabi dan konsensus antara umat Islam15. Menarik di sini adalah kata-kata konsensus

yang sesuai dengan demokrasi, maka kami berpendapat Ibnu Taimiyah lebih cenderung ke demokrasi.

Watak manusia adalah agresif dan bersifat tidak adil, maka dibutuhkan seorang penengah yang mempunyai pengaruh kuat atas anggota masyarakat itu sendiri. Penengah tersebut harus mempunyai kekuasaan otoriter atas mereka, sehingga tak ada anggota masyarakat dapat menggangu dan menyerang anggota masyatakat lain. Tokoh tersebut secara tak langsung adalah seorang raja atau kepala negara16. Secara tak langsung, Ibnu Khaldun

berpendapat bahwa sistem pemerintahan terbaik adalah monarki.

(13)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pada dasarnya para ulama sependapat bahwa asal mula lahirnya suatu negara tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan lahiriah manusia saja, tetapi juga kebutuhan rohaniah dan ukhrawiyah. Sedangkan dalam kepemimpinan para ulama lebih cenderung memilih pemimpin yang mempunyai kredibilitas tinggi, kompeten, dan dapat membimbing masyarakatnya dalam beribadah kepada Allah SWT. Sehingga kebutuhan batiniyah dan lahiriyah seorang manusia bisa tercukupi.

Dari pembahasan mengenai sistem pemerintahan para ulama lebih cenderung memilih sistem monarki, karena pada saat itu sistem monarki adalah sistem pemerintahan yang terbaik pada masanya. Namun, seiring perkembangan zaman, globalisasi, dan dibentuknya DUHAM, maka manusia lebih cenderung meninggalkan sistem monarki dan menjunjung tinggi persamaan hak yang diusung oleh sistem demokrasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Nurcholis Majid, pidato Abu Bakar sesaat setelah dirinya diangkat menjadi khalifah mengambarkan sebuah “kekuasaan konstitusional” bukan mutlak perorangan dan unsur struktural politik Islam klasik merupakan sistem perpolitikan yang sangat modern17. Pemilihan khalifah pada zaman Abu Bakar merupakan contoh sistem

pemilihan yang demokratis berdasarkan musyawarah. Maka, sistem perpolitikan Indonesia sudah benar mengunakan demokrasi, hanya dalam beberapa hal berbeda dengan sistem politik Islam. Perbedaan ini disebabkan, demokrasi dikembangkan di Barat maka ia terkesan bertentangan dengan Islam, padahal nilai yang digunakan sama.

4.2 Saran

Dengan penjelasan-penjelasan diatas diharapkan dapat memberikan pengertian yang jelas terhadap kepemimpinan dalam islam. Islam sebagai agama syumuli bukan hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah sebuah agama yang sempurna dan lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk

(14)

kehidupan bernegara. Hendaknya kita sebagai umat Islam menginstropeksi diri sebelum menjadikan khilafah sebagai sistem pemerintahan dalam negara. Khilafah runtuh bukan karena Islam akan tetapi runtuhnya disebabkan karena tidak dijalankan sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW.

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi bahan bakar cenderung meningkat seiring meningkatanya putaran mesin, lebih hemat dengan bertambahnya etanol dalam campuran bahan bakar dan menggunakan vacuum

Hasil average deviasi yang menunjukkan nilai positif, artinya nilai koefisien perpindahan kalor prediksi berdasarkan korelasi lebih tinggi dibandingkan dengan

ditentukan oleh Perum Pegadaian, maka bersedia untuk dibatalkan kelulusannya sebagai Pegawai Tetap Perum Pegadaian dan bersedia diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku;.

a. Upaya Bank BNI Syari’ah Kantor Cabang Mikro Kota Bima dalam memberikan pelayanan yang baik terhadap nasabah. Upaya Bank BNI Syari’ah Kantor Cabang Mikro Kota Bima

Berikut ini adalah latihan yang dapat Anda lakukan untuk me­ ningkatkan kemampuan mata dan meningkatkan kekuatan ingat­ an saat membaca.. Dalam kotak persegi panjang

Apabila lulus mata kuliah seminar, mahasiswa mempersiapkan persyaratan untuk membuat SK pembimbing skripsi ke Dewan Skripsi Pembimbing proposal mendaftarkan mahasiswa

Batas Petak (Compartemen) ditemukan berupa pal kayu dari batang pohon ukuran diamater 10 - 12 cm di cat warna kuning dengan tulisan nomor petak dan setiap petak terdapat