• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

11

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).

Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin.

Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2008).

2.1.1 Tujuan Imunisasi

(2)

Universitas Sumatera Utara 1. Tujuan Umum

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (Batuk Rejan), Measles (Campak), Polio dan Tuberculosis.

2. Tujuan Khusus

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa Kelurahan pada tahun 2010.

b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.

c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.

d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun pada tahun 2006.

2.1.2 Sasaran Program Imunisasi

Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :

1. Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-B.

(3)

Universitas Sumatera Utara 3. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan

imunisasi DPT.

4. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).

2.1.3 Manfaat Imunisasi

Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular yang sering berjangkit

2. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak sakit

3. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2001).

2.2 Jenis Imunisasi

2.2.1 Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum, 2002).

Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup

(4)

Universitas Sumatera Utara Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah :

- BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

- DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus. - Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.

- Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles). - Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

2.2.2 Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus (Satgas IDAI, 2008).

Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi

melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.

(5)

Universitas Sumatera Utara luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles). (AH, Markum, 2002)

2.2.3 Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Lengkap Dalam Program

Imunisasi

Ada lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara lain :

1. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis dan frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali, tidak perlu diulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkan tinggi.

a. Usia Pemberian

Pemberian imunisasi dianjurkan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan dilakukan tes mantoux (tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum.

b. Tanda Keberhasilan Imunisasi

Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.

(6)

Universitas Sumatera Utara Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher di bagian bawah biasanya, akan sembuh sendiri.

d. Kontra - indikasi imunisasi

Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan uji Mantoux positif.

2. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu: difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah di hilangkan sifat racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid). a. Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muscular (im).

b. Efek Samping Imunisasi

Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam, rewel, selama 1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat suntikan yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun panas bayi.

(7)

Universitas Sumatera Utara Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam yang mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi seperti penyakit asma.

3. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.

a. Pemberian imunisasi

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya Pekan Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.

b. Usia pemberian

Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan berikutya pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.

c. Cara pemberian imunisasi

Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral poliomyelitis vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui

(8)

Universitas Sumatera Utara d. Efek samping imunisasi

Hanya sebagian kecil mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot, kasusnya pun sangat jarang.

e. Kontra - indikasi Imunisasi

Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam tinggi (diatas 38 C). Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio demikian juga anak dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.

4. Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. a. Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali. b. Usia pemberian imunisasi

(9)

Universitas Sumatera Utara c. Cara Pemberian Imunisasi

Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan. d. Efek samping imunisasi

Biasanya tidak terjadi reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek keerahan / bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.

e. Kontra - indikasi imunisasi

Kontra-indikasi pemberian imunisasi campak pada anak yaitu penyakit akut yang disertai demam, penyakit gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, kerentanan tinggi dengan protein telur, kanamisin dan eritromisin (antibiotik).

5. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh (Marimba, 2010).

a. Pemberian imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali. b. Usia pemberian imunisasi

(10)

Universitas Sumatera Utara c. Cara Pemberian imunisasi

Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan daerah bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

d. Efek samping imunisasi

Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang yaitu berupa keluhan nyeri pada tepat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.

e. Tanda keberhasilan

Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan, tetapi dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan memeriksa kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun, diatas 500 tahan lima tahun, diatas 200 tahan 3 tahun tetapi bila angkanya diatas 100, maka dalam setahun akan hilang sementara bila angka nol berarti bayi harus disuntik ulang tiga kali lagi.( Maryunani , 2010).

2.2.4 Vaksin Kombinasi/Kombo

Vaksin Kombinasi adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda. Misalnya vaksin kombinasi DPT/ Hb adalah gabungan antigen-antigen D-P-T dengan antigen Hb untuk mencegah penyakit difteria, pertusis, tetanus, dan Hb (Depkes RI,2008).

Alasan utama pembuatan vaksin kombinasi adalah :

(11)

Universitas Sumatera Utara b. Mengurangi frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan sehingga mengurangi

biaya pengobatan

c. Mengurangi biaya pengadaan vaksin

d. Memudahkan penambahan vaksin baru ke dalam program imunisasi yang telah ada

e. Untuk mengejar imunisasi yang terlambat f. Biaya lebih murah

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar

Pada Bayi

Definisi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007). Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).

Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar adalah :

a. Pendidikan

(12)

Universitas Sumatera Utara b. Pendapatan atau Penghasilan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2010).

c. Pengalaman

Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari hal-hal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto, 2011). d. Pekerjaan

(13)

Universitas Sumatera Utara sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan daripada mengantarkan bayinya untuk di imunisasi (Suparyanto, 2011).

e. Dukungan Keluarga

Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).

f. Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto, 2011).

g. Fasilitas Posyandu

Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi (Suparyanto, 2011).

h. Lingkungan

(14)

Universitas Sumatera Utara rumah dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009). i. Tenaga Kesehatan

Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto, 2011).

j. Ketersediaan Vaksin

Adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat menjadi hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di wilayah kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk melakukan kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program pencapaian imunisasi lengkap tidak akan tercapai.

2.3 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

2.3.1 Tuberculosis

(15)

Universitas Sumatera Utara kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacterium dan termasuk dalam ordo

Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit

berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat

Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai

Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI, 2013).

Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan. Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

(16)

Universitas Sumatera Utara Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberculin (Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin). Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan spondilitis.

2.3.2 Difteri

(17)

Universitas Sumatera Utara Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi (Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersamadengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalent yaitu DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).

2.3.3 Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbor

(persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes RI, 2013).

Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :

1. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak mengalami rhisus sardonikus.

(18)

Universitas Sumatera Utara 3. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat.

Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka. Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2013).

2.3.4 Pertusis atau Batuk Rejan

(19)

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Campak

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam, gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia (radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI, 2013):

a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk, fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjungtivis dan coryza. Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.

b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang.

(20)

Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Polio

Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).

(21)

Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Hepatitis B

Penyakit hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena agen penyebab infeksi, yaitu virus hepatitis B infeksi virus pada hati yang terletak dibagian perut kanan mempunyai gejala tidak spesifik karena tidak selalu terdapat kuning, kadang-kadang hanya terasa mual, lesu atau demam seperti penyakit flu biasa. Hepatitis B pada anak yang biasanya tanpa gejala atau ringan saja seperti cepat lelah kurang nafsu makan dan perasaan tidak enak di perut kemudian baru timbul kuning, walaupun demikian, infeksi pada anak mempunyai resiko menjadi kronis, terutama bila infeksi terjadi pada saat didalam kandungan. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi bisa juga ditularkan dari ibu ke bayi.

2.4 Pedoman Pemberian Imunisasi

Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Khusus untuk campak, dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan. Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu (Satgas IDAI, 2008).

(22)

Universitas Sumatera Utara Untuk lebih jelasnya sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang waktu serta Umur Pemberian

Vaksin Pemberian

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008

Dari tabel diatas, bahwa pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan diberikan dengan selang waktu pemberian 4 minggu dengan variasi pemberian vaksin yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan tentunya sesuai dengan tingkat usia bayi yang akan diberikan imunisasi.

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan Vaksin DPT/HB Kombo

9 Bulan Campak RS/RB/Bidan#

Keterangan :

(23)

Universitas Sumatera Utara

2.5 Peranan Suami Dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi

Peranan suami sangat besar bagi ibu dalam mendukung perilaku atau tindakan ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Suami sebagai orang terdekat di lingkungan keluarga dan sekaligus pemegang kekuasaan dalam keluarga yang sangat menentukan dalam pemilihan tempat pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2013). Green (2010) menyebutkan bahwa dukungan keluarga khususnya suami merupakan salah satu elemen penguat (reinforcing) dalam penentuan perilaku seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini terlihat dari penelitian Soewandijono (2010) yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi campak, terbukti bahwa salah satu faktor yang mempunyai hubungan bermakna dalam pencapaian cakupan imunisasi campak adalah tingkat peran serta keluarga terutama suami.

2.5.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

(24)

Universitas Sumatera Utara dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2012) :

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2012): 1. Tahu (know)

(25)

Universitas Sumatera Utara dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(26)

Universitas Sumatera Utara Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari. (Notoatmodjo, 2007).

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosional memegang peranan penting.

(27)

Universitas Sumatera Utara a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memper-hatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Adapun indikator untuk mengetahui tingkat sikap terhadap kesehatan, antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.

b. Sikap tentang cara pemeliharaan dan cara hidup sehat adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup.

(28)

Universitas Sumatera Utara

2.6 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Variabel Penelitian

Berdasarkan variabel penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pemberian imunisasi dasar lengkap pada baduta berhubungan dengan pengetahuan suami dan sikap suami sehingga diperlukan pengetahuan dan sikap suami yang baik mengenai pemberian imunisasi dasar secara lengkap pada baduta.

Variabel Penelitian

(29)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

namun mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem tata kelola perusahaan maupun dalam aspek manajerial dan investasi dalam suatu organisasi baik organisasi laba

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan penggunaan ragam bahasa gaul pada kaus oleh – oleh kota Medan dan menjelaskan bagaimana ragam bahasa gaul berdasarkan

Media pembelajaran yang dikembangkan dapat dikatakan efektif jika >70% dari seluruh subyek uji coba memenuhi ketuntasan belajar dan adanya respon positif siswa

dan Oodinium sp., serta menunjukkan bahwa prevalensi ektoparasit pada ikan mas tertinggi pada lokasi kolam Medan Selayang yaitu Dactylogyrus sp.(insang 50%), Argulus sp..

Penelitian tentang Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Kolam Desa Pulau Banyak Kecamatan Tanjung Pura dan Kolam Medan Selayang Kota

Having considered the close alignment of the design of the e-tivities to Salmon’s model at Stage 2, and considering also the apparent popularity of Salmon’s model, it is believed

Mahasiswa peternakan STIPER Kutim dapat dengan leluasa melakukan kegiatan praktikum tanpa dihalangi oleh masalah minimnya atau tidak adanya fasilitas, hal tersebut

JUDUL : USIA LANJUT, SEMANGAT TAK PERNAH SURUT MEDIA : SUARA MERDEKA. TANGGAL : 22