• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi dan Karakterisasi Populasi Sintrong (Crassocephalum crepidioides. Benth) Gulma Resisten Parakuat pada Lahan Tanaman Jagung (Zea Mays) di Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi dan Karakterisasi Populasi Sintrong (Crassocephalum crepidioides. Benth) Gulma Resisten Parakuat pada Lahan Tanaman Jagung (Zea Mays) di Kabupaten Dairi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sintrong (Crassocephalum crepidioides.(Benth))

Sintrong (Crassocephalum crepidioides) adalah j

Senecioneae, dengan sinonim Gynura crepidioides Benth

(Martha, 2006). Memiliki asal-usul dari

seluruh wilayah tropika di

sekitar kota

terutama di daerah/tempat yang lembab, di sawah yang mengering, dari ketinggian

200 m hingga ketinggian 2.500 m diatas permukaan laut.Bijisintrong menyebar

dengan bantua

sepanjang tahun. Sintrong merupakan gulmayang memiliki batang lunak karena

tidak membentuk kayu, dapat merupakan gulma dwimusim, berpembuluh

(tracheophyta), gulma pengganggu yang relatif mudah untuk dikendalikan

(Soerjani et al., 1987).

2.2 Evolusi GulmaResisten Herbisida

Pada suatu populasi yang dikendalikan menggunakan satu jenis herbisida

dengan hasil memuaskan ada kemungkinan satu dari individu dari beberapa

individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut

menjadi resisten terhadap herbisida tersebut. Sejumlah individu yang resisten, dan

individu yang tahan terhadap herbisida yang sama, individu yang resisten tersebut

tumbuh normal dan menghasilkan regenerasi pada aplikasi herbisida berikutnya.

(2)

sama akan mematikan individu yang sensitif dan meninggalkan

individu-individu yang resisten. Jumlah individu-individu-individu-individu yang resisten tersebut pada suatu

ketika menjadi signifikan dan meyebabkan kegagalan dalam pengendalian gulma

(Purba, 2011).

Populasi gulma resisten adalah populasi gulma yang mampu bertahan

hidup terhadap herbisida pada dosis yang biasanya mematikan populasi tersebut.

Sedangkan gulma toleran herbisida adalah spesies gulma yang mampu bertahan

hidup secara normal walapun diberi perlakuan herbisida. Kemampuan bertahan

tersebut dimiliki oleh seluruh anggota individu spesies tersebut, jadi tidak

mengalami proses tekanan seleksi (Purba,2009).

Herbisida dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma

dalam berbagai situasi, terutama pada lahan dengan pengolahan tanah yang minim.

Peningkatan penggunaan herbisida secara terus menerus telah meningkatkan

tekanan seleksi, yang kemudian mengakibatkan ketergantungan yang tinggi

terhadap penggunaan herbisida (Duke dan Powles, 2008).

Perkembangan populasi gulma resisten terhadap herbisida secara global

telah terbukti terutama pada daerah yang banyak ditanami tanaman transgenik.

Populasi Lolium rigidium pertama kali dilaporkan telah resisten terhadap herbisida

berbahan aktif diclofomethyl (Accaseinhibitor) di wilayah Australia ( Heap and

Knight, 1982), beberapa tahun kemudian gulma ini diketahui telah resisten

terhadap herbisida (Broster dan Pratley, 2006).

Sebagian besar gulma mampu mempertahankan dan mewariskan sifat

(3)

memperlambat, menghindari atau membalik arah pengembangan resistensi

herbisida adalah melalui pengelolaan resistensi herbisida dengan perubahan

tindakan atau perlakuan manusia dalam menghasilkan, mengaplikasikan dan

mengawasi herbisida (Walsh dan Powles, 2004).

2.3 Identifikasi Populasi Resisten Herbisida

Identifikasi resistensi terhadap herbisida dianggap sebagai langkah awal

untuk mengembangkan solusi yang tepat untuk mengatasi fenomena ini (Hamza et

al., 2011). Menurut Anderson dan Gronwald (1991) untuk mendeteksi dan

mengidentifikasi gulma resisten terhadap herbisida tertentu maka lahan yang

dipilih adalah lahan yang sering diterapkan herbisida dalam waktu yang lama dan

penggunaanya secara berulang-ulang.

Pemilihan lahan atau lokasi untuk mengumpulkan benih gulma yang

diduga resisten terhadap herbisida didasarkan pada masa lalu penggunaan herbisida

tersebut dan sejarah tanam (Beckie et al., 2000). Untuk menentukan terjadinya

resistensi dalam satu atau lebih spesies gulma terhadap herbisida dengan situs

tindakan yang sama (same site of action) atau berbeda, maka dapat dipilih secara

acak suatu wilayah tanpa pengetahuan sebelumnya dari herbisida yang digunakan.

Daerah penelitian dapat dibagi menjadi sektor wilayah yang sama, dengan jumlah

yang sama secara acak (Anderson et al., 1996; Davidson et al.,1996).

Beckie et al, (1999) menyatakan, penelitian identifikasi dapat dilakukan

secara acak dengan menghubungi petani secara langsung pada musim tanam, dan

(4)

penelitian. Unit sampling di lapangan harus berkisar dalam luasan wilayah

penelitian dan tidak lebih dari satu jenis tanaman.

Penentuan terjadinya frekuensi resistensi gulma terhadap suatu jenis

herbisida pada suatu daerah penelitian, umumnya lahan pertanian yang ditarget

dipilih secara acak sebelum survei gulma dilakukan. Survei berisi tentang

informasi sejarah penggunaan herbisida, faktor penyebab resistensi, dan atau

kerapatan spesies gulma (Beckie et al.,2000) .

Menurut Moss, (1995) penapisan secara rutin di lapangan merupakan

diagnosis tes cepat, akurat dan ekonomis dan memberikan indikasi efek

kemungkinan resistensi terhadap aktivitas suatu jenis herbisida di lapangan. Dalam

manajemen resisten dan pemantauan fenomena resisten tes tersebut merupakan

langkah awal yang efisien dan efektif untuk mendiagnosis gulma –gulma resisten

terhadap suatu jenis herbisida, distribusi dan kelimpahan dalam geografis suatu

daerah. Tetapi tes ini harus divalidasi dengan bioassay pot. Evaluasi visual dasar

respon gulma terhadap suatu herbisida adalah kematian, atau pertumbuhan relatif

yang terhambat bagi gulma yang dikenai herbisida (Beckie et al.,2000) .

Suatu gulma yang dicurigai telah resisten, maka sampel benih gulma

dikumpulkan dan dievaluasi dengan menggunakan sebuah bioassay tanaman

lengkap. Bioassay tanaman lengkap dilakukan dalam kondisi lapangan, dalam

ruang pertumbuhan atau kondisi cawan petri. Bioassay yang dilakukan dalam ruang

pertumbuhan adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mengidentifikasi

kasus baru resistensi herbisida. Bioassay yang didasarkan dengan deteksi biokimia

(5)

penapisan karena baru terjadinya resistensi (Heap, 1994). Dosis herbisida yang

sering dipilih untuk mengevaluasi gulma yang diduga resisten adalah antara enam

sampai delapan kali dosis anjuran.

Nilai tingkat resistensi suatu gulma tertentu terhadap suatu jenis herbisida

yang diduga resisten dapat dilakukan dengan cara pot bioassay. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Walsh dan Powles ( 2004) di University of Western Australia

terhadap gulma lobak liar (Raphanus raphanistrum) menyatakan bahwa kematian

100% terjadi pada populasi rentan dalam semua percobaan, sedangkan populasi

resisten pada semua jenis herbisida yang digunakan hidup lebih dari 90%. Populasi

gulma R. raphanistrum digolongkan sebagai resisten jika ≥ 20% dari

individu-individu dalam populasi hidup. Definisi resisten dalam hal ini adalah populasi

gulma yang survive≥20% dari suatu jenis herbisida yang diaplikasikan pada

dosis anjuran. Bilamana, ada dalam populasi R.raphanistrum 1-19% yang bertahan

hidup terhadap herbisida maka populasi ini tergolong dalam proses pengembangan

resisten terhadap herbisida tertentu. Gulma-gulma yang mati 100% setelah aplikasi

herbisida tertentu dinyatakan beratnya 0 gr untuk analisis statistiknya (Kruger et

al., 2009).

2.4 Herbisida

Pengendalian gulma secara kimia pada dasarnya adalah menggunakan

bahan kimia tertentu yang mampu untuk mematikan gulma dan yang paling penting

bahwa banyak dari bahan kimia tersebut dapat mematikan beberapa jenis gulma

tanpa merusak tanaman lainnya (selektif). Bahan kimia yang fitotoksik ini disebut

(6)

Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan

yang terkena herbisida. Herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan

ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma. Herbisida selektif yang mematikan

gulma tertentu dinamakan herbisida berspektrum sempit, sedangkan herbisida non

selektif yang mematikan banyak jenis gulma dinamakan herbisida berspektrum luas

(Fadhly dan Tabri, 2007) .

Parakuat merupakan herbisida yang diaplikasikan purna tumbuh yang dapat

mematikan hampir semua jenis gulma khususnya gulma semusim. Dalam kondisi

dengan intensitas cahaya yang tinggi, paraquat dan diquat akan segera bekerja

sebagai herbisida kontak, mematikan semua bagian tumbuhan yang terkena dan

yang berwarna hijau. Sedangkan dalam kondisi gelap, parakuat dan dikuat akan

melakukan penetrasi dalam jaringan daun ke sistem vaskular, sehingga kematian

akan terjadi secara lambat dalam kondisi yang gelap (Humburg et al., 1989).

2.5 Lethal Dosis 50% dan Lethal Time 50%

Lethal Dosis 50% adalah jumlah atau tingkatan dosis dari suatu bahan

kimia tunggal atau bahan kimia ganda yang dapat menyebabkan kematian 50%

dari total organisme dalam serangkaian kondisi percobaan yang telah ditentukan

(Ahmad et al., 2008). Persentasi kematian sebesar 50% merupakan batasan untuk

mengetahui apakah dosis yang digunakan sudah cukup atau berlebih dalam

mengendalikan gulma atau seberapa besar dosis herbisida yang diperlukan

agar dapat mengendalikan populasi gulma.

Menurut Guntoro dan Trisnani (2013), LD50% menunjukkan dosis yang

(7)

didapat selanjutnya digunakan untuk menentukan LD50% dari masing-masing

perlakuan jenis herbisida. Kematian 50% merupakan nilai Y dari persamaan

regresi, yang ditransformasikan ke dalam nilai probit, yaitu nilai 5. Nilai X

adalah logaritma dosis dari masing-masing perlakuan, sehingga untuk

menentukan LD50% logaritma dosis harus dikembalikan ke dalam antilog (X).

Lethal Time 50 (LT50) adalah lama waktu dalam hari yang dapat

menyebabkan kematian sebesar 50% dari total populasi uji dalam kondisi

tertentu.Antara LT50% dan LD50% berhubungan erat karena antara waktu dan

dosis yang dipakai akan dapat menyebabkan kematian dan dapat berkorelasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150) g/ha dapat mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor yang efektif dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung (Zea mays L.)

Parameter yang diamati jenis gulma dan populasi total, berat kering gulma, Tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tanaman, bobot tongkol, panjang tongkol, lingkar

Penelitian Analisis vegetasi gulma di tiga kabupaten di sumatera utara yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2019 dengan meggunakan Alat square ukuran 50 x 50 cm

menunjukan pada 3 MSA seluruh perlakuan herbisida atrazin mampu memberikan penekanan hingga 100% hal ini karena pada 3 MSA pada keseluruhan petak percobaan, gulma

Sedangkan gulma yang ditemukan pada tanaman jagung umur 6 minggu (pembentukan buah) sebanyak 10 Famili yang terdiri dari 23 Spesies.. Sedangkan Gulma yang

indica bertahan hidup pada populasi blok 93 A terhadap herbisida glifosat dan parakuat... indica bertahan hidup pada populasi 10 D terhadap herbisida glifosat dan

Campuran herbisida Atrazin + Nicosulfuron dosis 1.5 – 3.0 l/ha efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti Richardia brasiliensis dan Synedrella nodiflora, gulma rumput