BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3. 1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam
Gambar 3. 1. Kerangka Konsep Penelitian
3. 2. Definisi Operasional dan Variabel
3. 2. 1. Obesitas
Definisi :Kelebihan massa tubuh responden yang didapat berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh
Cara Ukur : Antropometri
Alat ukur : Timbangan dan meteran Hasil ukur : Normal : IMT < 22.9
Obesitas : IMT > 23 Skala ukur : Ordinal
3. 2. 2. Usia Awitan Menstruasi
Definisi : Usia responden (siswi SMPN 1 Medan kelas VII-IX) saat pertama kali mengalami menstruasi.
Asupan kalori berlebih Hereditas
Obesitas Kurang
aktivitas Sosial ekonomi Psikologis
Cara ukur : Angket Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : Usia awitan menstruasi cepat : jika < 12 tahun Usia awitan menstruasi normal : jika > 12 tahun Skala ukur : Ordinal
3. 3. Hipotesis
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4. 1. Jenis Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan metode cross sectional (studi potong lintang) dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua obyek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja.
4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian
4. 2.1. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2015. 4.2.2. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Medan.
4. 3. Populasi dan Sampel Penelitian
4. 3. 1. Populasi
Populasi penelitian adalah siswi SMPN 1 Medan kelas VII- IX. 4. 3. 2. Sampel
Sampel penelitian adalah siswi SMPN 1 Medan kelas VII- IX. Pada penelitian ini pengambilan besar sampel ditentukan dengan total sampling. yang mana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian.
Kriteria inklusi:
2. Setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
Kriteria eksklusi:
1. Mendapatkan steroid jangka panjang
2. Mendapat obat-obat hormonal (growth hormone) 3. Menderita penyakit kronis
4. Belum menstruasi
4 . 4. Teknik Pengumpulan Data
4.4.1. Teknik pengambilan data
Data yang diambil merupakan data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada siswi-siswi serta pengukuran berat badan dan tinggi badan siswi-siswi yang dilakukan oleh peneliti.
4.4.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah:
1. Meteran: alat ini digunakan untuk mengukur tinggi badan sampel. 2. Timbangan berat badan: untuk mengukur berat badan sampel. 3. Kuesioner: untuk menanyakan hari pertama menstruasi sampel.
4.4.3 Cara Kerja
4.4.3.1. Menentukan Indeks Massa Tubuh
Untuk mendapatkan nilai IMT maka sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya.
Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan nilai IMT:
1. Memosisikan sampel dalam keadaan diam, tegak lurus, pandangan menghadap ke depan, dan membelakangi alat.
3. Menarik alat pengukur tinggi dan meletakkan ujungnya tepat di puncak kepala sampel (vertex).
4. Melihat tinggi badan sampel.
5.Kemudian hasil yang didapat dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini: Berat (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang <18,5
Kisaran normal 18,5 – 22,9
Berat bada lebih >23,0
Beresiko 23,0 – 24,9
Obesitas I 25,0 – 29,9
Obesitas II >30,0
(Sumber: Sugondo, 2006)
4.4.3.2.Menentukan usia awitan menstruasi
Untuk mengetahui usia awitan menstruasi, sampel akan ditanyai melalui kuesioner. Pada kuesioner itu pula dicantumkan beberapa pertanyaan untuk kriteria eksklusi sampel. Setelah sampel mengisi kuesioner, sampel akan diberi souvenir oleh peneliti.
4 . 5 Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1 Pengelolaan data
Data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang masih harus diolah sedemikian rupa agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik sehingga mudah untuk dianalisis. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer.
1. Editing
Hasil kuesioner dari lapangan harus dilakukan editing atau penyuntingan terlebih dahulu. Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan dalam isian kuesioner.
2. Coding
Setelah kuesioner diedit selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding. Coding dalam arti yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Data Entry
Data entry maksudnya yaitu memasukan data. Data atau jawaban-jawaban responden yang sudah dalam bentuk kode dimasukkan dalam program komputer.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidaklengkapan data kemudian dilakukan pembentukan atau korelasi. Proses ini disebut pembersihan data atau cleaning.
Setelah data diolah secara manual, maka data akan diproses dengan menggunakan SPSS.
4.5.2 Analisis Data
Dengan menggunakan bantuan program SPSS akan didapatkan besarnya p value untuk menentukan signifikansi hasil penelitian. Karena penelitian ini
menggunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 5%, maka nilai p < 0,05 dinilai
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Medan yang terletak di Jalan Bunga Asoka no. 06 Medan, Kelurahan Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang, Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, Kode Pos: 20113, no. Telp : 061822240. Sekolah ini pada peta dunia terdapat di lintang 3.597031, bujur 98.66683999999998, ketinggian 24. SMPN 1 Medan memiliki 31 kelas yang terdiri atas 8 kelas VII, 11 kelas VIII, dan 12 kelas IX.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan pada 120 orang responden dan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian berjumlah 70 orang yang merupakan siswi di SMPN 1 Medan. Dari keseleruhan responden gambaran karakteristik responden yang dinilai meliputi umur, tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan usia awitan menstruasi dari responden. Dan hasil dari karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden Hasil
Umur 11- 14 tahun
Tinggi Badan 130 – 164 cm
Berat Badan 27-79,4 kg
IMT 14,91- 32,21
a. Umur
Berdasarkan karakteristik umur, hasil penelitian ini memperoleh responden terbanyak berada pada umur 12 tahun yaitu sebanyak 44 orang (62,9%). Sedangkan kelompok responden paling sedikit berada pada umur 14 tahun, yaitu sejumlah 6 orang (8,6%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi (n) Persen (%)
Rata-rata umur responden adalah 12 tahun. Umur termuda adalah 11 tahun dan umur tertua 14 tahun. Dengan demikian, rentang usia responden adalah 3 tahun.
b. Berat Badan
Karakteristik berdasarkan berat badan dibagi menjadi 7 kelompok interval. Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah pada kelompok dengan interval berat badan 43-50 kg dan 51-58 kg. Sedangkan kelompok responden paling sedikit adalah pada kelompok dengan interval berat badan 75-82 kg. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan
Rata-rata berat badan responden adalah 48,6 kg dengan nilai tengah 46,5 kg. Berat badan terendah adalah 27 kg dan berat badan tertinggi adalah 79,4 kg. Hal ini menunjukkan rentang berat badan responden adalah 52,4 kg.
c. Tinggi Badan
Karakteristik berdasarkan tinggi badan dibagi menjadi 7 kelompok interval. Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah pada kelompok dengan interval 145-149 cm. Sedangkan kelompok responden paling sedikit adalah pada kelompok dengan interval tinggi badan 130-134 cm. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan
Tinggi badan (cm) Frekuensi (n) Persen (100%) 130-134
Rata-rata tinggi badan responden adalah 149,2 cm dengan nilai tengah 149 cm. Tinggi badan responden dimulai dari titik minimal, yaitu 130 cm dan titik maksimal, yaitu 164 cm. Hal ini menunjukkan rentang tinggi badan responden adalah 34 cm.
5.1.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategorik IMT Frekuensi (n) Persen (100%) Normal rentang IMT responden adalah 17,3.
5.1.4 Usia Awitan Menstruasi
Dari 70 responden yang menjadi sampel penelitian, mayoritas 33 orang (47,1) mengalami usia awitan menstruasi pada usia 12 tahun. Sedangkan, jumlah paling sedikit adalah responden yang mengalami usia awitan menstruasi pada usia 14 tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Gambaran Usia Awitan Menstruasi
Tabel 5.7. Gambaran Kategorik Usia Awitan Menstruasi
Kategorik Usia awitan menstruasi Frekuensi (n) Persen (100%) Normal
Rata-rata usia awitan menstruasi responden adalah 11,3 tahun. Usia awitan menstruasi terendah adalah 8 tahun dan usia awitan menstruasi tertinggi adalah 14 tahun. Hal ini menunjukkan rentang usia awitan menstruasi sampel adalah 6 tahun.
5.1.5. Hubungan Obesitas dengan Usia Awitan Menstruasi
Dari 70 orang responden yang memenuhi kriteria dan dimasukkan ke dalam penelitian diperoleh data yang telah dikumpulkan dan dianalisis melalui uji hipotesis chi-square dan batas kepercayaan 95%.
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Usia Awitan Menstruasi Berdasarkan Kategori IMT melalui uji chi-square
Dari hasil uji statistik, p value yang didapat sebesar 0,00. Karena nilai p < 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan usia awitan menstruasi.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Menurut hasil Riskesdas (2010), anak dengan status gizi normal di Indonesia berjumlah 87,4%, status gizi gemuk 2,5%, status gizi kurus 7,4% dan status gizi sangat kurus 2,7%. Jika dilihat dari perbandingan terhadap rata-rata nasional, siswi SMPN 1 Medan cenderung memiliki IMT lebih tinggi.
5.2.2. Usia Awitan Menstruasi
Usia awitan menstruasi dikatakan normal apabila terjadi pada usia 12-13 tahun, dikatakan cepat apabila terjadi pada usia < 12 tahun.
Dari hasil penelitian didapati rata-rata usia awitan menstruasi pada siswi di SMPN 1 Medan adalah 11,3 tahun, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata siswi di SMPN 1 Medan memiliki usia awitan menstruasi cenderung lebih cepat. Terdapat sejumlah responden dengan usia awitan menstruasi yang cepat yaitu 2 orang pada usia 8 tahun, 5 orang pada usia 9 tahun, dan 9 orang pada usia 10 tahun.
Menurut hasil Riskesdas (2010), rata-rata usia awitan menstruasi di Indonesia adalah 12,4 tahun dengan jumlah terbanyak 13 tahun (20%). Masih terdapat usia awitan menstruasi yang lebih lama dari 14 tahun di Indonesia, yaitu 15 tahun (15,2%), 16 tahun (4,6%), 17 tahun (3%), 18 tahun (1%), 19 tahun (0,2%), 20 tahun (0,3%). Usia awitan menstruasi yang cepat di Indonesia terjadi pada 9 tahun (0,3%) dan 10 tahun (1,2%). Dari hasi uji T terhadap rata-rata nasional dapat disimpulkan bahwa perbedaan rata-rata usia awitan menstruasi pada penelitian dengan rata-rata nasional terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05).
Gambaran usia awitan menstruasi di dunia dirangkum dan dilaporkan oleh Parent et al. (2003). Tren peningkatan usia awitan menstruasi terjadi mulai dari tahun 1960, dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan dunia secara umumnya. Euling et al. (2008) juga melaporkan peningkatan rata-rata usia awitan menstruasi di Eropa dan Amerika Serikat sejak 1790 sampai 1980.
5.2.3. Hubungan Obesitas dengan Usia Awitan Menstruasi
Teori yang dikenal sejak tahun 1990-an ini menyatakan bahwa persentase tertentu lemak tubuh dibutuhkan untuk memicu awitan menstruasi, karena jaringan lemak subkutan juga berfungsi sebagai kelenjar hormonal sekunder mempengaruhi sintesis dan pengeluaran estrogen, serta memicu awitan menstruasi (Delemarre, 2005).
Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indeks yang paling berguna yang digunakan untuk skrining populasi remaja obesitas karena indeks ini berkorelasi secara bermakna dengan lemak subkutan maupun lemak tubuh total pada remaja, terutama mereka yang dengan proporsi terbesar lemak tubuh (Nelson, 2012)
Pada anak obesitas, kadar lemak dalam tubuhnya cenderung lebih tinggi dibanding anak yang tidak obesitas. Lemak tersebut akan menghasilkan leptin, semakin banyak lemak semakin banyak leptin yang terbentuk. Leptin tersebut akan meregulasi GnRH, secara tidak langsung akan mempengaruhi estrogen. Semakin banyak estrogen yang terbentuk semakin cepat awitan menstruasi akan terjadi. Oleh sebab itu leptin berperan sebagai pintu gerbang dimulainya onset pubertas dan awitan menstruasi (Gueorquiev, 2000, dalam Hendri, 2012).
Pengaruh estrogen pada pemanjangan tulang dapat diidentikkan dengan tinggi badan seorang remaja putri, semakin tinggi remaja putri pada masa preawitan menstruasi akan mempengaruhi percepatan datangnya awitan menstruasi (Basalim, 2009)
Akibat usia awitan menstruasi yang semakin cepat dapat mempengaruhi tinggi badan ini dikarenakan terjadinya peningkatan hormon estrogen yang dapat mempengaruhi penutupan garis epifisi tulang lebih cepat. Sehingga anak yang mengalami usia awitan menstruasi akan cenderung lebih pendek (Onland Moret, et al, 2005)
banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seorang anak mendapatkan awitan menstruasi yang cepat (Siswianti, 2012).
Pada penelitian ini didapat hasil uji hipotesis chi-square menghasilkan nilai p < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara obesitas dengan usia awitan menstruasi pada siswi SMPN 1 Medan.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahrian (2011) melaporkan hasil uji korelasi hubungan IMT dan usia mena rche pada remaja putri di Yayasan Pendidikan Harapan Medan menunjukkan derajat korelasi tingkat r = 0,36.
Dahliansyah (2008) menyimpulkan semakin tinggi Indeks Massa Tubuh semakin awal usia menarche responden. Kuatnya hubungan ini diwakili oleh koefisien korelasi sebesar 0,402. Ini menunjukkan hubungan tingkat sedang.
Setyowati (2007) melaporkan terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 20 dengan usia menarche yaitu semakin tinggi nilai IMT maka semakin rendah usia menarche begitu juga sebaliknya semakin rendah nilai IMT maka semakin tinggi usia menarchenya. Dengan hasil uji regresi R = -0,997 yang berarti adanya hubungan yang terbalik antara IMT dengan usia menarche.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Anak-anak obesitas mengalami usia awitan menstruasi lebih cepat dibanding anak-anak yang tidak obesitas.
6.2. Saran
- Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan perubahan usia awitan menstruasi seperti konsumsi fast food, aktifitas fisik dan intake kalori.
- Perlunya informasi kepada orang tua mengenai hubungan obesitas dengan usia awitan menstruasi, serta risiko-risiko usia awitan menstruasi yang cepat.