• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI

DI INDUSTRI KEUANGAN BANK

A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Saat ini perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara stabil dan

berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua

sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh

rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus

dilaksanakan secara komprehensif dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari

perekonomian masyarakat Indoensia. Salah satu komponen penting dalam sistem

perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan

jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan

produktif di dalam perekonomian nasional.8

Awal pembentukan OJK berawal dari adanya keresahan dari beberapa

pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar

belakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan

di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat

UUBI. Pasal 34 UUBI merupakan respons dari krisis Asia yang terjadi pada

8

(2)

1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor

perbankan.9

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan

seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana

pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya

bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan

pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan

pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta

kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum

perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan

penangkal dalam pemikiran pemasalahan-pemasalahan di masa depan.

Ide awal pembentukan OJK yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk

menghindari jalan buntu pembahasan undnag-undang tentang bank Indonesia oleh

Dewan Perwakilan Rakyat. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah

mengajukan Rancangan UUBI (selanjutnya yang memberikan independensi

kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini di samping memberikan

independensi, juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank

Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari

Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang

pada waktu penyusunan rancangan UUBI bertindak sebagai konsultan.

Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

9

(3)

OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu

untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk

mendukung keberadaan OJK tersebut.10

2. Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 1 UU OJK, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari

campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa OJK adalah

sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar

modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada

dasarnya UU OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata

pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam

pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu,

dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang

lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem

keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem

keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Sejak lama, pembentukan lembaga OJK ini diamanatkan oleh UUBI,

sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan

fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia.

10

(4)

a. Untuk mencapainya, Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan

moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan

mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.

c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya

manusia dan ahli yang mencukupi.11

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah

membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah

kesepakatan untuk membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus

terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK berdasarkan kesepakatan dan

diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan OJK

belum ada, sampai akhirnya UUBI yang menyatakan tugas BI adalah mencapai

dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas

dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang ini. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap:

11

(5)

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor

Perbankan OJK mempunyai wewenang:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya

manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin

usaha bank; dan

2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,

produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan

modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman

terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

3) Sistem informasi debitur;

4) Pengujian kredit (credit testing); dan

5) Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

(6)

2) Tata kelola bank;

3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

d. Pemeriksaan bank.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:

1) Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini;

2) Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

3) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

4) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

5) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

7) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter

pada Lembaga Jasa Keuangan;

8) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

9) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan

Adapun maksud dari pembentukan OJK menurut beberapa ahli/pakar

(7)

a. Menkeu Agus Matroardojo

Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan

global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan

komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia

b. Fuad Rahmany

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghilangkan penyalahgunaan

kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab

didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah

c. Darmin Nasution

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk mencari efesiensi di sektor

perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu

perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya saing membutuhkan

dukungan dari sektor keuangan.

d. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad:

Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK.

Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis.

Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang

ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat

surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat

transparansi yang harus dijaga.

3. Status Otoritas Jasa Keuangan

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU OJK dikatakan bahwa, OJK adalah

(8)

dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam undang-undang ini.12 Bagian penjelasan UU OJK disebutkan bahwa, OJK

dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Jadi

seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah.13

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu unifikasi pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan

dan pengawasan dilaksanakan oleh kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan

Badan Pengawas Pasar Modal.

Berdasarkan penjelasan diatas

menunjukkan bahwa status kelembagaan OJK adalah lembaga yang independen

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga secara yuridis bebas dari

campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam

UU OJK.

Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK. Secara orang

perorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat

diberhentikan kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK.

Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan OJK yang tepat dalam UU OJK

diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan

partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas

pemerintah, Bank Indonesia dan masyarakat sektor jasa keuangan.

4. Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

14

12

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 ayat (1)

13

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 14

(9)

Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu :

1. Landasan filosofis

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan

berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbanh

disemua sektor perekonomian serta memberikan kesejahteraan secara adil

kepada seluruh rakyat Indonesia.

2. Landasan yuridis

Undang-Undang Bank Indonesia

3. Landasan sosiologis

a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang

teknologi dan informasi serta inovasi financial telah menciptakan sistem

keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar

subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di

berbagai sub sektor keuangan menambah kompleksitas transaksi dan

interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.

c. Banyaknya permasalahan lintas sektoral disektor jasa keuangan yang

meliputi tindakan moral hazard belum optimalnya perlindungan konsumen

jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.

B. Peranan Direksi di Industri Perbankan

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab

(10)

maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.15

Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :

Persyaratan

Pengangkatan Direksi, antara lain : direksi diangkat oleh RUPS, direksi perseroan

terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih, yang dapat diangkat menjadi

anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan

hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara

dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

16

1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan

tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan.

kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan.

2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh

aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta

peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk

kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan

efisiensi dan efektivitas perseroan.

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara

amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem

15

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 16

(11)

pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan

komprehensif.

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan

berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Masa tugas direksi habis apabila:17

1. Anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan

RUPS dengan menyebutkan alasannya.

2. Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam anggaran dasar atau akte

pendirian.

3. Jika diberhentikan sementara waktu sebelum masa tugasnya oleh

RUPS/Komisaris maka dalam jangka waktu 30 hari diadakan RUPS untuk

memberi kesempatan direksi tersebut membela diri. Apabila dalam jangka

waktu 30 hari tidak ada RUPS maka pemberhentian sementara batal demi

hukum.

17

(12)

4. Pemberhentian anggota direksi berlaku sejak:

a. ditutupnya RUPS apabila anggota direksi diberhentikan sewaktu-waktu

b. tanggal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi

c.tanggal lain yang ditetapkan dalam RUPS

Kewajiban direksi di dalam perseroan, yaitu :18

1. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam

maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab,

Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS.

2. Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah

RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan;

melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada

perseroan atau perseroan lain.

3. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban

tahunan) untuk RUPS.

4. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala

sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.

5. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap

perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).

6. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau

menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.

18

(13)

7. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau

pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.

Direksi memiliki peranan, yaitu :

Direksi berperan untuk mengusulkan kepada RUPS :

a. Perubahan anggaran dasar

b. Pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak

lain

c. Penambahan modal

d. Pengurangan modal

e. Penggunaan laba dan pembagian deviden

f. Pembubaran perseroan

6. Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha

perseroan

7. Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan

8. Direksi berwenang mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan

9. Direksi berwenang untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai

anggaran dasar/akte pendirian

10. Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi

telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris

11. Direksi berwenang untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar

(14)

Pertanggungjawaban pribadi direksi

1. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian

perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan

tugasnya.

2. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung

jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.

3. Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila

dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut

C. Alasan perlunya dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan di

Industri Keuangan Bank

Meningkatkan kepercayaan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap

industri perbankan, perlu dipastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan oleh

pihak yang mampu dan patut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sehingga

pengelolaan bank dilakukan sesuai dengan tata kelola yang baik (good

(15)

Secara sederhana pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

dimaksud untuk19

1. Untuk mengetahui kemampuan dan kepatutan (calon) manajemen perusahaan

yang bersangkutan, secara detail dapat dipertanggung jawabkan. :

2. Untuk memantau pencapaian goals dan proses perusahaan (bank) secara

keseluruhan, baik aspek legal maupun aspek financial.

3. Untuk memberi motivasi kepada para (calon) manajemen untuk melaksanakan

tugas, kewajiban serta wewenang dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengaturan perusahaan

bank bersangkutan.

4. Untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan bank

secaraberkesinambungan dalam dunia bisnis yang telah memasuki pasar

terintegrasi ini (globalisasi), yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja

yang semakin baik dari waktu kewaktu secara berkesinambungan.

Prosedur pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bank

Indonesia sebagai bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur

dalam Pasal 8 UU Bank Indonesia, yaitu :

4. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

5. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

6. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang

untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.

19

(16)

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan

fungsi perbankan Indonesia sebagai20

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga

penghimpun dan penyalur dana. :

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta

pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan

menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan

masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi

perekonomian nasional.

Fungsi kepatutan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang

bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem,

dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta

memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada

Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.21

Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan masih dibedakan antara

penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksana, serta yang

mengetahuinya. Artinya, dalam setiap penyimpangan yang berakibat pada

kerugian perusahaan, maka akan dicari penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus

dan pelaksananya, karena tidak menutup kemungkinan adanya pejabat yang

20

N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hal. 62.

21

(17)

menutup-nutupi penyimpangan tersebut. Hal inilah yang menentukan berat atau

ringannya kesalahan dan akan sangat berpengaruh pada tingkat penilaian. Kriteria

pelaku yang terlibat antara lain pelaku, pelaksana, dan pihak yang hanya

mengetahui. Pelaku yaitu orang yang secara langsung melakukan atau turut

melakukan perbuatan rekayasa dan atau praktik-praktik perbankan yang

menyimpang dari undang-undang dan ketentuan perbankan; perbuatan yang dapat

dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang disepakati dengan Bank Indonesia

dan atau pemerintah.

Perkembangan industri perbankan yang dinamis membutuhkan pemilik

yang selain memiliki integritas juga memiliki komitmen dan kemampuan yang

tinggi dalam mendukung pengembangan operasional bank yang sehat. Selain itu

dalam pengelolaan bank diperlukan sumber daya manusia yang memiliki

integritas yang tinggi, berkualitas dan memiliki reputasi keuangan yang baik.

Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan

kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola bank melalui penelitian

administratif yang lebih efektif dan proses wawancara yang lebih efisien, dengan

tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Selanjutnya

sebagai pelaksanaan tugas pengawasan bank oleh Bank Indonesia secara

berkesinambungan, terhadap pihak–pihak yang telah mendapat persetujuan dari

Bank Indonesia, dilakukan penilaian kembali atas kemampuan dan kepatutannya

sebagai pemilik dan pengelola bank.

Melindungi industri bank dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak

(18)

melalui proses yang lebih singkat dan transparan tanpa mengabaikan azas

keadilan bagi pihak yang diuji. Tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah agar

industri perbankan senantiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang

memenuhi persyaratan maka sudah menjadi keharusan untuk tidak memberikan

ruang bagi pihak yang melakukan tindakan yang diindikasikan tidak memenuhi

persyaratan kemampuan dan kepatutan.

Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan ketentuan yang berkaitan dengan

pengenaan sanksi yang lebih tegas dan dapat memberikan efek jera terhadap pihak

yang tidak mampu dan tidak patut dalam memiliki dan mengelola bank. Bank

Indonesia sebagai Bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur

dalam Pasal 8 UUBI, yaitu :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

3. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang

untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan Bank diarahkan untuk

mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai22

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga

penghimpun dan penyalur dana.

:

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

22

(19)

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta

pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan

menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan

masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi

perekonomian nasional.

Pengertian pelaku disini adalah termasuk pemutus, pemrakarsa atau

penanggungjawab. Pelaksana adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan

berdasarkan instruksi, tekanan, tipu daya, atau pemberian kompensasi dari pihak

lain, seperti pihak yang menandatangani suatu dokumen, pihak yang melakukan

atau turut serta melakukan eksekusi/tindakan, dan pihak yang turut menyetujui

suatu keputusan. Sedangkan pihak yang hanya mengetahui adalah orang yang

turut serta mengetahui atau terlibat dalam suatu perbuatan yang dilakukan oleh

pihak lain karena jabatannya, misalnya sebagai pihak yang mengetahui melalui

pengesahannya dalam suatu dokumen.

Penetapan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan

dengan cara menjumlahkan hasil penilaian faktor integritas dan faktor

kompetensi. Predikat lulus diberikan dengan hasil penilaian akhir sebesar 0 (nol).

Predikat lulus bersyarat, dengan hasil penilaian akhir sebesar 1 (satu) sampai

dengan 19 (sembilan betas), dan predikat tidak lulus dengan penilaian akhir sebsar

(20)

D. Faktor-Faktor dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri

Keuangan Bank

Faktor kemampuan meliputi

1. Pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya;

2. Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan

pembiayaan dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan

dengan perusahaan pembiayaan;

3. Pengalaman di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau bidang lainnya yang

relevan dengan jabatannya; dan

4. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan perusahaan pembiayaan yang sehat, termasuk

perluasan/ekspansi maupun inovasi terhadap kegiatan usaha di bidang

perusahaan pembiayaan.

Faktor kepatutan meliputi

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

2. Tidak pernah melakukan praktik-praktik tercela di bidang usaha perusahaan

pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

3. Tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di

bidang perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

4. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

5. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan

suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan

(21)

6. Tidak pernah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan instansi

pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan; dan

7. Tidak pernah memberikan keuntungan dan/atau manfaat lainnya secara tidak

wajar kepada pemegang saham, direksi, komisaris, pegawai dan/atau pihak

lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan nasabah dan/atau

perusahaan pembiayaan;

8. Tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perusahaan

pembiayaan;

9. Tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kewenangannya

atau diluar kewenangannya; dan

10.Tidak pernah dinyatakan tidak mampu menjalankan kewenangan sebagai

anggota direksi atau dewan komisaris.

Ruang lingkup Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi

disebutkan dalam Pasal 17 PBI No.12/23/PBI2010 meliputi faktor integritas,

kompetensi, dan faktor keuangan. Ruang lingkup tersebut berbeda bagi calon dan

telah menduduki jabatannya.

Adapun persyaratan integritas terhadap calon direksi dan dewan komisaris

berdasarkan Pasal 18 PBI No.12/23/PBI/2010 adalah :

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain dijulukan dengan sikap

mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena

terbukti melakukan tindak pidana tertentu dalam waktu 20 (dua puluh) tahun

(22)

2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat.

4. Tidak termasuk dalam DTL.

5. Memiliki komitmen untuk tidak akan melakukan dan/atau mengulangi

perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal

28 PBI No.12/23/PBI/2010, bagi calon yang pernah memiliki predikat tidak

lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi.

Sedangkan persyaratan kompetensi bagi calon direksi dan dewan

Komisaris berdasarkan Pasal 19 PBI No.12/23/PBI/2010 untuk memastikan :

1. Bagi calon anggota dewan komisaris memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan

jabatannya.

b. Pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan.

2. Bagi calon direksi memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan

jabatannya.

b. Pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan/atau bidang keuangan.

c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan bank yang sehat.

Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pemegang Saham

Pengendali dan calon pengurus bank dilakukan melalui penelitian administratif

(23)

penelitian reputasi keuangan) dan wawancara Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 20 ayat

(1) PBI No.12/23/PBI/2010 untuk menilai apakah yang bersangkutan memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak.

Persyaratan yang dimaksud bagi calon Pemegang Saham Pengendali yaitu

memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan Pasal 4 PBI

No.12/23/PBI/2010. Persyaratan integritas antara lain memiliki akhlak dan moral

yang baik, memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan

yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan

operasional bank yang sehat, dan tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus (Pasal

5 PBI No.12/23/PBI/2010). 23

1. Integritas;

Syarat kelayakan keuangan meliputi persyaratan kemampuan keuangan,

tidak termasuk dalam daftar kredit macet, tidak pernah dinyatakan pailit atau

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam jangka

waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan, bersedia untuk mengatasi kesulitan

permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya, dan tidak memiliki hutang yang jatuh tempo dan bermasalah.

Persyaratan yang dinilai pada calon pengurus bank antara lain (Pasal 15 PBI

No.12/23/PBI/2010):

2. Kompetensi;

3. Reputasi keuangan.

Persyaratan integritas meliputi:

23

(24)

1. Akhlak dan moral yang baik;

2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional

Bank yang sehat

3. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus. Persyaratan kompetensi bagi calon

komisaris antara lain memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang

memadai dan relevan dengan jabatannya, dan atau pengalaman di bidang

perbankan.

Sedangkan bagi calon direksi:

1. Memiliki pengetahuan di bidang perbankan;

2. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau bidang keuangan

3. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan bank yang sehat.

Mayoritas anggota direksi wajib berpengalaman dalam operasional Bank

sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank.

Persyaratan reputasi keuangan juga harus dipenuhi antara lain, tidak termasuk

dalam daftar kredit macet, dan tidak pernah dinyatakan bersalah menyebabkan

suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum

dicalonkan.

Bank yang merupakan lembaga intermediary, menerima dana dari pihak

ketiga yaitu nasabah yang memberikan kepercayaannya dalam pengelolaan

dananya. Namun, kenyataannya masih saja ada orang-orang “nakal” yang

(25)

yang sering timbul. Permasalahan inilah yang menjadi perhatian khusus Bank

Indonesia sebagai bank sentral dalam pengawasan perbankan Indonesia.

Kegiatan bank tidak terlepas dari menerima dana dari pihak ketiga yaitu

nasabah melalui tabungan/deposito atau pun yang lainnya. Dana tersebut nantinya

akan disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Namun, yang terjadi adalah masih

saja terdapat penyelewengan. Ini mengurangi kepercayaan masyarakat untuk

memberikan dananya dalam bentuk simpanan maupun deposito. Bank Indonesia

mengeluarkan kembali peraturan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

bagi direksi bank perkreditan rakyat, demi untuk meningkatkan kepercayaan dan

perlindungan masyarakat terhadap industri perbankan.

Perbedaan tersebut secara garis besar terdiri dari beberapa aspek berikut:

1. Penambahan obyek uji kemampuan dan kepatutan.

Hal tersebut meliputi : calon direksi sebelum menjalankan fungsi dan

tugasnya; calon direksi dan sudah tidak menjabat sebagai calon direksi dan

pejabat eksekutif.

2. Penyederhanaan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon direksi,

dan pejabat eksekutif yang sedang menjabat (existing):

a. Pengumpulan bukti tidak harus melalui pemeriksaan khusus namun dapat

dilakukan melalui pengawasan aktif (pemeriksaan), pengawasan pasif atau

sumber lainnya.

b. Pengurangan penyampaian tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil

(26)

Penyederhanaan langkah–langkah penilaian dari 10 tahap menjadi 4 tahap

yaitu:

1) Klarifikasi temuan dan bukti kepada pihak yang dinilai.

2) Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan

kepatutan.

3) Tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil penilaian sementara.

4) Penetapan & pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan.

3. Predikat hasil uji kemampuan dan kepatutan hanya ada dua yaitu lulus dan

tidak lulus

4. Pengetatan sanksi dan konsekuensi bagi pihak yang dinyatakan tidak lulus.

Pihak-pihak yang ditetapkan predikat tidak lulus dilarang menjadi:

a. Anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pejabat eksekutif pada

industri perbankan.

b. Pengenaan jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak yang ditetapkan

predikat Tidak Lulus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (2)

peraturan ini ditetapkan:

1) selama jangka waktu 3 tahun:

2) selama jangka waktu lima tahun

3) selama jangka waktu 20 tahun

5. Pengaturan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi bank dalam

penyelamatan/penanganan LPS.

Pasal 63 ayat (1) peraturan ini mengatur bahwa Dalam rangka penanganan

(27)

dan kepatutan selaku calon direksi. Namun calon direksi yang akan diangkat

LPS wajib mengikuti Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

6. Perluasan obyek Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap pihak-pihak

yang sudah tidak menjadi Pemegang Saham Pengendali (Pemegang Saham

Pengendali) BPR atau sudah tidak menjabat sebagai anggota dewan komisaris,

anggota direksi, dan pejabat eksekutif di BPR.

Pihak-pihak yang telah ditetapkan predikat tidak lulus dapat kembali

menjadi pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris, anggota direksi,

dan pejabat eksekutif apabila jangka waktu sanksi telah dilalui dan telah menjalani

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ditetapkan Lulus.

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap faktor

kemampuan dan kepatutan sebagaimana tercantum UU OJK dalam Lampiran IV

Peraturan ini:24

E. Pengaturan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank.

Penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan terhadap pihak yang

dicalonkan sebagai pihak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)

huruf a meliputi:

1. Pihak yang akan menjadi anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota

dewan pengawas syariah, atau anggota badan perwakilan anggota;

2. Pihak yang akan menjadi pemegang saham pengendali;

3. Pihak yang akan menjadi tenaga ahli; dan

24

(28)

4. Pihak yang akan menjadi tenaga kerja asing

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem

pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap:

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

d. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor

perbankan OJK mempunyai wewenang antara lain :

Pasal 8

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6, OJK mempunyai wewenang:

a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola status pada

(29)

h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 9

Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan;

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala

Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembag Jasa Keuangan dan/atau

pihak tertentu;

e. Melakukan penunjukan pengelola status;

f. Menetapkan penggunaan pengelola status;

g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; dan

(30)

1) Izin usaha;

2) Izin orang perorangan;

3) Efektifnya pernyataan pendaftaran;

4) Surat tanda terdaftar;

5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6) Pengesahan;

7) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

8) Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan ini tentang studi arkeologi di wilayah kepulauan khususnya di Laut Cina Selatan yang dipandang patut diteliti untuk

Prosedur pengukuran di lapangan untuk nilai metode bina marga menggunakan alat meteran sebagai penentu luasan kerusakan dan selanjutnya dilakukan langkah pengelompokkan

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Brand Awareness Pada Generasi Z (Studi Kasus Pada Radio Play99ers 100 FM Bandung)”. Maka dengan itu penulis memberikan saran yang dapat menjadi bahan

Selain itu program d’Sign Net TV berisi ulasan seputar desain interior serta eksterior dan menunjukkan instruksi membuat kerajinan tangan untuk properti khusus

tidak ada yang terjadi dan anak bisa mematikannya alarm keesokan harinya Jika terjadi pembasahan, saat alarm dipicu anak harus bangun sepenuhnya, baik sendiri maupun

pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh pasien. Sistem dapat menangani pendaftaran pemeriksaan pasien kolektif. Tidak menangani proses penyerahan komisi dokter pengirim,

Atap kampung adalah jenis yang paling sederhana berdasar struktur dan dikenal sebagai tempat tinggal orang biasa; atap limasan merupakan ragam bentuk atap kampung