• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengurusan Harta Warisan Anak Di Bawah Umur Yang Berada Di Bawah Perwalian (Studi Penetapan Pengadilan Agama Medan Nomor 4 Pdt.P 2015 Pa.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengurusan Harta Warisan Anak Di Bawah Umur Yang Berada Di Bawah Perwalian (Studi Penetapan Pengadilan Agama Medan Nomor 4 Pdt.P 2015 Pa.Mdn)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

Berbicara masalah perwalian atas seorang anak maka tidak telepas dari

pembahasan anak danbatas usia seorang anak, ini penting karena untuk mengetahui

bilamana seorang anak diletakkan dibawah perwalian dan dapat

mempertangungjawabkan suatu perbuatanya. Anak dalam bahasa arab disebut

walad1, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk ciptaan tuhan yang sedang menempuh perkembangannyakearah abdi allah yang saleh, dimana

dengan memandang anak dan kaitannya dengan perkembangan membawa arti bahwa

anak diberikan tempat khusus yang berbeda dengan kehidupan orang dewasa, dan

anak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa dan para

pendidiknya, artinya kehidupan anak tidak dipenggal dan dilepaskan dari dunianya

serta dimensi dan prospeknya.”2

Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam

bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di telaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologi menjadikan

pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.Untuk

meletakkan anak kedalam pengertian subjek hukum maka diperlukan unsur-unsur

internal maupun eksternal di dalam ruang lingkup untuk menggolongkan status anak

1Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, (Jakarta:

(2)

tersebut. Menyangkut masalah pengertian anak ini dan batas umurnya masih

mempunyai ketidakseragaman pendapat, baik itu pendapat para pakar dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Maulana Hasan Wadong juga menyebutkan batas

usia anak dapat dikelompokkan yaitu pengelompokan usia maksimum sebagai wujud

kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anaktersebut beralih status menjadi

usia dewasa atau dapat menjadi subjek hukum yangdapat bertanggung jawab secara

mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukumyang dilakukan anak tersebut.”3 Manusia hidup dengan sistem kekeluargaan yang erat sekali.Hubungan darah

menempatkan suatu posisi antara kewajiban dan hak dari masing-masing individu

lainnya. Baik itu kewajiban menjaga, memelihara serta tanggung jawab lainnya.

Meskipun intinya hanya berkisar tanggung jawab tetapi hubungan darah mempunyai

dimensi sosial yang sangat besar bagi perkembangan jiwa seseorang terutama dalam

hal ini seorang anak. Berdasarkan sebab diatas jika orang tua telah tiada maka

tanggung jawab atas pemeliharaan seorang anak tersebut akan diselenggarakan oleh

seorang wali, terutama dalam hal ini adalah anak yang belum dewasa.

Tentang kedewasaan ini, merupakan salah satu dari sekian faktor yang harus

diperhatikan apabila hendak melakukan suatu perbuatan hukum. Masalah tidak akan

timbul jika ternyata seorang anak yang belum dewasa masih berada dibawah

pemeliharaan orang tuanya. Namun apabila sianak yang belum dewasa sudah tidak

berada dibawah kekuasaan orang tuanya lagi maka segala perbuatan hukum sianak

3 Maulana Hasan Wadong, Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Grasindo,

(3)

harus diwakilkan oleh seseorang sebagai pengganti orang tua si anak, atas hal tersebut

maka diperlukan ketentuan-ketentuan hukum mengaturnya, terutama menempatkan

seorang wali dalam hal pemeliharaan seorang anak.

Penempatan wali ini sangat penting, terlebih pada masalah pewarisan. Apabila

orang tua sianak yang belum dewasa meninggal dunia maka sianak tersebut akan

mendapatkan harta warisan dari orang tuannya itu maka sianak harus diwakilkan oleh

walinya, sehingga dengan akibat tersebut harta peninggalan yang didapatkan seorang

anak atas peristiwa peninggalannya kedua orang tuanya dapat memenuhi rasa

keadilan dan kepastian hukum.

Perwalian dalam istilah bahasa adalah wali yang berarti menolong yang

mencintai.4Perwalian secara etimologi (bahasa), memiliki beberapa arti, diantaranya adalah kata perwalian berasal dari kata wali, dan jamak dari awliya.Kata ini berasal dari bahasa Arab yang berarti teman, klien, sanak atau pelindung.Dalam literatur fiqih

Islam perwalian disebut dengan al-walayah(alwilayah), (orang yang mengurus atau yang mengusai sesuatu), seperti kata ad-dalalah yang juga bisa disebut dengan ad-dilalah.

Secara etimologis memiliki beberapa arti, di antaranya adalah cinta (al-mahabbah) dan pertolongan (an-nashrah) dan juga berarti kekuasaan atau otoritas

(as-saltah wa–alqudrah) seperti dalam ungkapan al-wali, yakni orang yang mempunyai kekuasaan.Hakikat dari al-walayah (alwilayah) adalah tawalliy

al-4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren

(4)

amr(mengurus atau menguasai sesuatu).5Perwalian dalam istilah Fiqh disebut

wilayah, yang berarti penguasaan dan perlindungan.Jadi arti dari perwalian menurut

fiqh ialah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang.Orang yang diberi kekuasaan perwalian

disebut wali.6

Perwalian menurut(fiqh)merupakan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Dalam hukum Islam diatur dalam (hadhanah) yang diartikan melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, laki-laki atau perempuan, atau yang sudah

besar, tetapi belumtamyiz, dan menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani

dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung

jawabnya.7Dalam hal ini, kedua orang tua wajib memelihara anaknya, baik pemeliharaan mengenai jasmani maupun rohaninya.Keduanya bertanggung jawab

penuh mengenai perawatan, pemeliharaan, pendidikan, akhlak, dan agama anaknya.

Pada intinya perwalian adalah pengawasan atas orang sebagaimana di atur

dalam undang-undang, dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa

(pupil).8 Demikian juga dengan penguasaan dan perlindungan terhadap seseorang sebagai wali, orang tersebut mempunyai hubungan hukum dengan orang yang

dikuasai dan dilindungi, anak-anaknya atau orang lain selain orang tua yang telah

5Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005), hlm. 134-135

6 Soemiyati, Hukum Perkawinan Dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty,

1986), hlm. 41

7Sayid Sabiq,Fiqih Sunnah 8, (Bandung: Al Maarif, 1980), hlm. 173

(5)

disahkan oleh hukum untuk bertindak sebagai wali. Oleh karena itu perwalian

tersebut adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan

suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang

tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tuanya masih hidup tetapi tidak cakap

melakukan perbuatan hukum.

Penguasaan dan perlindungan terhadap orang dan benda, dimana seseorang

wali berhak menguasai dan melindungi satu barang, sehingga orang yang

bersangkutan mempunyai hukum dengan benda tersebut, misalnya benda miliknya

atau hak milik orang lain yang telah diserah terimakan secara umum kepadanya. Jadi,

wali dapat melakukan penguasaan dan perlindungan atas barang tersebut sah

hukumnya.Masalah perwalian anak tidak lepas dari suatu perkawinan, karena dari

hubungan perkawinanlah lahirnya anak dan bila pada suatu ketika terjadi perceraian,

salah satu orang tua atau keduanya meninggal dunia, maka dalam hal ini akan timbul

masalah perwalian, dan anak-anak akan berada dibawah lembaga perwalian. Wali

merupakan orang yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap kepentingan

anak-anak tersebut baik mengenai diri si anak-anak maupun harta benda milik anak-anak tersebut.

Sebelum perwalian timbul, maka anak anak berada dibawah kekuasaan orang

tua, yang merupakan kekuasaan yang dilakukan oleh ayah atau ibu, selama ayah atau

ibu masih terikat dalam perkawinan.Kekuasaan itu biasanya dilakukan oleh si ayah,

namun jika siayah berada diluar kemungkinan untuk melakukan kekuasaan tersebut

maka si ibu yang menjadi wali.Pada umumnya, kedua orang tua wajib memelihara

(6)

belum dewasa tersebut kehilangan hak menyelenggarakan kekuasaan orang tua atau

menjadi wali, hal itu tidak membebaskan orang tua si anak dari kewajiban untuk

memberikan tunjangan untuk membayar pemeliharaan atau pendidikannya sampai

anak tersebut menjadi dewasa.

Menurut hukum Islam perwalian terbagi dalam tiga kelompok. Para ulama

mengelompokan:

a. Perwalian terhadap jiwa(al-walayah ‘alan-nafs).

b. Perwalian terhadap harta(al-walayah ‘alal-mal).

c. Perwalian terhadap jiwa dan harta(al-walayah ‘alan nafsi wal mali ma’an).9 Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam al-walayah ‘alan-nafs, yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan (al-isyraf) terhadap urusan yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti perkawinan, pemeliharaan

dan pendidikan anak, kesehatan, dan aktivitas anak yang hak kepengawasan pada

dasarnya berada di tangan ayah, atau kakek, dan para wali yang lain. Perwalian

terhadap harta ialah perwalian yang berhubungan dengan ihwal pengelolaan kekayaan

tertentu dalam hal pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pembelanjaan.

Adapun perwalian terhadap jiwa dan harta ialah perwalian yang meliputi

urusan-urusan pribadi dan harta kekayaan, dan hanya berada ditangan ayah dan kakek.10 Perwalian menurut Kompilasi Hukum Islam adalah kewenangan yang

diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil

9Muhammad Amin Summa,Op. Cit., hlm. 136

(7)

untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, orang

tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum.11 Pasal 107 KHI menyatakan bahwa perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21

tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan dan perwalian meliputi

perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya.

Pada dasarnya perwalian menurut Kompilasi Hukum Islam adalah kekuasaan

yang diberikan kepada seseorang untuk mewakili anak yang belum dewasa dalam

melakukan tindakan hukum demi kepentingan dan kebaikan si anak, yang meliputi

perwalian terhadap diri juga harta kekayaannya. Adapun anak belum dewasa menurut

Kompilasi Hukum Islam adalah anak yang belum mencapai usia 21 tahun dan atau

belum pernah menikah. Selain itu dalam Pasal 50 UU Perkawinan menyebutkan

bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan

perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah

kekuasaan wali. Dalam Pasal tersebut ayat (2) juga menyebutkan perwalian itu

mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.12

Menurut ketentuan hukum Islam, ada beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi agar seseorang dapat dijadikan wali bagi anak-anak yang belum atau tidak

cakap bertindak secara hukum. Syarat yang dimaksud di antaranya adalah orang yang

telah cukup umur dan berakal serta cakap bertindak hukum, agama wali harus sama

dengan agama anaknya, memiliki sifat adil, dan mempunyai kemauan untuk

11Departemen Agama RI,Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2001), hlm. 14

(8)

bertindak dan memelihara amanah. Menurut ketentuan hukum perkawinan, seorang

wali harus memiliki syarat dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur, dan berkelakuan

baik.13

Pasal 50-54 UU Perkawinan, Pasal 107-112 Kompilasi Hukum Islam, yang

mengatur tentang perwalian dapat disimpulkan bahwa perwalian didefinisikan

sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan, atau

atas nama anak yang orang tuanya telah meninggal atau tidak mampu melakukan

perbuatan hukum. Perwalian bagi anak yatim atau orang yang tidak cakap bertindak

dalam hukum seperti orang gila adalah perwalian jiwa dan harta.Ini artinya wali

berwenang mengurus pribadi dan mengelola pula harta orang di bawah perwaliannya.

Sedangkan membicarakan batas umur dari anak menurut

peraturanperundang-undangan juga memiliki perbedaan dari pembatasan usia anak ini didasaridari

maksud dan tujuan dari masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut,untuk

meletakkan batas usia seoarang anak ini menyebabkan pluralitas dalammenentukan

batas usia seorang anak dimana diantaranya:

1) KUH Perdata menyebutkan batas antara belum dewasa(minderjarigheid)dengan usia telah dewasa(meerderjarigheid) yaitu 21 tahun kecuali anak tersebut telah kawin sebelum usianya 21 tahun atau karena pendewasaan (venia aetatis).14

Pendewasaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 419 KUHPerdata yaitu dengan

melakukan perlunakan seorang anak belum dewasa boleh dikatakan dewasa atau

13Pasal 51 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

(9)

bolehlah diberikan kepadanya hak kedewasaan yang tertentu dimana perlu atas

anak yang belum dewasa tersebut dinyatakan dewasa dengansurat-surat

pernyataan dewasa (venia aetatis)yang diberikan oleh Presiden setelah mendengarkan nasehat dari Makamah Agung sebagaimana tersebut didalam

Pasal 420 KUH Perdata. Dari ketentuan yang tersebut pada Pasal 330 diatas

dapat diketahui bahwa batasan umur anak merupakan mereka yang belum

berumur 21 tahun, hal ini merupakan pembatasan yang jelas dan tegas disebutkan

tentang seseorang telah dewasa atau belum dewasa.

2) Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak

mengatur secara langsung tentang anak namun secara tersirat dapat dilihat dalam

Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan “untuk melakukan suatu perkawinan seseorang

yang belum mencapai umur 21 tahun haruslah mendapat izin dari orang tuanya.”

Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa “perkawinan hanya di izinkan jika pihak

pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16

tahun.” Sedangkan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) menyebutkan “bahwa anak

yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah melakukan pernikahan

berada dibawah kekuasaan orang tua selama mereka tidak dicabut kekuasaan

orang tuanya.”

3) Hukum Kebiasaan (Hukum Adat dan Hukum Islam). Menurut Soerjono

Soekanto “seorang anak dipandang sebagai suatu keturunan masyarakat, yang

merupakan keturunan dari kedua orang tuanya sehingga anak tersebut

(10)

ibunya.”15 Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seorang anak dianggap dewasa dan wenang bertindak. Dimana ukuran dewasa seseorang

dapat diukur dengan melihat:

a) Kemandirian seseorang anak (telah bekerja).

b) Cakap untuk melakukan apa yang diisyaratkan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bertanggung jawab.

c) Dapat mengurus harta kekayaan sendiri.16

Hal berbeda diutarakan oleh Hilman Hadikusuma yang menarik garis batas

antara belum dewasa dan sudah dewasa tidak perlu di permasalahkan, oleh karena

pada kenyataannya walaupun orang belum dewasa namun ia telah dapat melakukan

perbuatan hukum misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan perbuatan

jualbeli, berdagang dan sebagainya walaupun dia belum wenang kawin.17 Menurut Ter Haar “laki-laki atau perempuan dianggap telah cakap untuk melakukan suatu

perbuatan hukum adalah mereka yang telah dewasa, dalam hal ini berarti mereka

telah menikah dan meninggalkan rumah orang tuanya dan menetap dirumah sendiri

dan menjadi keluarga yang mandiri atau berdiri sendiri.”18

Perbedaan ketentuan cakap bertindak karena umur dewasa dalam uraian

tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan anggapan pada kemampuan fisikdan

atau mental manusia untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang terukursecara

15Soerjono Soekanto,Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Raja Graindo Persada, 2002), hlm. 42

16Irma Setyowati Soemitro,Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),

hlm. 19

17Hilman Hadikusuma,Hukum Kekerabatan Adat, (Jakarta: Fajar Agung, 1987), hlm. 10 18B. Ter Haar,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramita, 1985), hlm.

(11)

biologis atau psikologis, sehingga dinilai sanggup menyandang hak dan kewajiban

khusus terhadap perbuatan hukum tertentu.”19Kedewasaan seseorang sangat berarti artinya didalam hukum, terlebih-lebih apabila kedewasaan itu dihubungkan dengan

pewarisan, manakala seorang meninggal dunia, dan meninggalkan harta, sedangkan

ahli warisnya masih ada yang belum dewasa maka bagaimana peralihan hak dan

kewajiban terhadap harta peninggalan tersebut beralih dan bagaimana pengurusannya

dan sebagainya merupakan masalah yang menarik untuk dibahas, sebab hal ini

tidaklah terlepas dari kehidupan seseorang.

Hukum kekeluargaan di Indonesia terutama dalam hal ini hukum perwalian

seorang anak diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

dapat ditarik suatu keadaan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak

menyebutkan untuk apa perwalian itu berlangsung. Sedangkan pengertian perwalian

dari uraian singkat diatas dapat dipahami bahwa perwalian itu adalah sangat penting

karena berupa pengawasan terhadap diri sianak yang belum dewasa dan pengurusan

benda kekayaannya.Ketentuan lain terdapat pula dalam Pasal 51 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang menentukan cara penunjukan wali

yaitu sebagaiberikut:

(1) Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan

orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan

dua orang saksi.

19S. Chandra,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan Di Kantor

(12)

(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain

yangsudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.

(3) Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta

bendanyasebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.

(4) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya

pada waktu memulai jabatanyadan mencatat semua perubahan-perubahan

hartabenda anak atau anak-anak itu.

(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah

perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau

kelalaiannya.

Menurut M. Yahya Harahap perwalian anak dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu:

(a) Perwalian dengan wasiat dimana perwalian dengan wasiat bersamaan halnya

dengan (testamentaire voogdij), yaitu perwalian yang didasarkan pada tata cara yang baik oleh ibu atau bapak yang menjalankan kekuasaan orang tua(ouderlijke macht) atas anak yang belum berusia 18 (delapan belas)tahun, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak yang berada dibawah kekuasaannya

sesudah ia meninggal dunia, hal serupa diatur juga dalam Pasal 51 ayat (1)

undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi wali

dapat ditunjuk oleh satu orang yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum

(13)

saksi. Yang mana saat berlakunya perwalian wasiat ini adalah pada saat

sipembuat wasiat tersebut meninggal dunia.20

(b) Wali yang ditunjuk pengadilan dimana perwalian anak yang ditetapkan atas

penunjukan oleh pengadilan dapat terjadi apabila anak-anak tidak berada

dibawah kekuasaan orang tua, anak-anak tidak berada dibawah pemeliharaan

wali oleh karena wali yang ditetapkan semula telah dicabut haknya disebabkan

alasan-alasan sebagai mana disebut dalam Pasal 49 UU Perkawinan.

Kemungkinan orang tua telah dicabut haknya menjalankan kekuasaan orang tua

sedangkan wali yang telah ditetapkan semula belum mungkin menjalankan

kekuasaan perwalian karena disebabkan suatu hal (misalnya belum diketahui

tempat tinggalnya, atau sedang berada diluar negeri), maka pengadilan atas

kepentingan pemeliharaan anak-anak dapat menunjuk wali untuk suatu jangka

waktu tertentu menunggu waliyang telah ditetapkan itu dapat melaksanakan

perwalian.21

Berkenaan dengan perwalian ini, termasuk pula didalamnya wali yang

diangkat atau ditunjuk oleh hakim melalui penetapan pengadilan. Khusus bagi anak

yang beragama Islam maka penetapan perwaliannya dilakukan oleh pengadilan

agama dimana domisili anak tersebut berada. Dalam penelitian ini penetapan yang

diambil adalah penetapan perwalian yang dikeluarkan oleh pengadilan agama medan

dimana posisi kasus dari penetapan tersebut yakni:

20M. Yahya Harahap,Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: Zahir Trading, 1975), hlm. 224

(14)

1. Bahwa Surya Utama adalah ayah kandung dari Rizqie Nabila Nasution binti Surya Utama, perempuan, lahir tanggal 7 Juni 1999 (masih dibawah umur). 2. Bahwa Pemohon telah menikah dengan seorang perempuan bernama Lince

Megawati binti Rusdi Yatim dan dari pernikahan tersebut telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Rizqie Nabilah Nasution.

3. Bahwa isteri Pemohon yang bernama Lince Megawati binti Rusdi Yatim telah meninggal dunia pada tanggal 4 September 2000, karena sakit dan dalam keadaan beragama Islam.

4. Bahwa setelah almarhumah Lince Megawati binti Rusdi Yatim meninggal dunia, anak tersebut diasuh oleh Pemohon sendiri selaku ayah kandung anak tersebut. 5. Bahwa anak Pemohon tersebut mempunyai hak atas harta peninggalan kakeknya

(almarhum Rusdi Yatim alias Rusdi) berupa barang tidak bergerak yakni:

a. Sebidang tanah seluas 88 M² yang terletak di jalan Pekantan No. 20, Kelurahan Pasar Baru, Medan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No.15 atas nama Rusdi, yang dikeluarkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, tanggal 24 November 1994.

b. Sebidang tanah seluas 747 M² yang terletak di jalan Kasuari, Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Medan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 297 atas nama Rusdi, yang dikeluarkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, tanggal 31 Maret 1997.

c. Sebidang tanah seluas 815,75 M², yang terletak di Jalan Jermal VIII Lingkungan V, Kelurahan Denai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, sesuai dengan Surat Keterangan Nomor 594/021/0076/009/ KM/1992 atas nama Rusdi Yatim, yang dikeluarkan Kepala Kelurahan Denai tanggal 18 Desember 1992, yang diketahui Camat Kecamatan Medan Denai, Kota Medan dengan register Nomor: 594/092/009/KM/1992 tanggal 22 Desember 1992. 6. Bahwa oleh karena ahli waris dari almarhum Rusdi alias Rusdi Yatim,

bermaksud untuk menjual harta peninggalan almarhum Rusdialias Rusdi Yatim tersebut, sementara salah seorang ahli waris pengganti bernama Rizqie Nabilah Nasution masih di bawah umur dan mempunyai hak atas harta-harta tersebut, maka perlu ditetapkan hak perwalian untuk menjual tanah yang menjadi hak anak yang masih di bawah umur tersebut.

7. Bahwa Pemohon selaku ayah kandung dari anak yang masih dibawah umur tersebut adalah mampu, cakap dan amanah sebagai waliatas diri dan harta anak tersebut dan sekaligus diberi izin untuk menjual harta yang menjadi bagian anak tersebut.

8. Bahwa penetapan wali ini dibutuhkan oleh Pemohon untuk mewakili anak tersebut dalam penjualan harta-harta peninggalan almarhum Rusdi Yatim yang menjadi hak anak tersebut.22

(15)

Dalam penetapan perwalian yang dikeluarkan oleh pengadilan agama medan

didalam amar penetapannya dinyatakan bahwa:23 1. Mengabulkan permohonan pemohon.

2. Menetapkan anak bernama Risqie Nabila Nasution binti Surya Utama lahir tanggal 7 Juni 1999 berada di bawah perwalian pemohon (Surya Utama).

3. Menetapkan memberi izin kepada pemohon (Surya Utama), untuk menjual/mengagunkan/mengalihkan harta-harta yang menjadi hak anak tersebut berupa:

a. Sebidang tanah seluas 88 M2 yang terletakan di jalan pekantan Nomor 20, Keluarahan Pasar Baru, Medan, sesuai dengan sertifikat haka milik nomor 15 atas nama Rusdi, yang dikeluarkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, tanggal 24 Nopember 1994.

b. Sebidang tanah seluas 747 M2, yang terletak di jalan Kasuari, Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Medan sesuai dengan sertifikat Hak milik nomor 297 atas nama Rusdi yang dukeluarkan Kantor Badan Pertanahan Nasional Medan, tanggal 31 Maret 1997.

c. Sebidang tanah seluas 815,75 M2 yang terletak di jalan Jermal VIII Ligkungan V, Keluarahan Denai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, sesuai dengan surat keterangan Nomor 594/021/0076/KM/1992, atas nama Rusdi Yatim, yang dikelaurkan Kepala Kelurahan denai tanggal 18 Desember 1992, yang diketahui Camat Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, dengan Register Nomor 594/092/009/KM/1992, tanggal 22 Desember 1992.

4. Memerintahkan pemohon untuk mencatat/membukukan semua pengeluaran atas nama anak tersebut dalam buku yang disediakan untuk itu.

5. Membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 191.000,00 (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah).

Melihat isi dari amar penetapan pengadilan diatas, terdapat tanggung jawab

wali dalam melakukan pengurusan harta anak dibawah umur dimana pengadilan

memerintahkan untuk mencatat atau membukukan semua pengeluaran atas nama

anak tersebut dalam buku yang disediakan untuk itu. Berdasarkan uraian di atas

dapatlah dipahami kedudukan wali sangatlah penting, bukan saja pengurusan

hartanya diutamakan tapi bagaimana perwalian dapat membentuk jiwa anaklah yang

(16)

lebih diutamakan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini diberi judul

“Pengurusan Harta Warisan Anak Dibawah Umur Yang Berada Dibawah Perwalian

(Studi Penetapan Pengadilan Agama Medan Nomor 4/Pdt.P/2015/PA.Mdn).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat

diidentifikasi beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Bagaimana tanggung jawab wali atas pengurusan harta anak dibawah umur

menurut ketentuan hukum Islam?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap harta anak

dibawah umur yang berada dibawah pengurusan wali?

3. Mengapa majelis hakim memberikan izin kepada wali untuk menjual,

mengagunkan, mengalihkan harta menjadi hak anak dalam Penetapan PA Medan

Nomor 4/Pdt.P/2015/PA.Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah

yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya hukum yang

mengatur tentang perwalian dalam sistem hukum di negara Indonesia. Sesuai

permasalahan yang diatas adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang tanggung jawab wali atas

(17)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang bentuk perlindungan hukum yang

diberikan atas harta anak dibawah umur yang berada dibawah pengurusan wali.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang pertimbangan majelis hakim

memberikan izin kepada wali untuk menjual, mengagunkan, mengalihkan harta

menjadi hak anak dalam Penetapan PA Medan Nomor 4/Pdt.P/2015/PA.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari

tujuan penelitian yang telah diuraikan diatas, yaitu:

1. Manfaat secara teoretis dimana penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum,

khususnya pengetahuan ilmu hukum waris dan perwalian di Indonesia. Selain itu,

diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis adalah bahwa hasil penelitian ini nantinya diharapkan

memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan

disamping itu peneltian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta

pengembangan teori-teori yang sudah ada.24 Secara praktis diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang

berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya

dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada hak anak angkat

dalam setiap proses pewarisan yang terjadi di Indonesia.

(18)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pengurusan Harta Warisan Anak Dibawah Umur

Yang Berada Dibawah Perwalian (Studi Penetapan PA Medan Nomor

4/Pdt.P/2015/PA.Mdn)” adalah hasil pemikiran sendiri. Penelitian ini menurut

sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada seperti beberapa

judul penelitian yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi

pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan

keaslian judul yang diangkat di perpustakaan fakultas hukum universitas sumatera

utara khususnya dilingkungan magister kenotariatan dan magister ilmu hukum juga

telah dilakukan dan dilewati, namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki

kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain:

1. Nama : Febry Wenny

Judul : Tinjauan Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama

Anak Dibawah Umur Yang Berupa Tanah

Rumusan Masalah:

1) Bagaimanakah pengaturan hukum pengalihan tanah yang diperoleh karena

pewarisan bagi ahli waris yang berstatus di bawah umur?

2) Bagaimana akibat hukum pengalihan tanah milik bersama anak di bawah

umur tersebut apabila dilakukan tanpa adanya penetapan dari pengadilan?

3) Bagaimana pendaftaran tanah untuk melindungi pemilik hak atas tanah

(19)

2. Nama : Getty Rumentha Sitio

Judul : Pemisahan Dan Pembahagian Harta Warisan Secara Damai Bagi

Orang Pribumi Non Muslim Dihadapan Notaris Di Kota Medan (Kajian Khusus

Terhadap Masyarakat Suku Batak)

Rumusan Masalah:

1) Apakah yang menyebabkan masyarakat suku batak non muslim mengadakan

pemisahan harta warisan dihadapan notaris?

2) Bagaimana penentuan porsi masing-masing ahli waris didalam pemisahan dan

pembagian harta warisan secara damai bagi masyarakat suku batak non

muslim?

3) Bagaimana proses serta akibat hukum dari pemisahan dan pembagian harta

warisan secara damai bagi masyarakat suku batak non muslim dihadapan

notaris?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.Kerangka

teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,

sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.25 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi

(20)

dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat

menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa

“keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.26

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau

petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan

penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan

secara khas ilmu hukum.Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami

mengenai status pengurusan harta anak dibawah umum yang berada dalam perwalian

dan tanggungjawab orang tua wali dalam pengurusan harta anak dibawah umur.

Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori keadilan, dimana teori

keadilan merupakan tujuan dari teori hak dan kewajiban. Apabila hak dan kewajiban

seimbang maka akan muncul rasa adil bagi para pihak dalam perwalian. Adil dalam

bahasa Arab biasa disebut al-adlu, merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapapun tanpa terkecuali,

walaupun akan merugikan dirinya sendiri.27 Secara etimologis, al-adlu berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain (al-musawah). Secara terminologis adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu tidak menjadi

berat sebelah, dan tidak menjadi berbeda antara satu dengan yang lain. Adil juga

26Soerjono Soekanto,Op. Cit., hlm. 6

27 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Usul Fiqih, (Bandung: Cita

(21)

berarti berpegang atau berpihak pada kebenaran.Keadilan lebih dititik beratkan

kepada meletakkan sesuatu pada tempatnya.28

Dalam beberapa bidang hukum Islam, persyaratan adil sangat menentukan

besar atau tidaknya dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Umpamanya

dalam kewarisan bahwa Islam mensyari’atkan aturan hukum yang adil karena

menyangkut penetapan hak milik sesorang, yakni hak yang harus dimiliki seseorang

sebagai ahli waris dengan sebab meninggalnya seseorang yang lain.29Sikap adil juga sangat diperlukan bagi seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum,

dimana sikap adil meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Persamaan perlakuan antara pihak yang bertikai dari status ekonomi sosial yang berbeda.

b. Persamaan perlakuan antara pihak yang berperkara dari agama yang berbeda. c. Persamaan perlakuan antara pihak yang berperkara berkaitan dengan posisi

duduk mereka di pengadilan.

d. Persamaan perlakuan dalam pemeriksaan antara pihak yang berperkara.

e. Persamaan perlakuan kepada pihak yang berpekara berkaitan dengan cara hakim berbicara kepada mereka.

f. Persamaan perlakuan kepada pihak yang berpekara berkaitan dengan perintah hakim kepada mereka.30

Teori perlindungan hukum juga digunakan dalam penulisan tesis ini. Menurut

Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka

kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur

dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.Kekuasaan yang demikian itulah

28Ibid.

29Ibid., hlm. 105

(22)

yang disebut hak.Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut

sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya

hak itu pada seseorang.31Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa

yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.32

Menurut Muchsin perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi

individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam

pergaulan hidup antar sesama manusia.33 Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perlindungan hukum preventif merupakan erlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal

ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk

mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau

batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

31Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53

32 Setiono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Tesis, Magister Ilmu Hukum (Pascasarjana:

Universitas Sebelas Maret, 2004), hlm. 3

33Muchsin,Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Tesis, Magister

(23)

2. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.34

Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila

dan prinsip negara hukum yang berdasarkan pancasila. Adapun elemen dan cirri-ciri

negara hukum pancasila ialah:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas

kerukunan.

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara

c. Prinsip penyelesian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan

sarana terakhir.

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan hukum bagi rakyat

terhadap pemerintah diarahkan kepada:

1) Usaha-usaha untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat dengan

cara musyawarah.

2) Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir, peradilan

hendaklah merupakan ultimum remedium dan peradilan bukan forum konfrontasi

sehingga peradilan harus mencerminkan suasana damai dan tentram terutama

melalui hubungan acaranya.

(24)

3) Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa atau sedapat mungkin

mengurangi terjadinya sengketa, dalam hubungan ini sarana perlindungan hukum

preventif patut diutamakan daripada sarana perlindungan represif.

Teori perlindungan hukum disini untuk melindungi harta anak dibawah umur

beserta hak-hak anak dibawah umur lainnya selama berada didalam perwalian atau

pengasuhan orang tua walinya. Diperlukannya perlindungan hukum agar ketika

dewasa anak dapat mempergunakan harta peninggalan orang tua kandungnya untuk

kepentingan pendidikan, kesehatan dan kebutuhan hidup lainnya.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antaraabstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikandari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.35Maka dalam penelitian ini disusun berberapa defenisi operasional dari konsep-konsep yang akan

digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:

a. Perwalian adalah pengawasan pribadi dan pengurusan terhadap harta kekayaan

seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan

orang tua, jadi dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai atau

meninggal dunia, maka anak tersebut berhak berada dibawah perwalian.

b. Harta warisan yang dalam istilahfara’iddinamakantirkah(peninggalan) adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau

(25)

materi lainnya yang dibenarkan oleh agama untuk diwariskan kepada ahli

warisnya

c. Orang tua adalah ayah dan atau ibu seorang anak dalam hubungan biologis.

Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan

anak, dan panggilan ibu atau ayah dapat diberikan untuk perempuan atau pria

yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan

ini.

d. Anak atau disebut walad, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk ciptaan tuhan yang sedang menempuh perkembangannya menuju

kedewasaan, dimana anak belum dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam

adalah anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah

menikah.

e. Wali adalah orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi kewajiban

mengurus anak yatim atau anak dibawah umur serta hartanya sebelum anak itu

dewasa atau pengasuh pengantin perempuan pada waktu nikah (yaitu orang yang

melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki).

Perwalian anak sebaiknya diberikan kepada individu, lebih diutamakan

bagian dari keluarganya dengan alasan kebutuhan pengasuhan dan pemberian kasih

sayang terhadap anak secara lebih personal. Dalam menetapkan wali, hendaknya

dipertimbangkan juga pendapat anak tentang wali yang akan diangkat, kalau anak

sudah mampu memberikan pendapatnya. Perwalian atas anak dan harta mulai terjadi

(26)

kewajibannya, sampai anak berusia 21 tahun atau telah menikah. Kewajiban yang

harus dipenuhi oleh seorang wali yaitu:

a. Mengurus, mengasuh, mendidik, dan melindungi anak.

b. Membuat daftar harta benda sejak seseorang ditetapkan menjadi wali. c. Mencatat semua perubahan-perubahan dan pengeluaran harta benda.

d. Menyerahkan seluruh harta benda kepada anak apabila anak telah berusia 21 tahun atau telah menikah.

e. Bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan atau kelalaiannya.

f. Tidak menggadaikan, menjual atau hal-hal lain yang dapat merugikan harta si anak.

g. Mengganti kerugian harta si anak, bila pengunaan harta tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan si anak.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,

jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam

proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan

konsisten. Metodelogis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti tidak

adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.36

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis

penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif atau doktriner.

Penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu metode penelitian hukum yang

mempergunakan sumber data sekunder atau dengan cara meneliti bahan pustaka yang

36Soerjono Soekanto(2),Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),

(27)

ada.37 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan

penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif

adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan

kewajiban).

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis.Penelitian deskriftif

analitis yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan

fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan

manusia. Penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang berusaha

mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan

yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau

efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung kemudian

dianalisis dan dilakukan pengambilan kesimpulan.38 2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah penggunaan cara atau metode pendekatan apa yang

akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan. Sehubungan dengan jenis

penelitian yang digunakan, yaitu penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

37

(28)

ditangani.Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan

legislasi dan regulasi.39 Metode pendekatan ini digunakan dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam

hal hubungan antara yang satu dengan yang lainnya serta kaitannya dengan

penerapannya dalam praktek.

3. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data

sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi

serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya

ilmiah lainnya.40Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari: a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan

oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang

relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya

tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang

diteliti.

39Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93

40 Johnny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:

(29)

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep

dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh). Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi,

mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang

berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada

relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut

kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi

dokumen.Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan

dengan permasalahan penelitian.41 5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian

konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam

kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut. Data yang telah

dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu:

41 Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan

(30)

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan prinsip tanggung jawab produk(product liability)

atas penarikan unit kendaraan bermasalah oleh pelaku usaha.

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya

melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan.

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk

menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum

tersebut.

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan

teori sebagai pisau analisis.42

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan

menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca,

menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang

terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang

dirumuskan.43

42Soejono Soekonto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),

hlm. 225

Referensi

Dokumen terkait

yang berhubungan dengan perwalian. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh. penulis guna menyelesaikan skripsi sebagai

Sebagai pihak yang menerima perwalian atau yang disebut dengan seorang wali adalah orang atau perkumpulan-perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan-keperluan hidup

Demikian juga dengan penguasaan dan perlindungan terhadap seseorang sebagai wali, orang tersebut mempunyai hubungan hukum dengan orang yang dikuasai dan dilindungi,

Perwalian dengan wasiat bersamaan halnya dengan testamentaire voogdij (hal ini diatur dalam pasal 335 KUHperdata), yaitu perwalian yang didasarkan pada tata cara yang baik oleh ibu

Soimin, Soedaryo, Hukum Orang Dan Keluarga, Perspektif Hukum Perdata Barat BW, Hukum Islam Dan Hukum Adat , Jakarta: Sinar Grafika, 2002.. Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional

Disamping alasan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara, bapak Djamil salah satu hakim PA Kota Malang juga menjelaskan alasan

Perwalian dengan wasiat bersamaan halnya dengan testamentaire voogdij (hal ini diatur dalam pasal 335 KUHperdata), yaitu perwalian yang didasarkan pada tata cara yang baik oleh ibu

Anak yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua sebagaimana yang ter- cantum dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Perkawinan jo.Pasal 107 Kompilasi Hukum Indo-