• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Aek Sipitu Dai Pada Masyarakat Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Aek Sipitu Dai Pada Masyarakat Batak Toba"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul proposal skripsi.dalam kepustakaan yang relevan ini di uraikan tentang: pengertian sosiologi, pengertian sastra,dan pengertian sosiologi sastra.

2.1.1 Pengertian Sosiologi

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat;telaah lembaga dan, proses sosial. Sosiologi mencoba memberi tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada, meskipun sosiologi boleh dianggap bukan suatu ilmu yang bersifat normatif, ia dapat memberikan pengetahuan yang dapat menimbulkan sikap normatif kalau pengetahuan itu kita olah berdasarkan akal dan kecerdasan kita .

Soemarjan dan Soemardi (1964:11) “Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial, keseluruhan jalinan antara unsur-unsur yang pokok yaitu kaidah atau norma-norma sosial. Proses sosial, pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan

ekonomi dan lain sebagainya”.

(2)

Sosiologi disisi lain sebagai ilmu berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra.

Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya.

Seorang ahli filsafat Prancis yang dikenal juga sebagai ahli sosiologi bernama Aguste Comte, telah banyak menulis buku yang merupakan pendekatan dalam mempelajari masyarakat. Hal ini dilakukannya sekitar abad ke-19. Sehingga dengan demikian penelitian terhadap soal-soal kemasyarakatan dan gejala-gejala masyarakat semakin meningkat.

Nama yang diberikan kepada ilmu kemasyarakatan itu adalah sosiologi

yang berasal dari bahasa Latin socious yang berarti ‘kawan’ dan dari bahasa Yunani

logos yang berarti ‘kata’ atau ‘berbicara’. Jadi, jika dilihat dari asal katanya maka

(3)

kepada satu tujuan yakni membicarakan masalh-masalah atau gejala-gejala sosial dalam masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai objek penelitiannya.

Sesuai dengan penjelasan di atas, kita dapat mengetahui nilai-nilai sosiologis sebuah cerita berdasarkan zamannya. Perubahan zaman dapat mengubah asumsi masyarakat mengenai nilai- nilai sosiologisnya.

2.1.2 Pengertian Sastra

Sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat:usaha manusia untuk menyesuaikan diri dari usahanya untuk mengubah masyarakat itu , dalam hal isi, sesunguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama

Banyak ahli mendefenisikan pengertian sastra. yaitu :

Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

Teeuw (1984:23) mengatakan, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. Akar kata Sas- dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar dan memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran tra- biasanya menunjukkan alat dan suasana. Maka sastra dapat berarti alat untuk mengajar atau buku petunjuk.

(4)

Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi intruksi dan petunjuk kepada pembaca. Wellek dan Warren (1987:3) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian kreatif sebuah karya seni.

Batasan sastra yang defenitif belum ada hingga kini yang berlaku secara universal. Keseluruhan defenisi yang telah ada dirasa kurang lengkap, karena hanya menekankan beberapa aspek saja. Luxemburg (1986 : 9) mengatakan :” Menurut hemat kami tidak mungkin memberikan definisi yang universal mengenai sastra. Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil dalam suatu lingkungan

kebudayaan.”

Menurutnya ada beberapa alasan yang mungkin membuat kata sastra tidak dapat didefenisikan secara definitif. Adapun alasan-alasannya sebagai berikut :

1. Sulitnya orang menentukan sebuah karya sastra tersebut, untuk mengkategorikan apakah karya sastra tersebut termasuk sastra atau tidak.

2. Sastra didefinisikan di dalam situasi pembaca sedangkan bagi orang lain tidak

3. Adanya anggapan bahwa sastra terlalu berorientasi kepada sastra barat, sehingga sastra sulit didefinisikan untuk zaman-zaman tertentu atau pun lingkungan yang tertentu pula.

4. Kebanyakan definisi sastra, sedikit-dikitnya kurang relevan bila diterapkan pada sastra. Misalnya, yang dicari ( disajikan ) untuk sastra, tetapi setelah dianalisis defenisi tersebut lebih cocok untuk puisi. Sekalipun demikian, banyak para ahli mencoba untuk memberikan batasan mengenai sastra. Sebagai bahan bandingan, penulis mengemukakan pendapat beberapa ahli sebagai berikut :

Jacob dan Saini (1986 : 3) mengatakan : “ Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat keyakinan dalam bentuk

(5)

Damono (1998 :10) mengatakan : “ Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.

“.

Sedangkan Wellek dan Warren (1989 : 3) mengatakan : “Sastra adalah suatu

kegiatan kreatif, sebuah karya seni “.

Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Masing-masing ahli menekankan aspek-aspek tertentu namun yang jelas, defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia, seni ,dan lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu kreatif bagi manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra.

Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan. Unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan yang lainnya. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat diekspresikan keluar dalam berbagai bentuk, sebab tanpa bentuk tidak akan mungkin isi disampaikan kepada orang lain.

Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.

(6)

Sipitu Dai dan kebenaranya dari tujuh buah mata air yang bergabung didalam satu

tempat labuan (bak panjang) namun ketika dialirkan ke tujuh pancuran rasanya dapat kembali terpisah.

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra

Secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi jika dilihat dari asal katanya, maka sosiologi itu berarti berbicara tentang masyarakat, atau dengan perkataan lain ilmu yang memperbincangkan tentang masyarakat.

Dapat dijelaskan juga bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial . Sosiologi mencoba memberi tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada, dengan mempelajari lembaga–lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial.

Kita dapat mengetahui tentang bagaimana cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi dan proses perbudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak pada pengarang. Menurut Semi (1984:52) “Sosiologi sastra merupakan bagian mutlak dari kritik sastra, ia mengkhususkan diri dalam menelaah sastra dengan memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan. Produk ketelaahan itu dengan sendirinya dapat

digolongkan kedalam produk kritik sastra”. Wellek dan Werren dalam (1989:178)

(7)

Sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi persyaratan suatu ilmu pengetahuan yakni:

1. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

2. Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstrak dari hasil-hasil observasi tersebut sehingga merupakan kerangka pada unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.

3. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori yang sudah ada diperbaiki dan diperluas.

4. Sosiologi bersifat non-etnis, karena tidak mempersoalkan baik buruk fakta melainkan hanya memperjelaskan fakta.

Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam proposal ini, penulis menggunakan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Werren dalam (Semi, 1985:53) mengatakan : “Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok atas tentang apa yang tersirat dalam karya

sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”.

Sosiologi sastra dibagi dalam dua bagian yaitu :

1. Sosiologi of literature, yaitu karya sastra yang dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk ke dalam karya sastra yang dilihat ialah faktor sosial menghasilkan masyarakat yang bersosial.

(8)

2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Ada beberapa pengertian mengenai cerita rakyat yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Cerita rakyat atau legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagian sesuatu yang benar-benar terjadi. Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi (pembelokan) sehingga sering kali jauh berada dalam cerita aslinya. Oleh karena itu cerita rakyat digunakan sebagai bahan untuk merekontruksi sejarah, maka cerita harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya yang mengandung sifat-sifat

folklor. Menurut Pudentia (2003:56) “Cerita adalah sesuatu yang dipercaya oleh

beberapa penduduk setempat yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak

dianggap suci atau sakral”.

Dalam KBBI 2005 : “ Cerita rakyat atau legenda pada zaman dahulu

dianggap ada hubungannya dengan peristiwa sejarah”.

Menurut Hooykas (1982:34) “ cerita rakyat atau legenda menyangkut

tentang hal-hal sejarah yang mengandung sesuatu yang ajaib atau sesuatu yang

sakti”.

Menurut Emeis (1992:63) “ cerita rakyat atau legenda berasal dari

sejarah-sejarah kuno dan sebagian lagi berasal berdasarkan angan-angan”.

(9)

Suatu karya sastra tidak pernah tercipta tanpa membawa suatu maksud atau tujuan, dengan perkataan lain sastra diciptakan bukan membawa kekosongan sosial, justru mengandung informasi tentang kemasyarakatan. Sebagaimana diketahui bahwa seorang pengarang adalah salah seorang daripada anggota masyarakat. Ia hidup dan berhubungan dengan masyarakat disekitarnya. Sehingga interaksi dan intelerasi akan timbul antara pengarang dan masyarakat. Dengan demikian isi dari karya sastra yang diciptkan oleh pengarang itu akan menggambarkan keadaan masyarakat tempat pengarang tersebut berdiam karena apa yang dihadapi masyarakat akan dialami oleh pengarang. Sehingga dengan membaca suatu karya sastra kita dapat mengetahui persoalan suatu zaman. Seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo (1979:15) yang mengatakan,

“Kegelisahan masyarakat menjadi kegelisahan para pengarangnya. Begitu

pula harapan-harapan, penderitaan-penderitaan, aspirasi mereka menjadi bagian pula dari pribadi pengarang-pengarangnya. Inilah sebabnya sifat-sifat dan persoalan-persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya-karya

sastranya”.

Sejalan dengan pendapat di atas, Damono (1984:9) mengatakan, “... sastra merupakan cerminan lagsung dari pelbagai seni struktural sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain.”

(10)

Walaupun disebutkan bahwa karya sastra adalah sebagai gambaran dari kenyataan yang kita jumpai dalam masyarakat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa didalam sebuah karya sastra semua tokoh yang berperan didalamnya adalah tokoh fiksi, tokoh yang hanya ada didalam khyalan sipengarang. Sebuah teks fiksi menciptakan suatu dunia tersendiri yang harus kita bedakan dari kenyataan, seperti yang disebutkan oleh Luxemburg dkk. (1992:21) sebagai berikut,

“Dunia fiksi itu sebagi suatu dunia lain berdiri disamping kenyataan, tetapi

menurut beberapa aspek menunjukkan persamaan juga dengan kenyataan. Sekalipun seseorang pengarang melampiaskan daya khayalnya yang menciptakan mahluk-mahluk yang tidak ada, yang hidup di dalam suatu lingkungan khyalan namun tetap kaitan-kaitan tertentu antara tokoh-tokoh, dan perbuatan mereka, yang dapat dimengerti oleh pembaca dan dapat diterima berdasarkan pengertiannya mengenai dunia nyata”.

Dengan demikian kenyataan-kenyataan masyarakat yang diungkapkan dalam karya sastra mengenai kehidupan sosialnya dapat disimak atau ditinjau dan dikembalikan pada wujud sosial masyarakat tempat karya sastra itu lahir. Dengan pertolongan ilmu sosial seperti ilmu sosiologi dapat lebih dipahami suatu karya sastra. Ternyata masalah sastra tidak cukup hanya dipecahkan dari ilmu sastra saja namun sastra membutuhkan ilmu lain didalam pengkajiannya yang lebih dalam.

2.2 Teori yang Digunakan

(11)

Sitirahayu Haditono (1999), suatu teori akan memperoleh arti yang penting, bila ia lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada.

Berdasarkan masalah penelitian ini, maka penulis menggunakan teori sosiologi sastra untuk mengkaji cerita Aek Sipitu Dai. Menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur yang ada dalam cerita.

2.2.1 Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi ialah sebuah ilmu yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Pada dasarnya sosiologi mengkaji dan mempelajari tentang kesatuan hidup manusia yang terbentuk antara hubungan yang satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya dalam menganlisis cerita Aek Sipitu Dai digunakan teori sosiologi sastra yang di kemukakan oleh Ratna (2004:339) model analisis karya sastra dalam kaitanya dengan masyarakat dapat dilakukan meliputi tiga macam yaitu :

1. “Menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu dilakukan oleh disiplin ilmu tertentu

2. menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri,kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya di sebut sebagai aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi di sebut reflexi.

3. Sama dengan yang diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar struktur bukan aspek-aspek tertentu,dengan model hubungan yang

bersifat dialektika.”

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 analisis yakni :

1. Menganalis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri,

(12)

Sistem sosial meliputi sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, agama, dan sistem undang-undang. Struktur dalam setiap sistem ini dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam jalinan bermasyarakat.

b. Sistem nilai dan ide

Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar bahkan juga terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain. Sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat.

c. Peralatan budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan.

2. Menganalis masalah-masalah sosial kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra.

Sosiologi karya sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya yang kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan peristiwa-peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antara manusia dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

Nilai –nilai sosiologi sastra yang terdapat di dalam karya sastra ini yaitu :

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Guided imagery lebih efektif dibandingkan dengan relaksasi nafas dalam terhadap penuurunan persepsi nyeri pada pasien post ORIF di di RSUD Dr.. R Goeteng

[r]

[r]

Rangkaian â Indikator Led Berjalan â ini merupakan sebuah rangkaian elektronika yang dapat menghasilkan keluaran ( output ) berupa tampilan tulisan. Dimana rangkaian ini

Terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah

Ketentuan mengenai pengaturan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.3.

Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan

Halaman 3 Dari 15 Halaman PUTUSAN NOMOR 425/PID/2016/PT.MDN terdakwa kembali meminta uang sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) kepada saksi Lumongga Hutapea