• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Neutrophil-Lymphocyte Ratio Dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner Pada Pasien Sindroma Koroner Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Neutrophil-Lymphocyte Ratio Dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner Pada Pasien Sindroma Koroner Akut"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Koroner Akut 2.1.1 Defenisi

Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya plak ateroma. Rupturnya plak ateroma ini akan menimbulkan trombus yang nantinya dapat menyebabkan iskemia sampai infark miokard.19

Spektrum klinis dari SKA terdiri dari angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (IMA Non STE), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (IMA STE) (Gambar 2).20

Gambar 2 . Spektrum dan definisi SKA dikutip dari: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman Tatalaksana Penyakit

Kardiovaskuler di Indonesia. Edisi ke-3;2012:3-54

(2)

sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresitifitas, trombosis dan vasokonstriksi. Sedangkan pada STEMI terjadi oklusi koroner total yang bersifat akut sehingga diperlukan reperfusi segera dengan angioplasti primer atau terapi fibrinolitik.21-23

2.1.2 Epidemiologi

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Data GRACE 2001, didapatkan dari semua pasien yang datang ke rumah sakit dengan nyeri dada ternyata penyebab terbanyak adalah IMA STE (34%), IMA Non STE (31%) dan APTS (29%).Angka mortalitas dalam rawatan rumah sakit pada IMA STE ialah 7% sedangkan IMA non STE adalah 4%, tetapi pada jangka panjang, angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA STE.24

2.1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko SKA dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor yang tidak

dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat

dimodifikasi seperti merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, stress,

diet tinggi lemak, dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor risiko ini masih dapat diubah, sehingga dapat memperlambat proses aterogenik Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain seperti usia, jenis kelamin, suku/ras dan

riwayat penyakit keluarga.25

2.1.4 Patofisiologi

Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi kerusakan endotel koroner akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda, yang menimbulkan disfungsi endotel. Kerusakan endotel akan memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi aterosklerotik.26

(3)

elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit akan mengalami adhesi pada endotel, adhesi diperantarai oleh molekul adhesi yaitu inter cellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan selectin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit bermigrasi ke lapisan lebih dalam. Monosit yang telah memasuki dinding arteri akan teraktivasi menjadi makrofag dan mengikat LDL yang teroksidasi. Hasil fagositosis ini membentuk foam cell dan akan menjadi fatty streaks. Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan growth factor yang merangsang migrasi sel-sel otot polos ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi penurunan aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan arteri koroner (Gambar 3). Pada saat ini muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau.26

Gambar 3. Patogenesis aterosklerosis dikutip dari: Packard RRS, Libby P. Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to biomarker discovery

(4)

Ruptur plak berperan penting untuk terjadinya sindroma koroner akut. Resiko ruptur plak tergantung dari ketidakstabilan plak. Ciri plak yang tidak stabil antara lain lipid core besar >40% volume plak, fibrous cap tipis yang mengandung sedikit kolagen dan sel otot polos serta aktivitas dan jumlah sel makrofag, limfosit T dan sel mast yang meningkat. Trombosis akut yang terjadi pada plak yang ruptur berperan penting dalam sindroma koroner akut. Setelah plak ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi dan aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan trombus.27,28

Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau suboklusi pembuluh koroner dengan manifestasi klinis angina pektoris. Bukti angiografi menunjukkan pembentukan trombus koroner pada >90% pasien IMA STE, dan sekitar 35-75% pada pasien APTS dan IMA Non STE.29

Pada APTS terjadi erosi pada plak atherosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung 10-20 menit. Pada IMA Non STE kerusakan plak lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten dan berlangsung >1 jam. Pada sekitar 25% pasien IMA STE terjadi oklusi trombus yang berlangsung >1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terjadi kolateral. Pada IMA STE disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menetap yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung >1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.27,29

Lipid core mengandung bahan yang bersifat trombogenik karena mengandung banyak tissue factor yang diproduksi makrofag. Tissue factor adalah suatu prokoagulan yang mengaktifkan kaskade pembekuan ekstrinsik sehingga paling kuat sifat trombogeniknya.30

(5)

yang mengalami disrupsi menyebabkan terjadinya platelet dependent vasoconstriction yang diperantarai serotonin dan thromboxan A2 sehingga menginduksi vasokonstriksi.28

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis sindroma koroner akut ditegakkan berdasarkan adanya presentasi klinis nyeri dada yang khas, perubahan elektrokardiografi dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas angina biasanya berupa nyeri dada dengan rasa berat/ditindih/dihimpit didaerah retrosternal yang dapat menjalar kelengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah dimana nyeri biasanya berdurasi >20 menit dan berkurang dengan istirahat dan pemberian nitrat. Nyeri dada juga biasanya disertai gejala sistemik lain berupa mual, muntah dan keringat dingin. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dapat dijumpai perubahan berupa depresi ST segmen atau inversi T, elevasi segmen ST, dimana pada awal masih dapat berupa hiperakut T yang kemudian berubah menjadi ST elevasi, dapat dijumpai Left Bundle Branch Block (LBBB) baru yang juga merupakan tanda terjadinya infark gelombang Q. Marker yang biasa dipakai sebagai penanda adanya kerusakan miokard ialah enzim CK (Creatinin kinase) dan CK-MB. Enzim ini meningkat setelah 4 jam serangan. Selain enzim tersebut, juga dapat dinilai Troponin T dan I yang biasanya meningkat 3-12 jam setelah infark.31

(6)

point pada 2 lead yang berdampingan dengan cut point ≥0,1 mV pada semua lead selain V2-V3 dimana pada lead V2-V3 cut point ialah ≥0,2 mV pada pria atau ≥ 0,15 mV pada wanita dan peningkatan serial dari enzim jantung.31,32

2.2 Hubungan Leukosit dan Sindroma Koroner Akut

Leukosit disebut juga sel darah putih adalah sel darah yang mengandung inti. rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 4000-10000/mm3. Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu limfosit dan monosit dan terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil.33

Hitung jenis leukosit merupakan penghitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit, hal ini dapat memberikan gambaran dan informasi spesifik kejadian dan proses penyakit dalam tubuh. Dalam keadaan normal, sekitar dua pertiga leukosit dalam darah adalah granulosit, terutama neutrofil, sementara sepertiga adalah agranulosit, terutama limfosit.34

Beberapa mekanisme dari leukosit dalam mempengaruhi aterosklerosis adalah melalui sekresi enzim proteolitik yang merusak sel endothel, mencetuskan proses agregasi dan adhesi leukosit menyebabkan terjadinya penyumbatan mikrovaskular dan menurunkan perfusi mikrovaskular, meningkatkan ekspresi monocyte tissue factor, menyebabkan aktivasi sistem koagulasi, meningkatkan formasi thrombus, menyebabkan ketidakstabilan elektrik, serta berinteraksi dengan faktor risiko aterosklerosis yang lain.35

Pada dekade terakhir ini para peneliti mencoba mempelajari hubungan antara leukosit dengan aterosklerosis, PJK dan SKA dikarenakan pemeriksaan ini mudah dilakukan dan tidak mahal. Dari beberapa studi didapatkan bahwa nilai leukosit yang tinggi merupakan suatu faktor risiko independent terhadap PJK, penyakit kardiovaskular dan juga dapat menjadi faktor prognostik terhadap prognosis PJK. Penelitian juga menunjukkan bahwa nilai leukosit dapat menjadi prediktor independent yang kuat terhadap mortalitas pasien dengan SKA.36-38

(7)

menyatakan bahwa aterosklerosis merupakan suatu kelainan yang disebabkan inflamasi. Menurut konsep ini, setelah terjadinya kerusakan pada endotel maka monosit akan direkrut dari aliran darah perifer ke dalam dinding vaskuler. Monosit yang direkrut tersebut akan mengalami diferensiasi menjadi makrofag yang akan memfagositosis lipid serta mensekresikan enzim metaloproteinase seperti elastase dan kolagenase pada lesi aterosklerotik.39,40

Sebagai tambahan, neutrofil dan sel mast juga akan mensekresikan dan menginduksi protease degradatif untuk berakumulasi di dalam plak. Seiring waktu, akumulasi dari sel-sel inflamasi tersebut akan meningkatkan konsentrasi lipid dan konten dari sel inflamasi yang akan menyebabkan terjadinya neovaskularisasi pada tunika adventitia dan intima. Plak aterosklerosis akan menjadi tidak stabil dan rentan untuk ruptur dan ketika ruptur plak terjadi, biasanya akan diikuti langsung oleh terjadinya oklusi dan thrombosis koroner serta vasokontriksi pada jaringan intima yang terkena atau di sekitar lumen yang mengalami inflamasi.41,42

Saat ini, penelitain terhadap penanda inflamasi difokuskan terhadap jenis-jenis leukosit dan didapatkan bahwa dibandingkan dengan total leukosit, nilai dari tiap jenis leukosit mempunyai faktor prediktor risiko dan prognostik PJK dan SKA yang lebih baik.10,12

2.3 Hubungan Neutrofil dan Sindroma Koroner Akut

Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Sel ini berdiameter 12–15 μm dan memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik). Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang. Granula primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan asam hidrolase lain, sementara yang sekunder mengandung fosfatase dan lisosom. Neutrofil adalah komponen utama dari sistem imun nonspesifik. Nilai normal neutrophil ialah 2–7×109

(8)

Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya jika terjadi inflamasi akut. Neutrofil berperan dalam proses imun nonspesifik melalui sekresi enzim proteolitik dalam jumlah besar dan kemampuannya yang cepat dalam memproduksi reactive oxygen species (ROS).44

Neutrofil yang telah matur disimpan dalam jumlah besar di dalam sumsum tulang. Dalam kondisi normal, hanya sebagian kecil saja neutrofil yang dilepas dari sumsum tulang ke sirkulasi, dimana masa hidup neutrofil ini sangat pendek dan secara cepat dihancurkan melalui proses apoptosis. Dalam keadaan berlangsungnya suatu inflamasi maka produksi neutrofil akan meningkat, dan baik sel yang sudah matur maupun yang belum matur akan mengalami mobilisasi. Dalam keadaan ini, maka neutrofil yang beredar akan melakukan interaksi dengan sel endotel, neutrofil akan mengalami adhesi dengan dengan sel endotel, kemudian berdiapedesis diantara ikatan sel endotel dan akhirnya bermigrasi ke jaringan yang mengalami inflamasi. Setelah teraktivasi, neutrofil akan berkontribusi dalam merekrut sel imun lain, memperberat proses inflamasi dan kerusakan jaringan dengan menghasilkan ROS dan mensekresi protease, kemokin dan sitokin.45

Banyak penelitian yang telah menunjukkan adanya hubungan dan manfaat dari pemeriksaan nilai neutrofil absolut sebagai faktor prediktor maupun sebagai prognostik independent pada PJK dan SKA.11,46

Pada proses aterosklerosis, neutrofil akan diaktivasi melalui sinyal inflamasi dari sekitarnya yang akan menginduksi mediator yang terdapat didalam granul intrasel. Neutrofil akan menghasilkan gelastinase yang memegang peranan penting dalam proses atherogenesis dan aterothrombosis. Gelatinase akan mendegradasi kolagen tipe IV dan juga substrat matriks lain seperti elastin, fibronektin, laminin, agrecan, neurocan dan decorin. Gelatin juga akan mengaktivasi molekul inflamasi seperti growth factor, sitokin (TGF-β, TNF-α, IL-1) kemokin dan endothelin.46

(9)

azurophilic dari neutrofil juga akan menghasilkan elastase yang akan berperan dalam menyebabkan ketidakstabilan plak melalui peningkatan kemotaksis leukosit, serta meningkatkan akumulasi hemoglobin di dalam plak yang akan meningkatkan kerapuhan plak. Selain itu granul azurophilic akan melepaskan proteinase yang akan mendegradasi elastin dan molekul matriks extraseluler lain yang menyebabkan penipisan dari kapsul fibrous yang meningkatkan ketidakstabilan plak.46

Neutrofil yang teraktivasi juga akan menghasilkan ROS. Enzim NADPH oksidase merupakan enzim yang digunakan dalam produksi ROS dalam neutrofil. Selain aktivitas NADPH, Hidrogen peroksida (H2O2) juga berfungsi dalam pembentukan ROS dengan cara merubah pH, memicu aktivasi enzim proteolitik dan berperan sebagai substrat untuk myeloperoksidase (MPO).46

MPO merupakan protein utama yang dihasilkan oleh granul primer neutrofil. MPO akan mengaktivasi ROS yang akan merangsang terjadinya ketidakstabilan plak aterosklerosis melalui beberapa mekanisme. Pertama, oksidan derived MPO akan menghasilkan lipid peroksida yang akan berikatan dengan reseptor makrofag dan mencetuskan terjadinya pembentukan inti lipid nekrotik. Ditambah ROS yang dihasilkan oleh MPO ini akan berkontribusi dalam degradasi matriks ekstraseluler dengan cara mengaktivasi MMP-7, MMP-8 dan MMP-9, serta juga akan meningkatkan survival neutrofil dan menyebabkan perubahan sel otot polos menjadi fenotipe fibroblastik yang akan meningkatkan ketidakstabilan plak. Neutrofil juga akan berinteraksi dengan sel imun lain dan juga sel vaskular. Neutrofil yang teraktivasi akan melepaskan sitokin dan kemokin (TNF-α, IL-17, CCL3, CCL4, IFN) yang akan merekrut sel inflamasi lain dan menyebabkan diferensiasi sel di intraplak.46

IL-17 juga akan merangsang produksi limfosit T (Th-17) yang akan menyebabkan progresi dari lesi aterosklerotik dan juga akan meningkatan aktivasi dari neutrofil. TNF-α akan meningkatkan survival dari neutrofil dan antigen precenting cell dari neutrofil. MPO yang dihasilkan neutrofil juga akan berikatan dengan makrofag dan melepaskan ROS.46

(10)

Nitrit Oksida (NO) dan mencetuskan apoptosis dari oksidan yang dihasilkan NO serta mengaktivasi jalur tissue factor. Disfungsi endotel ini akan yang berkontribusi terhadap terjadinya vaskonstriksi, aktivasi koagulasi, aktivasi platelet dan aktivitas anti fibrinolitik.46

Protease yang dihasilkan neutrofil juga akan menyebabkan disfungsi endotel dengan cara mendegradasi basement membrane dan kolagen tipe IV. Neutrofil juga akan menghasilkan protein yang membantu unfiltrasi dari monosit ke dalam plak. Neutrofil juga akan berinteraksi dengan platelet pada saat fase formasi thrombus (Gambar 4).45

Gambar 4. Produk neutrofil yang berperan dalam atherogenesisdikutip dari: Carbone F, Nencioni A, Mach F, Vuilleumier N, Montecucco F.

Pathophysiological role of neutrophils in acute myocardial infarction. Thrombosis and Haemostasis. 2013; 110(2):1-14

2.4 Hubungan Limfosit Dan Sindroma Koroner Akut

Limfosit merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti.43

(11)

tonsil). Organ limfoid primer mensuplai limfosit yang telah matur ke organ limfoid sekunder, yang selanjutnya akan mengalami aktivasi oleh adanya antigen. Proses pengenalan dan eliminasi pathogen diatur oleh limfosit T, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merekrut limfosit B untuk membentuk antibidi spesifik. Respon sel T timbul oleh adanya signal yang dihasilkan oleh dendritik sel matur, yang diinduksi oleh neutrofil. Dalam keadaan normal, jumlah limfosit berkisar 1.0–3.0×109/l atau sekitar 20–40% dari total sel darah putih dalam aliran darah.34

Limfosit memiliki peran dalam proses aterosklerosis. Dalam penelitian dikatakan bahwa limfosit T mempunyai peran proktetif terhadap proses atheroscklerosis. Peran limfosit T ialah dengan memodulasi proliferasi otot polos yang terjadi selama proses perbaikan vaskular. Didapatkan pada kadar limfosit yang rendah dijumpai lesi aterosklerosis yang lebih berat.47

Pada SKA, penelitian Ommen dkk menunjukkan bahwa limfofenia relatif merupakan salah satu penanda awal pada pasien IMA, hal ini disebabkan oleh peningkatan kortisol endogen sebagai respons tubuh terhadap adanya stress berat. Penelitian Blum dkk mendapatkan terjadinya penurunan CD4 dan rasio CD4/CD8 pada pasien dengan IMA. Selain itu, pada penelitian lain didapatkan pasien dengan CD4 yang rendah memiliki resiko reinfark dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi.48,49

(12)

2.5 Neutrophil-Lymphocyte Ratio dan Sindroma Koroner Akut

Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR) merupakan rasio yang didapatkan dari pembagian antara nilai neutrofil absolut dengan nilai limfosit absolut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa NLR merupakan faktor prediktor yang lebih baik dibandingkan subtipe leukosit lain terhadap PJK dan SKA. Penelitian Azab dkk mendapatkan bahwa nilai NLR merupakan suatu prediktor independent terhadap survival baik jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik dibandingkan dengan parameter leukosit lain.53

Zazula dkk. yang melakukan studi pada pasien dengan keluhan nyeri dada mendapatkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan nyeri dada noncardiak memiliki nilai NLR pada saat masuk yang terendah (3 ± 1,6), diikuti oleh diagnosa APTS (3,6 ± 2,9), IMA non STE (4,8 ± 3,7) dan IMA STE (6,9 ± 5,7) (p <0,0001) dan NLR dengan nilai lebih dari 5,7 memiliki spesifisitas 91% dan odds rasio 4,51 untuk diagnosis akhir SKA bila dibandingkan dengan kelompok dengan nilai NLR dibawah 3,0 (p <0,001).15

Peningkatan CRP dan NLR juga berfungsi sebagai indikator terjadinya pembentukan trombus pada pasien dengan IMA dimana dibandingkan dengan pasien IMA tanpa pembentukan trombus, kadar high-sensitivity CRP, total jumlah neutrofil dan NLR lebih tinggi (p <0,05) pada pasien IMA dengan pembentukan trombus.54

Pada sebuah penelitian didapatkan tingkat mortalitas rumah sakit (8,5 vs 1,8%,p=0,013) dan angka mortalitas setelah 6 bulan (11,5 vs 2,5%,p<0,001) secara signifikan lebih tinggi pada pasien SKA dengan nilai NLR yang tinggi dibandingkan pasien dengan nilai NLR yang rendah.17

(13)

Penelitian lain mendapatkan bahwa pada pasien Afrika-Amerika yang menjalani percutaneus coronary interventon, setelah 3,6 tahun angka mortalitas lebih tinggi 31,1% pada kelompok dengan nilai NLR ≥ 3,5 sedangkan hanya 10,4% pada kelompok dengan nilai NLR < 3,5 (p <0,001). Penelitian lain mendapatkan pada pasien IMA non STE dengan nilai NLR >4.7 memiliki angka mortalitas 4 tahun yang lebih signifikan (29,8 vs 8,4%) dibandingkan pasien dengan nilai NLR <3 (p <0,0001). Sementara itu pada pasien dengan IMA STE, angka mortalitas jangka panjang secara signifikan lebih tinggi (47,9 vs 6,4%, p <0,001) pada kelompok dengan nilai NLR paling tinggi dibandingkan dengan nilai NLR terendah.56,57

Penelitian lain mendapatkan bahwa kelompok pasien dengan IMA STE yang menjalani percutaneus coronary intervention dengan nilai NLR yang rendah dan tidak anemia, serta mereka dengan nilai NLR yang rendah disertai anemia pada saat masuk, angka mortalitas dalam 6 bulan lebih tinggi (p = 0,036) pada pasien dengan nilai NLR yang tinggi disertai anemia. Ini menggambarkan bahwa kombinasi kadar hemoglobin dan NLR memberikan informasi yang tepat untuk stratifikasi risiko dini pada pasien dengan IMA STE yang menjalani percutaneus coronary intervention.58

(14)

disrupsi plak. Sebaliknya, limfosit menggambarkan jalur regulatori dari sistem imun. Nilai limfosit yang rendah dikatakan berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien dengan IMA dan gagal jantung yang berat. Penurunan dari CD4, subtipe utama dari total limfosit, berhubungan dengan fraksi ejeksi yang lebih rendah, risiko reinfark, dan mortalitas pada pasien dengan infark miokard. Hal ini disebabkan oleh peran limfosit T dalam memodulasi proliferasi otot polos saat proses perbaikan vaskuler. Oleh karena itu, nilai NLR yang tinggi menggambarkan dua jalur sistem imun yang berbeda sehingga bersifat lebih prediktif dibandingkan tiap parameter itu sendiri.53

2.6 Derajat Stenosis Arteri Koroner dan Skor Gensini

Stenosis pada arteri koroner dapat terjadi sebagian ataupun total dari satu atau lebih arteri koroner atau cabang-cabangnya. Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan untuk melihat gambaran anatomi arteri koroner serta stenosis lumen yang terjadi pada PJK. Angiografi koroner dilakukan untuk menilai luasnya stenosis dan dapat menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan Walaupun merupakan pemeriksaan standard baku, angiografi hanya memberikan informasi tentang keadaan lumen arteri dan tidak dapat memberikan secara langsung komposisi plak serta perubahan plak dalam dinding arteri. Ada modalitas lain seperti Intravascular Ultrasound dan Coronary CT angiography yang dikatakan lebih baik dalam menilai derajat stenosis, luas stenosis ataupun komposisi plak aterosklerosis.4

Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara keparahan stenosis dengan risiko IMA. Penelitian Qiao dkk. menunjukkan bahwa ruptur plak pada IMA lebih sering terjadi pada pembuluh darah koroner dengan derajat stenosis yang berat.7

(15)

tingkat korelasi yang paling tinggi dengan derajat keparahan stenosis arteri koroner yang dinilai melalui angiografi. Penelitian Zencirci dkk. juga menunjukkan skor gensini dapat menjadi prediktor terhadap prognosis buruk pada pasien IMA STE. Kokubu dkk. mendapatkan skor gensini bermanfaat sebagai prediktor mortalitas jangka pendek pada pasien IMA yang mengalami cardiac arrest. Sinning dkk. juga mendapatkan bahwa skor gensini dapat memprediksi prognosis kardivaskular jangka panjang pada pasien PJK.59,61-65

Gensini mengembangkan suatu sistem skoring untuk menentukan tingkat keparahan penyakit arteri koroner berdasarkan derajat stenosis dari luminal arteri koroner melalui tindakan angiografi arteri koroner. Sistem skoring ini dibuat untuk dapat menilai derajat keparahan lesi koroner secara geometris (reduksi diameter 25, 50, 75, 90, 99 dan 100%) dan efek kumulatif dari adanya lesi yang multiple, serta efek dari lokasi lesi.60

Prosedural penghitungan skor gensini ialah :

1. Angiography dilakukan pada kedua arteri koroner kiri dan kanan, dan masing-masing segmen arteri juga dianalisa.

2. Skor diberikan berdasarkan tingkat obstruksi dari luminal arteri koroner. Dilakukan penilaian terhadap reduksi diameter koroner yaitu 0-25-50-75-90-99-100%. Kemudian diberikan nilai terhadap derajat reduksi tersebut dengan nilai sesuai urutan 0-1-2-4-8-16-32. Nilai diberikan berdasarkan persen estimasi angiografik dari oklusi (tabel 1)

3. Kemudian dilakukan pengkalian sesuai dengan lokasi dari segmen koroner yang terkena sesuai dengan diagram dibawah, dimana lokasi ini menggambarkan seberapa banyak miokard yang disuplai oleh yang terkena (tabel 2) (gambar 5)

4. Total skor Gensini = Jumlah dari (poin untuk setiap derajat severitas dari setiap segmen) dikalikan faktor bobot

(16)

Tabel 1. Skor gensini berdasarkan persen stenosis arteri koroner dikutip dari: Gensini GG. A more meaningful scoring system for determining the severity of

coronary heart disease. Am J Cardio.1983;51:606

Gambar 5. Bobot skor gensini setiap lokasi stenosis arteri koroner dikutip dari: Gensini GG. A more meaningful scoring system for determining the severity of

coronary heart disease. Am J Cardio.1983;51:606

Tabel 2. Bobot skor gensini setiap lokasi stenosis arteri koroner dikutip dari: Gensini GG. A more meaningful scoring system for determining the severity of

Gambar

Gambar 2 . Spektrum dan definisi SKA dikutip dari: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
Gambar 3.  Patogenesis aterosklerosis dikutip dari:  Packard RRS, Libby P. Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to biomarker discovery
Gambar 4. Produk neutrofil yang berperan dalam atherogenesis Pathophysiological role of neutrophils in acute myocardial infarction
Gambar 5. Bobot skor gensini setiap lokasi stenosis arteri koroner dikutip dari: Gensini GG

Referensi

Dokumen terkait