• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016 Chapter III VI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan

rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

paparan dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat

tertentu.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen,

Kabupaten Toba Samosir. Lokasi ini menjadi pilihan dikarenakan oleh :

1. Terdapat kasus ISPA pada balita di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen,

Kabupaten Toba Samosir.

2. Kondisi fisik rumah di desa ini masih banyak yang belum memenuhi syarat

kesehatan.

3. Tingginya tingkat perokok yang ada di desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen.

3.3. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan April 2016 sampai Mei 2016 di

Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen.

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua anak usia 12-59 bulan yang

berdomisili di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir yaitu

(2)

3.4.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi ( total sampling), yaitu

66 balita.

3.5. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi fisik rumah meliputi

ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, jenis dingding

rumah, kepadatan hunian dan keluarga perokok.

3. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner, pedoman

observasi, formulir isian pengukuran, rollmeter, luxmeter, hygrometer, dan alat

tulis.

3.7. Metode Pengumpulan Data 1. Sumber data.

a. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada

responden dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi,

kuesioner dan pengukuran dilakukan pada kondisi fisik rumah.

Pengukuran dilakukan secara langsung oleh peneliti pada setiap rumah

(3)

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari puskesmas Silaen dan Bidan Desa Pintu batu

yaitu data mengenai penyakit ISPA pada usia balita, data dari kepala desa,

meliputi gambaran umum lokasi penelitian, dan studi kepustakaan.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan

pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu yang memiliki

balita dengan menggunankan pedoman wawancara, observasi, kuesioner dan

pengukuran mengenai kondisi fisik rumah dilakukan dengan menggunakan

peralatan untuk mengukur luas ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit,

kelembaban, jenis dingding rumah, dan kepadatan hunian.

3.8. Definisi Operasional 1. Variabel Terikat

a. Balita adalah anak yang berada pada golongan umur 12-59 bulan.

b. Kejadian ISPA adalah Balita yang mengalami ISPA yang tercatat di data

Puskesmas Silaen.

2. Variabel Bebas

a. Kondisi fisik rumah adalah suatu kondisi rumah yang mempunyai struktur

fisik dimana orang menggunakannya sebagai tempat belindung yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia, kondisi fisik rumah tersebut

antara lain lantai rumah, dinding, atap rumah, ventilasi, suhu, kelembapan

berdasarkan Kepmenkes 829/SK/VII/1999 tentang kesehatan perumahan

(4)

b. Ventilasi adalah lubang angin untuk proses pergantian udara ke dalam dan

mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah

maupun buatan.

c. Jenis lantai Lantai rumah adalah bagaian bawah (alas, dasar) suatu ruangan

atau bangunan.

d. Pencahayaaan alami adalah penerangan rumah secara alami oleh sinar

matahari.

e. Langit-langit rumah merupakan daerah pembatas antara atap dan ruangan.

f. Kelembaban adalah kandungan uap air yang dapat dipengaruhi oleh

sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam rumah.

g. Dinding rumah adalah salah satu elemen vertikal/tegak bangunan dan

berfungsi sebagai penutup atau pembatas ruangan.

h. Kepadatan hunian minimal 8m2 untuk 2 orang anggota keluarga dan tidak

boleh lebih.

i. Keluarga perokok adalah suatu rutinitas mengkonsumsi rokok yang sering

dilakukan penghuni rumah, terdiri dari :

1. Perokok

2. Tidak perokok

3. Jumlah perokok di dalam rumah

3.9. Aspek Pengukuran Variabel bebas

a) Ventilasi

(5)

Dengan kategori :

1. Memenuhi Syarat (≥10% dari luas lantai)

2. Tidak Memenuhi Syarat (<10% atau >15% dari luas lantai)

b) Lantai

Alat ukur : lembar observasi

Dengan kategori :

1. Memenuhi Syarat : kedap air dan tidak lembab (diplester/semen, keramik

dan ubin).

2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (tanah, papan/kayu)

c) Pencahayaan alami

Alat ukur : lux meter

Dengan kategori :

1. Memenuhi Syarat (60-120 lux)

2. Tidak Memenuhi Syarat (<60 lux atau >120 lux)

Tata cara pengukuran :

1. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dan tutup sensor dibuka.

2. Bawa alat ke tempat pengukuran.

3. Tunggu beberapa saat sampai hasil pengukuran pada layar monitor stabil.

4. Catat hasil pengukuran yang tampak pada layar monitor.

5. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.

d) Langit-langit

Alat ukur : lembar observasi

(6)

1. Memenuhi Syarat : ada langit-langit, rapat

2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak rapat, tidak ada langit-langit

e) Kelembaban

Alat ukur : hygrometer

Dengan kategori :

1. Memenuhi Syarat (40-70%)

2. Tidak Memenuhi Syarat (<40% atau >70%)

Tata cara pengukuran :

1. Hidupkan hygrometer

2. Bawa alat kedalam ruangan yang akan diukur kelembabannya.

3. Tunggu hasil pengukuran pada display monitor.

4. Catat hasil pengukuran yang tertera pada monitor.

f) Dinding

Alat ukur : lembar observasi

Dengan kategori :

1. Memenuhi Syarat : kedap air (tembok/diplester, batu)

2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (bambu, tepas, papan/kayu)

g) Kepadatan Hunian

Alat ukur : meteran

Dengan kategori :

1. Memenuhi syarat jika ≥ 8 m2 untuk 2 orang.

(7)

3. Variabel terikat

Kejadian ISPA pada Balita

3.11. Pengolahan Data

Menurut Anwar (2002), kegiatan dalam proses pengolahan data

meliputi entry, editing, coding, dan tabulating data.

1. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.

2. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kesinambungan data, kejelasan makna

jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.

a Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses

pengolahan data.

b Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti

gunamemudahkan analisis data.

3.12. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan bantuan

komputer. Analisis data meliputi :

1. Analisis univariat

Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk menggambarkan

distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas (independen), variabel

terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variable bebas dan

variable terikat dengan menggunakan uji statistic chi square (x2), untuk

(8)

variable terikat.

Menurut Azwar (2002), dasar pengambilan keputusan penerimaan

hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% :

a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima berarti tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan dependen.

b. Jika nilai sig p ≤ 0,05 ditolak berarti maka ada hubungan hipotesis antara

(9)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Pintu Batu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Desa Pintu Batu

Memiliki luas wilayah ± 2900 Ha, dengan batas-batas desa sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumban Dolok

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Parsambilan

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pardomuan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan sigumpar

Berdasarkan data penduduk tahun 2015, jumlah penduduk Desa Pintubatu

adalah 1091 jiwa, dengan rincian sebagai berikur :

1. 0-11 bulan berjumlah 14 jiwa

2. 12-59 bulan berjumlah 66 jiwa

3. 5-14 tahun berjumlah 275 jiwa

4. 14-44 tahun berjumlah 375 jiwa

5. 45-59 tahun berjumlah 220 jiwa

6. Diatas 60 tahun berjumlah 141 jiwa

Masyarakat di Desa Pintubatu sebagian besar bermata pencaharian sebagai

petani padi. Mayoritas rumah warga desa ini adalah semi permanen.

4.2.Analisi Univariat

Analisis Univariat ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi yang meliputi karakteristik responden, karakteristik balita, kondisi fisik

(10)

4.2.1. Karakteristik Responden

Gambaran karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada

table 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Desa kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No Karakteristik Responden

Jumlah

Responden %

1 Tingkat Pendidikan a. Sarjana

2 Jenis Pekerjaan a. PNS

Berdasarkan tabel 4.1. di atas diperoleh bahwa jumlah responden menurut

tingkat pendidikan di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah SLTA,

yaitu sebanyak 41 orang(62,1%) dan yang paling kecil adalah SMP yaitu

sebanyak 7 orang (10,6%). Sementara jumlah responden menurut pekerjaan di

(11)

orang(65,2%) dan yang paling kecil adalah wiraswasta yaitu sebanyak 5 orang

(7,6%).

4.2.2. Karakteristik Balita

Gambaran karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat

pada table 4.3. dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur di DesaPintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten

Toba Samosir Tahun 2016. No Karakteristik

Berdasarkan table 4.2. diatas dapat diketahui bahwa karakteristik balita

berdasarkan jenis kelamin,persentase paling besar adalah jenis kelamin

perempuan yaitu 38 orang (57,6%), dan persentase terkecil adalah jenis kelamin

laki-laki yaitu sebanyak 28 orang (42,4%). Sementara karakteristik balita

berdasarkan umur, persentase paling besar adalah balita umur 36-59 bulan, yaitu

(12)

4.2.3. Kondisi Fisik Rumah

Gambaran distribusi frekuensi kondisi fisik rumah responden di Desa

Pintubatu dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No Kondisi Fisik Rumah Jumlah %

1 Ventilasi

a. Memenuhi syarat (≥ 10-15% luas lantai) b. Tidak memenuhi syarat (<10% luas lantai

dan >15% luas lantai)

24

a. Memenuhi syarat (ubin, keramik) b. Tidak memenuhi syarat (papan, tanah)

60

b. Tidak memenuhi syarat (<60 lux atau >120 lux

a. Memenuhi syarat (triplek)

b. Tidak memenuhi syarat (tidak ada/asbes)

51

a. Memenuhi syarat (40-70%)

b. Tidak memenuhi syarat (<40% atau >70%)

29

a. Memenuhi syarat (tembok/triplek) b. Tidak memenuhi syarat (papan/bambu)

49 17

(13)

Total 66 100 7 Kepadatan Hunian

a. Memenuhi syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang) b. Tidak memenuhi syarat (< 8m2 untuk 2

orang )

54 12

81,8 18,2

Total 66 100

Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jumlah ventilasi rumah

responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah tidak memenuhi

syarat dengan hasil ukur <10% luas lantai dan >15% luas lantai, yaitu sebanyak

42 rumah (63,6%). Jumlah lantai rumah responden di Desa Pintubatu, persentase

paling besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 60 rumah (90,1%). Pencahayaan

rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak memenuhi

syarat (<60 lux atau >120 lux) yaitu sebanyak 39 rumah (59,1%). Langit-langit

rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat

(memiliki langit-langit dan terbuat dari triplek) yaitu sebanyak 51 rumah (77,3%).

Kelembaban rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak

memenuhi syarat (<40% atau >70%) yaitu sebanyak 37 rumah (56,1%). Dinding

rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat

(terbuat dari tembok/triplek) yaitu sebanyak 49 rumah (74,2%). Kepadatan

hunian rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi

syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang) yaitu sebanyak 54 rumah (81,8%).

4.2.4. Keluarga Perokok

Analisi univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi

(14)

dalam rumah, frekuensi merokok didalam rumah, dan jenis rokok. Distribusi

variabel keluarga perokok dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Keluarga Perokok di Desa Pintubatu Tahun 2016.

No Variabel Rokok Jumlah %

1 Keluarga Perokok a. Ya

(15)

paling banyak dikonsusmsi adalah rokok jenis krekek yaitu sebanyak 28 orang

perokok (59,6%).

4.2.5. Kejadian ISPA pada Balita

Gambaran kejadian kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu dapat

dilihat pada tabel 4.5. berikut ini.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No Kejadian ISPA Jumlah %

1 2

ISPA Tidak ISPA

41 25

62,1 37,9

Total 66 100

Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa kejadian ISPA pada

balita di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah balita menderita ISPA

yaitu sebanyak 41 orang (62,1%).

4.3. Analisi Bivariat

Analisi ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti

dengan kejadian ISPA pada balita. Uji statistik yang digunakan pada analisi ini

adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=5%). Berdasarkan uji

statistik yang dilakukan akan diperoleh nilai P. untuk nilai p <0,05, dapat

dikatakan terdapat sebuah hubungan yang memiliki makna antara variabel yang

diteliti dengan variabel kejadial ISPA pada balita.

(16)

Hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 4.6. berikut ini.

Tabel 4.6. Hasil Analisis Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel ventilasi dari 24 rumah yang memiliki ventilasi

memenuhi syarat sebanyak 11 orang (45,8%) yang mengalami kejadian ISPA dan

23 orang (54,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 42 rumah

yang ventilasinya tidak memenuhi syarat sebanyak 30 orang (71,4%) mengalami

kejadian ISPA dan 12 orang (28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.

Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,039, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

ada hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA.

(17)

Hubungan lantai rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 4.7. berikut ini

Tabel 4.7. Hasil Analisis Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel Lantai dari 60 rumah yang memiliki ventilasi memenuhi

syarat sebanyak 37 orang (61,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan 23 orang

(38,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 6 rumah yang

lantainya tidak memenuhi syarat sebanyak 4 orang (66,7%) mengalami kejadian

ISPA dan 2 orang (33,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan

hasil uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 1,0 dan jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan

(18)

4.3.3. Hubungan Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan Pecahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini.

Tabel 4.8. Hasil Analisis Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel pencahayaan dari 27 rumah yang memiliki pencahayaan

memenuhi syarat sebanyak 12 orang (44,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan

15 orang (55,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 39 rumah

yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat sebanyak 29 orang (74,4%)

mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (25,6%) yang tidak mengalami kejadian

ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,014, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

(19)

4.3.4. Hubungan Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini.

Tabel 4.9. Hasil Analisis Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

didapatkan dari variabel langit-langit dari 51 rumah yang memiliki langit-langit

memenuhi syarat sebanyak 33 orang (64,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan

18 orang (35,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 15 rumah

yang langit-langitnya tidak memenuhi syarat sebanyak 8 orang (53,3%)

mengalami kejadian ISPA dan 7 orang (46,7%) yang tidak mengalami kejadian

ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,425, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

(20)

4.3.5. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan Kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 4.10. berikut ini.

Tabel 4.10. Hasil Analisis Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel kelembaban dari 29 rumah yang memiliki kelembaban

memenuhi syarat sebanyak 14 orang (48,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan

15 orang (51,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 37 rumah

yang kelembabannya tidak memenuhi syarat sebanyak 27 orang (73%)

mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (27%) yang tidak mengalami kejadian

ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,04, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

(21)

4.3.6. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan dinding rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 4.11. berikut ini.

Tabel 4.11. Hasil Analisis Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel dinding dari 49 rumah yang memiliki dinding memenuhi

syarat sebanyak 28 orang (57,1%) yang mengalami kejadian ISPA dan 21 orang

(42,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 rumah yang

dindingnya tidak memenuhi syarat sebanyak 13 orang (76,5%) mengalami

kejadian ISPA dan 8 orang (23,5%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.

Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,157, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

(22)

4.3.7. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian

ini dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut ini

Tabel 4.12. Hasil Analisis Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No Kepadatan

Berdasarkan tabel 4.12. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel kepadatan hunian dari 54 rumah yang memiliki

kepadatan hunian memenuhi syarat sebanyak 35 orang (64,8%) yang mengalami

kejadian ISPA dan 19 orang (35,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA,

sedangkan dari 12 rumah yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat

sebanyak 6 orang (50%) mengalami kejadian ISPA dan 6 orang (50%) yang tidak

mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik Fisher’s Exact Test

diperoleh nilai p = 0,348, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05)

maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara dinding

(23)

4.3.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut ini.

Tabel 4.13. Hasil Analisis Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.13. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel keluarga perokok dari 47 yang merupakan keluarga

perokok sebanyak 33 orang (70,2%) yang mengalami kejadian ISPA dan 14 orang

(29,8%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang tidak

keluarga perokok sebanyak 8 orang (42,1%) mengalami kejadian ISPA dan 11

orang (57,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis

statistik chi square diperoleh nilai p = 0,033, jika dibandingkan dengan derajat

kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna

antara keluarga perokok dengan kejadian ISPA.

(24)

Hubungan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut ini.

Tabel 4.14. Hasil Analisis Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No Merokok dalam

Berdasarkan tabel 4.14. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel merokok di dalam rumah dari 30 yang merokok di dalam

rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan 5 orang

(19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 yang tidak

merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami kejadian ISPA

dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil

analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan

bermakna antara merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA.

4.3.8.2. Hubungan Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada

(25)

Tabel 4.15. Hasil Analisis Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

No

Berdasarkan tabel 4.15. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel frekuensi merokok di dalam rumah dari 30 yang sering

merokok di dalam rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian

ISPA dan 5 orang (19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari

17 yang jarang merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami

kejadian ISPA dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.

Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika

dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa

ada hubungan bermakna antara sering merokok di dalam rumah dengan kejadian

ISPA.

4.3.8.3. Hubungan Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat

(26)

Tabel 4.16. Hasil Analisis Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.

Berdasarkan tabel 4.16. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang

didapatkan dari variabel jenis rokok dari 28 yang mengkonsumsi rokok jenis

kretek sebanyak 20 orang (71,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan 8 orang

(28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang

mengkonsumsi rokok jenis filter sebanyak 13 orang (68,4%) mengalami kejadian

ISPA dan 6 orang (31,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan

hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,825, jika dibandingkan

dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada

(27)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita

Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan uji Chi Square didapatkan

nilai p = 0,039 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat diketahui bahwa ada

hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada pada balita di

Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir.

Responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki ventilasi rumah

yang tidak memenuhi syarat. Hal Ini terlihat dari data hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa 63,6% rumah di Desa Pintubatu tidak memenuhi syarat.

Iklim yang cukup dingin di daerah ini membuat masyarakat memilih membuat

ventilasi rumah yang tidak lebar. selain ventilasi yang tidak memenuhi syarat,

warga di desa ini jarang membuka jendela rumah karena cuaca yang dingin,

akibatnya pertukaran udara di dalam rumah tidak lancar. Hal ini tentu dapat

mengakibatkan ISPA pada penghuni rumah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA di Desa

Tanjung mulia.

Ventilasi mempunyai fungsi, yaitu menjaga aliran udara di dalam rumah

tetap segar dan membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri. Ventilasi yang

tidak memenuhi syarat akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik,

(28)

5.2. Hubungan Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian dengan Chi Square didapat nilai p=0,59 lebih

besar dari nilai(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini

memenuhi syarat.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilik lantai yang

memenuhi syarat yaitu terbuat dari keramik dan semen yang diplester. Hal ini

terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini

memenuhi syarat. Pada penelitian di lapangan peneliti menemukan beberapa

rumah yang lantainya pecah-pecah, lembab dan berdebu, akan tetapi tidak

memberikan perbedaan berarti pada analisis data yang dilakukan. Sehingga

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA

pada balita di Desa Pintubatu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suryatno (2003), yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA

pada balita.

Penelitian yang dilakukan Putri (2013) menemukan bahwa faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada balita bukanlah pada jenis lantainya, namun

dari kebersihan lantai rumah dan tergantung pada debu yang menempel pada

(29)

5.3. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian ISPA pada Balita.

Berdasarkan hasil analisi penelitian dengan uji Chi Square didapatkan

nilai p=0,014 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden dalam

penelitian ini memiliki pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu

<60 Lux. Sementara pencahayaan yang memenuhi syarat adalah ≥ 60-120 Lux.

Pencahayaan dalam rumah tentu berhubungan dengan ventilasi rumah.

Ventilasi yang terlalu kecil akan menghambat masuknya cahaya ke dalam rumah,

sebaliknya jika terlalu lebar akan mengakibatkan cahaya masuk berlebihan ke

dalam rumah. Di desa Pintubatu banyak ventilasi rumah yang tidak memenuhi

syarat yaitu terlalu kecil dibandingkan luas lantai rumah, sehingga pencahayaan

didalam rumah terhambat. Selain ventilasi yang sebagian besar tidak memenuhi

syarat, rumah rumah warga banyak dikelilingi pohon-pohon rindang dan jaraknya

terlalu dekat dengan rumah sehingga menghambat masuknya cahaya matahari

kedalam rumah. Kesimpulan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian

Oktaviani (2009), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan

dengan kejadian ISPA.

Cahaya berperan sebagai pembunuh kuman dan bakteri. Cahaya juga

bermanfaat untuk kesehatan seperti mematikan kuman dan sinar ultraviolet untuk

(30)

dalam rumah adalah terhalang atau tidaknya cahaya matahari ke dalam ruangan

(Azwar 2007).

5.4. Hubungan Langit-langit dengan Kejadian ISPA pada Balita.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai

p=0,547 lebih besar dari nilai (α=0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan bermakna antara langit-langit dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena hasil penelitian menunjukkan 77,3% rumah di Desa ini memiliki

langit-langit rumah yang memenuhi syarat.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilki langit-langit

rumah yang memenuhi syarat dan terbuat dari triplek. Namun, ada juga beberapa

rumah yang langit-langitnya terlihat lembab karena rembesan hujan dan ada yang

sudah rusak. Akan tetapi, beberapa rumah yang langit-langitnya lembab dan rusak

ini tidak memberikan perbedaan bermakna terhadap kejadian ISPA pada balita di

Desa ini.

Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

Namun pada penelitian tersebut ditemukan bahwa rumah yang tidak memiliki

langit-langit dapat mempermudah debu masuk melalui atap rumah.

Langit-langit dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni rumah. Selain

menahan rembesan air hujan, langit-langit dapat menahan panas matahari yang

(31)

5.5. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA pada Balita.

Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Chi Square didapatkan nilai

p=0,04 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena hasil penelitian menunjukkan 56,1% rumah di Desa ini memiliki

kelembaban yang tidak memenuhi syarat.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kelembaban yang

tidak memenuhi syarat yaitu, <40% atau >70. Cuaca yang dingin di Desa

Pintubatu merupakan salah satu faktor penyebab kelembaban di Desa ini cukup

tinggi. kelembaban bertimbal balik dengan suhu, semakin rendah suhu maka

semakin tinggi kelembaban dan sebaliknya. Selain itu, mayoritas rumah yang

memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat serta pohon-pohon yang mengelilingi

rumah menjadi penghalang masuk cahaya matahari, sehingga kelembaban

ruangan pun semakin tinggi dikarenakan cahaya matahari yang sangat minim

masuk ke dalam rumah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Farid, M (2001), yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada

balita.

Rumah yang lembab merupakan media yang sangat baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket, ricketsia, dan virus.

Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara

(32)

5.6. Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai

p=0,157 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena mayoritas rumah di Desa ini memiliki dinding rumah yang sudah

memenuhi syarat.

74,2% rumah di Desa Pintubatu memiliki dinding rumah yang memenuhi

syarat. Rumah-rumah ini memiliki dinding yang terbuat dari tembok. Akan tetapi,

ada juga beberapa rumah warga yang memilikik dinding rumah yang tidak

memenuhi syarat yaitu dinding rumah yang terbuat dari papan/ anyaman bambu.

Namun beberapa rumah yang memiliki dinding yang tidak memenuhi syarat ini

tidak memberikan perbedaan bermakna trehadap kejadian ISPA pada balita di

Desa Pintubatu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015), yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian

ISPA.

Hal yang sama disampaikan oleh raja (2014) yang menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

5.7. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai

p=0,339 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

(33)

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena 81,8% rumah di Desa Pintubatu memiliki kepadatan hunian yang

memenuhi syarat.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kepadatan hunian

yang memenuhi syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang). Kepadatan hunian yang memenuhi

syarat menurut Kemenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah luas kamar

minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan untuk dihuni lebih dari 2 orang dewasa,

kecuali anak dibawah usia 5 tahun). Kepadatan hunian yang memenuhi syarat ini

tentu membuat sirkulasi udara dalam rumah tidak terganggu.

Penularan penyakit berbanding lurus dengan kepadatan hunian suatu

rumah. Dengan kata lain semaikin tinggi tingkat kepadatan hunian suatu rumah

maka penularan penyakit melalui udara akan semakin cepat. Hal ini akan

menyebabkan penyakit saluran pernapasan khususnya yang disebabkan oleh virus

(Achmadi,2008).

Hasil penelelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015) yang

menyakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian

ISPA pada balita.

Hal berbeda disampaikan oleh Maryani (2012), yang menyatakan bahwa

ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA.

5.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai

p=0,033 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada

(34)

Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, kabupaten toba Samosir. Hal ini dapat terjadi

karena mayoritas balita yang terkena ISPA adalah berasal dari keluarga perokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

keluarga perokok. Hal ini terlihat dari data hasil penelitian yang menunjukkan

71,2% responden adalah keluarga perokok.

Hasil analisis hubungan antara merokok dalam rumah dengan kejadian

ISPA menggunakan Chi Square didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai

(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara

merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

Kebiasaan merokok di dalam rumah sangat berpengaruh terhadap

kesehatan pernapasan, terutama balita yang menjadi perokok pasif. Perokok pasif

akan menghirup asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru dan penyakit

lainnya karena asap rokok mengandung bahan bahan kimia berbahaya. Hasil

analisis hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada

balita didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai α=0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa frekueensi merokok dalam rumah berhubungan dengan kejadian ISPA

pada balita.

Seorang perokok akan sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok di

setiap tempat, termasuk di dalam rumah. Seringnya kepala keluarga merokok di

dalam rumah akan meningkatkan jumlah racun dari asap rokok di dalam rumah.

Akibatnya, anggota keluarga lainnya yang menjadi perokok pasif akan semakin

(35)

Hasil analisis hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada balita

didapat nilai p=0,825 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan

bahwa jenis rokok tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita.

Jenis rokok terbagi 2 yaitu kretek dan filter. Setiap rokok baik filter

maupun kretek mengandung zat-zat beracun berbahaya terrhadap kesehatan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jenis rokok tidak memiliki pengaruh bermakna

dengan kejadian ISPA. Ini berarti bahwa apapun jenis rokok yang dikonsumsi

akan tetap mengakibatkan ISPA pada balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Raja (2014), yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara rokok dengan kejadian ISPA pada balita.

Hal yang sama disampaikan oleh Desi (2015) yang menyatakan ada hubungan

(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kondisi fisik rumah di Desa Pintubatu yang tidak memenuhi syarat kesehatan

yaitu, ventilasi 63,6%, lantai 9,1%, pencahayaan 59,1%, langit-langit 22,7%,

kelembaban 56,1%, dinding 25,8%), dan kepadatan hunian18,2%. Balita yang

terkena ISPA adalah sebanyak 62,1%.

2. Ada hubungan antara ventilasi, pencahayaan dan kelembaban dengan kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu,

Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.

3. Tidak ada hubungan antara lantai, langit-langit, dinding, dan kepadatan hunian

dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa

Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.

4. Ada hubungan antara keluarga perokok, merokok di dalam rumah, dan

frekuensi merokok di dalam rumah dengan dengan kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen,

Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.

5. Tidak ada hubungan antara jenis rokok dengan dengan kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen,

(37)

6.2. Saran

1. Bagi masyarakat

a. Masyarakat sebaiknya memperhatikan kondisi ventilasi rumah, agar

sirkulasi udara lancar, cahaya matahari masuk ke dalam rumah dan suhu

ruangan terjaga.

b. Masyarakat sebaiknya menjaga kebersihan rumah, seperti menyapu rumah,

membersihkan dinding dan langit-langit rumah dari debu agar tidak menjadi

tempat berkembangbiakan kuman dan bakteri.

c. Masyarakat menghentikan kebiasaan merokok, dan merokok di dalam

rumah agar anggota keluarga lainnya tidak menjadi perokok pasif.

2. Bagi Puskesmas Silaen

Puskesmas berperan aktif memberikan penyuluhan tentang syarat rumah sehat

dan bahaya asap rokok kepada seluruh masyarata, agar terhindar dari penyakit

ISPA pada balita.

3. Bagi peneliti lain

Untuk peneliti lain agar dapat melakukan penelitian dengan menambahkan

variabel pengukuran debu dan status gizi dan pengaruhnya terhadap kejadian

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua puluh satu bulan April tahun Dua ribu enam belas, Kami Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan

Paket Pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan sebagaimana yang tercantum

[r]

telah diadakan Rapat Penjelasan Pekerjaan (aanwijzing) dengan e-procurement Pemilihan Penyedia Barang/Jasa untuk Pekerjaan Renovasi Ruang Bidang Mutasi, Ruang Sriwijaya

H.A Bastari Seberang Ulu I - Palembang, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Kantor / Pokja ULP Regional VII BKN Palembang Tahun Anggaran 2016, telah diadakan rapat evaluasi penawaran

PEKERJAAN RENOVASI RUANG BIDANG MUTASI, RUANG SRIWIJAYA II DAN GEDUNG ARSIP KANTOR REGIONAL VII BKN PALEMBANG (LELANG ULANG).. SYARAT TEKNIS

Pokja ULP Pengadaan pada Satker Direktorat Advokasi dan KIE akan melaksanakan Pelelangan Sederhana/Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa

Sehubungan dengan Pemilihan LangsungPekerjaan Pengadaan dan instalasi Hydran Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami mengundang saudara untuk mengikuti rapat