BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan
paparan dengan melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat
tertentu.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen,
Kabupaten Toba Samosir. Lokasi ini menjadi pilihan dikarenakan oleh :
1. Terdapat kasus ISPA pada balita di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen,
Kabupaten Toba Samosir.
2. Kondisi fisik rumah di desa ini masih banyak yang belum memenuhi syarat
kesehatan.
3. Tingginya tingkat perokok yang ada di desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen.
3.3. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari bulan April 2016 sampai Mei 2016 di
Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen.
3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua anak usia 12-59 bulan yang
berdomisili di Desa Pintu Batu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir yaitu
3.4.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi ( total sampling), yaitu
66 balita.
3.5. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
2. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi fisik rumah meliputi
ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit, kelembaban, jenis dingding
rumah, kepadatan hunian dan keluarga perokok.
3. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner, pedoman
observasi, formulir isian pengukuran, rollmeter, luxmeter, hygrometer, dan alat
tulis.
3.7. Metode Pengumpulan Data 1. Sumber data.
a. Data primer
Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada
responden dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi,
kuesioner dan pengukuran dilakukan pada kondisi fisik rumah.
Pengukuran dilakukan secara langsung oleh peneliti pada setiap rumah
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari puskesmas Silaen dan Bidan Desa Pintu batu
yaitu data mengenai penyakit ISPA pada usia balita, data dari kepala desa,
meliputi gambaran umum lokasi penelitian, dan studi kepustakaan.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan
pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu yang memiliki
balita dengan menggunankan pedoman wawancara, observasi, kuesioner dan
pengukuran mengenai kondisi fisik rumah dilakukan dengan menggunakan
peralatan untuk mengukur luas ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, langit-langit,
kelembaban, jenis dingding rumah, dan kepadatan hunian.
3.8. Definisi Operasional 1. Variabel Terikat
a. Balita adalah anak yang berada pada golongan umur 12-59 bulan.
b. Kejadian ISPA adalah Balita yang mengalami ISPA yang tercatat di data
Puskesmas Silaen.
2. Variabel Bebas
a. Kondisi fisik rumah adalah suatu kondisi rumah yang mempunyai struktur
fisik dimana orang menggunakannya sebagai tempat belindung yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia, kondisi fisik rumah tersebut
antara lain lantai rumah, dinding, atap rumah, ventilasi, suhu, kelembapan
berdasarkan Kepmenkes 829/SK/VII/1999 tentang kesehatan perumahan
b. Ventilasi adalah lubang angin untuk proses pergantian udara ke dalam dan
mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah
maupun buatan.
c. Jenis lantai Lantai rumah adalah bagaian bawah (alas, dasar) suatu ruangan
atau bangunan.
d. Pencahayaaan alami adalah penerangan rumah secara alami oleh sinar
matahari.
e. Langit-langit rumah merupakan daerah pembatas antara atap dan ruangan.
f. Kelembaban adalah kandungan uap air yang dapat dipengaruhi oleh
sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam rumah.
g. Dinding rumah adalah salah satu elemen vertikal/tegak bangunan dan
berfungsi sebagai penutup atau pembatas ruangan.
h. Kepadatan hunian minimal 8m2 untuk 2 orang anggota keluarga dan tidak
boleh lebih.
i. Keluarga perokok adalah suatu rutinitas mengkonsumsi rokok yang sering
dilakukan penghuni rumah, terdiri dari :
1. Perokok
2. Tidak perokok
3. Jumlah perokok di dalam rumah
3.9. Aspek Pengukuran Variabel bebas
a) Ventilasi
Dengan kategori :
1. Memenuhi Syarat (≥10% dari luas lantai)
2. Tidak Memenuhi Syarat (<10% atau >15% dari luas lantai)
b) Lantai
Alat ukur : lembar observasi
Dengan kategori :
1. Memenuhi Syarat : kedap air dan tidak lembab (diplester/semen, keramik
dan ubin).
2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (tanah, papan/kayu)
c) Pencahayaan alami
Alat ukur : lux meter
Dengan kategori :
1. Memenuhi Syarat (60-120 lux)
2. Tidak Memenuhi Syarat (<60 lux atau >120 lux)
Tata cara pengukuran :
1. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dan tutup sensor dibuka.
2. Bawa alat ke tempat pengukuran.
3. Tunggu beberapa saat sampai hasil pengukuran pada layar monitor stabil.
4. Catat hasil pengukuran yang tampak pada layar monitor.
5. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.
d) Langit-langit
Alat ukur : lembar observasi
1. Memenuhi Syarat : ada langit-langit, rapat
2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak rapat, tidak ada langit-langit
e) Kelembaban
Alat ukur : hygrometer
Dengan kategori :
1. Memenuhi Syarat (40-70%)
2. Tidak Memenuhi Syarat (<40% atau >70%)
Tata cara pengukuran :
1. Hidupkan hygrometer
2. Bawa alat kedalam ruangan yang akan diukur kelembabannya.
3. Tunggu hasil pengukuran pada display monitor.
4. Catat hasil pengukuran yang tertera pada monitor.
f) Dinding
Alat ukur : lembar observasi
Dengan kategori :
1. Memenuhi Syarat : kedap air (tembok/diplester, batu)
2. Tidak Memenuhi Syarat : tidak kedap air (bambu, tepas, papan/kayu)
g) Kepadatan Hunian
Alat ukur : meteran
Dengan kategori :
1. Memenuhi syarat jika ≥ 8 m2 untuk 2 orang.
3. Variabel terikat
Kejadian ISPA pada Balita
3.11. Pengolahan Data
Menurut Anwar (2002), kegiatan dalam proses pengolahan data
meliputi entry, editing, coding, dan tabulating data.
1. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
2. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kesinambungan data, kejelasan makna
jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
a Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data.
b Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
gunamemudahkan analisis data.
3.12. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan bantuan
komputer. Analisis data meliputi :
1. Analisis univariat
Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk menggambarkan
distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas (independen), variabel
terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variable bebas dan
variable terikat dengan menggunakan uji statistic chi square (x2), untuk
variable terikat.
Menurut Azwar (2002), dasar pengambilan keputusan penerimaan
hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% :
a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima berarti tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan dependen.
b. Jika nilai sig p ≤ 0,05 ditolak berarti maka ada hubungan hipotesis antara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Pintu Batu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Desa Pintu Batu
Memiliki luas wilayah ± 2900 Ha, dengan batas-batas desa sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumban Dolok
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Parsambilan
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pardomuan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan sigumpar
Berdasarkan data penduduk tahun 2015, jumlah penduduk Desa Pintubatu
adalah 1091 jiwa, dengan rincian sebagai berikur :
1. 0-11 bulan berjumlah 14 jiwa
2. 12-59 bulan berjumlah 66 jiwa
3. 5-14 tahun berjumlah 275 jiwa
4. 14-44 tahun berjumlah 375 jiwa
5. 45-59 tahun berjumlah 220 jiwa
6. Diatas 60 tahun berjumlah 141 jiwa
Masyarakat di Desa Pintubatu sebagian besar bermata pencaharian sebagai
petani padi. Mayoritas rumah warga desa ini adalah semi permanen.
4.2.Analisi Univariat
Analisis Univariat ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi yang meliputi karakteristik responden, karakteristik balita, kondisi fisik
4.2.1. Karakteristik Responden
Gambaran karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada
table 4.1. dibawah ini.
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di Desa kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No Karakteristik Responden
Jumlah
Responden %
1 Tingkat Pendidikan a. Sarjana
2 Jenis Pekerjaan a. PNS
Berdasarkan tabel 4.1. di atas diperoleh bahwa jumlah responden menurut
tingkat pendidikan di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah SLTA,
yaitu sebanyak 41 orang(62,1%) dan yang paling kecil adalah SMP yaitu
sebanyak 7 orang (10,6%). Sementara jumlah responden menurut pekerjaan di
orang(65,2%) dan yang paling kecil adalah wiraswasta yaitu sebanyak 5 orang
(7,6%).
4.2.2. Karakteristik Balita
Gambaran karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat
pada table 4.3. dibawah ini.
Tabel 4.2. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur di DesaPintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten
Toba Samosir Tahun 2016. No Karakteristik
Berdasarkan table 4.2. diatas dapat diketahui bahwa karakteristik balita
berdasarkan jenis kelamin,persentase paling besar adalah jenis kelamin
perempuan yaitu 38 orang (57,6%), dan persentase terkecil adalah jenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 28 orang (42,4%). Sementara karakteristik balita
berdasarkan umur, persentase paling besar adalah balita umur 36-59 bulan, yaitu
4.2.3. Kondisi Fisik Rumah
Gambaran distribusi frekuensi kondisi fisik rumah responden di Desa
Pintubatu dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No Kondisi Fisik Rumah Jumlah %
1 Ventilasi
a. Memenuhi syarat (≥ 10-15% luas lantai) b. Tidak memenuhi syarat (<10% luas lantai
dan >15% luas lantai)
24
a. Memenuhi syarat (ubin, keramik) b. Tidak memenuhi syarat (papan, tanah)
60
b. Tidak memenuhi syarat (<60 lux atau >120 lux
a. Memenuhi syarat (triplek)
b. Tidak memenuhi syarat (tidak ada/asbes)
51
a. Memenuhi syarat (40-70%)
b. Tidak memenuhi syarat (<40% atau >70%)
29
a. Memenuhi syarat (tembok/triplek) b. Tidak memenuhi syarat (papan/bambu)
49 17
Total 66 100 7 Kepadatan Hunian
a. Memenuhi syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang) b. Tidak memenuhi syarat (< 8m2 untuk 2
orang )
54 12
81,8 18,2
Total 66 100
Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jumlah ventilasi rumah
responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah tidak memenuhi
syarat dengan hasil ukur <10% luas lantai dan >15% luas lantai, yaitu sebanyak
42 rumah (63,6%). Jumlah lantai rumah responden di Desa Pintubatu, persentase
paling besar memenuhi syarat yaitu sebanyak 60 rumah (90,1%). Pencahayaan
rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak memenuhi
syarat (<60 lux atau >120 lux) yaitu sebanyak 39 rumah (59,1%). Langit-langit
rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat
(memiliki langit-langit dan terbuat dari triplek) yaitu sebanyak 51 rumah (77,3%).
Kelembaban rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar tidak
memenuhi syarat (<40% atau >70%) yaitu sebanyak 37 rumah (56,1%). Dinding
rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi syarat
(terbuat dari tembok/triplek) yaitu sebanyak 49 rumah (74,2%). Kepadatan
hunian rumah responden di Desa Pintubatu, persentase paling besar memenuhi
syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang) yaitu sebanyak 54 rumah (81,8%).
4.2.4. Keluarga Perokok
Analisi univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi
dalam rumah, frekuensi merokok didalam rumah, dan jenis rokok. Distribusi
variabel keluarga perokok dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Keluarga Perokok di Desa Pintubatu Tahun 2016.
No Variabel Rokok Jumlah %
1 Keluarga Perokok a. Ya
paling banyak dikonsusmsi adalah rokok jenis krekek yaitu sebanyak 28 orang
perokok (59,6%).
4.2.5. Kejadian ISPA pada Balita
Gambaran kejadian kejadian ISPA pada balita di Desa Pintubatu dapat
dilihat pada tabel 4.5. berikut ini.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No Kejadian ISPA Jumlah %
1 2
ISPA Tidak ISPA
41 25
62,1 37,9
Total 66 100
Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa kejadian ISPA pada
balita di Desa Pintubatu, persentase paling besar adalah balita menderita ISPA
yaitu sebanyak 41 orang (62,1%).
4.3. Analisi Bivariat
Analisi ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti
dengan kejadian ISPA pada balita. Uji statistik yang digunakan pada analisi ini
adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=5%). Berdasarkan uji
statistik yang dilakukan akan diperoleh nilai P. untuk nilai p <0,05, dapat
dikatakan terdapat sebuah hubungan yang memiliki makna antara variabel yang
diteliti dengan variabel kejadial ISPA pada balita.
Hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.6. berikut ini.
Tabel 4.6. Hasil Analisis Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel ventilasi dari 24 rumah yang memiliki ventilasi
memenuhi syarat sebanyak 11 orang (45,8%) yang mengalami kejadian ISPA dan
23 orang (54,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 42 rumah
yang ventilasinya tidak memenuhi syarat sebanyak 30 orang (71,4%) mengalami
kejadian ISPA dan 12 orang (28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.
Berdasarkan hasil analisis statistik Chi Square diperoleh nilai p = 0,039, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
ada hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA.
Hubungan lantai rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.7. berikut ini
Tabel 4.7. Hasil Analisis Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel Lantai dari 60 rumah yang memiliki ventilasi memenuhi
syarat sebanyak 37 orang (61,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan 23 orang
(38,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 6 rumah yang
lantainya tidak memenuhi syarat sebanyak 4 orang (66,7%) mengalami kejadian
ISPA dan 2 orang (33,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan
hasil uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p = 1,0 dan jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
4.3.3. Hubungan Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan Pecahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini.
Tabel 4.8. Hasil Analisis Pencahayaan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel pencahayaan dari 27 rumah yang memiliki pencahayaan
memenuhi syarat sebanyak 12 orang (44,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan
15 orang (55,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 39 rumah
yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat sebanyak 29 orang (74,4%)
mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (25,6%) yang tidak mengalami kejadian
ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,014, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
4.3.4. Hubungan Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini.
Tabel 4.9. Hasil Analisis Langit-Langit Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
didapatkan dari variabel langit-langit dari 51 rumah yang memiliki langit-langit
memenuhi syarat sebanyak 33 orang (64,7%) yang mengalami kejadian ISPA dan
18 orang (35,3%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 15 rumah
yang langit-langitnya tidak memenuhi syarat sebanyak 8 orang (53,3%)
mengalami kejadian ISPA dan 7 orang (46,7%) yang tidak mengalami kejadian
ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,425, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
4.3.5. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan Kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10. Hasil Analisis Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel kelembaban dari 29 rumah yang memiliki kelembaban
memenuhi syarat sebanyak 14 orang (48,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan
15 orang (51,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 37 rumah
yang kelembabannya tidak memenuhi syarat sebanyak 27 orang (73%)
mengalami kejadian ISPA dan 10 orang (27%) yang tidak mengalami kejadian
ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,04, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
4.3.6. Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan dinding rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.11. berikut ini.
Tabel 4.11. Hasil Analisis Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel dinding dari 49 rumah yang memiliki dinding memenuhi
syarat sebanyak 28 orang (57,1%) yang mengalami kejadian ISPA dan 21 orang
(42,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 rumah yang
dindingnya tidak memenuhi syarat sebanyak 13 orang (76,5%) mengalami
kejadian ISPA dan 8 orang (23,5%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.
Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,157, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
4.3.7. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut ini
Tabel 4.12. Hasil Analisis Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No Kepadatan
Berdasarkan tabel 4.12. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel kepadatan hunian dari 54 rumah yang memiliki
kepadatan hunian memenuhi syarat sebanyak 35 orang (64,8%) yang mengalami
kejadian ISPA dan 19 orang (35,2%) yang tidak mengalami kejadian ISPA,
sedangkan dari 12 rumah yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat
sebanyak 6 orang (50%) mengalami kejadian ISPA dan 6 orang (50%) yang tidak
mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik Fisher’s Exact Test
diperoleh nilai p = 0,348, jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05)
maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara dinding
4.3.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan keluarga perokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut ini.
Tabel 4.13. Hasil Analisis Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.13. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel keluarga perokok dari 47 yang merupakan keluarga
perokok sebanyak 33 orang (70,2%) yang mengalami kejadian ISPA dan 14 orang
(29,8%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang tidak
keluarga perokok sebanyak 8 orang (42,1%) mengalami kejadian ISPA dan 11
orang (57,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil analisis
statistik chi square diperoleh nilai p = 0,033, jika dibandingkan dengan derajat
kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan bermakna
antara keluarga perokok dengan kejadian ISPA.
Hubungan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut ini.
Tabel 4.14. Hasil Analisis Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No Merokok dalam
Berdasarkan tabel 4.14. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel merokok di dalam rumah dari 30 yang merokok di dalam
rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian ISPA dan 5 orang
(19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 17 yang tidak
merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami kejadian ISPA
dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan hasil
analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa ada hubungan
bermakna antara merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA.
4.3.8.2. Hubungan Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada
Tabel 4.15. Hasil Analisis Frekuensi Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
No
Berdasarkan tabel 4.15. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel frekuensi merokok di dalam rumah dari 30 yang sering
merokok di dalam rumah sebanyak 25 orang (83,3%) yang mengalami kejadian
ISPA dan 5 orang (19,7%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari
17 yang jarang merokok di dalam rumah sebanyak 8 orang (47,1%) mengalami
kejadian ISPA dan 9 orang (52,9%) yang tidak mengalami kejadian ISPA.
Berdasarkan hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,009, jika
dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa
ada hubungan bermakna antara sering merokok di dalam rumah dengan kejadian
ISPA.
4.3.8.3. Hubungan Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada penelitian ini dapat
Tabel 4.16. Hasil Analisis Jenis Rokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pintubatu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 4.16. dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang
didapatkan dari variabel jenis rokok dari 28 yang mengkonsumsi rokok jenis
kretek sebanyak 20 orang (71,4%) yang mengalami kejadian ISPA dan 8 orang
(28,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 19 yang
mengkonsumsi rokok jenis filter sebanyak 13 orang (68,4%) mengalami kejadian
ISPA dan 6 orang (31,6%) yang tidak mengalami kejadian ISPA. Berdasarkan
hasil analisis statistik chi square diperoleh nilai p = 0,825, jika dibandingkan
dengan derajat kemaknaan (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan uji Chi Square didapatkan
nilai p = 0,039 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat diketahui bahwa ada
hubungan bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada pada balita di
Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir.
Responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki ventilasi rumah
yang tidak memenuhi syarat. Hal Ini terlihat dari data hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa 63,6% rumah di Desa Pintubatu tidak memenuhi syarat.
Iklim yang cukup dingin di daerah ini membuat masyarakat memilih membuat
ventilasi rumah yang tidak lebar. selain ventilasi yang tidak memenuhi syarat,
warga di desa ini jarang membuka jendela rumah karena cuaca yang dingin,
akibatnya pertukaran udara di dalam rumah tidak lancar. Hal ini tentu dapat
mengakibatkan ISPA pada penghuni rumah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA di Desa
Tanjung mulia.
Ventilasi mempunyai fungsi, yaitu menjaga aliran udara di dalam rumah
tetap segar dan membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri. Ventilasi yang
tidak memenuhi syarat akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik,
5.2. Hubungan Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian dengan Chi Square didapat nilai p=0,59 lebih
besar dari nilai(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini
memenuhi syarat.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilik lantai yang
memenuhi syarat yaitu terbuat dari keramik dan semen yang diplester. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan 90,1% lantai rumah di desa ini
memenuhi syarat. Pada penelitian di lapangan peneliti menemukan beberapa
rumah yang lantainya pecah-pecah, lembab dan berdebu, akan tetapi tidak
memberikan perbedaan berarti pada analisis data yang dilakukan. Sehingga
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Pintubatu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suryatno (2003), yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA
pada balita.
Penelitian yang dilakukan Putri (2013) menemukan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian ISPA pada balita bukanlah pada jenis lantainya, namun
dari kebersihan lantai rumah dan tergantung pada debu yang menempel pada
5.3. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Berdasarkan hasil analisi penelitian dengan uji Chi Square didapatkan
nilai p=0,014 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pencahayaan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden dalam
penelitian ini memiliki pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat yaitu
<60 Lux. Sementara pencahayaan yang memenuhi syarat adalah ≥ 60-120 Lux.
Pencahayaan dalam rumah tentu berhubungan dengan ventilasi rumah.
Ventilasi yang terlalu kecil akan menghambat masuknya cahaya ke dalam rumah,
sebaliknya jika terlalu lebar akan mengakibatkan cahaya masuk berlebihan ke
dalam rumah. Di desa Pintubatu banyak ventilasi rumah yang tidak memenuhi
syarat yaitu terlalu kecil dibandingkan luas lantai rumah, sehingga pencahayaan
didalam rumah terhambat. Selain ventilasi yang sebagian besar tidak memenuhi
syarat, rumah rumah warga banyak dikelilingi pohon-pohon rindang dan jaraknya
terlalu dekat dengan rumah sehingga menghambat masuknya cahaya matahari
kedalam rumah. Kesimpulan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian
Oktaviani (2009), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan
dengan kejadian ISPA.
Cahaya berperan sebagai pembunuh kuman dan bakteri. Cahaya juga
bermanfaat untuk kesehatan seperti mematikan kuman dan sinar ultraviolet untuk
dalam rumah adalah terhalang atau tidaknya cahaya matahari ke dalam ruangan
(Azwar 2007).
5.4. Hubungan Langit-langit dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai
p=0,547 lebih besar dari nilai (α=0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara langit-langit dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena hasil penelitian menunjukkan 77,3% rumah di Desa ini memiliki
langit-langit rumah yang memenuhi syarat.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memilki langit-langit
rumah yang memenuhi syarat dan terbuat dari triplek. Namun, ada juga beberapa
rumah yang langit-langitnya terlihat lembab karena rembesan hujan dan ada yang
sudah rusak. Akan tetapi, beberapa rumah yang langit-langitnya lembab dan rusak
ini tidak memberikan perbedaan bermakna terhadap kejadian ISPA pada balita di
Desa ini.
Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
Namun pada penelitian tersebut ditemukan bahwa rumah yang tidak memiliki
langit-langit dapat mempermudah debu masuk melalui atap rumah.
Langit-langit dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni rumah. Selain
menahan rembesan air hujan, langit-langit dapat menahan panas matahari yang
5.5. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Berdasarkan hasil penelitian dengan Uji Chi Square didapatkan nilai
p=0,04 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena hasil penelitian menunjukkan 56,1% rumah di Desa ini memiliki
kelembaban yang tidak memenuhi syarat.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kelembaban yang
tidak memenuhi syarat yaitu, <40% atau >70. Cuaca yang dingin di Desa
Pintubatu merupakan salah satu faktor penyebab kelembaban di Desa ini cukup
tinggi. kelembaban bertimbal balik dengan suhu, semakin rendah suhu maka
semakin tinggi kelembaban dan sebaliknya. Selain itu, mayoritas rumah yang
memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat serta pohon-pohon yang mengelilingi
rumah menjadi penghalang masuk cahaya matahari, sehingga kelembaban
ruangan pun semakin tinggi dikarenakan cahaya matahari yang sangat minim
masuk ke dalam rumah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Farid, M (2001), yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada
balita.
Rumah yang lembab merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, spiroket, ricketsia, dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara
5.6. Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai
p=0,157 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena mayoritas rumah di Desa ini memiliki dinding rumah yang sudah
memenuhi syarat.
74,2% rumah di Desa Pintubatu memiliki dinding rumah yang memenuhi
syarat. Rumah-rumah ini memiliki dinding yang terbuat dari tembok. Akan tetapi,
ada juga beberapa rumah warga yang memilikik dinding rumah yang tidak
memenuhi syarat yaitu dinding rumah yang terbuat dari papan/ anyaman bambu.
Namun beberapa rumah yang memiliki dinding yang tidak memenuhi syarat ini
tidak memberikan perbedaan bermakna trehadap kejadian ISPA pada balita di
Desa Pintubatu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015), yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian
ISPA.
Hal yang sama disampaikan oleh raja (2014) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
5.7. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita.
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai
p=0,339 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena 81,8% rumah di Desa Pintubatu memiliki kepadatan hunian yang
memenuhi syarat.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki kepadatan hunian
yang memenuhi syarat (≥ 8m2 untuk 2 orang). Kepadatan hunian yang memenuhi
syarat menurut Kemenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah luas kamar
minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan untuk dihuni lebih dari 2 orang dewasa,
kecuali anak dibawah usia 5 tahun). Kepadatan hunian yang memenuhi syarat ini
tentu membuat sirkulasi udara dalam rumah tidak terganggu.
Penularan penyakit berbanding lurus dengan kepadatan hunian suatu
rumah. Dengan kata lain semaikin tinggi tingkat kepadatan hunian suatu rumah
maka penularan penyakit melalui udara akan semakin cepat. Hal ini akan
menyebabkan penyakit saluran pernapasan khususnya yang disebabkan oleh virus
(Achmadi,2008).
Hasil penelelitian ini sejalan dengan penelitian Desi (2015) yang
menyakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian
ISPA pada balita.
Hal berbeda disampaikan oleh Maryani (2012), yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA.
5.8. Hubungan Keluarga Perokok dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan nilai
p=0,033 lebih kecil dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada
Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen, kabupaten toba Samosir. Hal ini dapat terjadi
karena mayoritas balita yang terkena ISPA adalah berasal dari keluarga perokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah
keluarga perokok. Hal ini terlihat dari data hasil penelitian yang menunjukkan
71,2% responden adalah keluarga perokok.
Hasil analisis hubungan antara merokok dalam rumah dengan kejadian
ISPA menggunakan Chi Square didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai
(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara
merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
Kebiasaan merokok di dalam rumah sangat berpengaruh terhadap
kesehatan pernapasan, terutama balita yang menjadi perokok pasif. Perokok pasif
akan menghirup asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru dan penyakit
lainnya karena asap rokok mengandung bahan bahan kimia berbahaya. Hasil
analisis hubungan frekuensi merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada
balita didapat nilai p=0,009 lebih kecil dari nilai α=0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa frekueensi merokok dalam rumah berhubungan dengan kejadian ISPA
pada balita.
Seorang perokok akan sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok di
setiap tempat, termasuk di dalam rumah. Seringnya kepala keluarga merokok di
dalam rumah akan meningkatkan jumlah racun dari asap rokok di dalam rumah.
Akibatnya, anggota keluarga lainnya yang menjadi perokok pasif akan semakin
Hasil analisis hubungan jenis rokok dengan kejadian ISPA pada balita
didapat nilai p=0,825 lebih besar dari nilai (α=0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa jenis rokok tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita.
Jenis rokok terbagi 2 yaitu kretek dan filter. Setiap rokok baik filter
maupun kretek mengandung zat-zat beracun berbahaya terrhadap kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis rokok tidak memiliki pengaruh bermakna
dengan kejadian ISPA. Ini berarti bahwa apapun jenis rokok yang dikonsumsi
akan tetap mengakibatkan ISPA pada balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Raja (2014), yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara rokok dengan kejadian ISPA pada balita.
Hal yang sama disampaikan oleh Desi (2015) yang menyatakan ada hubungan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Kondisi fisik rumah di Desa Pintubatu yang tidak memenuhi syarat kesehatan
yaitu, ventilasi 63,6%, lantai 9,1%, pencahayaan 59,1%, langit-langit 22,7%,
kelembaban 56,1%, dinding 25,8%), dan kepadatan hunian18,2%. Balita yang
terkena ISPA adalah sebanyak 62,1%.
2. Ada hubungan antara ventilasi, pencahayaan dan kelembaban dengan kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu,
Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.
3. Tidak ada hubungan antara lantai, langit-langit, dinding, dan kepadatan hunian
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa
Pintubatu, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.
4. Ada hubungan antara keluarga perokok, merokok di dalam rumah, dan
frekuensi merokok di dalam rumah dengan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen,
Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2016.
5. Tidak ada hubungan antara jenis rokok dengan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Pintubatu, Kecamatan Silaen,
6.2. Saran
1. Bagi masyarakat
a. Masyarakat sebaiknya memperhatikan kondisi ventilasi rumah, agar
sirkulasi udara lancar, cahaya matahari masuk ke dalam rumah dan suhu
ruangan terjaga.
b. Masyarakat sebaiknya menjaga kebersihan rumah, seperti menyapu rumah,
membersihkan dinding dan langit-langit rumah dari debu agar tidak menjadi
tempat berkembangbiakan kuman dan bakteri.
c. Masyarakat menghentikan kebiasaan merokok, dan merokok di dalam
rumah agar anggota keluarga lainnya tidak menjadi perokok pasif.
2. Bagi Puskesmas Silaen
Puskesmas berperan aktif memberikan penyuluhan tentang syarat rumah sehat
dan bahaya asap rokok kepada seluruh masyarata, agar terhindar dari penyakit
ISPA pada balita.
3. Bagi peneliti lain
Untuk peneliti lain agar dapat melakukan penelitian dengan menambahkan
variabel pengukuran debu dan status gizi dan pengaruhnya terhadap kejadian