• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effects of Snack Types Intervention Towards the Short Term Memory Capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Effects of Snack Types Intervention Towards the Short Term Memory Capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

MARIA KRISTINA OHOIWUTUN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukandalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasiyang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

Maria Kristina Ohoiwutun

(3)

Towards the Short Term Memory Capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta.Under direction of IKEU TANZIHA and DADANG SUKANDAR.

The objective of this study is to analyze the effects of snack types intervention towards the short term memory capacity of Elementary Students at SDN 1 Pasanggrahan, Tegalwaru sub Distric, Purwakarta Distric. The research used experimental design with 24 students as experimental unit. Data collected are primary and secundary data namely: anemia status, health status, and short term memory. Covariant analysis was used to analyze effect of snack types towards short term memory. The results showed that most of students have good short term memory. There are no sgnificant differennce nutritional status, anemia status, among snack types group. Types of snack consumed had significant effect on short term memory capacity (p<0.05). The nugget fish snack had contributed the highest increase on short term memory capacity based on end-words method, which was quantified at 99.519 points.

(4)

RINGKASAN

MARIA KRISTINA OHOIWUTUN. Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta.Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan DADANG SUKANDAR.

Pada masyarakat dengan status ekonomi rendah apalagi di daerah terpencil, banyak anak sekolah menderita gizi kurang. Oleh karena itu pemberian kudapan pada anak sekolah merupakan kegiatan penting bagi peningkatan status gizi, status kesehatan dan kognitif, yang berdampak pada meningkatnya prestasi anak. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pemberian jenis kudapanterhadap daya ingat sesaat siswa SDN 1 Pasanggrahan di Kabupaten Purwakarta. Adapun tujuan khususnya adalah 1) formulasi kelompok jenis kudapan yang tinggi protein hewani dan nabati dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gr protein; 2) menganalisis asupan zat gizi, sarapan, jajan, status gizi,status anemia,dan status kesehatan pada kelompok jenis kudapan; 3) menganalisis hubungan asupan zat gizi,sarapan, jajan, status kesehatan,status gizi,dan status anemia dengan daya ingat sesaat siswa; dan 4) menganalisis pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang dibiayai oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nurani Dunia. Disain penelitian adalah eksperimen. Penelitian berlokasi di SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta, Kecamatan Tegal Waru, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012.Unit percobaan yang dipakai adalah siswa kelas 5 yang berjumlah 24 siswa.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan alat bantu kuisioner, pengukuran antropometri, pengukuran kadar hemoglobin dengan hemocue, dan pengukuran langsung daya ingat sesaat (DIS). Data sekunder diperoleh dari pihak sekolah. Data primer meliputi status gizi siswa (IMT/U), status anemia (kadar Hb), kesehatan, asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin B12, vitamin C, dan besi), kebiasaan sarapan dan jajan serta daya ingat sesaat siswa.Uji beda rata-rata digunakan untuk menganalisis perbedaan rata-rata skor daya ingat sesaat dari awal dan akhir. Uji Anova untuk melihat perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, status gizi, status anemia dan status kesehatan pada setiap kelompok jenis kudapan.Uji Korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan asupan zat gizi, status gizi, status anemia, status kesehatan, sarapan dan jajan dengan daya ingat sesaat. Analisis kovarian (ANCOVA) dan uji Duncan digunakan untuk melihat pengaruh pemberian jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bahan baku dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gram protein tertinggi diperoleh pada jenis kudapan nugget ikan yaitu sebesar 45.1%

(5)

kudapan.

Sebagian besar siswa masuk pada kategori daya ingat baik. Rata-rata skor daya ingat sesaat siswa untuk kata awal, kata akhir masing-masing berkisar antara 3-6, sedangkan skor daya ingat sesaat untuk huruf awal dan huruf akhir masing-masing berkisar antara 22-39 dan 29-39.Terjadi penurunan DIS kata sebesar 0.05 point, dan terjadi peningkatan DIS huruf sebesar 2.67 point.

Terdapat hubungan signifikan antara asupan protein terhadap huruf awal (p>0.1), vitamin A terhadap kata awal dan huruf akhir (p<0.1), dan vitamin B12 terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status anemia terhadap kata awal maupun kata akhir dan status kesehatan terhadap huruf akhir (p<0.05). Terdapat hubungan signifikan antara status kesehatan dengan daya ingat terhadap huruf akhir (p<0.05), dan terdapat hubungan signifikan antara jajan dengan daya ingat sesaat terhadap kata awal ( p<0.05).

Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat kata akhir (p<0.05). Kudapan nugget ikan (B), putri noong+susu kedele (E), biskuit ikan+martabak tahu (A), panada ikan (C), dan getuk singkong+telur rebus (D) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Kudapan nugget ikan B) dan putri noong+susu kedele (E) memiliki penambahan daya ingat terhadap kata akhir tertinggi dan relatif sama, yaitu sebesar 93.750 poin dan 93.750 point.

Jenis kudapan signifikan berpengaruh terhadap daya ingat huruf akhir. Kudapan nugget ikan (B), biskuit ikan+martabak tahu (A), getuk singkong+telur rebus (D), dan putri noong+susu kedele (E) saling signifikan berbeda dengan kudapan bubur sumsum+tempe goreng (F). Jenis kudapan nugget ikan (B) memiliki penambahan daya ingat terhadap huruf akhir tertinggi yaitu sebesar 99.519 point.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

MARIA KRISTINA OHOIWUTUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta. Nama Mahasiswa : Maria Kristina Ohoiwutun

NRP : I151100021

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Ketua

Prof.Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

drh. M. Rizal. M. Damanik, MRepSc, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pemberian Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta” ini berhasil diselesaikan.Tesis ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

semua.

Bogor, Nopember 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Langgur Kabupaten Maluku Tenggara, pada tanggal 23 Mei 1978 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Paulus Ohoiwutun dan Ibu Agustina Ohoira. Masa pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kota Langgur. Pendidikan dasar diperoleh pada SD NK Mathias I Tual periode 1984 - 1990 dan dilanjutkan di SMP Budhi Mulia Langgur periode 1990 – 1993.Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 1996 dari SMU Sanata Karya Langgur. Kemudian di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan – Universitas Pattimura Ambon dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada tahun 2003. Pada Tahun 2010 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar Magister Sains (S2) di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB, dengan beasiswa pendidikan BPPS.

(13)

DAFTAR TABEL ... xiv

Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) ... 7

Pangan Hewani Sebagai Sumber Protein Ikan ... 10

Telur ... 11

Susu ... 11

Konsumsi Pangan Hewani ... 12

Pola Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia... 13

Pola Konsumsi ... 14

Sarapan dan Jajan ... 15

Status Kesehatan ... 20

Status Gizi ... 22

Pengukuran dan Penilaian Status Gizi secara Antropometri ... 22

Status Anemia ... 24

Tanda-tanda Anemia ... 26

Akibat Anemia ... 27

Hemoglobin ... 27

Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi ... 28

Daya Ingat ... 30

Pengukuran Daya Ingat ... 33

Hubungan Zat Gizi dan Daya Ingat ... 35

KERANGKA PEMIKIRAN ... 39

BAHAN DAN METODE ... 41

Disain, Waktu dan Tempat Penelitian... 41

Bahan, Alat dan Prosedur Intervensi... 43

Formulasi Beberapa Jenis Kudapan ... 43

Biskuit Ikan dan Marabak Tahu ... 43

Penyelenggaraan Intervensi ... 51

(14)

Peubah Respon ... 54

Pengacakan ... 54

Penentuan Unit Percobaan ... 55

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 55

Validitas dan Kualitas Data... 58

Pengolahan dan Analisis Data... 59

Keterbatasan Penelitian ... 64

Defenisi Opersional ... 64

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

Gambaran Umum Sekolah Dasar ... 67

Formulasi Kelompok Jenis Kudapan ... 68

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Siswa ... 72

Sarapan ... 78

Jajan ... 79

Status Gizi, Status Anemia dan Status Kesehatan ... 80

Status Gizi. ... 80

Status Anemia ... 81

Status Kesehatan ... 82

Keragaan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 82

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi, Sarapan, Jajan, Status Kesehatan, Status Gizi, Status Anemia dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 84

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 84

Sarapan dan Jajan dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 90

Status Kesehatan, Status Anemia dan Status Gizidengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 92

Pengaruh Jenis Kudapan Terhadap Daya Ingat Sesaat Siswa ... 96

SIMPULAN DAN SARAN ... 105

Simpulan ... 105

Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsumsi Pangan Hewani Masyarakat Indonesia Tahun 2008 ... 13

2. Standar Penentuan Kurus dan Berat Badan (BB) Lebih Menurut Nilai Rerata IMT, Umur dan Jenis Kelamin ... 23

3. Batas Normal Kadar Hemoglobin ... 24

4. Aspek, Peubah dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ... 58

5. Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 61

6. Penentuan Variabel Penelitian ... 63

7. Kandungan Energi dan Protein Berbagai Jenis Kudapan ... 69

8. Formulasi Bahan Baku dengan Persentase Berbagai Jenis Kudapan…… 69

9. Rata-Rata, StandarDeviasi, Minimumdan Maksimum Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 73

10. Sebaran Siswa MenurutTingkat Kecucupan Energi dan Zat Gizi pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 76

11. Sebaran Siswa Menurut Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Pada Setiap Kelompok Jenis ... 77

12. Sebaran Siswa Menurut Sarapan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 78

13. Sebaran Siswa Menurut Jajan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 80

14. Sebaran Siswa Menurut Status Gizi Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 81

15. Sebaran Siswa Menurut Status AnemiPada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 81

16. Sebaran Siswa Menurut Status Kesehatan Pada Setiap Kelompok Jenis Kudapan ... 82

17. Rata-Rata, Standar Deviasi, Minimum dan Maksimum Skor Daya Ingat Sesaat Kata Awal, Kata Akhir, Huruf Awal dan HurufAkhir ... 83

18. Sebaran Siswa Menurut Kategori Daya Ingat Sesaat... 84

19.Sebaran Siswa Menurut Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi serta Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf ... 85

20. Analisis Korelasi Antar Variabel Asupan Gizi Dengan Daya Ingat SesaatSiswa ... 89

21. Sebaran Siswa Menurut Kategori Sarapan dan Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf ... 90

(16)

SesaatKata dan Huruf... 93

25. Analisis Korelasi Variabel Status Kesehatan Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 93

26. Sebaran Siswa Menurut Status Gizi dan Kategori Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf... 94

27. Analisis Korelasi Variabel Status Gizi Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa………. 94

28. Sebaran Siswa Menurut Status Anemiadan Kategori Daya Ingat Sesaat Kata dan Huruf... 95

29. Analisis Korelasi Variabel Status Anemia Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa ... 96

30. Sidik Ragam Daya Ingat Akhir Yang Diukur Menurut Kata... 97

31.Nilai Rata-Rata Jenis Kudapan Menurut Kata Akhir... 97

32.Sidik Ragam Daya Ingat Akhir Yang Diukur Menurut Huruf... 99

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sistem Pemrosesan Informasi ... 31

2. Kerangka Penelitian ... 40

3. Prosedur Pembuatan Biskiut Ikan ………. . 44

4. Prosedur Pembuatan Martabak Tahu ……… . 44

5. Prosedur Pembuatan Nugget Ikan ……… ... 45

6. Prosedur Pembuatan Panada Ikan ………. . 46

7. Prosedur Pembuatan Getuk Singkong ……… 47

8. Prosedur Pembuatan Putri Noong ………..……… 48

9. Prosedur Pembuatan Susu Kedele ………..……… 49

10. Prosedur Pembuatan Bubur Sumsum ………..….. 50

(18)

1. Komposisi Bahan Baku Biskuit Ikan dalam 100 Gram ... 122

2. Petunjuk Teknis Pengukuran Daya Ingat Sesaat ... 122

3. Hasil Uji Statistik: Uji Beda Tingkat Kecukupan Zat Gizi Diantara Kelompok Jenis Kudapan ... 125

4. Uji Beda Tingkat Status Gizi Diantara KelompokJenis Kudapan ... 125

5. Uji Beda Tingkat Status Anemia Diantara KelompokJenis Kudapan ... 126

6. Asupan Zat Gizi dan Daya Ingat Sesaat... 126

7. Status Gizi, Status Anemia, Status Kesehatan, Sarapan dan Jajan dengan Daya Ingat Sesaat ... 127

(19)

Latar Belakang

Keberhasilan program kesehatan yang berdampak pada peningkatan usia harapan hidup dan kesadaran orangtua tentang pentingnya pendidikan dasar membawa dampak positif yaitu semakin besarnya proporsi anak yang menempuh pendidikan formal. Akses pendidikan yang semakin baik perlu ditunjang oleh performans kesehatan dan gizi yang cukup sehingga anak-anak usia sekolah dapat memaksimalkan potensi dirinya untuk meraih pencapaian akademik yang maksimal (Khomsan 2012). Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak dini, secara sistematis dan berkesinambungan. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki status gizi yang baik untuk mendukung proses belajar yang optimal. Anak usia sekolah yang memiliki status gizi baik akan memiliki masa depan gemilang (Muhilal & Damayanti 2006). Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan oleh asupan makanan yang tepat secara kualitas dan kuantitas.

Perbaikan gizi masyarakat melalui perbaikan konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman sangat dibutuhkan dalam upaya memenuhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang serta hidup sehat dan produktif. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal2009). Martorell pada tahun 1997 menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar.

(20)

optimal. Di dunia diperkirakan 226 juta anak tumbuh lebih pendek dari yang seharusnya. Konsekwensinya, anak stunted berhubungan positif dengan rendahnya IQ (Olson 1999). Hampir 67 juta anak kurang gizi tidak dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Hal ini akan menyebabkan kurangnya keterampilan dan produktifitas yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara (FAO 2004).

Masalah gizi, pada anak sekolah memerlukan perhatian khusus karena kecukupan gizi anak akan mempengaruhi kecerdasan. Menurut Muhilal (1993), konsumsi pangan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada status gizi. Keadaan gizi anak yang rendah disebabkan oleh konsumsi zat gizi yang diperoleh dari makanan tidak memenuhi kebutuhan gizi anak untuk hidup sehat. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya, anak sekolah memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan ekstrenal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi anak sekolah dan remaja yang masih dalam taraf pertumbuhan. Kebutuhan protein bagi anak sekolah adalah 1.5-2.0 gram per kg berat badan.

(21)

sebagai daya tahan terhadap serangan penyakit tertentu karena protein merupakan komponen pembentuk antibodi.

Berdasarkan data Riskesdas 2010, diperoleh bahwa secara nasional anak yang berusia 7-12 tahun dengan asupan protein di bawah kebutuhan minimal (< 80% AKP) sebanyak 30.6 persen. Bila dilihat per wilayah khususnya provinsi Jawa Barat, anak yang berusia 7-12 tahun yang asupan protein di bawah kebutuhan minimal (< 80% AKP) sebanyak 35.2 persen (Kemenkes 2010).Angka tersebut menunjukkan bahwa kondisi dari provinsi Jawa Barat memiliki nilai yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai nasional.

Sejalan dengan itu laporan dari Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004) dalam Depkes (2004) bahwa angka kecukupan protein rata-rata tingkat konsumsi sebesar 50 gram untuk anak usia 10-12 tahun per hari, sedangkan angka kecukupan rata-rata persediaan sebesar 55 gram per orang per hari, yang berasal dari protein hewani sebesar 15 gram dan protein nabati sebesar 40 gram. Bila anjuran tersebut diterapkan, maka persentase untuk protein hewani yang diharapkan untuk dikonsumsi adalah 15 gram dibagi 55 gram (total ketersediaan protein) dikali dengan 100 persen sama dengan 27.2 persen. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa asupan protein hewani yang dikonsumsi oleh anak per hari setara dengan 30 persen AKP, dan selebihnya berasal dari protein nabati.

(22)

Anak-anak sekolah di negara sedang berkembang umumnya menderita kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, kekurangan Iodium, vitamin A, dan besi. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk belajar seperti anak-anak yang sehat dan gizinya baik. Kajian Haltermen et al. (2001) pada 5398 anak usia 6-16 tahun di USA dilaporkan bahwa nilai matematika lebih rendah pada mereka yang defisit besi (anemia) dibandingkan yang normal. Anak-anak yang defisit besi (anemia) mempunyai resiko 2.3-2.4 kali dibandingkan anak normal, untuk memperoleh nilai matematika dibawah rata-rata.

Kebiasaan sarapan dan jajan diantara waktu belajar berpengaruh positif terhadap daya ingat seseorang. Daya ingat dibagi menjadi dua, yaitu daya ingat jangka pendek (short termmemory) dan daya ingat jangka panjang (long term memory). Kemampuan mengingat jangka pendek atau short term memory (STM) digunakan untuk menyimpan informasi baru, yang selanjutnya disimpan dalam

long term memory (LTM). Short term memory adalah kemampuan intelektual yang berhubungan dengan aspek-aspek kompleks dari keterampilan kognitif (Kathena 1992). Hasil penelitian Benton dan Parker (1998) dalam Kustiyah (2006) menunjukkan bahwa mahasiswa yang tidak sarapan membutuhkan waktu lebih lama dalam mengingat kembali daftar kata daripada mahasiswa yang sarapan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kecepatan mengingat tersebut berkaitan dengan kadar glukosa darah, yang dibutuhkan untuk aktifitas otak.

(23)

karena itu dalam upaya memperbaiki asupan gizi khususnya pada anak sekolah yang terletak di daerah miskin, pada bulan Juli 1996 pemerintah telah mengembangkan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) di desa IDT di luar pulau Jawa dan Bali dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan mendukung program pengentasan kemiskinan (Studdert & Soekirman 1998). Di dalam kegiatan PMT-AS, para murid diberi makanan tambahan berupa jajanan/kudapan di sekolah dengan kandungan energi 300 Kalori dan 7 gram protein. Diharapkan dengan adanya program tersebut terjadi peningkatan asupan gizi siswa yang berdampak pada perbaikan status gizi dan prestasi.

Hasil penelitian Triatma (1999) tehadap 37 anak SDN Karyasari III di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa pemberian kudapan PMT-AS dengan kandungan energi antara 36.7-228.6 kkal dan protein antara 1-2.2 gram, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar glukosa darah anak. Namun demikian, pemberian kudapan tersebut belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap daya ingat anak sekolah dasar satu jam setelah pemberian oleh karena kandungan energi (rata-rata 124 kkal) dan protein (rata-rata 1.5 g) kudapan yang diberikan terlalu rendah. Namun hasil penelitian Kustiyah (2005) menunjukkan bahwa pemberian kudapan berpengaruh positif terhadap daya ingat. Hanya dalam penelitian ini belum diteliti jenis kudapan yang paling tinggi pengaruhnya terhadap daya ingat siswa. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih mendalam tentang dampak pemberianjenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jenis kudapanterhadap daya ingat sesaat siswa SDN 1 Pasanggrahan Purwakarta.

Tujuan Khusus.

Adapun tujuan khusus penelitian adalah:

1. Formulasi kelompok jenis kudapanyang tinggi protein hewani dan tinggi protein nabati dengan kandungan energi 300 kkal dan 7 gram protein.

(24)

3. Menganalisishubungan asupan zat gizi, sarapan, jajan, status kesehatan,status gizi, danstatus anemiadengan daya ingat sesaat siswa.

4. Menganalisis pengaruh jenis kudapan terhadap daya ingat sesaat siswa. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan terhadap jenis kudapan yang sangat dibutuhkan dalam program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah(PMT-AS)yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki status gizi dan kemampuan belajar siswa.

Hipotesis

(25)

Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai kendala dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun, seperti tingginya putus sekolah pada anak SD/MI, yang disebabkan karena masalah kesehatan, gizi, dan ekonomi. Program makanan tambahan untuk anak sekolah di Indonesia dilaksanakan dengan latar belakang bahwa anak merupakan aset sumber daya manusia yang sangat penting guna membangun masa depan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Anak yang bergizi baik akan berkembang menjadi seorang dewasa yang produktif dan adaptif, mampu bersaing dan hidup mandiri dalam kebersamaan (Syarief 1997). Untuk jangka panjang, perbaikan gizi bagi anak merupakan program intervensi yang relatif lebih murah dibanding intervensi lainnya.

Program makanan tambahan anak sekolah di daerah miskin dan terpencil di seluruh Indonesia diselenggarakan mulai tahun 1996/1997 yang dikukuhkan melalui Inpres No.1 Tahun 1997. PMT-AS di Indonesia tidak sama dengan program makanan tambahan di negara lain yang memberikan makan siang atau sarapan bagi anak sekolah. Dalam program ini dilakukan tiga kegiatan yaitu pemberian makanan kudapan dengan syarat-syarat tertentu seperti menggunakan bahan lokal, tidak berbentuk makanan lengkap atau makanan pokok (nasi dan lauk pauknya) dan bersifat sebagai makanan suplemen bukan substitusi, selain itu makanan harus mengandung kurang lebih 300 kalori dan 5 gram protein untuk setiap kali pemberian, kudapan diberi tiga kali seminggu atau 108 kali dalam satu tahun ajaran.

PMT-AS merupakan program yang bersifat multidimensional dengan multi tujuan dan multi sasaran. Dari segi tujuan PMT-AS berdimensi gizi, kesehatan, pendidikan, pertanian, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Dari segi sasaran, PMT-AS berdimensi anak, orangtua murid, guru, dan masyarakat (Forum Koordinasi PMT-AS 1997). Adapun tujuan dan sasaran PMT-AS adalah sebagai berikut:

(26)

a. Meningkatkan keadaan gizi dan derajat kesehatan anak SD. b. Meningkatkan kemampuan dan prestasi belajar anak SD.

c. Memberdayakan orangtua murid dan masyarakat sehingga lebih memperhatikan pendidikan, gizi, dan kesehatan anak.

d. Membantu upaya peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan peningkatan ekonomi pedesaan.

2. Sasaran dan Tujuan Jangka Pendek dan Menengah a. Untuk anak SD

- Mengurangi absensi dan meningkatkan perhatian serta kemampuan anak dalam proses belajar di kelas.

- Mendidik anak akan pentingnya gizi seimbang dan makan pagi untuk kesehatannya.

- Mendidik anak untuk menyukai makanan tradisional dan makanan atau jajanan lokal dalam rangka kampanye “Aku Cinta Makanan Indonesia”.

- Mendidk anak akan pentingnya kebersihan dan sanitasi lingkungan. - Meningkatkan prestasi belajar.

b. Untuk Guru

- Mendorong guru untuk menggunakan PMT-AS sebagai media pendidikan gizi dan kesehatan anak.

- Membantu mendorong semangat guru dalam mendidik anak SD di daerah miskin dan terpencil.

c. Untuk Orangtua Murid dan Masyarakat Setempat

- Untuk mendidik orangtua murid dan masyarakat akan pentingnya pendidikan gizi, kesehatan dan kebersihan lingkungan bagi anak dan keluarga.

- Untuk mendorong diaktifkannya kembali upaya pemanfaatan tanaman pekarangan dan kebun sekolah.

(27)

- Menunjang upaya penanggulangan kemiskinan dengan ikut meningkatkan ekonomi desa.

Sehingga pelaksanaan PMT-AS memerlukan pendekatan yang holistik dan kerjasama multisektoral. Menurut Harper (1986) dengan digabungkannya beberapa kegiatan dalam program makanan tambahan diharapkan dapat memberi hasil yang efektif dan secara nyata dapat mempercepat perbaikan gizi masyarakat.

Pangan Hewani sebagai Sumber Protein

Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk energi yang tiap gram protein menghasilkan sekitar 4.1 kkal (Kartasapoetra & Marsetyo 2003). Protein juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat selain untuk membangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) sehingga pertumbuhan atau kehidupan dapat terus terjamin dengan baik.

Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, daya kreatifitas dan daya kerja merosot, mental lemah dan lain-lain (Kartasapoetra & Marsetyo 2003). Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Protein hewani termasuk kualitas lengkap dan protein nabati mempunyai nilai kualitas setengah sempurna atau protein tidak lengkap (Sediaoetama 2006). Protein sebagai pembentuk energi tergantung macam dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. Nilai energi dan protein dalam tubuh dapat ditentukan dengan memperhatikan angka-angka protein tiap bahan makanan.

(28)

Ikan

Ikan merupakan sumberdaya perairan yang mengandung protein tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh, atau biasa dikenal dengan kandungan omega-3 yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia (Basuki et al.

2009).Kualitas protein ikan tergolong sempurna (protein lengkap) karena mengandung semua asam-asam amino essensial dalam jumlah masing-masing yang mencukupi kebutuhan tubuh (Sediaoetama 2006).

Saat ini ikan dipercaya sebagai pangan yang paling berperan dalam proses perkembangan kognitif seseorang khususnya remaja. Konsumsi EPA dan DHA secara bersamaan dapat mengurangi risiko penurunan kognitif pada individu usia lanjut. Hal tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Van Gelder (2007), linear trend menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara asupan EPA dan DHA dengan kemunduran kognitif. Perbedaan rata-rata asupan EPA dan DHA sebesar 380 mg per hari berhubungan dengan perbedaan sebesar 1.1 point dalam penurunan kognitif.

(29)

Telur

Telur merupakan produk pangan hewani yang berasal dari unggas. Selain dagingnya, unggas juga menyumbangkan protein yang nilainya tinggi melalui telur. Telur yang dihasilkan unggas bermacam-macam, baik itu telur ayam, telur puyuh, telur bebek, maupun telur itik atau entok. Telur merupakan sumber pangan hewani yang dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga dapat dikatakan telur sebagai sumber protein hewani yang bernilai ekonomis. Kandungan gizi terutama protein jauh lebih tinggi dibandingkan produk pangan hewani lainnya.

Sebuah penelitian tentang manfaat protein telur yang mampu mencegah dan mengobati hipertensi pernah dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Miguel dan Alexander (2006) dalam Arrofi (2011) yang membuat beberapa ACE-inhibitor peptida yang diperoleh dari hidrolisa asam-asam amino pada telur (Tyr-Arg-Glu-Glu-Arg-Tyr-Pro-Ile-Leu-Arg-Ala-Asp-His-Pro-Phe-Leu, dan Ile-Val-Phe) yang diujikan kepada tikus hipertensi. Hasilnya berhubungan terhadap penurunan tekanan darah pada tikus yang hipertensi.

Susu

Susu dianggap sebagai makanan yang sempurna dilihat dari beberapa sisi. Susu oleh para ahli dianggap sebagai makanan utama yang kaya gizi karena mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Susu kaya akan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan garam-garam mineral. Semua unsur tersebut terdapat dalam susu dengan formula yang seimbang dan mudah dicerna. Susu tidak meninggalkan sisa di ginjal ketika selesai dicerna di lambung atau tidak menambah keasaman pada tubuh. Oleh karena itu, tidak aneh jika susu menjadi makanan pertama yang dikonsumsi oleh bayi mamalia sewaktu lahir. Kemungkinan bagi orang dewasa hidup hanya dengan mengkonsumsi susu selama beberapa minggu tanpa kekurangan gizi (As-Sayyid 2006).

(30)

masihrendahnya produk susu nasional, rendahnya daya beli dan budaya minum susu di masyarakat.

Masa remaja sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dikarenakan komponen zat gizi yang terdapat di dalam susu mampu memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan susu yang tinggi selama masa remaja dapat memperbesar massa tubuh, saraf, mineral tulang radial yang diukur selama perkembangan puncak massa tulang. Konsumsi susu yang tinggi juga turut meningkatkan asupan kalsium. Konsumsi susu di usia muda akan berdampak pada kebiasaan yang terus berlanjut hingga di kehidupan mendatang (Teegarden et al. 1999). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rich-Edwards et al. (2007) dalam Arrafi (2011) tentang pengaruh konsumsi susu terhadap hormon somatotropik. Hasilnya sesuai dengan hipotesis bahwa peningkatan konsumsi susu pada remaja awal akan meningkatkan hormon-hormon pertumbuhan seperti hormon somatotropik.

Absorbsi kolesterol dan lemak pada usus dapat dilakukan oleh susu. Penyerapan lebih efektif jika dilakukan oleh spingomielin susu dibandingkan dengan spingomielin pada telur. Efek penghambat terkuat dari spingomielin susu adalah adanya hubungan tingginya tingkat kejenuhan dan panjangnya kelompok asam lemak rantai panjang yang secara perlahan menurunkan lipolisis luminal, kelarutan miselar dan perpindahan lemak miselar ke enterosit (Noh & Koo 2004).

Konsumsi Pangan Hewani

(31)

provinsi yang konsumsi ikannya sangat rendah. Namun jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, tingkat konsumsi ikan di dalam negeri masih sangat rendah. Rendahnya konsumsi ikan di dalam negeri karena kurangnya informasi mengenai pentingnya konsumsi ikan (DKP 2010).

Tabel 1. Konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia tahun 2008

Komoditi Konsumsi

Jumlah (kg/kap/thn)

Protein (gr/kap/hari

Daging 4.8 2.4

Telur dan Susu 17.7 3.0

Ikan 28.0 7.9

Sumber: Badan Pusat Statistik (Susenas 2007 dan 2008) dalam BPS-Statistik Indonesia (2010) Berdasarkan data di atas konsumsi protein tertinggi nasional terdapat pada komoditi ikan, sedangkan daging menjadi komoditi yang rendah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber protein. Hal ini diduga harga ikan lebih dapat dijangkau oleh masyarakat dibandingkan dengan harga daging, telur, dan susu. Menurut Martianto dan Ariani (2004) dalam Aprilian (2010), tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya.

Pola Konsumsi Pangan Hewani Penduduk Indonesia

Nasoetion et al. (1992) mendefinisikan pola konsumsi pangan sebagai “Susunan jenis atau ragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di daerah tertentu”. Pengelompokan pola konsumsi pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber protein, pola konsumsi sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan. Pola konsumsi suatu masyarakat dapat dilihat dari tingkat konsumsi, pengeluaran, dan proporsi pengeluaran untuk setiap komoditi seperti komoditi pangan hewani dari total pengeluaran pangan hewani.

(32)

yang beranekaragam diharapkan dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Tiap-tiap jenis pangan atau makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran zat gizi, dan daya cerna masing-masing. Oleh sebab itu tiap-tiap jenis komoditi dapat memberikan sumbangan zat gizi yang unik (Suhardjo 1989). Populasi penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi. halal dan aman dikonsumsi. Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) mencatat bahwa rata-rata konsumsi protein pangan hewani asal daging, ikan, susu dan telur masyarakat Indonesia tahun 2009 adalah 2.2 gram per kapita per hari untuk daging, 7.3 gram per kapita per hari untuk ikan, dan 2.9 gram per kapita per hari untuk susu dan telur. Konsumsi pangan asal hewani akan meningkat sejalan dengan membaiknya keadaan ekonomi masyarakat maupun meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi baik.

PolaKonsumsi

Suatu negara atau suatu daerah akan mengalami perkembangan yang terus menerus dalam pola makan, jumlah ragam makanan dan banyaknya bahan pangan yang dikonsumsi untuk jangka waktu yang panjang. Masyarakat Indonesia yang berada di pedesaan mempunyai kebiasaan makan hanya 2 kali setiap hari (Suhardjo, Hardinsyah & Riyadi 1988).

Pola makan yang kurang beragam dapat mempengaruhi kurangnya asupan zat besi bagi tubuh seperti menu yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan saja. Pola makan yang beragam dan ditambah dengan sumber-sumber vitamin C dapat meningkatkan ketersediaan zat besi dalam makanan dan meningkatkan absorbsi zat besi (Wirakusumah 1998). Dengan adanya makanan yang beraneka ragam dalam pola konsumsi maka kekurangan zat gizi dari suatu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat gizi lain yang menyebabkan ketergantungan antara satu jenis pangan yang satu dengan lainnya (Khomsan 2002).

(33)

besi non heme mempunyai tingkat absorbsi hanya 1-5 persen (Muhilal, Jus’at, Anwar, Jalal & Tarwotjo 1994).

Susunan menu makanan tidak (hampir) mempengaruhi absorbsi zat besi heme, dan hanya sedikit yang dipengaruhi oleh status besi orang yang mengkonsumsinya.Sedangkan, derajat absorbsi zat besi non heme dipengaruhi oleh faktor yang menunjang dan faktor yang menghambat. Daging, ayam, ikan, bahan makanan dari laut dan vitamin C merupakan bahan makanan yang menunjang absorbsi zat besi (Husaini 1989). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), asam askorbat dapat meningkatkan absorbsi zat besi disaat dua zat gizi dicerna secara simultan.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi yang merupakan faktor makanan yaitu terdiri dari faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme, faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme, dan faktor penjamu. Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme adalah vitamin C, daging, unggas, ikan, makanan laut lain dengan pH rendah. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme terdiri dari fitat (500 mg per hari) dan polifenol. Dan faktor penjamu (host) adalah status zat besi dan status kesehatan (infeksi, malabsorbsi) (Arisman 2004).

Sarapan dan Jajan

Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Namun kenyataannya, banyak anak yang tidak sarapan sebelum ke sekolah.Alasan remaja tidak sarapan pagi yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera untuk sarapan pagi, maupun ingin diet supaya berat badan bisa cepat turun (Khomsan 2002).

(34)

Ada dua manfaat yang bisa diambil dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2003).

Selanjutnya dikatakan bahwa bila seseorang tidak biasa sarapan pagi, maka saluran cerna dan enzim-enzim di dalam tubuhnya juga tidak akan siap menerima makanan. Bila dipaksakan, justru timbul rasa tidak enak. Anak yang tidak biasa sarapan pagi, perlu dibiasakan secara bertahap. Kalau tidak sempat sarapan sebaiknya bekali anak dengan kudapan atau uang saku.

Pertumbuhan otak banyak terkait denganasupan makanan yang kurang, terutama kurang energi protein serta kekurangan zat gizi tertentu. Remaja merupakan salah satu golongan yang rentan terkena defisiensi zat besi. Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang tidak seimbang. Seseorang yang mengalami kekurangan zat gizi besi ditandai dengan mudah marah dan apatis. Kekurangan zat gizi besi pada awal kehidupan akan menimbulkan kekurangan zat gizi besi pada otak juga. Kekurangan zat gizi besi merupakan masalah gizi yang berakibat panjang yaitu berkaitan dengan kesehatan, penyakit infeksi, dan kecerdasan. Sedangkan, untuk anak sekolah dapat menurunkan konsentrasi belajar. Sejak 25 tahun terakhir banyak bukti menunjukkan bahwa kekurangan zat gizi besi berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier 2002).

(35)

negatif terhadap fungsi otak, terutama fungsi sistem neurotransmiter (pengantar saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar pun menjadi terganggu.

Melewatkan sarapan pagi menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga akan menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian, dapat menurunkan gairah belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran denga baik. Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai sumber energi utama bagi otak. Jika hal ini terjadi, maka tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh (Khomsan 2002).

Tidak mengkonsumsi makanan di waktu pagi hari dapat menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam, karena makanan terakhir yang masuk ke tubuh jam 19.00 (Khomsan 2003). Hal ini berarti kurang lebih jam 22.00, semua makanan sudah meninggalkan lambung. Sekiranya dalam waktu tidur, sama sekali kita tidak mengeluarkan energi (tidak ada pembakaran) sehingga kadar glukosa masih bisa dipertahankan. Tetapi, keadaan yang sebenarnya tidaklah demikian, walaupun dalam keadaan tidur masih terjadi pembakaran untuk menghasilkan energi. Hal ini berfungsi untuk menggerakkan jantung, paru-paru, dan alat-alat fungsional lainnya. Pembakaran ini tentu akan mempengaruhi kadar glukosa darah, sehingga pada waktu bangun pagi kadar glukosa sudah berada pada batas minimal yang ditandai dengan timbulnya rasa lapar (Moehji 1992).

Jadi dalam keadaan bangun tidur kita kekurangan glukosa atau terjadi hipoglikemia. Tubuh akan berusaha meningkatkan kadar gula darah dengan mengambil cadangan glikogen, dan jika habis maka cadangan lemak yang diambil. Dalam kondisi seperti ini, pastilah tubuh tidak berada dalam keadaan yang cocok untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh makanan kudapan (Moehji 1992). Penyerapan zat gizi makanan dari sumber karbohidrat akan meningkatkan kadar glukosa darah hingga 6.5-7.2 mmol/L, dan apabila tidak makan pagi atau puasa kadar glukosa darah akan turun sekitar 3.3-3.9 mmol/L (Murray 2003).

(36)

menunjukkan bahwa sebanyak 13 dari 15 anak (88.2%) tidak makan pagi memiliki nilai konsentrasi belajar kurang dari rata-rata, sedangkan diantara anak yang makan pagi ada 4 dari 18 anak (20%) memiliki nilai konsentrasi belajar lebih dari rata-rata. Hasil uji statistik diperoleh dengan nilai p=0,003, yaitu ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan konsentrasi belajar. Dari hasil analisa diperoleh pula nilai OR=22.7, artinya anak yang tidak makan pagi mempunyai peluang sebanyak 22.7 kali mendapatkan nilai konsentrasibelajar lebih rendahdibandingkan anak yang makan pagi.

Sarapan pagi sebaiknya mengandung kandungan gizi yang seimbang yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Angka kecukupan makanan yang dianjurkan adalah kecukupan makanan untuk 1 hari. Porsi makanan untuk makan pagi adalah 1 per 5 dari total kalori sehari (Prasetyowati 2003). Makanan jajanan yang mengandung 200-300 kkal dan protein 4-5 gram untuk setiap anak sehari (10-15% kebutuhan energi dan protein sehari) dianggap setara dengan makan pagi anak sekolah (Prawirohartono 1997).

Faktor yang mempengaruhi sarapan pagi yaitu faktor ekstrinsik (lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi) dan faktor intrinsik yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani, kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1994).

Selain faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan pagi yaitu:

1. Faktor penampilan

Anak remaja (khususnya wanita) sengaja tidak sarapan pagi dengan alasan takut gemuk dan merusak penampilan.

2. Faktor kesibukan

Kesibukan ibu rumah tangga atau ibu yang bekerja di luar rumah mengakibatkan tidak sempat menyediakan sarapan pagi.

3. Faktor pendapatan

(37)

di bawah kebutuhan yang seharusnya termasuk untuk sarapan pagi (Suhardjo 1996).

Meyers et al. (1989) menemukan bahwa pada golongan berpendapatan rendah di Lawrence, Amerika Serikat, pemberian sarapan pagi di sekolah berpengaruh nyata terhadap nilai ketrampilan dasar, namun tidak terhadap laju absensi maupun kelambatan belajar. Penelitian serupa di pedesaan tertinggal di Lombok (Satoto 1991/1992) dalamFatmalina (2006)menemukan bahwa pada awal dan tengah semester, ada pengaruhnyata antara pemberian kudapan terhadap prestasi umum akademik, sedang pada akhir semester tidak. Peningkatan nilai (untuk indeks nilai maksimum 100) pada awal semester adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia (+ 6.1), Matematika (+ 8.0), Ilmu Pengetahuan Alam (+ 6.0), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (+ 4.2), sedangkan pada pertengahan semester, angkanya sedikit turun sebagai berikut: Bahasa Indonesia (+ 0.5), Matematika (+ 0.8), Ilmu Pengetahuan Alam (+ 1.2), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (+ 0.3).

Menurut Daniels (2004), hampir 50 persen remaja tidak sarapan pagi. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masih banyak remaja (89%) meyakini bahwa sarapan pagi itu penting. Namun, mereka yang sarapan secara teratur hanya 60 persen (Arisman 2004). Kajian Soekirman (1999) dilaporkan bahwa anak SDrata-rata hanya mengkonsumsi energi 70 persen dari AKG setiap harinya. Salah satu upaya untuk mengatasi masalahkekurangan energi ini adalah mengkonsumsi makanan jajanan.

Anak dan remaja merupakan individu yang tidak jauh dari konsumsi pangan jajanan. Pangan jajanan dapat dengan mudah diperoleh dan ditemui di pasar, terminal bis, pinggir-pinggir jalan, baik yang telah menempati kios-kios maupun yang masih menggunakan gerobak dan berpindah tempat. Para penjaja makanan jajanan akan cenderung banyak berkumpul di dekat pasar, jalur perdagangan, halaman kantor atau halaman sekolah (Sibarani 1985)

Jajan bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal:

(38)

2. Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil.

3. Memberikan perasaan meningkatkan gengsi anak di mata teman-temannya di sekolah.

Namun demikian, ada aspek negatif dari jajan. Jajan yang terlalu sering dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah. Selain itu banyak jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan anak.

Sebagian besar makanan jajanan terbuat dari karbohidrat. Dengan demikian, lebih tepat sebagai kudapan antar waktu makan, bukan sebagai pengganti makanan utama. Makanan jajanan diharapkan dapat memberikan sumbangan untukmencukupi kekurangan energi karena bagi anak sekolah makananjajanan merupakan menu utama pada saat mereka berada di sekolahmaupun di luar sekolah (Rimbawan1999).

Penelitian di Bogor menunjukkan bahwa makanan jajanantradisional memberikan kontribusi tambahan sekitar 24.7 persen dari rata-ratatotal konsumsi energi per hari dan sekitar 22.9 persen dari rata-rata totalkonsumsi protein per hari pada anak SD (Sihadi 2004 ). Sedangkan menurut Mudjajanto (2003) bahwa kontribusi makanan jajanan tradisional untuk energi 5.5 persen dan protein 4.2 persen terhadap total konsumsimakanan sehari pada anak sekolah dasar.Menurut Susanto (1986) kebiasaan jajan merupakan carayang baik untuk menambah masukan gizi bagi anak sekolah.

Kebiasaanjajan yang telah dilakukan selama ini tidak perlu dihilangkan karena darimakanan jajanan tradisional ini bisa menyumbangkan zat-zat gizi dalamjumlah yang cukup berarti bagi pertumbuhan anak-anak. Hal ini dapatdilakukan apabila diadakan perbaikan kandungan zat gizi makananjajanan tersebut baik kualitas maupun kuantitasnya (Pertiwi 1998).

Status Kesehatan

(39)

darah karena parasit tersebut seperti cacing pita saling bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan . Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi (Harper 1985).

Infeksi dan parasit dapat menyebabkan anemia melalui peningkatan kehilangan zat gizi terutama besi. Prevalensi anemia yang tinggi pada laki-laki sering disebabkan karena infeksi dan parasit (Yip 1994). Penyakit-penyakit yang dapat menjadi penyebab anemia antara lain malaria, HIV, cacing tambang, dan diare kronis.

Malaria. Penyakit malaria dapat menyebabkan penurunan absorpsi besi selama periode sakit dan dari hasil hemolisis intravaskuler dapat menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin. Plasmodium falciparum malaria merupakan penyebab utama dari anemia berat pada daerah tropis di Afrika. Malaria berkontribusi sekitar 60 persen dari semua kasus anemia tingkat berat pada bayi di Tanzania, sementara kekurangan besi terhitung sebanyak 30 persen. Kekurangan besi dan malaria dapat memperberat anemia (Menendezet al. 1997).

Infeksi Cacing Tambang. Cacing tambang menginfeksi hampir 1 milyar individu dan menyebabkan kehilangan darah dari mukosa usus (Stephenson 1987). Semakin banyak jumlah cacing tambang, maka semakin banyak darah dan besi yang hilang. Kehilangan darah akibat infestasi cacing tambang dapat menyebabkan anemia tingkat sedang dan berat (Gillespie & Johnston 1998). Jumlah cacing tambang yang cukup banyak dapat menyebabkan kehilangan besi yang lebih banyak dan kehilangan besi pada feses sebanyak 3.4 mg per hari. Remaja dan dewasa lebih mudah terinfeksi dibandingkan bayi dan anak-anak (Stephenson 1987).

(40)

Adapun penyebab diare adalah 1) infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum; 2) infeksi berbagai macam virus; 3) alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu); 4) parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (Yayasan Spiritia 2008). Tanda-tanda dari penyakit diare adalah 1) buang air besar cair; 2) muntah; 3) tidak nafsu makan; 4) badan lesu dan lemah; 5) mata cekung; 6) bibir kering; 7) tangan dan kaki dingin; dan 8) kadang disertai kejang dan panas tinggi (Dinkes DKI Jakarta 2007).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Ditambahkan oleh Hardinsyah et al. (2002) bahwa semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Makanan yang beranekaragam minimal terdiri dari satu jenis dari masing-masing golongan pangan berikut: makanan pokok, lauk, pauk, sayuran, dan buah. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin. Status gizi seseorang atau sekelompok orang tidak selalu sama dari masa ke masa karenamerupakan interaksi dari berbagai faktor (Almatsier 2004). Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia dan asupan pangan (Riyadi 2004). Diantara keempatnya, pengukuran antropometri adalah yang relatif paling sederhana dan banyak dilakukan.

Pengukuran dan Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

(41)

tebal lipatan kulit (biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Pengukuran antropometrik berasal dari bahasa latin antropos yang berarti manusia (human being). Antropometrik dapat dilakukan beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survey gizi.

Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar penentuan kurus dan berat badan (BB) lebih menurut nilai rerata IMT, umur, dan jenis kelamin.

Umur

*WHO 2007 dalam Depkes (2008)

(42)

fisik, keadaan fisiologi dan kesehatan. Menurut Thompson (2007)dalam Arumsari (2008), status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hbnya. Adapun penilaian status gizi berbeda-beda untuk setiap kelompok umur.

Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan populasi untuk menentukan status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam satuan meter kuadrat (Riyadi 2003) dengan model persamaan seperti berikut:

Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Menurut WHO (2008) yang menyatakan bahwa konsentrasi hemoglobin adalah indikator anemia yang paling handal di tingkat populasi. Untuk mengkaji status besi dalam suatu populasi sesuai dengan rekomendasi INACG (1985), selama ini umumnya menggunakan biomarker yang memungkinkan secara rutin dilakukan di lapangan yaitu hemoglobin atau hematokrit darah. Pengukuran konsentrasi hemoglobin secara relatif mudah dan murah dilakukan, dan pengukukuran ini paling sering digunakan sebagai satu indikator kekurangan zat besi. Nilai tersebut berbeda-beda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh WHO seperti tercantum pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Batas normal kadar hemoglobin

Kelompok Umur Hemoglobin(g/dl)

(43)

Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang dan berat belum ada keseragaman mengenai batasannya, hal ini disebabkan oleh perbedaan kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan umum penderita, lamanya menderita anemia, dan lain-lain yang sulit dikelompokkan. Akan tetapi, menurut Husaini (1989) bahwa semakin rendah kadar Hb, makin berat anemia yang diderita.

Secara umum, terdapat dua faktor yang menyebabkan anemia gizi yaitu faktor gizi dan non-gizi. Adapun faktor non gizi adalah sebagai berikut :

1. Banyak kehilangan darah. Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak sel darah merah. Pendarahan ada dua jenis, yakni pendarahan eksternal (pendarahan yang terjadi secara mendadak dan dalam jumlah banyak) dan pendarahan kronis (pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit, tetapi berlangsung secara terus-menerus). Contoh pendarahan adalah investasi cacing tambang, kecelakaan, atau menstruasi. Wanita mengalami kehilangan darah sebanyak 40-50 ml setiap bulannya akibat menstruasi (UNICEF 1998).

2. Rusaknya sel darah merah. Perusakan sel dapat berlangsung di dalam pembuluh darah akibat penyakit, seperti malaria atau thalasemia (UNICEF 1998).

3. Kurangnya produksi sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan karena makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya (Wirakusumah 1998).

Selanjutnya faktor gizi yang menjadi penyebab anemia antara lain :

(44)

fitat atau fenol, dan periode kehidupan ketika kebutuhan besi tinggi (misalnya pertumbuhan dan kehamilan) (WHO 2008).

b. Anemia akibat defisiensi asam folat. Folat atau vitamin B9 merupakan zat gizi yang ditemukan terutama pada buah-buahan citrus dan sayuran berdaun hijau. Bila secara lama kurang mengkosumsi pangan jenis tersebut maka dapat mengalami defisiensi asam folat. Ketidakmampuan menyerap asam folat dari pangan juga dapat mengalami defisiensi asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik, yaitu sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Allen & Sabel 2001).

c. Anemia akibat defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia karena kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin B12 (daging, telur, dan susu) jarang terjadi, namun sering terjadi karena usus halus tidak dapat menyerap vitamin ini. Hal ini dikarenakan adanya pembedahan perut atau usus halus. Kekurangan karena vitamin ini juga dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik, yakni sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Wirakusumah 1998).

d. Anemia akibat defisiensi vitamin C. Kekurangan konsumsi vitamin C juga dapat menyebabkan anemia. Tubuh memerlukan vitamin C untuk menghasilkan sel darah merah. Vitamin ini juga membantu tubuh menyerap zat besi yang penting sebagai pembangun blokade sel-sel darah merah (Almatsier 2001). Selain itu, vitamin ini berperan dalam penyerapan besi sebagai reducing agent yang mengubah bentuk ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) dan chelating agent yang mengikat besi sehingga daya larut besi meningkat (Allen & Sabel 2001).

Tanda-tanda Anemia

(45)

Akibat Anemia

Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat anemia. Anemia pada remaja dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal, menurunkan kemampuan fisik olahragawan dan olahragawati, dan mengakibatkan muka pucat, serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit (Grantham et al. 2007). Sedangkan anemia pada kelompok dewasa dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran (Hass & Brownlie 2001).

Banyak publikasi menunjukkan bahwa defisiensi besi akan membatasi potensi intelektual anak secara signifikan. Selain itu, perkembangan spikomotorik anak juga terhambat secara permanen. Indeks psikomotorik seorang anak berkurang 5-10 point ketika anak menderita anemia. Gangguan perkembangan anak ini membawa pengaruh negatif dalam rentang hidup seorang anak yang panjang (Khomsan 2012).

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Brody 1994). Hemoglobin kaya akan zat besi (Pearce 1992) dalam Puri (2007). Hemoglobin yang mewakili lebih dari 95 persen dari protein pada sel darah merah, mengandung 60 persen besi tubuh. Hemoglobin bersama dengan kofaktor heme, disintesis di dalam sel darah merah yang immature (belum dewasa) (Brody 1994).

(46)

dalam sel darah merah. Bila intake zat besi yang dikonsumsi dari bahan pangan sedikit maka produktivitas hemoglobin akan menurun (Depkes 1998).

Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan besi, akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Nilai hemoglobin yang rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut (Almatsier 2001). Hemoglobin merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat defisiensi besi karena murah, mudah untuk dilakukan dan cepat. Tetapi, kadar hemoglobin juga dipengaruhi oleh faktor lain selain defisiensi besi.

Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi (Fe)

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yakni sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2001). Zat besi berperan sebagai pusat katalis untuk berbagai fungsi metabolik. Besi dibutuhkan tubuh dalam transportasi oksigen dalam bentuk hemoglobin yang penting untuk respirasi sel. Besi dalam bentuk mioglobin, dibutuhkan dalam penyimpanan oksigen di dalam otot. Zat besi juga merupakan komponen berbagai enzim jaringan, seperti sitokrom, yang penting dalam produksi energi (Strain & Cashman 2002). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Kustiyah (2005) bahwa konsumsi zat besi dan protein berhubungan positif nyata terhadap kadar hemoglobin anak SD.

Besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam metabolisme energi di dalam tiap sel. Protein pengangkut memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen sehingga membentuk air. Selanjutnya dalam proses tersebut dihasilkan ATP (Almatsier 2001).

(47)

jarang dikonsumsi oleh masyarakat di negara berkembang. Kebanyakan masyarakat memenuhi kebutuhan besi dari produk nabati (Depkes 1998).

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabitas zat besi, dan adanya faktor penghambat zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada di dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki, penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita setelah masa menopause cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya menurun karena tidak mengalami menstruasi lagi (Wirakusumah 1998).

Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap lebih rendah (5%) dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap tinggi (15%). Bentuk zat besi yang terdapat di dalam makanan dapat mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu heme dan non-heme. Zat besi heme berasal dari hewan seperti daging, ikan, dan ayam, sedangkan zat besi non-heme terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Walaupun kandungan zat besi heme dalam makanan hanya antara 5-10 persen, tetapi penyerapannya mencapai 15 persen, sedangkan zat besi non-heme penyerapannya hanya 5 persen (UNICEF 1998).

(48)

misalnya jeruk limau dengan mengonsumsi 2 kali per hari selama 8 bulan gagal meningkatkan status besi pada wanita yang kekurangan besi (Garcia et al. 1999).

Selain faktor yang mendorong penyerapan zat besi non-heme, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat. Menurut Thankachan et al. (2008), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan polifenol seperti tanin yang terdapat pada teh dan kopi. Asam fitat dan fosfat banyak terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya serealia. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk pauk, akan dapat menjadi anemia (Husaini 1978)dalam Syarief (1994).

Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang yang mengonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Akan tetapi, apabila di dalam menu terdapat pula bahan-bahan makanan yang meninggikan absorpsi zat besi seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi terpenuhi (Husaini 1989).

Daya Ingat

Daya ingat atau ingatan (memori) adalah kemampuan untuk mengingat kembali suatu pikiran paling tidak sekali dan biasanya berulang-ulang. Sedangkan belajar adalah kemampuan sistem syaraf untuk menyimpan ingatan. Menurut Morgan et al. (1986), ada tiga jenis pemrosesan informasi, yaitu proses encoding

(49)

Dengan demikian tujuan pengkodean adalah membuat informasi menjadi siap untuk disimpan dan mempermudah pemanggilan informasi tersebut bila diperlukan. Kemudian untuk memanggil kembali informasi sangat tergantung pada proses encoding (Morgan et al. 1986).

Ada dua kemungkinan level pemrosesan dalam encodingmenurut Craik dan Lockhart (1972), yaitu berdasarkan makna atau semantik dan kedalaman pemrosesan. Analisis semantik menghasilkan pemrosesan yang lebih bermakna daripada analisis nonsemantik. Encodingyang lebih mendalam berdampak pada ingatan yang semakin baik. Dengan demikian proses encodingsangat ditentukan oleh strategi yang dipilih oleh seseorang, dan seberapa besar usaha yang dilakukan untuk melakukan proses pengkodean tersebut.

Suatu sistem pemrosesan dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin yang disebut juga dengan “Atkinson and Shiffrin’s Store Model” (Gambar 1). Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa ada tiga bagian sistem pemrosesan informasi, yaitu sensory register, short-term memory store, dan long-term memory store

yang berperan sebagai hardware dari sistem.

RESPONSE

Gambar 1. Sistem pemrosesan informasi:

(50)

Model tersebut menunjukkan adanya control processes yang berperan sebagai software dari system. Control processes merupakan strategi yang membantu seseorang meningkatkan efesiensi dan kapasitas penyimpanan (Berk 1989). Seperi halnya program komputer, control processes dapat mengarahkan aktivitas pada setiap tahapan pemrosesan informasi, menjaga agar informasi tetap berada pada tempatnya yang merupakan sistem memori, dan memastikan seluruh sistem bekerja secara harmonis. Dengan demikian control processesmembantu manusia untuk mengatasi keterbatasan yang terkait dengan seberapa banyak informasi yang dapat diproses.

Ada beberapa tingkat daya memori (ingatan) yang diklasifikasi sebagai berikut: 1. Ingatan Sensoris

Kemampuan untuk menyimpan sinyal sensoris di dalam daerah sensoris otak untuk jangka waktu yang sangat singkat setelah pengalaman sensoris yang sebenarnya. Menurut Seifort dan Hoffnung (1997), biasanya sinyal ini tetap tersedia untuk analisa selama berapa ratus milidetik tetapi digantikan oleh sinyal sensoris baru dalam waktu kurang dari satu detik, proses ini merupakan stadium awal proses ingatan.

2. Ingatan Jangka Pendek (Short-term memory)

Ingatan jangka pendek adalah ingatan mengenai beberapa fakta, kata,bilangan, huruf atau keterangan-keterangan kecil lainnya selama beberapa detik sampai satu menit atau lebih pada suatu waktu. Menurut Berk (1989) dalamSeifort dan Hoffnung (1997), pada memori jangka pendek informasi tinggal hanya beberapa saat mungkin sekitar 20 detik. Salah satu segi penting dari ingatan jangka pendek adalah informasi dalam simpanan ingatan ini segera tersedia sehingga orang tersebut tidak perlu mencari-cari hal tersebut di dalam ingatannya seperti yang dilakukan ketika mencari informasi yang telah disimpan di dalam simpanan ingatan jangka panjang.

(51)

3. Ingatan Jangka Panjang (Long-term memory)

Ingatan jangka panjang merupakan simpanan informasi di dalam otakyang dapat diingat kembali pada suatu waktu di masa yang akan datang, bermenit-menit, berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian. Jenis ingatan ini disebut ingatan pasti (permanen). Ingatan jangka panjang dapat terbagi dua, yaitu: ingatan sekunder adalah ingatan jangka panjang yang disimpan dengan jejak ingatan yang lemah, karena itu mudah dilupakan. Kadang-kadang sulit untuk diingat kembali; membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencari informasi tersebut. Ingatan tersier adalah ingatan yang telah sedemikian melekat di dalam pikiran sehingga ingatan tersebut biasanya dapat bertahan seumur hidup. Sangat kuatnya jejak ingatan pada jenis ingatan ini membuat informasi yang tersedia dalam sekejap mata. Proses ingatan ini berlangsung dalam otak, dimana otak akan dapat berfungsi secara optimal dengan adanya suplai glukosa.

Menurut Morganet al. (1986), ingatan sesaat dapat berlangsung selama 20 atau 30 detik. Informasi dalam ingatan sesaat yang tidak mengalami pemrosesan lebih lanjut akan hilang dalam waktu sekitar 15 detik. Informasi tersebut akan dipertahankan sedikit lebih lama apabila mengalami pemrosesan secara dangkal. Namun apabila mengalami pemrosesan yang lebih mendalam, yakni perhatian yang terfokus pada informasi tersebut (mungkin melalui pengulangan-pengulangan) atau informasi dihubungkan dengan informasi lain yang telah tersimpan di memori, maka akan dimasukkan ke dalam ingatan jangka panjang. Ingatan yang sudah ditempatkan di dalam ingatan jangka panjang biasanya merupakan informasi yang sudah terorganisasi ke dalam kategori. Informasi tersebut akan bertahan selama beberapa hari hingga selama hidup.

Pengukuran Daya Ingat

(52)

tes digit pada usia 8 tahun biasanya hanya mengingat 3 digit sedangkan orang dewasa dapat mengingat sampai 7 digit (Seifort & Hoffnung 1997).

Pengukuran ingatan dapat dilakukan dengan dua cara (Seifort & Hoffnung 1997) yaitu mengenali kembali (recognition memory) dan mengingat kembali (recall memory). Pada recognition memory seseorang hanya membandingkan stimulus atau isyarat yang diberikan dengan pengalaman atau pengetahuan yang sebelumnya dia peroleh. Misalnya ketika anak-anak melihat gambar atau foto-foto saat liburan beberapabulan yang lalu, mereka akan dapat menggambarkan kembali hal-hal yang terjadi saat liburan tersebut yang sebelumnya mereka lupakan. Sedangka pada recall memoryyang terjadi sebaliknya, seseorang diminta untuk mengingat kembali informasi tanpa memberikan rangsangan atau isyarat tertentu. Misalnya seseorang diminta untuk mengingat nomor telepon temannya tanpa melihat nomor tersebut. Recall umumnya lebih sulit dibandingkan dengan

recognition, akan tetapi dalam perkembangannya menunjukkan pola yang sama yaitu mengalami perubahan sesuai dengan pertambahan umur.

(53)

membaca dan menulis sehingga lebih mudah untuk mengingat stimulan yang diberikan.

Hubungan Zat Gizi dengan Daya Ingat

Daya ingat anak merupakan suatu proses yang terjadi di otak tentunya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan organ otak dan bagaimana stimulasi dan rangsangan diberikan agar otak dapat berkembang optimal menjalankan fungsinya. Keadaan gizi sejak janin dalam kandungan sampai bayi lahir dan usia dini perlu terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, karena akan berpengaruh pada perkembangan otak. Menurut Pollit (1990), apabila anak lahir dengan berat badan rendah akan mengalami gangguan kognitif dan kecerdasan intelektual pada usia sekolah. Kekurangan gizi pada masa bayi hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motoriknya, bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen.

Gizi yang tidak seimbang, gizi buruk, serta derajat kesehatan yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini. Namun stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak tidak akan bermanfaat bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak pada kondisi yang tidak baik. Keadaan gizi pada usia dini yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, akan berpengaruh besar pada perkembangan otak (Jalal 2003).

Gambar

Tabel 3.  Batas normal kadar hemoglobin
Gambar 1. Sistem pemrosesan informasi:
Gambar 2. Kerangka Penelitian
Gambar  3.  Prosedur pembuatan biskuit ikan gabus
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan membawa tanda pengenal serta berkas asli perusahaan, bagi yang tidak menghadiri. Klarifikasi hasil evaluasi ini dianggap menerima seluruh hasil keputusan

Banyuasin Tahun Anggaran 2014, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor :. 170/PL/Nakertrans/APBD/Penlatker/2014 tanggal 23 Oktober 2014, dan Surat

Perbedaan Sisa Makanan Dan Persepsi Pasien Terhadap Cita Rasa Makanan Biasa Di Ruang Rawat Inap Dewasa Kelas III RSUD Dr.Rasidin Dengan Rumah Sakit Yos

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja pada karyawan tetap dan karyawan kontrak dimana kepuasan kerja karyawan tetap lebih tinggi

Effect of Gibberellic Acid Foliar Spray on Growth Parameters and Stevioside Content of Ex Vitro Grown Plants of Stevia rebaudiana Bertoni.. Induction of Different Types of

Dalam pelaksanaannya, mahasiswa PPL melaksanakan pembelajaran terbimbing dan pembelajaran mandiri pada mata pelajaran Praktek Pelaksanaan Konstruksi Kayu (PKK)

Di antaranya Kurniawati (2008) meneliti untuk skripsinya dengan judul “Novel Trilogi Gadis Tangsi Karya Suparto Brata dalam Kajian Berperspektif Gender dan Nilai

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada penyimpanan 7 hari hingga 28 hari pada suhu 5 o C, nilai pH fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating berbahan