• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT MELAYU TENTANG PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN III

KELURAHAN TANJUNG PURA

ERIZCA FITRIA ZUHRA 105102040

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang

berjudul “Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di

Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011” yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengalami kesulitan

akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini sebagaimana

mestinya. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep Selaku Ketua Program D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc (CM-FM) selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama pembuatan proposal

Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Seluruh staf dan Dosen Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

5. Terima kasih yang tak terhingga pada orang tua serta semua keluarga yang

penulis cintai yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi tanpa henti

(4)

6. Rekan- rekan mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan pada penulis dalam penyusunan Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini.

Penulis menyadari betul bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat

kekurangan baik isi maupun penyusunan bahasa. Untuk itu penulis sangat

mengharapakan masukan dan saran yang membangun untuk mendapatkan

perbaikan pada yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini kelak

bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis.

Medan, Mei 2011

(5)

DAFTAR ISI

C. Tempat Penelitian ... 24

D. Waktu Penelitian ... 24

E. Etika Penelitian ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Uji Validitas dan Reabilitas ... 25

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 25

(6)

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 27

B. Pembahasan... ... 32

BAB VI : KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

(7)

DAFTAR SKEMA

(8)

DAFTAR TABEL

Table 5.1 Gambaran data demografi dan karakteristik responden……… 27 Table 5.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Masyarakat Melayu Terhadap

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar persetujuan menjadi responden

Lampiran 2 : Lembar Kuesioner

Lampiran 3 : Surat izin Pendahuluan Penelitian

Lampiran 4 : Surat balasan

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 : Surat Izin selesai penelitian

Lampiran 7 : Master table

Lampiran 8 : Hasil SPSS

(10)
(11)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Erizca Fitria Zuhra

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

vii+ 37hal + 2 tabel + 1 Skema + 9 Lampiran

ABSTRAK

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer yang didapat melalui kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat melayu yang memiliki remaja yang didapat menggunakan teknik total sampling. Dari hasil penelitian ini didapat data, responden yang memiliki persepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif 10 orang (18,9%).Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi remaja, perlu adanya koordinasi antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat untuk menyatukan persepsi mengenai pendidikan seks agar remaja mendapatkan informasi yang jelas dan benar megenai seksualitas untuk meningkatan kesehatan reproduksinya.

(12)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011 Erizca Fitria Zuhra

Persepsi Masyarakat Melayu Tentang Pendidikan Seks bagi Remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura Tahun 2011

vii+ 37hal + 2 tabel + 1 Skema + 9 Lampiran

ABSTRAK

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer yang didapat melalui kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat melayu yang memiliki remaja yang didapat menggunakan teknik total sampling. Dari hasil penelitian ini didapat data, responden yang memiliki persepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif 10 orang (18,9%).Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi remaja, perlu adanya koordinasi antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat untuk menyatukan persepsi mengenai pendidikan seks agar remaja mendapatkan informasi yang jelas dan benar megenai seksualitas untuk meningkatan kesehatan reproduksinya.

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan Seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas

manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan

aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang

diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,

apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa

melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Sarlito, 1994)

Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang

dapat menolong remaja untuk mengatasi masalah yang bersumber pada dorongan

seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bertujuan umtuk menerangkan

segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang

wajar. Dalam hal ini sebaiknya pendidikan seksual diberikan pertama kali oleh

orang tua, tetapi tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak dalam

membicarakan masalah seksual. Tingkat sosial ekonomi maupun tingkat

pendidikan yang berbeda menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu

memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan

memahami permasalahan tersebut (Gunarsa, 1991)

Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika,

pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan

(14)

menimbulkan rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba hubungan seksual antar

remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan

akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat

serta kesiapan mental dan material seseorang (Husodo, 1987)

Survei oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan, pendidikan seks

bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan yang

berarti pula mengurangi tertularnya penyakit akibat hubungan seks bebas.

Pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak azazi manusia,

juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya sehingga akan

merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

Pendidikan seks di Indonesia masih menjadi kontroversi, masih banyak

anggota masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di

sekolah. Dampaknya bisa kemana-mana, antara lain dalam memilih tontonan

yang berbudaya barat yang digambarkan dalam film ataupun video sering kali

menunjukan kehidupan seks bebas dikalangan remaja, itu bukan semata-mata

karena ketagihan tetapi timbul karena adanya persepsi bahwa melakukan

hubungan seksual sudah merupakan hal yang biasa. Sebab itu pendidikan seks

hendaknya menjadi bagian penting dalam pendidikan disekolah.

Ketidaktahuan remaja mengenai seks dapat dilihat dari penelitian yang

dilakukan “synovate” sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan

pemasaran pada tahun 2004 terhadap 450 remaja dari Jakarta, Bandung, Surabaya

dan Medan yang membuktikan remaja tidak mempunyai pengetahuan khusus

(15)

65 persen, film porno 35 persen, sekolah 19 persen dan orang tua 5 persen

(BKKBN, 2004)

Menjawab persoalan diatas, sekiranya perlu pendidikan seks bagi remaja.

Namun pelaksanaannya sampai sekarang terkendala karena pengaruh budaya

masyarakat Indonesia yang masih menganggap seks itu adalah hal alamiah yang

akan diketahui dengan sendirinya setelah remaja menikah sehingga dianggap tabu

untuk dibicarakan secara terbuka ( Mu’tadin, 2002 ). Sikap mentabukan dan tidak

terbuka mengenai seks ini menurut Suarta (2002) malah akan memancing rasa

penasaran remaja yang berakhir pada perilaku seksual yang tidak sehat dan

merugikan kesehatan reproduksi remaja.

Perbedaan dalam menyikapi seks tersebutlah yang mengakibatkan sampai

sekarang masih terjadi pro-kontra terhadap perlu tidaknya memberikan

pendidikan seks bagi remaja. Kelompok yang menolak beranggapan bahwa

pendidikan seks akan menjerumuskan para remaja untuk melakukan hubungan

seksual sebelum menikah sementara kelompok yang mendukung beranggapan

bahwa pendidikan seks bisa mencegah remaja melakukan hubungan seks sebelum

menikah karena telah mengetahui resiko-resiko yang akan dihadapinya ( Lukman,

2004 )

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat khususnya budaya

melayu tentang pendidikan seks terhadap remaja di Lingkungan III Kelurahan

(16)

B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks terhadap remaja.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masayarakat

melayu tentang pendidikan seks bagi remaja.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, pekerjaan, pendidikan dan agama.

b. Mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang Pendidikan seks bagi Remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan, dan

pengalaman bagi peneliti selanjutnya.

2. Bagi Profesi Kebidanan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi bidan sebagai pelaksana

pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam memberikan penyuluhan mengenai

(17)

3. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi responden dalam

memberikan pendidikan seks bagi remajanya dan pentingnya memberikan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan (Jalaludin, 2005). Menurut Siagian (2004) persepsi adalah suatu proses

melalui mana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan

kesan-kesan sensorinya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu kepada

lingkungannya.

Persepsi didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang

diterima seseorang melalui panca inderanya (Walgito, 2002). Proses

penginderaan stimulus ini menurut Walgito selanjutnya akan diteruskan ke

proses persepsi yaitu bagaimana seseorang mengorganisasikan dan

menginterprestasikan stimulus sehingga orang tersebut menyadari, mengerti

tentang apa yang di indera itu. Persepsi diartikan juga sebagai kesadaran

intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung

terhadap sesuatu (Komaruddin, 2000).

Menurut Siagian, persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta

yang sebenarnya. Sebab itulah mengapa dua orang yang melihat sesuatu

(19)

Perbedaan tersebut karena adanya kecendrungan manusia memilih apa

yang ingin dipersepsinya. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan

penghayatannya dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka

manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan

menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsi, sementara apabila tidak

sesuai dengan penghayatannya maka persepsinya negative atau cenderung

menjauhi, menolak dan menanggapi secara berlawanan terhadap objek

persepsi tersebut (Jalaluddin, 2005).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Ada beberapa factor yang

mempengaruhi timbulnya persepsi, menurut Mahmud (1990) persepsi hampir

90% dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sensoris sehari-hari dengan

kebiasaan terdahulu yang di ulang-ulang. Menurut Walgito (2002) dan

Jalaluddin (2001) factor-factor yang mempengaruhi persepsi yaitu objek yang

dipersepsi, alat indera serta perhatian.

Menurut Siagian (2004) ada 3 faktor yang bisa menimbulkan persepsi

yaitu:

a. Diri orang yang bersangkutan sendiri

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan

interprestasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh

karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap,

(20)

Persepsi seseorang terhadap pendidikan seks juga tergantung pada

hal-hal tersebut diatas. Sikap,motif, kepentingan, minat,

pengalaman, dan harapannya seseorang terhadap pendidikan seks

dapat dilihat dari persepsi yang dihasilkan apakah positif atau

negatif.

b. Sasaran persepsi

Sasaran mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat

sasaran biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang

melihatnya. Sasaran pendidikan seks yaitu remaja, menimbulkan

persepsi berbeda pada orang tua. Karakteristik remaja yang

cenderung labil, mudah meledak-ledak, suka coba-coba dan selalu

ingin tahu membuat sebagian orang tua mengganggap pendidikan

seks tidak perlu diberikan pada remaja karena kuatir remaja malah

semakin ingin melakukan hubungan seks, sedangkan sebagian lagi

menggaggap perlu untuk mencegah remaja melakukan hal-hal

yang tidak di inginkan. Jadi jelas bahwa sasaran dapat

menimbulkan persepsi yang berbeda dari orang yang melihatnya.

c. Factor Situasi

Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi

mana persepsi itu timbul haruslah mendapat perhatian. Situasi

merupakan faktor yang berperan dalam menimbulkan persepsi

seseorang. Misalnya pendidikan seks, apabila diberikan pada

(21)

jelek, kotor, persepsi yang mungkin timbul akan negatif. Tapi

situasi dimana lingkungan sudah menyadari pentingnya pendidikan

seks diberikan pada remaja, maka persepsi positif akan timbul.

B. Pendidikan Seks

1. Definisi Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah suatu diskusi yang realistis, jujur dan terbuka,

tidak semata-mata dikte moral belaka, tapi berupa pemberian pengetahuan

yang factual, menempatkan seks pada persepktif yang tepat berhubungan

dengan penghargaan terhadap diri, penanaman rasa percaya diri dan

difokuskan pada peningkatan kemampuan dan mengambil keputusan

(Pratiwi,2004)

Menurut Sarwono (2003) pendidikan seks adalah suatu informasi

mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi

terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual

dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan.

2. Tujuan Pendidikan Seks

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan

biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral.

Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi

manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan

(22)

Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika,

pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan

keluarga maupun dalam hubungan bermasyarakat. Dikatakan juga bahwa

tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin

tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antar remaja, tetapi ingin

menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila

dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, adat istiadat serta kesiapan

mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seks bertujuan untuk

memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berprilaku yang baik dalam

hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial, dan kesusilaan.

Pendidikan seks tidak semata-mata mengajarkan tentang seks dalam arti

sempit seperti anggapan banyak orang. Pendidikan seks jauh lebih luas dari

sekedar membahas anatomi dan fisiologi organ seks dan hubungan seks.

Ruang lingkup pendidikan seks mencakup dimensi biologis, psikologis,

social, prilaku dan agama serta budaya. Semuanya saling berkaitan dalam

pendidikan seks yang tujuan akhirnya agar remaja dapat memahami segala hal

yang berkaitan dengan dirinya, memiliki perilaku seksual yang sehat dan

dapat menjalankan kehidupan seksualnya tanpa bertentangan dengan nilai

agama dan budaya yang ada dimasyarakat (Pratiwi, 2004)

Pendidikan seks remaja yang paling baik diberikan oleh orang tua mereka

sendiri. Orang tua seharusnya menyadari bahwa remaja berada pada masa

yang kritis, dan kejiwaan remaja yang sedang labil sangat mudah terpengaruh

(23)

tidak tepat. Orang tua bisa saja menjadi psikolog amatiran asal mereka mau

meluangkan sedikit waktunya untuk memperhatikan perilaku anak remajanya

dengan seksama. Sedikit saja perubahan, maka orang tua dapat melihat

perubahan tersebut. Pendidkan seks yang diberikan dengan tepat oleh orang

tua kepada anak remaja nya ialah dengan cara orang tua dapat menjadi sahabat

bagi remajanya, dengan demikan maka remaja akan mau terbuka dalam

membicarakan masalah seks dengan orang tua mereka. Orang tua juga

sebaiknya berusaha menghilangkan pemikiran bahwa membicarakan seks

dengan remaja adalah tabu, menggunakan cara atau bahasa yang mudah

diterima serta memberikan contoh yang baik pada remaja dalam keluarga

(Mu’tadin, 2002)

C. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama

oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari banyak unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik,

adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya

adalah satu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak dan

luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku seseorang.

Aturan moral tentang seksualitas diatur oleh budaya. Budaya memberikan

pengaruh yang sangat nyata terhadap seksualitas. Hampir semua aspek

seksualitas dipengaruhi budaya. Pengaruhnya di mulai dari cara mendidik

(24)

pembagian peran gender. Budaya mengatur mana yang baik dan mana yang

tidak baik serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam perkara

seksualitas.

Budaya melayu atau orang melayu begitu pendiam, namun diamnya

adalah diam pedang yang disarungkan. Mereka menganggap isu seks jika

dibicarakan secara terdepan atau terbuka , bakal melanggar tradisi dan adat

ketimuran dalam masyarakat di negara ini. Isu ini boleh dianggap sebagai isu

“ taboo ” dan tidak boleh dibicarakan secara terbuka atau sebaris dengan

isu-isu yang lain yang melibatkan pendidikan ( Mu’tadin,2002)

D. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa. Menurut WHO usia remaja adalah 12-24 tahun. Sementara PBB

menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Sarwono (2003)

menyebut periode remaja sebagai periode “Srtum Und Drang” yaitu periode

peralihan masa anak-anak ke masa dewasa yang penuh gejolak. Sedangkan

Hurlock (1999) periode remaja adalah periode dimana terjadi kematangan

fisik, mental, emosi dan sosial.

Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi 3 tahap

yaitu :

a. Masa remaja awal (early adolescence)

Terjadi pada usia 10-12 tahun. Pada masa ini remaja lebih dekat

dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan

(25)

b. Masa remaja tengah (middle adolesence)

Terjadi pada usia 13-15 tahun. Pada masa ini remaja mencari

identitas diri, timbul keinginan untuk mengenal lawan jenis, mempunyai rasa

cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak,

berkhayal tentang aktifitas seks.

c. Masa remaja akhir (late adolesence)

Terjadi pada usia 15-19 tahun. Pada masa ini remaja ditandai

dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam memilih teman

sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan

mampu berpikir abstrak.

2. Perkembangan Seksual Remaja

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk

pertumbuhan organ-organ seksual untuk mencapai kematangan sehingga

mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perkembangan seks remaja

ditandai dengan :

a. Munculnya tanda Seks Primer

Tanda seks primer pada remaja putri adalah dengan terjadinya haid

pertama (menarche) dan pada remaja putra terjadi mimpi basah

(wet dream). Masa dimana tanda seks primer ini muncul disebut

juga masa pubertas.

b. Munculnya tanda Seks Sekunder

Tanda seks sekunder pada remaja putri ditandai dengan pinggul

(26)

diketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan pada remaja putra

terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, tumbuh rambut disekitar

kemaluan dan ketiak.

Perubahan tersebut diatas dialami oleh setiap remaja. Kadangkala

hal tersebut sangat membingungkan mereka apalgi jika pengetahuan mereka

kurang. Oleh karena itu pendidikan yang tepat tentang perubahan fisik

tersebut terutama perubahna organ-organ seksual sangat penting agar remaja

siap menghadapinya.

3. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong

hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya dan sesama jenisnya.

Bentuk-bentuk perilaku seksual dapat bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik

pada lawan jenisnya, berpacaran, bercumbu bahkan sampai bersenggama.

Objek seksualnya dapat berupa orang orang dalam khayalan atau dirinya

sendiri (Sarwono, 2003).

Perilaku seksual yang sering terjadi pada remaja antara lain :

a. Masturbasi atau Onani

Masturbasi atau onani adalah suatu kegiayan memanipulasi alat

genital untuk memuaskan keinginan seksual.

b. Berpacaran

Merupakan kegiatan seksual yang ringan mulai dari sentuhan,

(27)

yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan

memuaskan dorongan seksual.

c. Bersenggama

Merupakan perilaku seksual yang lebih dalam yang melibatkan

hubungan organ-organ seksual untuk memuaskan dorongan

seksual.

Dalam bukunya Psikologi Remaja (Sarwono, 2003) menyebutkan

beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja

antara lain :

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat

seksual remaja. Peningkatan hormon tersebut menyebabkan

remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku

tertentu. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan

karena adanya penundaan usia perkawinan maupun karena

norma sosial yang semakin lama semakin menuntut

persyaratan yang terus meningkat seperti pendidikan,

pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain.

b. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang

untuk berhubungan seksual sebelum menikah, untuk remaja

yang tidak dapat menahan diri memiliki kecendrungan untuk

hal-hal tersebut.

c. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya

(28)

dengan teknologi yang canggih menjadi tidak terbendung lagi.

Remaja yang ingin tahunya besar dan suka coba-coba akan

meniru apa yang dilihat dan didengar dari media massa karena

pada umumnya mereka belum mengetahui masalah seksual

secara lengkap dari orang tuanya.

d. Orang tua sendiri baik karena ketidaktahuannya maupun

karena mentabukan pembicaraan mengenai seks dalam masalah

ini tidak dapat menjelaskan kepada remajanya.

e. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan

wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran

dan pendidikan wanita sehingga wanita semakin sejajar dengan

pria.

Remaja lebih cenderung berbagi pengalaman dan menceritakan

masalah seksualnya dengan teman-teman sebaya daripada dengan

orangtuanya. Terbukti pada penelitian yang dilakukan “Synovate” sebuah

perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran pada tahun 2004

terhadap 450 remaja di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan yang

menyimpulkan bahwa 65 persen informasi tentang seks diperoleh dari teman

sebaya, 35 persen dari film porno, 19 persen dari sekolah mereka dan hanya 5

persen diperoleh dari orang tua.

Sebagian informasi yang diterima remaja dari teman-temannya

salah dan mau tidak mau orang tua harus menyadari pentingnya pendidikan

(29)

remaja dapat membuat remaja terbuka membicarakan masalahnya, dan

menganggap orang tua sebagai teman yang dapat mengerti kebutuhannya.

Saat ini karena pendidikan seks dari orang tua belum optimal, sementara

sekolah juga belum melaksanakan pendidikan seks secara formal, maka

informasi mengenai seks dapat diperoleh remaja melalui LSM-LSM yang

peduli remaja dan menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja

(30)

BAB III

KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan

variable-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang akan dilakukan.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan

dibawah ini :

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Persepsi Masyarakat Melayu tentang Pendidikan Seks bagi Remja

- Tujuan Pendidikan Seks

- Defenisi Pendidikan Seks

- Ruang Lingkup Pendidikan seks - Kiat dan bimbingan

(31)

B. Defenisi Operasional

Kuisioner Dengan

menghitung

jawaban

responden

pada

kuisioner

1. Persepsi positif

: apabila skor

responden

75%-100%

dari 25

pernyataan

yang diajukan

2. Persepsi

yang diajukan

Nominal

Kuisioner wawancara 1. 30-40 tahun

2. 41-50 tahun

3. 51-60 tahun

4. 61-70 tahun

(32)

sampai saat

4. Tidak bekerja

Ordinal

Kuisioner wawancara 1. Islam

2. Kristen

3. Budha

4. Hindu

5. Katolik

(33)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian adalah deskriptif

dan bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat melayu tentang

pendidikan seks bagi remaja.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bersuku

melayu di lingkungan III kelurahan Tanjung Pura yang memiliki remaja

yaitu sebanyak 53 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode

total sampling dimana semua populasi dijadikan sampel yaitu masyarakat

melayu yang berada di lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Pura dengan

pertimbangan bahwa dikelurahan ini belum pernah dilakukan penelitian

mengenai Persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi

remaja dan populasi masyarakat yang bersuku melayu cukup untuk

(34)

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2010 sampai Mei

2011.

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengajukan permohonan

kepada ketua program D-IV bidan pendidik fakultas keperawatan USU,

setelah itu mengajukan permohonan izin penelitian kepada kepala

kelurahan Tanjung Pura untuk melakukan penelitian ditempat tersebut.

Dalam melaksanakan penelitian ini harus dipertimbangkan

masalah etika penelitian yakni memberikan informed consent. Informed

consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden.

Jika calon responden bersedia, maka calon responden menandatangani

lembar persetujuan/informed consent. Jika calon responden tidak bersedia

.maka peneliti harus menghormati hak responden. Kerahasiaan data

responden pada instrument penelitian dijaga dengan tidak mencantumkan

nama responden.Data-data yang diperoleh dari responden semata-mata

digunakan demi perkembangan ilmu pengetahuan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun dengan

(35)

penelitian berupa kuisioner. Kuisioner disusun berdasarkan skala likert

dengan menetapkan skor jawaban untuk setiap pertanyaan yang diajukan.

Skor untuk pernyataan positif adalah setuju (S) bernilai 4, Tidak setuju

(TS) bernilai 1 dan Tidak tahu (TT) bermilai 0. Untuk pertanyaan negative

adalah setuju (S) 1, Tidak setuju (TS) bernilai 4 dan Tidak tahu bernilai 0.

Keseluruhan skor untuk kuisioner penelitian adalah 100 yang didapat dari

jumlah 25 pertanyaan dikalikan dengan skor maksimum untuk 1

pertanyaan.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan content validity yang diujikan

kepada tokoh masyarakat setempat sehingga instrument yang digunakan

tersebut dinyatakan valid dan mampu mengukur variable yang akan

diukur. Sedangkan uji reliabilitas instrument dilakukan untuk mengetahui

konsistensi alat ukur, apakah alat pengukuran yang digunakan dapat

diandalkan. Uji reliabilitas dengan cronbach’s alpha yang diolah melalui

program komputerisasi yaitu sebesar 0,981.

H. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada

responden satu persatu dan menjelaskan tujuan penelitian kepada

responden. Peneliti kemudian meminta kesediaan responden untuk

(36)

menjadi responden. Setelah diberi penjelasan mengenai cara pengisian

kuisioner, responden diberi waktu untuk mengisi kuisioner sesuai dengan

keadaan sebenarnya secara jujur. Kuisioner yang telah terkumpul

kemudian diolah dan dianalisis secara statistik.

I. Analisa data

Analisa data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan melihat

persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi. Analisa data dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian

berdasarkan teori kepustakaan yang ada dan hasil penelitian orang lain

(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini digambarkan dalam dua bagian yaitu data

demografi responden dan data mengenai Persepsi Masyarakat Melayu tentang

Pendidikan Seks bagi Remaja.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada table 5.1 mayoritas umur

responden berada pada rentang umur 41-50 tahun yaitu 32 orang (60,4%).

Pendidikan responden mayoritas tamatan SMA yaitu 27 orang (50,9%). Pekerjaan

responden mayoritas PNS yaitu 22 orang (41,5%). Dan mayoritas responden

beragama Islam yaitu 53 orang (100%)

Adapun gambaran data demografi dan karakteristik responden pada

(38)

Table 5.1 Gambaran data demografi dan karakteristik responden

No Karakteristik Responden Jumlah

N (orang) Persentase (%)

2 Pendidikan Responden

• SD

3 Pekerjaan Responden

• PNS

• Pegawai swasta

• Wiraswasta

• Tidak bekerja

22

4 Agama Responden

• Islam 53 100

2. Persepsi masyarakat melayu tentang pendidikan seks bagi remaja

Dari 53 responden yang diteliti diketahui bahwa persepsi masyarakat

melayu tentang pendidikan seks bagi remaja adalah mayoritas masyarakat

berpersepsi positif sebanyak 43 orang (81,1%) dan negatif sebanyak 10 orang

(39)

Table 5.2 Distribusi Frekuensi persepsi masyarakat melayu terhadap

pendidikan seks bagi remaja

No Persepsi N %

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat melayu

terhadap pendidikan seks bagi remaja sebagian besar adalah positif yaitu

sebanyak 43 orang (81,1%) dari total 53 responden. Namun demikian masih ada

masyarakat yang berpersepsi negatif yaitu sebanyak 10 orang (18,9%). Adanya

perbedaan dalam persepsi masyarakat terhadap pendidikan seks bagi remaja

tersebut menjelaskan teori yang dikemukakan oleh Siagian (2004) yang

menyatakan bahwa persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta yang

sebenarnya, untuk itulah mengapa dua orang atau lebih memiliki persepsi yang

berbeda terhadap objek yang dipersepsinya.

Objek yang dipersepsi dalam penelitian ini adalah pendidikan seks bagi

remaja. Masyarakat melayu yang menjadi responden dalam penelitian ini diberi

rangsang untuk mempersepsi objek tersebut menyatakan persepsinya dalam

bentuk positif maupun negatif. Persepsi dapat menjadi positif apabila masyarakat

tersebut menanggapi sesuai dengan penghayatannya dan dapat diterimanya secara

(40)

Keduanya tergantung dari faktor yang mempengaruhi timbulnya persepsi antara

lain, dari diri orang yang bersangkutan seperti pengalaman, sikap dan perhatian,

maupun faktor luar seperti situasi dan latar belakang agama dan budaya

masyarakat dalam hal ini masyarakat melayu tersebut.

Hal ini juga menjelaskan mengapa saat diberikan pernyataan-pernyataan

mengenai pendidikan seks bagi remaja yang dijabarkan dalam defenisi, tujuan,

ruang lingkup materi dan kiat serta bimbingan dalam memberikan pendidikan

seks bagi remaja, masyarakat melayu yang mejadi responden mengartikannya

secara berbeda. Hasil penelitian menunjukan masyarakat yang persepsinya positif

terhadap defenisi pendidikan seks bagi remaja adalah sebanyak 53 orang (100%)

yaitu semua responden pada penelitian ini berpersepsi positif terhadap defenisi

pendidikan seks. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah mengetahui pentingnya

diberikan pendidikan seks bagi remajanya. Persepsi negatif yang selama ini

terdapat di masyarakat yang menganggap pendidikan seks bagi remaja sebagai

pendidikan mengenai cara berhubungan seks semata tidak boleh diberikan karena

akan membuat remaja semakin ingin melakukan seks, tidak selamanya benar.

Masyarakat khususnya responden pada penelitian ini telah mengetahui pentingnya

pendidikan seks bagi remaja mereka.

Demikian juga terhadap tujuan pendidikan seks, responden pada penelitian

ini berpersepsi positif sebanyak 53 orang (100%). Ini artinya masyarakat yang

memiliki remaja mengetahui tujuan dari pendidikan seks itu sendiri adalah untuk

(41)

terhindar dari keinginan melakukan hubungan seks yang terlarang karena

mengetahui resiko yang akan dihadapinya (Mohammad, 2010)

Dalam hal materi yang diberikan dalam pendidikan seks bagi remaja,

responden yang berpersepsi positif sebanyak 51 orang (96,2%) dan yang

berpersepsi negatif sebanyak 2 orang (3,8%). Dalam hal ini juga dapat

disimpulkan bahwa masyarakat merespon positif terhadap materi yang diberikan

pada pendidikan seks bagi remaja. Sebagian kecil responden pada penelitian ini

masih berpersepsi negatif sebanyak 2 orang (3,8%) ini mungkin mereka masih

mengartikan bahwa materi yang diberikan dalam pendidikan seks hanya

mengenai seks saja, padahal materi pendidikan seks jauh lebih luas yang

mencakup segala aspek kehidupan manusia.

Demikian juga dalam hal kiat dan bimbingan dalam memberikan

pendidikan seks bagi remaja, responden berpersepsi positif sebanyak 53 orang

(100%). Dapat diartikan bahwa masyarakat khususnya masyarakat melayu yang

menjadi responden dalam penelitian ini sudah mengetahui dengan baik dan benar

kiat mereka dalam memberikan bimbingan pendidikan seks bagi remajanya.

Dari hal-hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat

melayu itu sendiri tentang pendidikan seks bagi remajanya adalah persepsi positif

sebanyak 43 orang (81,1%) dan persepsi negatif sebanyak 10 orang (18,9%).

Peneliti mengasumsikan bahwa masih ada sebagian masyarakat melayu yang

menganggap pendidikan seks adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dan dilarang

oleh agama, kemungkinan mereka masih dipengaruhi oleh nilai budaya melayu

(42)

pendidikan seks bukanlah tanggung jawab utama mereka sehingga mereka tidak

perlu memahami seksualitas dan kehidupan remaja.

Melihat masih adanya perbedaan dalam persepsi pendidikan seks bagi

remaja, peneliti merasa bahwa perlu adanya penyuluhan dan konseling bagi

masyarakat agar lebih memahami dan dapat memberikan pendidikan seks bagi

remajanya dimulai dari keluarga itu sendiri. Semuanya itu bertujuan agar remaja

(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan terhadap 53 responden yaitu orang tua yang

memiliki remaja usia 10-19 tahun di Lingkungan III Kelurahan Tanjung Pura

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mayoritas umur responden berada pada rentang umur 41-50 tahun yaitu 32 orang

(60,4%). Pendidikan responden mayoritas tamatan SMA yaitu 27 orang (50,9%).

Pekerjaan responden mayoritas PNS yaitu 22 orang (41,5%). Dan mayoritas

responden beragama islam yaitu 53 orang (100%)

2. Mayoritas responden berpersepsi positif tentang pendidikan seks bagi remaja

yaitu sebanyak 43 orang ( 81,1 %) dan berpersepsi negatif sebanyak 10 orang

( 18,9%)

B. SARAN 1. Bagi Peneliti

Bagi peneliti agar penelitian ini dikembangkan di Kelurahan Tanjung Pura untuk

mengetahui persepsi masyarakat tidak hanya masyarakat melayu terhadap

pendidikan seks bagi remaja. Selain itu peneliti juga menyarankan agar pada

penelitian selanjutnya diteliti secara spesifik faktor-faktor yang mempengaruhi

(44)

2. Bagi Profesi kebidanan

Pada penelitian ini masih didapati bahwa ada masyarakat yang berpersepsi negatif

tentang pendidikan seks bagi remaja. Hal ini apabila dibiarkan akan membuat

remaja tetap tidak mendapatkan informasi yang benar tentang seksualitas. Untuk

itu diharapkan agar bidan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi

remaja agar lebih aktif mengadakan penyuluhan dan program pendidikan tentang

kesehatan reproduksi bagi remaja dan orang tua.

3. Bagi Responden

Bagi responden agar dapat lebih memahami pentingnya pendidikan seks bagi

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. (2009). Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka

Cipta

Athar. S. (2003). Bimbingan Seks Bagi Remaja Muslim. Jakarta : Pustaka Zahara

BKKBN. (2003). Remaja Memahami Dirinya. Medan : BKKBN Kota Medan

.(2005). Remaja, Karena Informasi Tidak Tuntas. Dalam

Dempsey P.A, Dempsey A.D (2001). Riset Keperawatan. Buku Ajar dan Latihan. Jakarta

: EGC

Depkes RI. (2004). Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Depkes RI

Dianawati . A. (2003) . Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta : Kawan Pustaka

Effendi. N. (2001). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Gatra. (2004). Boyke Usul, Pendidikan Seks Masuk Kurikulum. Dalam

Agustus 2010

Gunarsa. S. (1995). Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Kelurga. Jakarta : BPK

Gunung Mulia.

. (2004). Psikologi Untuk Kelurga. Jakarta .BPK Gunung Mulia.

Haryono. R. (2000). Pendidikan Seks. Bandung : FK UNPAD

Hidayana. MI, dkk. (1997). Perilaku Seks Remaja Di Kota dan Di Desa. Kasus Sumatera

Utara. Jakarta : Lab. Antropolgi Fakultas Ilmu Sospol UI.

(46)

Kartono. M. (1998). Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan.

Mahmud. D. (1990). Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta : BPFF UGM

Mu’tadin. (2002). Pendidikan Seksual Pada Remaja. Dalam

Notoadmodjo. S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugraha. B. (1997). Problema Seks Dan Cinta Remaja. Jakarta : Bumi Aksara.

(2003). Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Zahra.

Pratiwi. (2004). Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta : Tugu Publisher.

Reiss. M, Halstead, J.M. (2004). Sex Education. From Principles To Practice.

Yogyakarta : Alenia Press.

Saparie. (2004). Kesehatan Reproduksi Remaja Terabaikan. Dalam

Agustus 2010

Sarwono, S.W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Siagian. S. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Suarta. (2002). Pendidikan Seksual dan Reproduksi Berbasis Sekolah??. Dalam

2010

Tukan. S. (1994). Metoda Pendidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga. Jakarta : Erlangga

(47)

Wijaya. A. (2004). Pendidikan Seks, Suatu Kebutuhan Yang Mendesak. Dalam

Dibuka tanggal 10 November 2010.

Wilopo. S.A. (2004). Perlu Layanan Konseling Seks Bagi Remaja. Dalam

(48)
(49)

LEMBAR KUESIONER

PETUNJUK PENGISIAN :

a. Responden diminta untuk memberikan tanda checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia.

b. Jawablah sesuai menurut pendapat responden

c. Semua pertanyaan hendaklah dijawab dengan sebenarnya.

DATA RESPONDEN :

Nomor Responden : ……(diisi oleh peneliti)

Umur responden : …… tahun

Pendidikan responden : ( ) SD ( ) SLTP

( ) SMA ( ) PT/Akademi

Pekerjaan Responden : ( ) PNS

( ) Pegawai Swasta

( ) Wiraswasta

( ) Tidak Bekerja

Agama responden : ( ) Islam ( ) Budha ( ) Katolik

(50)

KUESIONER PERSEPSI MASYARAKAT MELAYU TENTANG PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA

NO PERNYATAAN SETUJU

(S)

1. Membicarakan seks kepada remaja adalah hal yang tabu 2. Pendidikan seks merupakan

pendidikan mengenai cara

berhubungan seksual

3. Pendidikan seks akan

mampu membuat remaja

mengambil keputusan

tentang sikap seksualnya

4. Pendidikan seks akan

membuat remaja

berpengalaman dalam

melakukan seks

5. Pendidikan seks akan menyebabkan remaja semakin ingin melakukan hubungan seks

6. Pendidikan seks akan semakin membentengi remaja dari pengaruh informasi seksual yang tidak benar

7. Pendidikan seks dapat

membuat remaja tahu

resiko melakukan hubungan

(51)

8. Pendidikan seks akan

meningkatkan kesehatan

fisik dan mental remaja

9. Pendidikan seks adalah

kegiatan pendidikan

mengenai seksual dengan

mengikutsertakan nilai dan

norma agama

10. Tujuan pendidikan seks

adalah agar remaja

memiliki pengetahuan

seluas-luasnya tentang

hubungan seksual

11. Pendidikan seks diberikan

pada remaja sebagai wujud

dari norma dan nilai agama

yang terlalu ketat

12. Seks adalah hal alamiah

yang tanpa diberikan

pendidikan pun remaja akan

tahu setelah menikah

13. Pendididkan seks

bermaksud membimbing

remaja kearah perilaku

seksual yang bertanggung

jawab

14. Cukup sekali saja

memberikan pendididkan

seks bagi remaja ketika ia

(52)

15. Pendidikan seks diberikan

pada saat remaja

perempuan telah mendapat

menstruasi dan mimpi

basah pada laki-laki

16. Remaja harus diberi

pendidikan seks agar

mereka tidak bertanya lagi

17. Orangtua harus tahu seluk

beluk dunia remaja

18. Apabila anak bertanya

tentang seks maka anda

akan menjelaskan dengan

menggunakan symbol dan

perumpamaan agar tidak

terkesan porno

19. Orangtua sebaiknya

mengetahui pemahaman

yang baik tentang seks

20. Membicarakan seks dengan

anak remaja menggunakan

bahasa yang ilmiah agar

mereka mengerti

21. Nilai agama dan budaya

tidak perlu dimasukkan

kedalam pendidikan seks

22. Remaja putri sebaiknya

diberi tahu tentang organ

(53)

23. Remaja perlu diberitahu

tentang akibat apabila

mereka berperilaku seks

bebas yang dilarang agama

dan masyarakat

24. Pendidikan seks

memberikan materi tentang

mimpi basah pada remaja

putra dan menstruasi pada

remaja putrid

25. Kesibukan orangtua

bukanlah alasan untuk tidak

memberikan pendidikan

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Erizca Fitria Zuhra

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Pura, 27 Mei 1988 Agama/Suku : Islam/ Jawa

Nama Ayah : Rusdi, B.A

Nama Ibu : Nurliza, S.Pd

Status : Belum menikah

Alamat : Jln. S.M Yusuf No 6 Tanjung Pura

Pendidikan Formal

Tahun 2010 – 2011 : Tamat Dari Pendidikan D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2006 – 2009 : Tamat Dari D-III Kebidanan AKBID Bakti Inang Persada Medan Tahun 2003 – 2006 ; Tamat Dari MAN 2 Tanjung Pura

Gambar

Table 5.1 Gambaran data demografi dan karakteristik responden

Referensi

Dokumen terkait

berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan teknik Collaizi. Penelitian ini mengidentifikasi delapan tema yaitu: 1) Manfaat ASI

Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah barang,

Pergeseran itu kian terkuatkan oleh pengarusutamaan argumen para praktisi dan akademisi tentang pembangunan berbasis komunitas dan pendekatan partisipatif—semisal

Transistor PMOS terbuat dari substrat dasar tipe-n dengan daerah source dan drain didifusikan tipe p + dan deerah kanal terbentuk pada permukaan tipe p. Positif MOS

1) Menetapkan materi layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan atau permasalahan siswa yang akan dikenai layanan. 2) Menetapkan tujuan atau hasil yang ingin dicapai. 3)

Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro.. Jurnal Ilmiah

Setelah perceraian tidak langsung menjadikan kedua belah pihak (mantan suami istri) lepas dari tanggungjawab mereka masing-masing, mereka masih memiliki kewajiban

Puji Syukur kepada Tuhan YME atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan thesis yang berjudul “ Analisis Pengaruh Tingkat Pelayanan Frontliner