• Tidak ada hasil yang ditemukan

Application Edible Coating Made Of Chitosan And “Lemon Cina” Extract (Citrus Mitis) To Fillet Skipjack Tuna (Katsuwonus Pelamis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Application Edible Coating Made Of Chitosan And “Lemon Cina” Extract (Citrus Mitis) To Fillet Skipjack Tuna (Katsuwonus Pelamis)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN KITOSAN

DAN EKSTRAK LEMON CINA (Citrus mitis) PADA

FILLET IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

NINI MUNIRAH RENUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Nini Munirah Renur NIM F153100121

(3)

RINGKASAN

NINI MUNIRAH RENUR. Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Dibimbing oleh Yadi Haryadi dan Emmy Darmawati.

Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan adalah kitosan. Kitosan memiliki sifat yang mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, merupakan kation yang kuat, koagulan yang baik, dan mudah membentuk membran atau film. Kitosan banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk tekstur, dan pembuatan gel. Selain itu upaya memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan menggunakan bahan alami, salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan adalah lemon cina (Citrus mitis) atau sering dikenal dengan nama lemon kasturi. Jenis lemon cina ini kurang populer di Indonesia. Lemon cina banyak ditemui di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon cui dan di Maluku disebut lemon cina. Edible coating berbahan alami kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan pengawet dan antimikroba merupakan alternatif yang baik untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas fillet ikan cakalang selama penyimpanan.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan bahan alami kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan pengawet alami dan antibakteri pada pembuatan edible coating sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengkaji daya antibakteri

edible coating berbahan kitosan dan daya antibakteri edible coating berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang, 2) mengkaji aplikasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan cakalang selama penyimpanan pada suhu dingin.

Penelitian Tahap I menunjukkan bahwa adanya daya antibakteri (berdasarkan analisis TPC) kitosan dalam formula edible coating yang diterapkan pada fillet ikan cakalang menurun dengan meningkatnya konsentrasi kitosan. Nilai TPC terendah fillet ikan cakalang secara nyata dicapai pada penambahan kitosan 1% (b/v). Pada konsentrasi 2, 3, dan 4% (b/v) nilai TPC fillet ikan cakalang meningkat secara nyata. Penelitian Tahap II juga menunjukkan bahwa adanya daya antibakteri (berdasarkan analisis TPC) ekstrak lemon cina dalam formula

edible coating yang diterapkan pada fillet ikan cakalang dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak lemon cina semakin baik daya antibakterinya. Nilai TPC terendah fillet ikan cakalang secara nyata dicapai pada penambahan ekstrak lemon cina 40% (v/v). Pada konsentrasi 10, 20, dan 30% (v/v) nilai TPC fillet ikan cakalang meningkat secara nyata.

Pada Penelitian Tahap III, aplikasi edible coating berbahan kitosan 1% (b/v) dan ekstrak lemon cina dengan konsentrasi 30, 35, dan 40% (v/v) pada fillet ikan cakalang yang disimpan pada suhu 5 oC, selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari secara nyata menunjukkan nilai pH, nilai TPC, dan nilai TVB yang lebih rendah dari nilai pH, nilai TPC, dan nilai TVB fillet ikan cakalang kontrol (tanpa diberi edible coating). Sementara itu pada parameter warna, tekstur, dan bau, panelis hampir tidak dapat membedakan warna, tekstur, dan bau fillet kontrol dengan warna, tekstur, dan bau fillet yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina.

(4)

SUMMARY

NINI MUNIRAH RENUR. Application Edible Coating made of Chitosan and “Lemon

Cina” Extract (Citrus mitis) to Fillet Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis). Supervised by YADI HARYADI, EMMY DARMAWATI.

One of the organic compound which is safe to use to extend freshness of fish is chitosan. The characteristics of chitosan are easy degraded biologically, non-toxic, strong cation, well coagulant, and easy to form a membrane or film. Chitosan is widely used as a thickening agent, binder, stabilizer, texture forming, and gel manufacture. In addition, to extend shelf life of foodstuffs by using natural ingredients, one of the safe natural ingredients used to extend freshness of fish is “lemon cina” (Citrus mitis) or commonly known as kasturi orange. “Lemon cina" less popular in Indonesia. “Lemon cina” mostly found in North Sulawesi and well known as “lemon cui” and in theMoluccas called “lemon

cina”. Edible coating made of chitosan and “lemon cina” extractas preservative and antimicrobial agent could be an alternative to improve shelf life and quality of skipjack tuna fillets.

The main objective of this research was to examine the use of “lemon cina” extract and chitosan as an organic preservative and antibacterial agent in the manufacture of edible coating, while the specific objectives of this research were to: 1) study antibacterial ability of edible coating made of chitosan and “lemon cina” extract for skipjack tuna fillets, 2) study the application of edible coating made of chitosan and “lemon cina” extract on characteristics of skipjack tuna fillets during storage at cold temperatures.

The results of phase I research showed that presence of antibacterial ability of chitosan (based on TPC analysis) in edible coating formula which is applied on skipjack tuna fillets decreased by increasing of chitosan concentration. The lowest TPC value of skipjack tuna fillets significantly achieved by addition of 1% (w/v) chitosan. At concentration of 2, 3, and 4% (w/v) TPC value of skipjack tuna fillets increased significantly. Results of phase II research showed that the higher the “lemon cina” extract on edible coating, the better the antibacterial ability was. The lowest TPC value of skipjack tuna fillets significantly achieved by addition of 40% (v/v) “lemon cina” extract. TPC value of skipjack tuna fillets increased significantly at concentration 10, 20, and 30% (v/v) of “lemon cina” extract.

Results of phase III research showed that the application of edible coating made from 1% (w/v) chitosan and 30, 35, and 40% (v/v) concentration of “lemon cina” extraction skipjack tuna fillets those were stored at 5 °C, for 1, 7, 14, 21, and 28 days clearly showed that the pH, TPC and TVB values were lower than the controled one (without edible coating). Meanwhile, on the parameters of color, texture, and odor, panelists could hardly distinguish the color, texture, and odor of the controled fillets with the treated ones.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN KITOSAN DAN EKSTRAK LEMON CINA (Citrus mitis) PADA

FILLET IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

NINI MUNIRAH RENUR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT sebagai Pencipta Semesta Alam, hanya kepada-Nya penulis selalu memohon berkah dan perlindungan. Sembah sujud sebagai ungkapan rasa syukur atas segala Rahmat dan Hidayah serta nikmat kesehatan yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan penelitian ini, dengan judul Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada

Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis).

Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesisi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si, sebagai komisi

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis. Serta Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc, sebagai penguji dan pemberi arahan kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen beserta stafnya.

3. Dr. rer.nat. Ir. E. A. Renjaan, M.Sc, Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual.

4. Suami Ridwan Abduh Fadirubun, SE, M.Ec.Dev dan kedua anak penulis Muhammad Badrun Rahmadhy dan Fathan Khairul Anam, yang telah sabar serta penuh pengertian dan kasih sayang mendukung penulis untuk melanjutkan tugas belajar meskipun jauh dari keluarga.

5. Orang tua penulis (Alm) Drs. H. Muhammad Renur, MPA dan (Alm) Hj. Rahmah Renur/Rahakbauw, saudara penulis Usman Renur, ST, MT, dr. Mirna Z Renur, M.S. Heider Renur, ST dan Alim Renur terima kasih atas doa dan dukungannya.

6. Bapak dan ibu mertua penulis H. Mahmud Fadirubun dan Hj. Badaria Fadirubun/Kabalmay, kakak dan adik ipar serta semua keluarga, terima kasih atas doa dan dukungannya serta telah menjaga putra kami dengan penuh kasih sayang selama penulis menjalankan studi.

7. I. Berly D. Kapelle, S.Si, M.Si, terima kasih atas perhatian dan dukungan selama penulis melakukan penelitian.

8. Semua teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2011, terima kasih telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat kepada penulis terkhusus kepada Asniwati Zainuddin dan Renny Anggraini yang selalu setia menemani dalam suka maupun duka.

9. Semua teman-teman dari Maluku dan Makassar serta semua pihak yang belum penulis sebut satu persatu yang telah membantu lancarnya penyusunan tesis ini

Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat. Untuk segala kekurangan, kesalahpahaman dan kata-kata yang kurang tepat, penulis ingin mengucapakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) 4

Penurunan Mutu Ikan Segar 5

Kitosan 6

Lemon Cina (Citrus mitis) 9

Edible Coating 10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian 12

Bahan dan Alat 12

Prosedur Penelitian 12

Parameter Pengamatan 16

Rancangan Percobaan 18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap I :Kajian Daya Antibakteri Edible Coating

Berbahan Kitosan pada Fillet Ikan Cakalang 19

Penelitian Tahap II : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating

Berbahan Ekstrak Lemon Cina pada Fillet Ikan Cakalang 20 Penelitian Tahap III : Aplikasi edible couting berbahan kitosan

dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang 21

Karakteristik Organoleptik 25

Pembahasan Umum 29

SIMPULAN DAN SARAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 37

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis-jenis tuna yang dianggap paling komersil 5

2 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri 8

3 Sifat dan karakteristik kitosan 8

4 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan kitosan

pada fillet ikan cakalang 20

5 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan ekstrak

lemon cina pada fillet ikan cakalang 20

6 Hasil nilai pH edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon

cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan 22 7 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan kitosan

dan ekstrak lemon cina selama penyimpanan terhadap log jumlah

mikroba (CPU/ml) pada fillet ikan cakalang 23

8 Hasil nilai Total Volatile Base (TVB) edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang selama

penyimpanan 24

9 Hasil nilai Warna edible coating berbahan kitosan dan ekstrak

lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan 26 10 Hasil nilai Tekstur edible coating berbahan kitosan dan ekstrak

lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan 27 11 Hasil nilai Bau edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon

cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan 29

DAFTAR GAMBAR

1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) 4

2 Struktur kimia kitosan 7

3 Jeruk Cina (C. Ichangensis) 9

4 (a) Ikan cakalang, (b) Kitosan, (c) Lemon cina 12

5 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan kitosan 13 6 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan ekstrak lemon cina 14 7 Diagram alir pembuatan kombinasi edible coating berbahan ekstrak

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar penilain uji organoleptik edible coating pada fillet ikan

cakalang 37

2 Hasil analisis pengaruh perbandingan konsentrasi edible coating berbahan kitosan terhadap nilai (TPC) Total Plate Count (koloni/g)

pada fillet ikan cakalang 38

3 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC 38

4 Hasil analisis pengaruh perbandingan konsentrasi edible coating berbahan ekstrak lemon cina terhadap (TPC) Total Plate Count

(koloni/g) pada fillet ikan cakalang 39

5 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC 39

6 Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina selama penyimpanan cakalang terhadap nilai pH pada

fillet ikan cakalang 40

7 Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-1 (H1) 40 8 Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-7 (H7) 41 9 Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-14 (H14) 41 10 Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-21 (H21) 42 11 Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-28 (H4) 43 12 Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak

lemon cina selama penyimpanan terhadap Total Plate Count

(CPU/ml) pada fillet ikan cakalang 44

13 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-1 (H0) 44 14 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-7 (H7) 45 15 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-14 (H14) 45 16 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-21 (H21) 46 17 Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-28 (H28) 47 18 Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak

lemon cina selama penyimpanan terhadap total volatil base

(mg N/100 g) pada fillet ikan cakalang 48

19 Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-1 (H1) 48 20 Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-7 (H7) 49 21 Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-14 (H14) 49 22 Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-21 (H21) 50 23 Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-28 (H28) 51 24 Hasil analisis statistik nilai mutu hedonik fillet ikan cakalang

selama penyimpanan 52

25 Hasil analisis kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik fillet ikan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya mempertahankan tingkat kesegaran ikan merupakan hal yang sangat penting. Ikan merupakan kelompok bahan pangan yang sangat mudah mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu ikan yang cepat berlangsung setelah ikan mati disebabkan karena beberapa faktor antara lain terjadinya proses enzimatis atau adanya mikroorganisme pembusuk yang berkembang pada tubuh ikan. Perubahan biokimia dan mikroba pascapanen dalam jaringan ikan sangat tergantung secara signifikan pada faktor-faktor yang mengontrol konsentrasi substrat dan metabolit yang berhubungan dengan kontaminasi mikroba dan kondisi setelah penangkapan (Duran et al. 2008).

Pada industri makanan kemasan mempunyai peranan yang sangat penting. Peran utama kemasan antara lain adalah mengawetkan dan melindungi produk dari kontaminasi eksternal, termasuk keamanan makanan, serta memelihara kualitas dan meningkatkan masa simpan. Umur simpan produk dapat ditingkatkan dengan mengurangi risiko cemaran dari mikroba, reaksi biokimia dan enzimatik melalui berbagai cara seperti mengontrol kelembaban dan suhu, menghilangkan atau mengurangi oksigen, menambahkan bahan aditif kimia, dan penggunaan bahan pengawet, atau kombinasi dari kedua bahan tersebut. Bahan kemasan yang sempurna tidak boleh memindahkan satupun molekul berbahaya dari bahan kemasan ke dalam produk. Beberapa studi telah dilakukan terkait adanya beberapa bahan kemasan yang diduga sebagai sumber kontaminan berbahaya karena adanya migrasi zat kimia dari bahan kemasan tersebut ke dalam produk terkemas, seperti terjadinya migrasi diphenylbutadiene dari low-density polyethylene (LDPE) jika kontak dengan produk yang memiliki lemak tinggi seperti cokelat dan margarin (Silva et al. 2007).

Untuk mempertahankan kualitas ikan dapat dilakukan beberapa cara antara lain dengan memanfaatkan teknologi kemasan edible packaging. Ada 2 jenis

edible packaging, yaitu yang berbentuk sebagai lembaran (edible film) dan lapisan (edible coating). Penelitian mengenai pelapisan produk pangan dengan edible film

dan coating telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk. Edible film dan coating serta bahan

biodegradable menawarkan sistem kemasan alternatif yang mungkin mengganti beberapa bahan kemasan sintesis atau mengurangi penggunaan bahan sintesis (Regalado et al. 2006). Edible coating dapat diterapkan secara langsung untuk bahan makanan (Estaca et al. 2007) atau dibuat menjadi edible film yang kemudian digunakan untuk melapisi permukaan makanan (Oussalah et al. 2004).

Mekanisme utama penggunaan edible coating pada makanan yaitu meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai penghalang terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan menjaga kelembaban. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa edible film dan

(14)

mengurangi limbah plastik yang berasal dari polimer sintesis sehingga mengurangi kerusakan lingkungan.

Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan adalah kitosan. Kitosan merupakan senyawa polimer yang dihasilkan dari ekstraksi hewan bercangkang keras (krustasea). Pencampuran kitosan ke dalam komposit akan semakin meningkatkan karakteristiknya selain efisiensi biaya (Sorrentino et al. 2007). Kitosan memiliki sifat yang mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, merupakan kation yang kuat, koagulan yang baik, dan mudah membentuk membran atau film. Kitosan banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk kekenyalan, dan pembuatan gel.

Selain itu upaya memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan menggunakan bahan alami, salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan adalah lemon cina (Citrus mitis) atau sering dikenal dengan nama lemon kasturi. Jenis lemon cina ini kurang populer di Indonesia. Lemon cina banyak ditemui di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon cui dan di Maluku disebut lemon cina. Lemon cina mengandung unsur-unsur senyawa kimia organik yang bermanfaat, misalnya: asam sitrat, asam formiat, asam askorbat (vitamin C), bioflavonoid, saponin, dan linalin asetat. Komponen alami tersebut dapat menyembuhkan batuk, menghaluskan kulit, menurunkan demam, dan menghilangkan bau amis pada ikan dan berbagai jenis makanan laut. Selain itu lemon cina juga mengandung berbagai mineral yang baik untuk kesehatan tubuh, diantaranya kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalium oksalat (Soenaryono 1989).

Berdasarkan berbagai informasi tersebut, pengaruh kitosan dan ekstrak lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Dimasa depan, penggunaan kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan alami diharapkan dapat diaplikasikan untuk kemasan makanan, terutama dalam edible film dan coating yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan.

Perumusan Masalah

Permintaan terhadap seafood segar dengan umur simpan yang lebih panjang dan bermutu mendorong dilakukannya penelitian yang difokuskan pada penggunaan bahan-bahan alami. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penggunaan bahan-bahan alami yaitu kitosan dan ekstrak lemon cina (Citrus mitis) terhadap karakteristik fillet

(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan bahan alami kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan pengawet alami dan antibakteri pada pembuatan edible coating.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji daya antibakteri edible coating berbahan kitosan dan daya antibakteri

edible coating berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang.

2. Mengkaji aplikasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan cakalang selama penyimpanan pada suhu dingin.

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Menurut Matsumoto et al. (1984), klasifikasi ikan cakalang adalah sebagai berikut :

Filum : Vetebrata Sub filum : Craniata Series : Pisces Kelas : Teleostomi Sub kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Sub ordo : Scombroidei Famili : Scombridae Sub famili : Scrombrinae

Tribe : Thunnini

Genus : Katsuwonus

Spesies : Katsuwonus pelamis L.

Ikan cakalang adalah ikan pelagis yang merupakan perenang cepat dan mempunyai sifat rakus. Ikan cakalang atau skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) dapat mencapai panjang 1 m dengan berat 25 kg. Ikan ini juga terdapat di tiga samudera dunia tetapi menghendaki kondisi tertentu. Faktor pembatasannya yang penting ialah suhu dan salinitas. Ikan cakalang lebih banyak hidup diperairan lapisan permukaan dengan suhu 16–30 oC dan salinitas 32–36%. Penangkapan cakalang banyak di perairan sekitar Bitung, Ambon, Ternate, Sorong, dan Waigeo (Nontji 2007). Bentuk ikan cakalang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

(17)

bulat, tipis insang (gill rakes) berjumlah 53–63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14– 16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7–9 finlet.

Sirip dada pendek, terhadap dua flop diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7–8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4–6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan.

Penurunan Mutu Ikan Segar

Dalam proses pengolahan ikan, kesegaran ikan adalah mutlak. Jika ikan sebagai bahan baku sudah tidak segar lagi, maka sebaik apapun proses pengolahannya tidak akan menghasilkan produk yang baik. Segera setelah ditangkap, ikan dengan cepat akan mengalami penurunan mutu bila disimpan pada suhu ruang. Pada suhu dingin sekalipun, mutu ikan akan mengalami penurunan, namun kecepatannya lebih lambat dari penurunan mutu ikan yang disimpan pada suhu ruang. Penurunan mutu ikan ditunjukkan oleh banyak parameter, yaitu parameter-parameter kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Parameter kimia ikan antara lain adalah pH dan nilai TVB (Total Volatile Base). Parameter mikrobiologis adalah TPC (Total Plate Count). Parameter organoleptik adalah warna, kekenyalan, dan bau.

Poernomo (2009) menyatakan bahwa kesegaran ikan berpengaruh terhadap keamanan komsumsinya. Setelah ikan mati, seluruh otot ikan mengalami relaksasi dan kekenyalan menjadi elastis serta lemas yang bertahan dalam beberapa jam setelah otot berkontraksi. Otot ikan kemudian menjadi keras dan kaku, seluruh tubuh ikan menjadi tidak fleksibel dan ikan berada dalam kondisi rigor mortis. Selesainya rigor mortis membuat otot kembali rileks dan menjadi lemas, tapi tidak lebih elastis seperti sebelum rigor. Kecepatan permulaan dan akhir rigor bervariasi dari spesies ke spesies dan dipengaruhi oleh suhu, penanganan, ukuran dan kondisi fisik pada ikan (FAO 1995). Selanjutkan juga dijelaskan bahwa mutu ikan setelah mati sangat dipengaruhi oleh keadaan pasar, geografis, dan budaya (Pacquit et al. 2008).

Aspek keamanan pada produk pangan berkaitan dengan keberadaan bakteri patogen berbahaya seperti C. botulinum dan Vibrio spp. Bakteri patogen ini menghasilkan biotoksin yang berbahaya bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bakteri patogen ini dapat berasal dari mikroba flora alami daging ikan atau dapat juga dari luar daging ikan akibat proses pengolahan, penyimpanan ataupun transpostasi. Aspek kesegaran pada produk pangan berkaitan dengan pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Pseudomonas spp, Shewarella putrefaciens dan Photobacterium phosphoreum. Mikroba pembusuk ini mendegradasi komponen metabolik pada daging ikan sehingga menyebabkan bau amis dan hilangnya flavor khas pada daging ikan (Huss et al. 1997).

(18)

O autokatalitik. Proses autokatalitik menghasilkan produk autooksidasi dengan rantai karbon yang lebih pendek seperti aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, alkane, dan asam tiobarbiturik. Hubungan antara aktifitas enzim-enzim ini dengan kehadiran asam lemak bebas belum begitu stabil. Akan tetapi, hidrolisis membantu proses oksidasi dengan baik (FAO 1995).

Kitosan

Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang banyak dihasilkan dari limbah hasil laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam, dan kerang. Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin, yang merupakan komponen utama dari eksoskeleton dari kelas krustacea (No et al.

2002). Kitosan adalah kopolimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer D-glukosamin (GlcN) dalam ikatan β (1-4) yang terdiri atas 2-asetil-2-deoksi-β -D-glukopiranosa (Prashanth dan Tharanathan 2007). Kitosan merupakan polielektrolit netral pH asam. Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida dan asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan kitosan membentuk ion netral.

Kitosan memiliki sifat yang larut dalam asam tetapi tidak larut dalam asam sulfat pada suhu kamar. Kitosan juga larut dalam beberapa pelarut organik seperti asam asetat dan asam format berkonsentrasi rendah tetapi tidak larut dalam pelarut organik seperti alkohol, aseton, dimetil formamida dan dimetilsulfoksida serta tidak larut dalam larutan yang mengandung ion hidrogen di atas pH 6.5. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1-2%. Kitosan mempunyai gugus amino bebas polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Bila kitosan dilarutkan dalam asam maka kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam berbagai reagen biologi termasuk enzim (Rinaudo 2006). Proses kationisasi mengarah kepada pembentukan grup yang fungsional (OH dan NH). Kitosan yang larut dalam asam memiliki keunikan yakni mampu membentuk gel yang stabil dan membentuk muatan dwi kutub, yaitu muatan positif pada gugus NH dan muatan negatif pada gugus karboksilat (Krajewska 2004). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

(19)

Kitosan sebagai komponen larutan coating akan lebih efektif sebagai pengawet, sementara bila dicampurkan dalam media film, kitosan akan terjerat di dalam matriks sehingga aktivitas mikrobanya menurun (Pranoto et al. 2005; Chi

et al. 2006). Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok aminon reaktif. Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). Namun kitosan menunjukkan aktivitas antibakterinya hanya dalam media asam karena kelarutannya rendah di atas pH 6.5 (No et al.

2002).

Kitosan telah banyak digunakan sebagai bahan pembuat biodegradable film

dan pengawet pangan yang tahan terhadap mikroba. Mekanisme kitosan dalam menghambat mikroba dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) interaksi dengan menghambat membram sel, 2) inaktivasi enzim-enzim, dan 3) perusakan bahan-bahan genetik mikroba. Aktivitas antimikroba kitosan bergantung pada derajat deasetilasi, berat molekul, pH media, suhu, dan komponen lain (Vásconez

et al. 2009). Kitosan yang digunakan sebagai edible film maupun coating mampu menghambat kemunduran mutu mikrobiologis fillet nila merah selama penyimpanan dingin (Sebastian et al. 2006).

Umumnya kitosan mempunyai efek bakterisidal lebih kuat terhadap bakteri gram positif seperti Listeria monocytogenes, Bacillus megaterium, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis dan

Lactobacillus bulgaricus, dibandingkan dengan bakteri gram negatif seperti

Eschericia coli, Pseudomonas fluorescens, dan Salmonella tyhimurium, dengan konsentrasi kitosan yang dibutuhkan 0.1% (No et al. 2002). Kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir dapat diaplikasikan sebagai pengawet dan pelapis (edible coating) pada produk pangan. Kitosan yang ditambahkan dengan garlic oil pada pembuatan edible film dapat meningkatkan kemampuan antimikroba sehingga tidak berpengaruh terhadap sifat mekanik dan fisik film kitosan (Pranoto et al. 2005). Sri Hadi (2008) melaporkan bahwa penambahan kotisan 1% dengan ekstrak bawang putih mampu meningkatkan penghambatan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus, dengan zona penghambatan yang lebih besar dibandingkan tanpa penambahan ekstrak bawang putih. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri

Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian,

Industri edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, flavor, dan obat, mereduksi tekanan persial oksigen, pengatur suhu, menahan kegiatan browning enzimatis pada buah.

(20)

Sifat nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan tambahan makanan pada ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grasitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.

Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernihan.

Sumber: Shahidi et al. 1999.

Sifat biologis kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable) mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping dan tidak beracun. Dan sisi lainnya juga sifat biologis seperti analgesik, antitumoregenic, hemostatik, hipokolesterolemik dan antioksidan (Tharanathan dan Kittur 2003). Sifat-sifat biologis ini membuat kitosan disatu sisi sebagai pilihan yang sangat baik untuk komponen aditif makanan alami dan bahan berharga untuk aplikasi farmasi, dan industri biomedis (Rafaat dan Sahal 2009). Sifat dan karakteristik kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat dan karakteristik kitosan

Parameter Nilai

Sumber : Purwantiningsih et al. 2009

Aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet produk perikanan telah banyak dilakukan. Skonberg (2000) melaporkan penggunaan larutan kitosan 1.75% sebagai film pelapis untuk memperpanjang umur simpan fillet salmon atlantik dan ikan haddcok pada suhu 5 oC ditunjukkan dengan nilai pH, TVB dan TPC yang rendah selama penyimpanan 7 hari. Pamungkas (2008) menggunakan larutan kitosan 0.1% sebagai film pelapis produk bandeng presto pada penyimpanan suhu ruang. Hasilnya menunjukkan bahwa umur simpan badeng presto meningkat 16– 38 jam dengan nilai TVB dan TPC yang meningkat setelah 72 jam penyimpanan.

Lemon Cina (Citrus mitis)

(21)

kuningan. Bagi masyarakat di Maluku dan Sulawesi Utara, lemon cina disebut sebagai lemon cina atau lemon cui dan biasa digunakan pada masakan Cina, Ambon maupun Manado. Karena rasanya yang asam, lemon jenis ini juga bisa digunakan untuk menghilangkan bau amis pada ikan dan berbagai jenis makanan laut. Ordo lemon cina dapat dilihat pada Gambar 3, tanaman lemon umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung. Klasifikasi tumbuhan lemon cina adalah sebagai berikut (Soenaryono 1989):

Kingdom : Plantae Sub kingdom : Traceobionta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutacea

Genus : Citrus

Spesies : Citrus mitis

Gambar 3 Lemon Cina (Citrus mitis)

Lemon cina mengandung unsur-unsur senyawa kimia organik yang bermanfaat, misalnya: asam sitrat, asan formiat, asam askorbat (vitamin C) bioflavonoid, saponin, dan linalin asetat. Komponen alami tersebut dapat membantu menyembuhkan batuk, menghaluskan kulit, menurunkan demam, dan menghilangkan bau amis pada makanan. Selain itu lemon cina juga mengandung berbagai mineral yang baik untuk kesehatan tubuh, diantaranya mengandung asam fenolik, kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalsium oksalat (Soenaryono 1989).

Edible Coating

(22)

lapisan tipis yang diaplikasikan setelah sebelum dicetak dalam bentuk lembaran.

Edible coating adalah produk yang ramah lingkungan tanpa efek negatif, tidak seperti bahan pengemas sintesis yang tidak dapat didegradasi. Edible coating dan

film merupakan suatu terobosan baru yang dapat menjawab tantangan yang berkembang dalam pemasaran makanan yang bergizi, aman, berkualitas tinggi, stabil dan ekonomis.

Saat ini, sebuah konsep baru sedang dikembangkan dimana pengawet sebagai senyawa antimikroba dapat dibuat dalam bentuk lapisan atau film pada permukaan makanan untuk menjaga keawetan makanan lebih lama selama penyimpanan (Guilnert 2000). Penggunaan bahan antimikroba alami cenderung meningkat karena konsumen peduli terhadap kesehatan dan potensi bahaya dari pengawet sintesis (Suppakul et al. 2003). Edible coating atau film yang bersifat antimikroba berpotensi dapat mencegah kontaminasi patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-buahan, dan sayuran). Kombinasi antimikroba dengan pengemas coating atau film untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pada makanan dapat memperpanjang masa simpan dan memperbaiki mutu pangan (Quintavalla dan Vicini 2002). Beberapa jenis bahan antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam pengemas edible antara lain adalah rempah-rempah dalam bentuk bubuk maupun minyak atsiri seperti kayu manis, lada, cengkih, oregano (Rojas-Grau et al. 2007; Kechichian et al. 2010), minyak basil (Suppakul et al. 2003), minyak serai (Maizura et al. 2007), bawang putih (Pranoto et al. 2005), dan komponen minyak atsiri (Rojas-Grau et al. 2007).

Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000). Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Karena masalah lingkungan pula, pelapis dibuat dari biopolimer yang dapat dimakan seperti protein, polisakarisa, dan lipid yang biasanya digunakan sebagai antimikroba (Ouattara et al. 2001).

Adapun beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan menurut Krochta et al. (1994) :

1. Pencelupan (dipping)

Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan yang kurang rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah, dan sayuran.

2. Penyemprotan (spraying)

Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih seragam dari pada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang mempunyai dua sisi permukaan, seperti pizza.

3. Pembungkusan (casing)

Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible coating.

4. Pengolesan (brushing)

(23)
(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2013 di laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah khitosan yang di dapat dari Fakultas Perikanan IPB. Lemon cina (Citrus mitis) diperolah dari Ambon, Propinsi Maluku. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan ukuran 30–40 cm tanpa kepala. Ikan segar beku dikirim melalui transportasi udara dan tiba di Jakarta pada hari yang sama. Ikan ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di perairan Ambon Propinsi Maluku. Larutan asam asetat, agar bacto, aquades, dan gliserol sebagai pembuat

edible coating yang diperoleh dari laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Kemasan plastik dan styrofoam.

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain untuk membuat

fillet ikan cakalang adalah pisau khusus untuk memfillet dan wadah. Alat pembuatan edible coating adalah timbangan digital, hot plate, magnetic stirer, dan peralatan gelas. Peralatan analisis terdiri dari tabung reaksi, cawan petri, pipet volumetrik, inkubator, digital colonicounter, homogenizer, kertas saring, cawan

canway, gelas ukur, blender, dan pH meter.

Gambar 4 (a) Ikan Cakalang, (b) Kitosan, (c) Lemon Cina

Prosedur Penelitian

(25)

Penelitian Tahap I : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan Kitosan pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Tujuan penelitian tahap ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik

edible coating berbahan kitosan pada fillet ikan cakalang. Prosedur pembuatan larutan edible coating dari kitosan pada penelitian ini menggunakan metode dari Butler et al. (1996) yang dimodifikasi. Untuk membuat edible coating 100 ml larutan coating yaitu 1% kitosan (1 gram, b/v) dilarutkan dalam asam asetat 1% dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirer sertabantuan pemanasan pada suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol dengan konsentrasi 0.5% (v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan coating sambil terus diaduk hingga homogen selama 5-10 menit. Pengadukan dilakukan untuk mencegah terjadinya gumpalan kitosan pada larutan

coating. Konsentrasi gliserol yang ditambahkan sebanyak 0.5% (v/v) sesuai dengan penelitian Butler et al. (1996). Gliserol digunakan sebagai plasticizer pada pembuatan film karena gliserol merupakan molekul kecil dengan bobot molekul rendah (92.10) dan titik didih (240 oC), sangat kompatibel dengan film yang lebih fleksibel, halus dan tidak mudah rapuh. Metode yang sama dilakukan untuk membuat edible coating dengan konsentrasi kitosan 2, 3, dan 4% yaitu menambahkan 2, 3, dan 4 gram kitosan pada 100 ml asam asetat 1%.

Fillet ikan cakalang selanjutnya dicelupkan dalam larutan edible coating

berbahan kitosan dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu: 1, 2, 3, dan 4%. Pencelupan dilakukan selama 2 menit dengan 2 kali ulangan. Fillet ikan cakalang yang telah terlapis oleh edible coating kemudian ditiriskan dan disimpan selama 24 jam pada suhu ruang (±27 oC). Edible coating dari masing-masing konsentrasi kemudian dilakukan penentuan TPC (Total Plate Count). Hasil pengukuran konsentrasi terbaik dari Penelitian Tahap I ini akan digunakan dalam penelitian Penelitian Tahap III. Proses pembuatan edible coating berbahan kitosan dan perosedur Penelitian Tahap I dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan kitosan dan prosedur Penelitian Tahap I

Kitosan (1, 2, 3, dan 4%) Asam asetat 1%

Penghomogenan & pemanasan (50 oC, 60 menit)

Gliserol 0.5% diaduk 5-10 menit Larutan coating

Pencelupan fillet ikan cakalang (2 menit)

Penyimpanan 24 jam, suhu ruang ±27 oC

(26)

Penelitian Tahap II : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan

Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Tujuan penelitian tahap ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik

edible coating berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang. Prosedur pembuatan larutan edible coating dari ekstrak lemon cina ini sama dengan pembuatan edible coating berbahan kitosan. Untuk membuat edible coating

dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 10% (10 ml, v/v) ekstrak lemon cina dicampurkan kedalam 90 ml larutan agar 1% (b/v) dengan menggunakan hot plate

dan magnetic stirer serta bantuan pemanasan pada suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol dengan konsentrasi 0.5% (v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan coating sambil terus diaduk hingga homogen selama 5-10 menit. Metode yang sama dilakukan untuk membuat edible coating dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 20, 30, dan 40% dengan menambahkan 20, 30, dan 40 ml ekstrak lemon cina kedalam 80, 70, dan 60 ml larutan agar 1%.

Setelah larutan homogen kemudian laruran edible coating dari ekstrak lemon cina dengan konsentrasi 10, 20, 30, dan 40%, dilakukan pencelupan fillet

ikan cakalang pada masing-masing perlakuan konsentrasi. Pencelupan dilakukan selama 2 menit dengan 2 kali ulangan. Fillet ikan cakalang yang sudah terlapisi oleh edible coating kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu ruang (±27 oC). Setelah 24 jam penyimpanan kemudian dilakukan penentuan TPC (Total Plate Count) fillet ikan cakalang. Hasil pengukuran konsentrasi terbaik dari Penelitian Tahap II ini akan digunakan dalam Penelitian Tahap III. Proses pembuatan edible coating berbahan ekstrak lemon cina dan prosedur Penelitian Tahap II dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan ekstrak lemon cina dan prosedur Penelitian Tahap II

Penghomogenan & pemanasan (50 oC, 60 menit)

Gliserol 0.5% diaduk 5-10 menit Larutan coating

Pencelupan fillet ikan cakalang (2 menit)

Penyimpanan 24 jam, suhu ruang ±27 oC

Uji : Total Plant Count (TPC) Ekstrak lemon cina

(27)

Penelitian Tahap III : Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan

Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Pada Penelitian Tahap ke III dilakukan kombinasi kitosan dan ekstrak lemon cina dengan menggunakan konsentrasi terbaik dari Penelitian Tahap I dan Penelitian Tahap II. Kombinasi kitosan yang dipilih adalah konsentrasi 1%, sementara konsentrasi ekstrak lemon cina adalah 30, 35, dan 40%. Untuk membuat edible coating dengan konsentrasi kitosan 1% dan ekstrak lemon cina 30%, sebanyak 1 gram kitosan (b/v) dan 30 ml (v/v) ektrask lemon cina ditambahkan dalam larutan agar 70 ml (b/v) dan asam asetat 1% dengan menggunanakan hot plate dan magnetic stirer serta bantuan pemanasan pada suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol dengan konsentrasi 0.5% (v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan

coating sambil terus diaduk hingga homogen selama 5-10 menit. Metode yang sama dilakukan untuk membuat edible coating dengan kombinasi konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 35%, sebanyak 1 gram (b/v) kitosan dan 35 ml (v/v) ekstrak lemon cina ditambahkan ke dalam 65 ml larutan agar (b/v) dan asam asetat 1% dan untuk edible coating dengan kombinasi konsentrasi kitosan 1% dan ekstrak lemon cina 40%, sebanyak 1 gram (b/v) kitosan dan 40 ml (v/v) ekstrak lemon cina ditambahkan ke dalam 60 ml larutan agar (b/v) dan asam asetat 1%.

Fillet ikan cakalang selanjutnya dicelupkan dalam larutan edible coating

berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina. Lama pencelupan adalah 2 menit, kemudian ditiriskan ±5 menit pada suhu ruang (±27 oC). Pada Penelitian Tahap III disediakan kontrol, yaitu fillet ikan cakalang yang tidak diberi perlakuan edible coationg. Fillet ikan cakalang kontrol dan yang diberi perlakuan edible coating

(28)

Analisis : a. Nilai pH

b. Total Plate Count (TPC) c. Total Volati Bases (TVB) d. Uji Organoleptik

Gambar 7 Diagram alir pembuatan kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina serta prosedur Penelitian Tahap III

Parameter Pengamatan

Pengamatan terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengamati konsentrasi terbaik dari kitosan dan ekstrak lemon cina dengan metode TPC (Total Plate Count). Sendangkan pada tahap kedua adalah mengamati mutu kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina selama penyimpanan, meliputi nilai pH, Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base

(TVB), dan uji Organoleptik.

Pengukuran pH (AOAC 1995)

Pengukuran nilai pH kitosan dan ekstrak lemon cina dilakukan dengan alat pH meter. Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Tahapan pengukuran adalah sampel (daging ikan) dari masing-masing konsentrasi kitosan

Penyimpaman pada suhu 5 oC selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari

Pencelupan fillet ikan cakalang (2 menit)

Ekstrak lemon cina

(30, 35 dan 40%) Agar 1%

Kitosan (1%) Asam asetat 1%

Penghomogenan & pemanasan (50 oC, 60 menit)

(29)

dan lemon cina serta kombinasi kitosan dan lemon cina ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian setiap sampel dihaluskan menggunakan blender dengan menambahkan aquades sebanyak 100 ml sampai homogen selama 1 menit. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat dilihat pada layar pH meter.

Analisis Mikrobiologi (Fardiaz 1987)

Dalam uji mikrobiologis digunakan penentuan TPC (Total Plate Count). Prinsip kerja dari analisa TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan untuk penelitian pendahuluan secara triplo dan pada tahap tiga dilakukan secara duplo.

Pembuatan larutan sampel dengan cara mencampur 5 gram sampel ke dalam 45 ml larutan pengencer sehingga diperoleh pengenceran 10-1 (1:10). Selanjutnya dibuat pengenceran berturut-turut 10-2 dan seterusnya sesuai kebutuhan. Pengambilan sampel dan pemupukan dilakukan secara aseptik.

Media agar (Natrium Agar) dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode cawan tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan kedalam inkubator dengan posisi terbalik, yaitu tutup cawan diletakkan dibagian bawah cawan petri. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 30 oC dan diinkubasi selama 2 hari, selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri.

Analisis Total Volatile Bases (TVB)

Kadar TVB merupakan salah satu parameter dalam menentukan kemunduran mutu ikan. Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa volatil bases yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisa TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amonia, mono-, di- dan trimethylamine, dll).

Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCL 0.02 N. Sampel daging ikan cakalang sebanyak 25 gram di tambahkan 75 ml larutan TCA 7.5% diblender selama 2 menit kemudian disaring dengan kertas sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat

1 ml dimasukkan ke dalam “inner chamber” cawan conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi hampir menutupi cawan.

Dengan memakai pipet ukuran 1 ml yang lain, filtrat dimasukkan ke dalam

outer chamber disebelah kiri. Kemudian ditambahkan 1 ml K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur.

(30)

Kemudian kedua cawan Conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 35 oC selama 2 jam. Setelah disimpan, selanjutnya larutan asam borat dalam

inner chamber cawan Conway yang berisi blanco dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N (Vo), dengan menggunakan pipet volumetrik sehingga berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway berisi dengan larutan yang sama sehinggga menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko (Vi).

Kadar TVB = (j – j) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g M 1

Keterangan:

j = Volume HCl 0.02 N yang dibutuhkan untuk titrasi i = Volume titrasi blanco

M = berat sampel

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap makan. Tujuan dari uji organoleptik ini untuk mengetahui mutu ikan yang dikemas secara edible coating dari segi warna, kekenyalan, dan bau. Jumlah penelis yang diikut sertakan pada setiap periode pengujian adalah 20 orang panelis yang tidak terlatih (Setyaningsih et al. 2010). Dimana setiap penelis diminta tanggapannya secara pribadi terhadap tinggkat kesukaannya (Lampiran 1).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian Tahap I, Tahap II, dan Tahap III adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan.

Model umum untuk rancangan tersebut adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002):

Y

ijk

= µ +

τ

i

+

ɛ

ijk

Dimana :

Yijk = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

ɛijk = Pengaruh galat

Analisis Data

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap I : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan Kitosan pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Salah satu metode untuk melihat kesegaran ikan adalah dengan analisis TPC. Cepat lambatnya kerusakan hasil perikanan secara mikrobiologis tergantung pada kecepatan pertumbuhan mikrobia yang ada terutama bakteri pembusuk. Prinsip kerja analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel (fillet ikan cakalang) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo (Fardiaz 1987). Jumlah TPC standar mutu SNI 01-2733.1-2006, adalah sebesar 5.0 x 105 koloni/gram atau 5.7 log CFU/gram.

Hasil analisis edible coating berbahan kitosan dengan konsentrasi 1, 2, 3, dan 4% adalah 4.93–6.04 log CFU/gram. Hasil sidik ragam (α=0.05) terhadap nilai TPC pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan selama 24 jam penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TPC pada fillet ikan cakalang. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai TPC pada setiap konsentrasi kitosan berbeda secara nyata satu sama lain (Tabel 3). Nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan konsentrasi kitosan 1% (K4) merupakan nilai terendah 4.93 log CFU/gram yang secara nyata berbeda nyata dengan nilai TPC ikan cakalang yang diberi perlakuan kitosan dengan konsentrasi lebih tinggi 2, 3, dan 4%.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai antimikroba pada

edible coating tidak efektif pada konsentrasi di atas 1%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan akan semakin menurunkan efektivitas kitosan dalam menghambat bakteri. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi maka viskositas akan semakin meningkat hingga kitosan akan lebih sulit berdifusi dalam media agar (Komariah et al. 2013). Peneliti-peneliti terdahulu menunjukkan bahwa kitosan cukup efektif pada konsentrasi rendah. Penelitian Sri Hadi (2008) menunjukkan bahwa penambahan kitosan 1% mampu meningkatkan penghambatan bakteri Pseudmonas aeruginosa dan Bacillus cereus. Suptijah et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan larutan kitosan 1.5% sebagai film pelapis fillet ikan patin pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan nilai analisis sensori, pH dan nilai TVB yang lebih baik dari nilai sensori fillet ikan tanpa pelapis kitosan. Pamungkas (2008) menggunakan larutan kitosan 0.1% sebagai film pelapis produk bandeng presto pada penyimpanan suhu ruang. Hasilnya menunjukkan bahwa umur simpan badeng presto meningkat 16–38 jam dengan nilai TVB dan TPC yang meningkat setelah 72 jam penyimpanan.

Tabel 3 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating

(32)

Nilai-nilai TPC yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan; α = 0.05)

Penelitian Tahap II : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan

Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Edible coating yang dibuat pada tahap kedua ini untuk menentukan konsentrasi terbaik dari bahan alami ekstrak lemon cina sebagai bahan antibakteri pada fillet ikan cakalang. Konsentrasi ekstrak lemon cina dalam edible coating

adalah 10, 20, 30, dan 40% (v/v). Larutan agar 1% digunakan untuk pembuatan

edible coating pada ekstrak lemon cina dan gliserol 0.5% (v/v) sebagai plasticizer.

Pada Penelitian Tahap II yang merupakan kajian penggunaan ekstrak lemon cina sebagai bahan edible coating pada fillet ikan cakalang dengan konsentrasi 10, 20, 30, dan 40% diperoleh nilai TPC fillet ikan cakalang yang berkisar antara 6.24–6.42 log CFU/gram. Hasil sidik ragam (α=0.05) terhadap nilai TPC pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak lemon cina selama 24 jam penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TPC fillet ikan cakalang. Hasil uji Duncan terhadap nilai TPC menunjukkan bahwa nilai TPC pada setiap konsentrasi ekstrak lemon cina berbeda secara nyata satu sama lain (Tabel 4). Nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating konsentrasi ekstrak lemon cina 40% (J4) merupakan nilai terendah 6.24 log CFU/gram yang secara nyata berbeda nyata dengan nilai TPC ikan cakalang yang diberi perlakuan

edible coating dengan ekstrak lemon cina 10, 20, dan 30%. Oleh karena itu, konsentrasi ekstrak lemon cina yang digunakan pada Penelitian Tahap III adalah 30, 35, dan 40% serta 0% sebagai kontrol.

Tabel 4 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating

berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang

Konsentrasi Ekstrak

Nilai-nilai TPC yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama

lain (Uji Duncan; α = 0.05)

Penelitian Tahap III : Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan

Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Dengan mempertimbangkan nilai Total Plate Count (TPC) fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina, maka dipilih perlakuan konsentrasi terbaik sebagai bahan pembuatan kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina. Hasil Penelitian Tahap I menunjukkan bahwa fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan

(33)

nyata lebih rendah dari nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating dengan konsentrasi 2, 3, dan 4%. Penelitian Tahap II juga menunjukkan bahwa fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating dengan ekstrak lemon cina 40% memiliki nilai TPC yang paling rendah dan berbeda nyata dengan nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 10, 20, dan 30%. Pada Penelitian Tahap III, fillet

ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan 1% kemudian dikombinasikan dengan larutan ekstrak lemon cina dengan masing-masing konsentrasi 30, 35, dan 40%. Penyimpanan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari pada suhu 5 oC, kemudian melakukan analisis pengujian nilai pH, Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base (TVB), dan uji Organoleptik.

Nilai pH

Hasil sidik ragam (α=0.05) terhadap nilai pH (Lampiran 7–Lampiran 11) menunjukkan bahwa penambahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada formula

edible coating berpengaruh nyata terhadap nilai pH fillet ikan cakalang. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada penyimpanan 7 hari hingga 28 hari pada suhu 5 oC, nilai pH fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan 1% dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 30, 35, dan 40% secara nyata lebih rendah dari pH fillet ikan cakalang kontrol yang tanpa diberi perlakuan

edible coating kitosan dan ekstrak lemon cina (Tabel 5).

Berdasarkan uji statistik, nilai pH fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan

edible coating berbahan kitosan 1% dengan ekstak lemon cina sebesar 40% secara nyata lebih rendah dari nilai pH fillet ikan cakalang kontrol yang juga secara nyata lebih rendah dari nilai pH fillet ikan cakalang yang diberi perlakukan edible coating berbahan kitosan 1% dengan konsentrasi ekstrak lemon cina sebesar 30 dan 35%. Hal tersebut dikarenakan adanya kitosan dan ekstrak lemon cina dalam formula edible coating yang membantu menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat dan mempertahankan nilai pH fillet ikan cakalang.

Walaupun tidak dilakukan uji statistik, namun pada setiap perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina juga kontrol secara absolut terlihat kenaikan nilai pH dengan meningkatnya lama penyimpanan. Selama penyimpanan 28 hari, nilai pH fillet ikan cakalang kontrol meningkat dari 5.00 menjadi 5.65. Sementara itu nilai pH fillet ikan calakang yang diberi perlakuan

edible coating kitosan 1% dengan ekstrak lemon cina 40% selama penyimpanan 28 hari hanya 5.00 sama dengan fillet ikan cakalang control pada penyimpanan 1 hari.

Tabel 5 Hasil nilai pH edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan

(34)

Nilai-nilai pH yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan; α = 0.05).

Keterangan :

A0 = konsentrasi kitosan 0% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 0% A1 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 30% A2 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 35% A3 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 40%

Suasana asam pada daging ikan menyebabkan enzim katepsin menjadi aktif dan menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana berupa peptida, asam amino, dan amonia yang bersifat basa, sehingga nilai pH kembali naik mendekati netral. Jika konsentrasi ion hidrogen meningkat maka nilai pH akan menurun sedangkan jika ion hidrogen jumlahnya menurun, nilai pH akan meningkat. Pada proses pembusukan ikan, perubahan nilai pH daging ikan disebabkan oleh proses outolisis dan penyerangan bakteri (Fardias 1992). Nilai pH suatu bahan mempengaruhi jumlah bakteri yang tumbuh dalam bahan tersebut. Sifat asam dari suatu senyawa kimia dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat bertindak sebagai pengawet (Barus 2005).

Total Plate Count (TPC)

Kandungan bakteri dalam suatu produk merupakan salah satu parameter mikrobiologi dalam menentukan layak tidaknya produk tersebut dikonsumsi (Kristinsson et al. 2007). Kontaminasi mikroba pada produk perikanan dapat terjadi saat panen, penanganan, distribusi maupun penyimpanan, dan proses pengolahannya. Analisis jumlah mikroba ditunjukan untuk mengetahui jumlah total mikroba dalam suatu produk dan mengetahui tingkat pertumbuhannya selama penyimpanan. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat hubungannya dengan jumlah kandungan air. Jumlah TPC standar mutu SNI 01-2733.1-2006, adalah sebesar 5.0 x 105 koloni/gram atau 5.7 log CFU/gram.

Hasil sidik ragam (α=0.05) terhadap nilai TPC (Lampiran 13–Lampiran 17) menunjukkan bahwa penambahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada formula

edible coating berpengaruh nyata terhadap nilai TPC fillet ikan cakalang. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada penyimpanan 2 hari hingga 28 hari pada suhu 5 oC, nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating

berbahan kitosan 1% dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 30, 35, dan 40% secara nyata lebih rendah dari nilai TPC fillet ikan cakalang kontrol yang tanpa diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina (Tabel 6).

(35)

Walaupun tidak dilakukan uji statistik, namun pada setiap perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina maupun kontrol secara absolut terlihat bahwa nilai TPC fillet ikan cakalang meningkat dengan makin lamanya penyimpanan. Selama penyimpanan 28 hari, nilai TPC fillet ikan cakalang kontrol meningkat dari 4.45 log CFU/gram menjadi 5.95 log CFU/gram. Sementara itu nilai TPC fillet ikan calakang yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan 1% dengan ekstrak lemon cina 40% meningkat dari 0 menjadi hanya 5.00 log CFU/gram.

Tabel 6 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina selama penyimpanan terhadap log jumlah mikroba (CPU/gr) pada fillet ikan cakalang.

Perlakuan

Nilai-nilai TPC yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan; α = 0.05).

Keterangan :

A0 = konsentrasi kitosan 0% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 0% A1 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 30% A2 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 35% A3 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 40%

Nilai TPC fillet ikan cakalang yang diberi perlakuan edible coating

berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina konsentrasi pada penyimpanan hari ke-2 sampai dengan hari ke-28 rata-rata masih dalam batas standar mutu SNI. Batas toleransi maksimum jumlah kandungan bakteri pada fillet ikan cakalang menurut persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan cakalang segar Indonesia (SNI 01-2733.1-2006) adalah 5.0 x 105 koloni/gram atau 5.7 log CFU/gr. Sementara itu, nilai TPC fillet ikan cakalang kontrol pada penyimpanan 28 hari sudah tidak memenuhi persyaratan SNI.

Kerusakan daging ikan dapat disebabkan oleh perubahan dalam daging itu sendiri (faktor internal) maupun karena faktor lingkungan (eksternal). Daging yang tercemar mikrobia melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk dan rasa tidak enak serta menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu, 2007).

Sesuai hasil pengukuran TPC, maka fillet ikan cakalang dengan semua perlakuan konsentrasi pada hari ke-2 penyimpanan sampai pada penyimpanan hari ke-28, masih dikategorikan layak untuk dikonsumsi manusia.

Total Volatil Bases (TVB)

(36)

Senyawa-senyawa basa volatil tersebut terbentuk karena adanya degradasi atau deaminasi protein, peptida dan asam-asam amino oleh aktivitas bakteri (FAO

1995). Basa-basa ini terbentuk dalam otot jaringan ikan dengan kadar yang berbeda-beda antara jenis ikan bahkan dalam satu jenis ikan yang sama.

Menurut Soekarto (1990) yang menyatakan tingkat kesegaran hasil perikanan berdasarkan TVB-N dikelompokkan menjadi 4, yaitu:

 Ikan sangat segar dengan kadar TVB-N 10 mgN/100 g atau lebih kecil

 Ikan segar dengan kadar TVB-N sebesar 10-20 mgN/100 g

 Ikan berada pada garis batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi dengan kadar TVB-N 20-30 mgN/100 g

 Ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi dengan kadar TVB-N lebih besar dari 30 mgN/100 g

Hasil sidik ragam terhadap nilai TVB fillet ikan cakalang (Lampiran 19-Lampiran 23) menunjukkan bahwa kitosan dan ekstrak lemon cina pada formula

edible coating berpengaruh nyata terhadap nilai TVB fillet ikan cakalang. Uji lanjut Duncan pada setiap periode penyimpanan menunjukkan bahwa nilai TVB

fillet ikan cakalang yang diberi perlakukan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina secara nyata lebih rendah dari nilai TVB fillet ikan cakalang kontrol (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil nilai Total Volatile Base (TVB) edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan

Perlakuan

Nilai-nilai TVB yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan; α = 0.05).

Keterangan :

A0 = konsentrasi kitosan 0% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 0% A1 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 30% A2 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 35% A3 = konsentrasi kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 40%

Walaupun tidak dilakukan uji statistik, namun pada setiap perlakuan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina maupun kontrol secara absolut terlihat bahwa nilai TVB fillet ikan cakalang meningkat dengan makin lamanya penyimpanan. Selama penyimpanan 28 hari, nilai TVB fillet ikan cakalang kontrol meningkat dari 23.90 mgN/100 g menjadi 43.80 mgN/100 g. Sementara itu nilai TVB fillet ikan calakang yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan 1% dengan konsentrasi 40% ekstrak lemon cina meningkat dari 16.20 mgN/100 g menjadi hanya 29.30 mgN/100 g.

Gambar

Gambar 1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Gambar 2 Struktur kimia kitosan (Prashanth dan Tharanathan 2007).
Gambar 3 Lemon Cina (Citrus mitis)
Gambar 5 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan kitosan dan prosedur
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan worksheet berorientasi guided inquiry valid dan efektif untuk melatih dan membentuk habits of mind

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah metode analisis FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika melalui pemodelan PCA dan PLS-DA mampu

Kaupan toimipaikat olivat selvästi teollisuustoimi- paikkoja alttiimpia rikoksille sekä rikosmäärillä mitattu- na että sen perusteella, kuinka moni toimipaikoista oli vuoden

Misalnya hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun (Xs):10 mm, tidak berarti hujan sebesar 10 mm akan terjadi secara periodik 1 kali setiap 5 tahun, melainkan setiap

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan mengenai hubungan opini audit oleh auditor independen pada tahun sebelumnya

Namun, hasil penelitian di- luar negeri telah menunjukkan bahwa enzim GST ter- libat dalam mekanisme resistensi terhadap insektisida piretroid pada populasi WBC yang

Analisis hasil uji praktikalitas oleh guru dan peserta didik, modul bermuatan kecerdasan komprehensif yang dikembangkan dikategorikan sangat valid dengan nilai 92,36

sangat signifikan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi pada siswa kelas unggulan, dengan demikian hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini