• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penambahan Biodekstran dalam Menurunkan Kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Pabrik Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Tahun 2016"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair

Menurut KepMenKes No.1204 Tahun 2004, limbah cair adalah semua air

buangan termasuk tinja yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan

mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang

berbahaya bagi kesehatan.

Menurut PerMenLH No.5 Tahun 2014, limbah cair adalah semua bahan

buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme

pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas.

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), limbah cair merupakan gabungan

atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik

dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik

(perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat

tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Sedangkan

yang dimaksud dengan limbah cair industri adalah limbah cair yang sebagian

besar terdiri dari buangan industri.

Dari beberapa defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair

merupakan semua air buangan baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi

yang terbuang dari sumber domestik dan industri yang kemungkinan mengandung

mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif yang bebahaya bagi

(2)

2.1.1 Sumber Air Limbah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001

yang dikutip oleh Mulia (2005), air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau

kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga

(domestic) maupun industri (industry).

1. Air limbah rumah tangga

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting:

a. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen

b. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor, serta

kemungkinan kecil mikroorganisme.

c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar

mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.

2. Air limbah industri

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung di

dalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di

masing-masing industri, oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangan

bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang terkandung didalamnya.

2.1.2 Komposisi Air Limbah

Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya

terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak terlarut sebesar 0,1%.

Partikel-partikel padat terdiri dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat

organik tersebut sebagian sudah terurai (Degredable) yang merupakan sumber

(3)

Sedangkan pada zat-zat anorganik terdiri dari butiran, garam, dan logam berat

yang merupakan bahan pencemar yang penting (Djabu dalam Suhermanto, 2003).

2.1.3 Parameter Air Limbah

Menurut Mulia (2005), dalam air limbah terdapat parameter-parameter

yang perlu untuk diketahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan

karakteristik dari air limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut diantaranya :

1. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter yang

diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC selama

5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon

dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian

bahan organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable).

2. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi

secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara

biologis (non biodegradable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah

dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.

3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur

dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda

derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut maka

(4)

4. Kesadahan (Hardness)

Kesadahan adalah gambaran kation logam divalent (valensi 2) yang

terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk

endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat dalam air membentuk

endapan atau karat paada peralatan logam.

5. Settleable Solid

Settleable solid adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada

kondisi yang tenang selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.

6. TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air

limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron.

Material tersuspensi dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid.

7. Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar

untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda

tercampur atau benda koloid dalam air.

2.1.4 Proses Pengolahan Limbah Cair

Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan

Biochemical Oxygen Demand (BOD), Suspended Solids (SS), dan organisme

patogen (Klei& Sundstorm dalam Soeparman, Soeparmin, 2001). Selain tujuan di

atas, pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan

nutrien, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis

(5)

Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan limbah cair

umumnya dibagi mejadi 4 kelompok yaitu :

1. Pengolahan pendahuluan

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar,

mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses

menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat

dalam pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar Screen /ba r racks) untuk menghilangkan padatan kasar

b. Pencacah (comminutor) untuk memotong padatan tersaring.

c. Bak penangkap pasir (grit chamber) untuk mengendapkan partikel padat

yang terkandung dalam air buangan.

d. Penangkap lemakdan minyak (skimmer and grease trap) untuk

mengapungkan cairan dan mengurangi padatan.

e. Bak penyetaraan (equalization basin) untuk meredam fluktuasi sehingga

menjadi stabil.

2. Pengolahan tahap pertama

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang

terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap

pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir

ke dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9

cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi.

(6)

Oleh karena proses ini menyebabkan limbah cair menjadi jernih, maka

tangki pengendapan ini disebut Clafirier. Karena hal ini terjadi pada bak

pengendap awal, maka disebut dengan “Primary Clarifier”. Dibagian dasar

tangki atau bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi. Tahap

selanjutnya, lumpur yang terkumpul dipompa atau dipindahkan secara manual ke

unit pengolahan lumpur.

Efisiensi tangki sedimentasi dalam pengurangan kandungan BOD maupun

SS bergantung pada beban permukaan maupun waktu penahanan yang dilakukan.

Dalam tangki dengan waktu penahanan 2 jam, diperkirakan 60% padatan

tersuspensi (SS) dari limbah cair yang masuk mengendap dalam tangki.

Pengendapan ini mengakibatkan berkurangnya kandungan BOD sebesar ± 30%.

Jumlah BOD yang dapat dikurangi sangat bergantung pada jumlah BOD yang

terkandung dalam zat yang terendap. Bagian air yang jernih di permukaan tangki

selanjutnya mengalir keluar melewati alat ukur debit menuju pengolahan tahap

kedua.

3. Pengolahan tahap kedua

Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis

(Biological Treatment) karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme

untuk menguraikan limbah cair dalam bentuk bahan organik terlarut menjadi

produk yang lebih sederhana dan partikel yang dapat mengendap. Produk yang

dihasilkan disebut lumpur aktif.

Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses

(7)

organik yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan

air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan

tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut

persyaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu, pada

pengolahan tahap kedua ini, proses desinfeksi diperlukan jika kandungan

mikroorganisme dalam efluen tidak memenuhi standar.

Agar diperoleh hasil yang memuaskan dalam proses pengolahan secara

biologis, perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :

a. Konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reaktor.

b. Kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme.

c. Kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi

berlangsung.

d. Pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan

Berdasarkan teknik pengendalian (immobilisasi) mikroorganisme dalam

media yang digunakan, pengolahan limbah cair secara biologis dapat

dikelompokkan menjadi suspended growth processes dan attached growth

processes.

a. Suspended growth processes

Suspended growth processes adalah proses pengolahan dengan

memanfaatkan mikroorganisme pengurai zat organik yang tersuspensi dalam

limbah cair yang diolah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain proses

lumpur aktif (activated sludge processes) dan kolam stabilisasi /oksidasi (waste

(8)

1. Pengolahan dengan proses lumpur aktif (activated sludge processes)

Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara

membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerasi yangbertujuan untuk

menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. Dalam penurunan organik

karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotropik. Sumber energi berasal

dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang berasal dari organik

karbon.BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan

konsentrasi organik karbon, yang selanjutnya disebut subtrat.

2. Kolam stabilisasi/oksidasi (waste stabilization ponds = oxydation ponds)

Kolam oksidasi mirip kolam dangkal yang luas, biasanya berbentuk empat

persegi panjang dengan kedalaman hanya 1 – 1,5 m. Pada proses ini, seluruh

limbah cair diolah secara alamiah dengan melibatkan ganggang hijau, bakteri, dan

sinar matahari. Kolam oksidasi ini dapat digunakan untuk megolah limbah cair

yang berasal dari rumah tangga ataupun kotoran dari kakus.

Kolam ini merupakan cara yang paling ekonomis untuk pengolahan

limbah cair selama luas tanah memungkinkan dan harganya relatif murah.

Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini antara lain pemeliharaanya mudah dan

murah.

Bakteri fekal dan bakteri patogen hilang karena kekurangan makanan atau

efek-efek lainnya yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, periode tinggal

limbah cair dalam kolam merupakan faktor yang menentukan walaupun

faktor-faktor lainnya, seperti temperatur, radiasi sinar ultra violet, dan konsentrasi algae

(9)

pengurangan bakteri terutama bergantung pada temperatur dan algae. Menaikkan

kedua hal ini akan meningkatkan kecepatan pengurangan bakteri fekal. Dengan

demikian, kolam oksidasi merupakan cara yang dianjurkan untuk pegolahan

limbah cair di negara-negara yang sedang berkembang yang beriklim tropis,

dimana tanah masih cukup memungkinkan.

b. Attached growth processes

Attached growth processes adalah pengolahan yang memanfaatkan

mikroorganisme yang menempel pada media yang membentuk lapisan film untuk

menguraikan zat organik. Proses ini sering disebut juga dengan fixbed. Influen

akan melakukan kontak dengan media ini sehingga terjadi proses biokimia.

Akibatnya, bahan organik yang ada pada limbah cair tersebut dapat diturunkan

kandungannya.

4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan

Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lanjutan. Proses ini

disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap

kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan proses pengolahan

kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional

sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan (Advanced Treatment).

Kontaminan tersebut misalnya senyawa fosfat, senyawa nitrogen, dan sebagian

berupa padatan tersuspensi (SS).

Menurut Okun dan Ponghis yang dikutip dari Soeparman, Soeparmin

(2001), proses pengolahan tahap ketiga yang dapat mengurangi kontaminan

(10)

a. Koagulasi dan sedimentasi

b. Absorpsi

c. Elektrodialisis

d. Nitrifikasi dan denitrifikasi

e. Osmosis balik

f. Pertukaran ion

2.2 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sebab

bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Tahu merupakan hasil dari

proses penggumpalan protein susu kedelai, kedelai mengandung protein,

karbohidrat, lemakdan zat-zat mineral seperti kalium, pospor, magnesium serta

vitamin anti beri-beri (Perangin-angin, 2005).

Menurut kastyanto yang dikutip oleh Perangin-angin (2005), 1 kg kedelai

mengandung :

1. Protein : 300-400 gram (40%)

2. Karbohidrat : 200-350 gram (35%)

3. Lemak : 150-200 gram (20%)

Menurut Santoso yang dikutip oleh Raudhah (2012), prinsip pembuatan

tahu adalah mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan biji kedelai

menggunakan air. Protein-nabati dalam bahan baku diekstrasi secara fisika dan

digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4

nH2O). Tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu

(11)

Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3Kg Kedelai

NO TAHAP PENGOLAHAN KEBUTUHAN AIR (LITER)

1 Pencucian 10

2 Perendaman 12

3 Penggilingan 3

4 Pemasakan 30

5 Pencucian Ampas 50

JUMLAH 135

Sumber : Nuraida dikutip oleh Pohan, 2008

Dari tabel 2.1, dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada pembuatan tahu dari

3 kg kedelai paling banyak terdapat pada tahap pengolahan pencucian ampas yaitu

50 liter dan penggunaan air yang paling sedikit yaitu pada tahap penggilingan.

Menurut Kastyanto yang dikutip oleh parangin-angin (2005), tahap - tahap

yang dilakukan dalam proses pembuatan tahu adalah:

a. Pemilihan kedelai

Untuk menghasilkan tahu yang berkualitas, maka kedelai yang merupakan

bahan baku pembuatan tahu harus berkualitas baik pula. Untuk membuat tahu,

kedelai putih (kuning) harus bersih, biji-bijinya besar, kulitnya halus dan bebas

dari kerikil atau campuran lain-lain.

b. Perendaman kedelai

Setelah pemilihan kedelai selesai, kedelai tersebut dicuci dan direndam

dalam bak air selama 6-7 jam, agar cukup empuk untuk digiling. Bak terbuat dari

semen, seperti bak air kamar mandi dan harus tersedia cukup banyak air. Selama

(12)

c. Penggilingan kedelai

Kedelai yang telah cukup empuk kemudian dipindahkan kedalam tong

kayu yang diletakkan di dekat batu penggiling agar mudah dan cepat mengambil

kedelainya. Dengan menggunakan gayung atau sendok besar, kedelai rendaman

itu sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam lubang bagian atas batu gilingan

yang terus berputar. Karena batu gilingan bagian atas terus berputar cepat, kedelai

yang masuk kedalamnya tergiling sampai halus, hingga menjadi bubur. Bubur

putih itu mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung.

d. Perebusan bubur kedelai

Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus

digunakan wajan dengan ukuran yang besar. Karena bubur kedelai tersebut masih

kental, maka untuk merebusnya perlu ditambah air. Ukurannya satu takaran bubur

kedelai dicampur satu takaran air panas. Api tungku atau kompor tidak boleh

terlampau kecil. Harus dijaga agar api tetap besar sehingga bubur cepat mendidih.

Bubur yang dipanasi itu membusa seluruhnya. Busanya naik makin lama

bertambah tinggi. Agar busa tidak tumpah, bubur diaduk-aduk sehingga busa

kembali turun. boleh juga ditambahkan air panas sedikit–sedikit. Tidak beberapa

lama kemudian bubur tersebut membusa kembali dan diaduk kembali agar busa

menurun. Setelah bubur membusa dua kali, maka bubur diangkat dari wajan.

Perlu diperhatikan jika bubur direbus terlalu lama, maka tahu yang akan

(13)

e. Penyaringan bubur

Bubur yang masih mendidih segera diturunkan dan disaring, untuk

menyaringnya digunakan kain belacu atau mori kasar yang telah diletakkan pada

sangkar bambu. Sangkar bambu diletakkan sedemikian rupa agar kuat menahan

bubur panas yang dituangkan pada saringan tersebut. Jika dalam proses

penyaringan tidak lagi mengandung sari tahu pada bubur kedelai ditandai dengan

warna yang menjadi bening, maka ampas tahu dapat dibuang. Penyaringan ini

dilakukan berkali-kali hingga bubur kedelai habis.

f. Pengendapan air tahu

Cairan dari proses penyaringan tadi merupakan cairan yang nantinya akan

menjadi tahu. Untuk menghasilkan tahu, cairan tersebut harus dicampuri dengan

asam cuka. Agar tahu yang dihasilkan tidak menjadi asam, maka harus

diperhitungkan sedemikian rupa ukuran pencampur asam cuka. Jika dalam

campuran tersebut telah timbul jonjot (gumpalan putih), biarkan hingga dingin

dan gumpalan tersebut pun mengendap.

g. Pencetakan

Gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat

cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum

endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain

belacu lalu kotak diisi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan

papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat

menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan

(14)

pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang

masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempan ini dilakukan selama

kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai

ukurannya. Ada juga yang dipotong-potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran

(15)

Kedelai

Air untuk pencucian Air limbah

Kedelai Bersih

Air untuk perendaman Air Limbah

Kedelai Rendaman

Bubur Kedelai

Air

Ampas Tahu

Campuran padatan tahu dan cairan

Air Limbah

Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu (Sumber : BPPT, 1997a dalam Pohan, 2008)

Pencucian

Perendaman

Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air

Perebusan

Penyaringan

Pengendapan air tahu

Pembuangan cairan

Pencetakan

(16)

2.3 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari

kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan

berpotensi mencemari lingkungan. Menurut Perangin-angin (2005), limbah cair

industri tahu adalah cairan sisa yang dihasilkan oleh suatu industri tahu sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang membawa bahan padat terlarut

dan tersuspensi yang tidak terpakai lagi dari hasil proses pembuatan tahu.

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang

terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan

yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses

sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian

peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri

pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya (Pohan,

2008).

2.3.1 Karakteristik Air Limbah Tahu

Secara umum karakteristik air buangan dikelompokkan menjadi 3 bagian,

yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologis.

1. Karakteristik Fisik

Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya

sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun karakteristik fisik yang penting pada

limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek

estetika, kekeruhan, bau, warna, dan suhu.

(17)

Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada

umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Bahan Organik

Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya

sangat tinggi berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%.

b. Bahan Anorganik

Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat-zat kimia sebagai

bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia

seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga

menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam yaitu kalsium dan

sulfat (Nurhasan dan Pramudyanto dalam Raudhah, 2012).

3. Karakteristik Biologis

Kandungan bakteri patogen yaitu golongan E.Coli serta organisme lain

terdapat pula dalam air buangan tergantung darimana sumbernya, namun

keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan (Sugiarto dalam

Perangin-angin, 2005).

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

NO PARAMETER KADAR (mg/L) BEBAN (kg/ton)

1 BOD 150 3

2 COD 300 6

3 TSS 200 4

Sumber : PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 Lampiran XVIII

2.3.2 Dampak Air Limbah Tahu

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut

(18)

1. Gangguan terhadap Kesehatan

Limbah cair industri tahu termasuk ke dalam kelompok bahan buangan

olahan makanan yang mengandung bahan-bahan organik. Oleh karena bahan

buangan ini mengandung protein dan gugus amin maka pada saat didegradasi oleh

mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau

busuk.

Air Lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan

merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya mikroorganisme

termasuk mikroba patogen. Mikroba patogen yang berkembang biak dalam air

tercemar menimbulkan berbagai penyakit dan semuanya merupakan penyakit

yang dapat menular dengan mudah apabila air yang tercemar tersebut

dimanfaatkan oleh manusia. Jenis-jenis mikroba patogen penyebab penyakit

tersebut seperti :

a. Virus

i. Rota virus adalah penyebab penyakit diare, terutama pada anak – anak.

ii. Virus hepatitis A menyebabkan penyakit hepatitis A, air sungai yang telah

tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk menggunakan

air tersebut untuk keperluan hidupnya.

iii. Virus Polliomyelitis menyebabkan penyakit Polliomyelitis yang sering

menyerang anak-anak dan menyebabkan kelumpuhan.

b. Bakteri

i. Vibrio cholera menyebabkan penyakit cholera (kolera) yang menyerang

(19)

ii. Escherichia coli menyebabkan penyakit diare/dysentri.

iii. Salmonella spp menyebabkan keracunan makanan dan jenis bakteri

terdapat pada air pengolahan.

iv. Shigella spp menyebabkan penyakit dysentri bacsillair dan terdapat pada

air yang tercemar. Adapun cara penularannya melalui kontak langsung

dengan kotoran manusia maupun perantara makanan, lalat, dan tanah.

c. Protozoa

Entamoeba histolytica menyebabkan penyakit disentri amoeba dengan

penyebaran melalui Lumpur yang mengandung kista.

d. Metazoa

i. Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit cacingan (cacing gelang)

yang menyerang orang di segala usia, terutama pada anak – anak.

ii. Schistosoma spp menyebabkan penyakit schistosomiasis, akan tetapi dapat

dimatikan pada saat melewati pengolahan air limbah.

iii. Taenia sppmenyebabkan penyakit cacing pita, dengan kondisi yang sangat

tahan terhadap cuaca.

Selainitu,bahan anorganik yang juga terdapat pada limbah cair tahu dapat

menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan jika air tersebut dimanfaatkan

oleh manusia, seperti keracunan bahan-bahan kimia, penyakit kulit, penyakit

rongga mulut dan dapat menyebabkan kanker jika terakumulasi secara terus

menerus (Wardhana, 2001)

(20)

2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai

dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai

contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke

sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved

Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan

kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini

akan mengurangi perkembangannya.

Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga

menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya

akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya (Mulia,

2005).

3. Gangguan terhadap Keindahan

Kandungan zat organik dalam limbah cair tahu mengalami pembusukan

sehingga akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kandungan padatan

tersuspensi menyebabkan air mengalami perubahan warna menjadi keruh atau

warna lain sesuai cemaran. Hal ini menimbulkan gangguan pemandangan

(Raudhah, 2012).

4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh

bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat

mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan

(21)

akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material

(Mulia, 2005).

Selain, keempat hal tersebut menurut Wardhana (2001), air yang tercemar

oleh limbah industri menyebabkan air menjadi tidak bermanfaat lagi, hal ini

merupakan kerugian yang terasa secara langsung oleh manusia. Bentuk kerugian

langsung ini antara lain :

1. Air tidak dapat digunakan kembali untuk keperluan rumah tangga

Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi sebagai

penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, kondisi

ini akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan butuh waktu yang lama

untuk memulihkannya. Sementara air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah

tangga sangat banyak, seperti kebutuhan air untuk minum, memasak, mandi,

mencuci, dan lain sebagaianya.

2. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri

Air yang tercemar tidak dapat digunakan kembali untuk menunjang

keperluan industri,proses industri menjadi terganggu dengan demikian usaha

untuk meningkatkan kehidupan manusia pun sulit untuk tercapai.

3. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian

Air tidak dapat digunakan lagi sebagai irigasi, untuk pengairan di

persawahan dan kolam perikananan, karena adanya senyawa-senyawa anorganik

yang mengakibatkan perubahan drastis pada pH air. Air yangbersifat terlalu basa

(22)

2.3.3 Penanganan Limbah Tahu

Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), secara ideal

penanganan limbah tahu untuk menurunkan kadar zat organik adalah dengan

melaksanakan beberapa perlakuan, yaitu perlakuan awal, perlakuan kimia,

perlakuan cara fisika dan perlakuan cara hayati.

1. Perlakuan Awal

Perlakuan awal dilakukan untuk memisahkan partikel-partikel padatan

yang kasar. Biasanya pada proses pengelupasan biji, sisa-sisa tahu, sekam, abu

sisa bahan bakar dan biji-bijian yang tercecer. Perlakuan awal dilakukan dengan

cara menyaring atau mengayak dengan saringan kasar atau anyaman kawat tahan

karat. Dapat juga dibuat dengan anyaman bambu. Kedudukan saringan yang baik

adalah 45 derajat. Padatan yang terkumpul diambil secara manual dan setiap saat

dibersihkan. Saringan air sebaiknya dibuat bertahap mulai dari kasar sampai pada

saringan yang halus. Dengan cara ini kotoran akan tertinggal pada saringan sesuai

dengan ukuran yang ada. Hal ini dapat pula mengurangi tersumbatnya kotoran,

2. Perlakuan Kimia

Perlakuan air limbah secara kimia digunakan untuk menetralisasi pada air

limbah yang bersifat asam atau basa, menggumpalkan atau mengendapkan

logam-logam berat, memisahkan zat koloid baik organik maupun anorganik, memisahkan

minyak dan lemak terlarut dalam air, meningkatkan kerja menyaring pada proses

(23)

a. Netralisasi

Dasar perlakuan netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa dan pH

diatur netral atau pH 7. Zat-zat yang biasa digunakan dalam proses ini adalah

larutan asam sulfat, asalm khlorida, asam nitrat atau asam fosfat, larutan alkali,

kapur Ca(OH)2, kostik (Na(OH)) bubuk batu kapur (CaCO3) dan larutan soda abu.

Perlakuan ini dapat dijalankan secara manual atau otomatis yang dijalankan

bersamaan pengaturan pH dan pompa penyatu bahan kimia. Sehingga dapat

dikehendaki pH yang diinginkan tanpa setiap saat diperiksa.

b. Pengendapan

Penambahan bahan kimia tidak terbatas pada penetralan air limbah, namun

juga dibutuhkan untuk menetralkan logam-logam berat dijadikan ikatan garam

yang mudah mengendap sehingga mudah dipisahkan antara endapan logam berat

larutan jernih yang bebas logam berat. Bahan yang dapat dihilangkan dengan cara

kimia antara lain logam-logam berat, sulfat, fluorida, dan phospat.

Adanya sulfat dapat merusak peralatan industri karena pada kondisi

anaerob sulfat dapat menjadi asam sulfat. Untuk industri tahu yang mengeluarkan

limbah sulfat yang paling tinggi adalah industri tahu yang menggunakan tawas

bakar. Sulfat dapat mengendap dengan penambahan kapur dan fluorida dapat juga

diendapkan oleh kapur.

c. Penggumpalan dan Flokulasi

Proses penggumpalan dan flokulasi terjadi pada zat tersuspensi atau zat

koloidal halus diubah menjadi gumpalan lebih besar dan berat sehingga mudah

(24)

mencampur antara bahan penggumpal dan zat yang akan digumpalkan. Zat

penggumpal yang banyak dijumpai di pasaran adalah Alumunium sulfat atau

tawas (Al2SO4), Besi sulfat (Fe2SO4) dan Poly Alumunium Khlorida

(Al8(OH)20Cl4). Penggunaan zat penggumpal tergantung pada jenis limbah, pH

larutan, temperatur limbah dan konsentrasi zat penggumpal. Kemudian

pengadukan lambat dimana agar terjadi flokulasi atau butiran gumpalan dari kecil

bergabung menjadi lebih besar. Zat yang dapat membantu dalam proses flokulasi

adalah Poly Acrylamid, Polyethylene oxide, Polyethylene Amine. Setelah terjadi

gumpalan-gumpalan yang besar akhirnya diendapkan pada bak pengendap.

3. Perlakuan cara fisika

a. Sedimentasi

Sedimentasi adalah pengendapan benda padat berupa partikel tersuspensi

dalam air karena adanya gaya gravitasi. Sedimentasi dapat digunakan untuk

memisahkan benda-benda berupa batu, benda-benda padat, lumpur pada proses

pengolahan limbah cair hayati, lumpur endapan dalam proses kimia.

Dalam proses ini air jernih dikeluarkan melalui luapan di atas alat

sedimentasi sedangkan endapan dapat diambil pada bagian bawah dan diambil

dengan pompa atau dikeluarkan melalui kran (valve).

b. Pengapungan

Proses pengapungan adalah memisahkan padatan yang mengapung atau

benda-benda lainnya yang melayang di dalam air misalnya minyak dan lemak.

Untuk memisahkan benda-benda tersebut perlu diapungkan dengan gelembung

(25)

proses pengapungan kebutuhan udara pendorong dimasukkan ke dalam air dengan

cara sebagai berikut :

i. Melarutkan udara pada tekanan tertentu ke dalam melalui lobang kecil

sehingga udara keluar berupa gelembung halus.

ii. Memompakan udara pada tekanan atmosfer melalui difusser.

iii. Menjenuhkan dengan udara tekan pada tangki tertutup kemudian tangki

divakumkan sehingga udara keluar dalam bentuk gelembung halus.

c. Perlakuan cara hayati

Dalam proses hayati terjadi penghancuran sebagian zat organik dari air

limbah oleh jasad renik dan zat organik tersebut termasuk zat organik

biodegradasi. Mikroba (jasad renik) tersebut dapat berwujud bakteri, jamur atau

ganggang. Zat tersebut mengubah bahan koloid atau terlarut menjadi sel, sedang

sel yang terjadi karena berat dapat mengendap bersama lumpur. Peristiwa ini

dapat bekerja pada kondisi aerob, anaerob atau pada keadaan fakultatif.

Keadaan aerob (terdapat unsur oksigen) mikroba memecah polutan zat

organik menjadi zat-zat yang lebih sederhana misal karbondioksida (CO2), air

(H2O), amoniak (NH3), nitrat (NO3) dan sulfat (SO4). Pada keadaan anaerob zat

organik terpecah menjadi gas metan (CH4), amoniak (NH3), karbondioksida (CO2)

dan hidrogen sulfide (H2S).

Pada saat mikroba memecah zat organik, mikroba membutuhkan oksigen

yang ada di sekitar air limbah tersebut sehingga lama kelamaan oksigen dalam air

buangan akan habis dan pada saat habis akan terjadi suasana anaerob dan di sini

(26)

mempertahankan agar kondisi tetap aerob perlu diberikan udara dari atmosfer.

Cara pemberian udara ke dalam air limbah ini disebut aerasi. Proses aerasi banyak

caranya misal dengan kincir yang diputar oleh motor listrik, atau blower dan ada

pula yang dibuat air terjun.

Proses pemecahan zat organik menjadi zat yang lebih sederhana yang

berpolutan rendah pada keadaan aerob terjadi reaksi hayati dan menghasilkan sel

yang dapat mengendap. Proses ini menghasilkan lumpur dari zat organik tersebut

dan apabila pemecahan ini berlanjut terus menerus akan terbentuk lumpur

semakin banyak, bersamaan dengan hal tersebut juga terjadi penurunan polutan

zat organik, diperkirakan penurunan polutan zat organik ini dapat mencapai

kurang lebih 90%. Lama waktu yang diperlukan untuk menurunkan polutan zat

organik cara aerob ini tergantung pada sistem yang digunakan serta peralatan

pembantunya.

Pada saat proses penurunan kadar polutan zat organik dalam air limbah

secara aerob, terjadi peristiwa pengurangan zat tersuspensi melalui peningkatan

lumpur hayati. Peristiwa ini dapat berjalan cepat atau lambat tergantungan pada

kontak lumpur hayati yang terbentuk dengan air buangan yang diolah.

Penurunan BOD pada proses ini berjalan dengan beberapa tahapan yaitu

pertama pengurangan zat organik koloid melalui peristiwa absorbs kimia fisika

pada lumpur hayati. Kedua, selanjutnya terjadi penyerapan secara hayati zat

organik yang terlarut. Disini sangat dipengaruhi oleh keadaan lumpur dan zat

(27)

berjalan bersama-sama yaitu pada saat kontak terjadi antara lumpur dan polutan

organik baik berbentuk koloid, terlarut maupun tersuspensi.

Pada proses anaerob, mikroba yang aktif sangat berperan dalam proses

pengolahan air limbah pabrik tahu. Proses pemecahan cara hayati dengan proses

anaerob adalah proses yang digunakan untuk mengolah limbah organik pekat (air

buangan dengan BOD tinggi). Proses ini disamping dapat memecah zat organik

dapat pula dimanfaatkan untuk menghasilkan gas metan yaitu gas yang dapat

diubah menjadi energi panas.

Limbah organik jenisnya sangat komplek, dalam kondisi anaerob pada

awal proses akan terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh adanya mikroba

fakultatif, selanjutnya oleh mikroba anaerob dilanjutkan pemecahan menjadi

asam-asam lemak. Asam-asam lemak akan dioksidasikan dan menghasilkan H2

dan asetat. Proses ini biasa disebut proses hidrogenasi dan asetogenasi yang

selanjutnya berakhir dengan proses methanogenasi. Terjadinya methan melalui

beberapa perubahan komponen dari bentuk ikatan yang komplek terpecah menjadi

bentuk-bentuk ikatan yang sederhana.

Kemampuan mencerna zat organik dalam proses anaerob dapat dinaikkan

efektifitasnya dengan cara memilih bentuk reaktor yang tepat. Jenis bak anaerob

(reaktor) bermacam-macam dan masing-masing mempunyai keuntungan dan

kerugian dalam pemakaiannya.

Perlakuan secara hayati dalam pengolahan air limbah dapat

(28)

a. Trikling filter

Trikling filter (biofilter) berfungsi mengurangi BOD dan padatan

tersuspensi dengan cara oksidasi hayati, yaitu dengan cara mengalirkan air limbah

yang mengandung zat organik melalui media tetap. Media ini terdiri dari

batu-batuan, plastik atau kayu. Pada media tersebut tumbuh lapisan tipis yang terdiri

dari kumpulan mikroba yang aktif. Sehingga selama aliran limbah membasahi

lapisan tipis tersebut terjadi degredasi zat organik.

b. Lumpur aktif

Limbah yang mengandung polutan zat organik diolah secara aerob

bersama lumpur. Lumpur tersebut terdiri dari beberapa jenis mikroba yang aktif

pada suasana aerob. Untuk mengaktifkan lumpur tersebut, diberi alat aerasi

(aerator) dan masa hayati yang aktif terbentuk setiap saat sesuai dengan

penurunan BOD yang diperhitungkan. Lumpur dan jernihan dipisahkan dalam bak

pengendap, sebagian lumpur dikembalikan dalam kolam aerasi dan sebagian

dibuang.

c. Lagoon

Perlakuan limbah yang terakhir biasanya digunakan lagoon. Lagoon

adalah suatu kolam yang cukup luas dan dapat menahan air limbah selama

beberapa hari. Kelemahan cara ini biasanya adalah diperlukan areal tanah yang

cukup luas. Cara ini digunakan apabila harga tanah murah, sehingga pengolahan

berdasarkan pada self purification (daya pulih diri) oleh adanya pemecahan secara

(29)

Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), biasanya lagoon

memberikan efek samping yaitu tanaman-tanaman air, dan hal ini sangat

menguntungkan bagi sistem pengolahan itu sendiri, tetapi apabila terlepas keluar

selokan dan tidak terkendali maka dapat merupakan gangguan pada lingkungan.

Untuk dapat beroperasi dengan baik lagoon membutuhkan waktu tinggal yang

cukup lama, sehingga cocok untuk insdustri yang membuang zat organik hanya

secara musiman atau industri yang mempunyai areal yang luas.

2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biological Oxygen Demand= BOD) BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen

terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi

bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah

bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah

oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang

membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan

jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan

organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan.

Semakin tinggi jumlah bahan organik diperairan semakin besar pula nilai BOD,

sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi.

Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa

reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan

oksidasi sel.

Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu

(30)

dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen

terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20oC

ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi

suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena

mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang

lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah :

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan

anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga

“intermediete oxygen demand”.

2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari.

3. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan

nilai BOD total melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD.

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air

tersebut, misalnya adanya germisida seperti klorin dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan

organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.

Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air

yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi

kemurniaan air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan

buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu,

industri gula, dan sebagainya, mempunyai nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai

(31)

pengenceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air di sekitarnya

seperti sungai atau laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi

oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembuangan

bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi terlarut

sebelumnya sudah terlalu rendah.

Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah

menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena

makhluk-makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke

tempat lain yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika konsentrasi

oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat

hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat

anaerobik dapat hidup karena tidak adanya oksigen. Senyawa-senyawa hasil

pemecahan anaerobik akan menghasilkan bau yang menyengat, oleh karena itu

perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki

(Fardiaz, 1992).

2.5 Tinjauan Tentang Biodekstran

Biodekstran merupakan kumpulan bakteri aktif yang menguntungkan dan

bersifat anaerob (dapat hidup dalam kondisi yang sangat minim oksigen) dan

dapat menguraikan bahan-bahan organik yang beracun (limbah) menjadi bahan

organik sederhana yang tidak dapat mencemari lingkungan dan menghilangkan

bau limbahnya. Selain itu biodekstran juga bekerja secara sinergis pada sampah

organik,limbah domestik; rumah sakit (septic tank), rumah tangga (jamban),

(32)

karbohidrat) pada saluran wastafel dapur secara anaerobik, maupun sebagai

komposter. Jika diaplikasikan pada limbah tahu dapat menguraikan bahan organik

kompleksnya (protein, karbohidrat, dan lemak) baik padat maupun cair menjadi

bahan organik sederhana yang tidak mencemari lingkungan secara biologis.

Kandungan bakteri yang terdapat pada produk bakteri pengurai ini, yaitu

Nitrobacter sp, Nitrosomonas sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp.

Tabel 2.3 Mikroorganisme yang Terdapat dalam Biodekstran

NO MIKROORGANISME KETERANGAN

1 Nitrosomonas sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa

amonia menjadi nitrit

2 Nitrobacter sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa nitrit menjadi nitrat

3 Bacillus sp. Kelompok bakteri yang dapat merubah senyawa

nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air

4 Pseudomonas sp. Kelompok bakteri yang dapat menguraikan amonia dan nitrogen

Sumber : CV.Surya Pratama Gemilang

Manfaat yang didapatkan dari bakteri jenis ini adalah :

a. Menguraikan secara biologis bahan organik (protein, karbohidrat, lemak)

baik padat maupun cair menjadi bahan organik sederhana yang tidak

mencemari lingkungan.

b. Menguraikan NH3 dan NO2 pada sampah organik, kotoran manusia,hewan

secara biologis.

c. Menghilangkan bau pada sampah, kotoran manusia, dan hewan.

d. Menjaga septic tank tidak pernah penuh karena tinja menjadi cair.

e. Menjaga agar saluran pipa air buangan (wastafel) tidak mampat oleh

(33)

f. Mempercepat pembuatan pupuk kompos dan meningkatkan kualitasnya.

g. Mempercepat penguraian pupuk kimia menjadi unsur hara yang cepat

diserap tanaman sehingga pemakaian pupuk menjadi efisien.

h. Menekan jumlah bakteri patogen pada septic tank.

Gambar

Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3Kg Kedelai
Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu  (Sumber : BPPT, 1997a dalam Pohan, 2008)
Tabel 2.3 Mikroorganisme yang Terdapat dalam Biodekstran NO MIKROORGANISME KETERANGAN
Gambar 2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

83 Perbaikan saluran irigasi Dukuh Saw ahan Desa Som opuro Kecam at an Jogonalan (Eks.. 90 Pem bangunan Ruang/ Gedung

Kemudian bagi para Penyedia Jasa yang merasa tidak puas atas hasil pengumuman ini, dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis yang ditujukan kepada Panitia Pengadaan

Pendaftaran/pengambilan Dokumen Lelang dilakukan per Paket Pekerjaan langsung ke Pokja Pengadaan Barang ULP Kabupaten Klaten.. Pendaftaran/Pengambilan Undangan dengan

pada Dinas Kopenasi Perindustian dan Perd4angan Kota M4elang Tahun 2011, telah melakukan pertemuan dengan Peserta Pemilihan Penydia Barang, dalam nangka Addendum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan insomnia dengan prestasi belajar pada siswa kelas XI IPA di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Klaten. Hasil

[r]

shock atau stres bagi benur tersebut, dimana akan terganggu fungsi fisiologisnya bahkan selanjutnya bisa mengakibatkan kematian. Lebih- lebih bagi benur yang

Hasil penelitian berdasarkan dimensi sosial dalam novel Sang Pencerah dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, ditemukan lima jenis dimensi sosial, yaitu (1)