BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair
Menurut KepMenKes No.1204 Tahun 2004, limbah cair adalah semua air
buangan termasuk tinja yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan.
Menurut PerMenLH No.5 Tahun 2014, limbah cair adalah semua bahan
buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme
pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas.
Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), limbah cair merupakan gabungan
atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik
dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik
(perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat
tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Sedangkan
yang dimaksud dengan limbah cair industri adalah limbah cair yang sebagian
besar terdiri dari buangan industri.
Dari beberapa defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah cair
merupakan semua air buangan baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi
yang terbuang dari sumber domestik dan industri yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif yang bebahaya bagi
2.1.1 Sumber Air Limbah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001
yang dikutip oleh Mulia (2005), air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga
(domestic) maupun industri (industry).
1. Air limbah rumah tangga
Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting:
a. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen
b. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Posfor, serta
kemungkinan kecil mikroorganisme.
c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar
mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.
2. Air limbah industri
Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung di
dalam air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di
masing-masing industri, oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangan
bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang terkandung didalamnya.
2.1.2 Komposisi Air Limbah
Komposisi air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya
terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak terlarut sebesar 0,1%.
Partikel-partikel padat terdiri dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat
organik tersebut sebagian sudah terurai (Degredable) yang merupakan sumber
Sedangkan pada zat-zat anorganik terdiri dari butiran, garam, dan logam berat
yang merupakan bahan pencemar yang penting (Djabu dalam Suhermanto, 2003).
2.1.3 Parameter Air Limbah
Menurut Mulia (2005), dalam air limbah terdapat parameter-parameter
yang perlu untuk diketahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan
karakteristik dari air limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut diantaranya :
1. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter yang
diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC selama
5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon
dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian
bahan organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable).
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi
secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara
biologis (non biodegradable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah
dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.
3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen = DO)
DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur
dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda
derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut maka
4. Kesadahan (Hardness)
Kesadahan adalah gambaran kation logam divalent (valensi 2) yang
terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk
endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat dalam air membentuk
endapan atau karat paada peralatan logam.
5. Settleable Solid
Settleable solid adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada
kondisi yang tenang selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.
6. TSS (Total Suspended Solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron.
Material tersuspensi dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid.
7. Kekeruhan (Turbidity)
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar
untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda
tercampur atau benda koloid dalam air.
2.1.4 Proses Pengolahan Limbah Cair
Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Suspended Solids (SS), dan organisme
patogen (Klei& Sundstorm dalam Soeparman, Soeparmin, 2001). Selain tujuan di
atas, pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan
nutrien, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis
Menurut Soeparman, Soeparmin (2001), proses pengolahan limbah cair
umumnya dibagi mejadi 4 kelompok yaitu :
1. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar,
mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses
menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat
dalam pengolahan pendahuluan adalah :
a. Saringan (bar Screen /ba r racks) untuk menghilangkan padatan kasar
b. Pencacah (comminutor) untuk memotong padatan tersaring.
c. Bak penangkap pasir (grit chamber) untuk mengendapkan partikel padat
yang terkandung dalam air buangan.
d. Penangkap lemakdan minyak (skimmer and grease trap) untuk
mengapungkan cairan dan mengurangi padatan.
e. Bak penyetaraan (equalization basin) untuk meredam fluktuasi sehingga
menjadi stabil.
2. Pengolahan tahap pertama
Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang
terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap
pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir
ke dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9
cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi.
Oleh karena proses ini menyebabkan limbah cair menjadi jernih, maka
tangki pengendapan ini disebut Clafirier. Karena hal ini terjadi pada bak
pengendap awal, maka disebut dengan “Primary Clarifier”. Dibagian dasar
tangki atau bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi. Tahap
selanjutnya, lumpur yang terkumpul dipompa atau dipindahkan secara manual ke
unit pengolahan lumpur.
Efisiensi tangki sedimentasi dalam pengurangan kandungan BOD maupun
SS bergantung pada beban permukaan maupun waktu penahanan yang dilakukan.
Dalam tangki dengan waktu penahanan 2 jam, diperkirakan 60% padatan
tersuspensi (SS) dari limbah cair yang masuk mengendap dalam tangki.
Pengendapan ini mengakibatkan berkurangnya kandungan BOD sebesar ± 30%.
Jumlah BOD yang dapat dikurangi sangat bergantung pada jumlah BOD yang
terkandung dalam zat yang terendap. Bagian air yang jernih di permukaan tangki
selanjutnya mengalir keluar melewati alat ukur debit menuju pengolahan tahap
kedua.
3. Pengolahan tahap kedua
Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis
(Biological Treatment) karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme
untuk menguraikan limbah cair dalam bentuk bahan organik terlarut menjadi
produk yang lebih sederhana dan partikel yang dapat mengendap. Produk yang
dihasilkan disebut lumpur aktif.
Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses
organik yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan
air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan
tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut
persyaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu, pada
pengolahan tahap kedua ini, proses desinfeksi diperlukan jika kandungan
mikroorganisme dalam efluen tidak memenuhi standar.
Agar diperoleh hasil yang memuaskan dalam proses pengolahan secara
biologis, perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :
a. Konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reaktor.
b. Kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme.
c. Kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi
berlangsung.
d. Pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan
Berdasarkan teknik pengendalian (immobilisasi) mikroorganisme dalam
media yang digunakan, pengolahan limbah cair secara biologis dapat
dikelompokkan menjadi suspended growth processes dan attached growth
processes.
a. Suspended growth processes
Suspended growth processes adalah proses pengolahan dengan
memanfaatkan mikroorganisme pengurai zat organik yang tersuspensi dalam
limbah cair yang diolah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain proses
lumpur aktif (activated sludge processes) dan kolam stabilisasi /oksidasi (waste
1. Pengolahan dengan proses lumpur aktif (activated sludge processes)
Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara
membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerasi yangbertujuan untuk
menurunkan organik karbon atau organik nitrogen. Dalam penurunan organik
karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotropik. Sumber energi berasal
dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang berasal dari organik
karbon.BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan
konsentrasi organik karbon, yang selanjutnya disebut subtrat.
2. Kolam stabilisasi/oksidasi (waste stabilization ponds = oxydation ponds)
Kolam oksidasi mirip kolam dangkal yang luas, biasanya berbentuk empat
persegi panjang dengan kedalaman hanya 1 – 1,5 m. Pada proses ini, seluruh
limbah cair diolah secara alamiah dengan melibatkan ganggang hijau, bakteri, dan
sinar matahari. Kolam oksidasi ini dapat digunakan untuk megolah limbah cair
yang berasal dari rumah tangga ataupun kotoran dari kakus.
Kolam ini merupakan cara yang paling ekonomis untuk pengolahan
limbah cair selama luas tanah memungkinkan dan harganya relatif murah.
Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini antara lain pemeliharaanya mudah dan
murah.
Bakteri fekal dan bakteri patogen hilang karena kekurangan makanan atau
efek-efek lainnya yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, periode tinggal
limbah cair dalam kolam merupakan faktor yang menentukan walaupun
faktor-faktor lainnya, seperti temperatur, radiasi sinar ultra violet, dan konsentrasi algae
pengurangan bakteri terutama bergantung pada temperatur dan algae. Menaikkan
kedua hal ini akan meningkatkan kecepatan pengurangan bakteri fekal. Dengan
demikian, kolam oksidasi merupakan cara yang dianjurkan untuk pegolahan
limbah cair di negara-negara yang sedang berkembang yang beriklim tropis,
dimana tanah masih cukup memungkinkan.
b. Attached growth processes
Attached growth processes adalah pengolahan yang memanfaatkan
mikroorganisme yang menempel pada media yang membentuk lapisan film untuk
menguraikan zat organik. Proses ini sering disebut juga dengan fix–bed. Influen
akan melakukan kontak dengan media ini sehingga terjadi proses biokimia.
Akibatnya, bahan organik yang ada pada limbah cair tersebut dapat diturunkan
kandungannya.
4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan
Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lanjutan. Proses ini
disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap
kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan proses pengolahan
kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional
sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan (Advanced Treatment).
Kontaminan tersebut misalnya senyawa fosfat, senyawa nitrogen, dan sebagian
berupa padatan tersuspensi (SS).
Menurut Okun dan Ponghis yang dikutip dari Soeparman, Soeparmin
(2001), proses pengolahan tahap ketiga yang dapat mengurangi kontaminan
a. Koagulasi dan sedimentasi
b. Absorpsi
c. Elektrodialisis
d. Nitrifikasi dan denitrifikasi
e. Osmosis balik
f. Pertukaran ion
2.2 Proses Pembuatan Tahu
Tahu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi sebab
bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Tahu merupakan hasil dari
proses penggumpalan protein susu kedelai, kedelai mengandung protein,
karbohidrat, lemakdan zat-zat mineral seperti kalium, pospor, magnesium serta
vitamin anti beri-beri (Perangin-angin, 2005).
Menurut kastyanto yang dikutip oleh Perangin-angin (2005), 1 kg kedelai
mengandung :
1. Protein : 300-400 gram (40%)
2. Karbohidrat : 200-350 gram (35%)
3. Lemak : 150-200 gram (20%)
Menurut Santoso yang dikutip oleh Raudhah (2012), prinsip pembuatan
tahu adalah mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan biji kedelai
menggunakan air. Protein-nabati dalam bahan baku diekstrasi secara fisika dan
digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4
nH2O). Tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu
Tabel 2.1. Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3Kg Kedelai
NO TAHAP PENGOLAHAN KEBUTUHAN AIR (LITER)
1 Pencucian 10
2 Perendaman 12
3 Penggilingan 3
4 Pemasakan 30
5 Pencucian Ampas 50
JUMLAH 135
Sumber : Nuraida dikutip oleh Pohan, 2008
Dari tabel 2.1, dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada pembuatan tahu dari
3 kg kedelai paling banyak terdapat pada tahap pengolahan pencucian ampas yaitu
50 liter dan penggunaan air yang paling sedikit yaitu pada tahap penggilingan.
Menurut Kastyanto yang dikutip oleh parangin-angin (2005), tahap - tahap
yang dilakukan dalam proses pembuatan tahu adalah:
a. Pemilihan kedelai
Untuk menghasilkan tahu yang berkualitas, maka kedelai yang merupakan
bahan baku pembuatan tahu harus berkualitas baik pula. Untuk membuat tahu,
kedelai putih (kuning) harus bersih, biji-bijinya besar, kulitnya halus dan bebas
dari kerikil atau campuran lain-lain.
b. Perendaman kedelai
Setelah pemilihan kedelai selesai, kedelai tersebut dicuci dan direndam
dalam bak air selama 6-7 jam, agar cukup empuk untuk digiling. Bak terbuat dari
semen, seperti bak air kamar mandi dan harus tersedia cukup banyak air. Selama
c. Penggilingan kedelai
Kedelai yang telah cukup empuk kemudian dipindahkan kedalam tong
kayu yang diletakkan di dekat batu penggiling agar mudah dan cepat mengambil
kedelainya. Dengan menggunakan gayung atau sendok besar, kedelai rendaman
itu sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam lubang bagian atas batu gilingan
yang terus berputar. Karena batu gilingan bagian atas terus berputar cepat, kedelai
yang masuk kedalamnya tergiling sampai halus, hingga menjadi bubur. Bubur
putih itu mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung.
d. Perebusan bubur kedelai
Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus
digunakan wajan dengan ukuran yang besar. Karena bubur kedelai tersebut masih
kental, maka untuk merebusnya perlu ditambah air. Ukurannya satu takaran bubur
kedelai dicampur satu takaran air panas. Api tungku atau kompor tidak boleh
terlampau kecil. Harus dijaga agar api tetap besar sehingga bubur cepat mendidih.
Bubur yang dipanasi itu membusa seluruhnya. Busanya naik makin lama
bertambah tinggi. Agar busa tidak tumpah, bubur diaduk-aduk sehingga busa
kembali turun. boleh juga ditambahkan air panas sedikit–sedikit. Tidak beberapa
lama kemudian bubur tersebut membusa kembali dan diaduk kembali agar busa
menurun. Setelah bubur membusa dua kali, maka bubur diangkat dari wajan.
Perlu diperhatikan jika bubur direbus terlalu lama, maka tahu yang akan
e. Penyaringan bubur
Bubur yang masih mendidih segera diturunkan dan disaring, untuk
menyaringnya digunakan kain belacu atau mori kasar yang telah diletakkan pada
sangkar bambu. Sangkar bambu diletakkan sedemikian rupa agar kuat menahan
bubur panas yang dituangkan pada saringan tersebut. Jika dalam proses
penyaringan tidak lagi mengandung sari tahu pada bubur kedelai ditandai dengan
warna yang menjadi bening, maka ampas tahu dapat dibuang. Penyaringan ini
dilakukan berkali-kali hingga bubur kedelai habis.
f. Pengendapan air tahu
Cairan dari proses penyaringan tadi merupakan cairan yang nantinya akan
menjadi tahu. Untuk menghasilkan tahu, cairan tersebut harus dicampuri dengan
asam cuka. Agar tahu yang dihasilkan tidak menjadi asam, maka harus
diperhitungkan sedemikian rupa ukuran pencampur asam cuka. Jika dalam
campuran tersebut telah timbul jonjot (gumpalan putih), biarkan hingga dingin
dan gumpalan tersebut pun mengendap.
g. Pencetakan
Gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat
cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum
endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain
belacu lalu kotak diisi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan
papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat
menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan
pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang
masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempan ini dilakukan selama
kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai
ukurannya. Ada juga yang dipotong-potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran
Kedelai
Air untuk pencucian Air limbah
Kedelai Bersih
Air untuk perendaman Air Limbah
Kedelai Rendaman
Bubur Kedelai
Air
Ampas Tahu
Campuran padatan tahu dan cairan
Air Limbah
Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu (Sumber : BPPT, 1997a dalam Pohan, 2008)
Pencucian
Perendaman
Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air
Perebusan
Penyaringan
Pengendapan air tahu
Pembuangan cairan
Pencetakan
2.3 Limbah Cair Industri Tahu
Limbah industri tahu terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari
kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan
berpotensi mencemari lingkungan. Menurut Perangin-angin (2005), limbah cair
industri tahu adalah cairan sisa yang dihasilkan oleh suatu industri tahu sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang membawa bahan padat terlarut
dan tersuspensi yang tidak terpakai lagi dari hasil proses pembuatan tahu.
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang
terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan
yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses
sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian
peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri
pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya (Pohan,
2008).
2.3.1 Karakteristik Air Limbah Tahu
Secara umum karakteristik air buangan dikelompokkan menjadi 3 bagian,
yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologis.
1. Karakteristik Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya
sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun karakteristik fisik yang penting pada
limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek
estetika, kekeruhan, bau, warna, dan suhu.
Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bahan Organik
Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya
sangat tinggi berupa protein 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%.
b. Bahan Anorganik
Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat-zat kimia sebagai
bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia
seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga
menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam yaitu kalsium dan
sulfat (Nurhasan dan Pramudyanto dalam Raudhah, 2012).
3. Karakteristik Biologis
Kandungan bakteri patogen yaitu golongan E.Coli serta organisme lain
terdapat pula dalam air buangan tergantung darimana sumbernya, namun
keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan (Sugiarto dalam
Perangin-angin, 2005).
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu
NO PARAMETER KADAR (mg/L) BEBAN (kg/ton)
1 BOD 150 3
2 COD 300 6
3 TSS 200 4
Sumber : PerMenLH Nomor 5 Tahun 2014 Lampiran XVIII
2.3.2 Dampak Air Limbah Tahu
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
1. Gangguan terhadap Kesehatan
Limbah cair industri tahu termasuk ke dalam kelompok bahan buangan
olahan makanan yang mengandung bahan-bahan organik. Oleh karena bahan
buangan ini mengandung protein dan gugus amin maka pada saat didegradasi oleh
mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau
busuk.
Air Lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan
merupakan tempat yang subur untuk berkembang biaknya mikroorganisme
termasuk mikroba patogen. Mikroba patogen yang berkembang biak dalam air
tercemar menimbulkan berbagai penyakit dan semuanya merupakan penyakit
yang dapat menular dengan mudah apabila air yang tercemar tersebut
dimanfaatkan oleh manusia. Jenis-jenis mikroba patogen penyebab penyakit
tersebut seperti :
a. Virus
i. Rota virus adalah penyebab penyakit diare, terutama pada anak – anak.
ii. Virus hepatitis A menyebabkan penyakit hepatitis A, air sungai yang telah
tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk menggunakan
air tersebut untuk keperluan hidupnya.
iii. Virus Polliomyelitis menyebabkan penyakit Polliomyelitis yang sering
menyerang anak-anak dan menyebabkan kelumpuhan.
b. Bakteri
i. Vibrio cholera menyebabkan penyakit cholera (kolera) yang menyerang
ii. Escherichia coli menyebabkan penyakit diare/dysentri.
iii. Salmonella spp menyebabkan keracunan makanan dan jenis bakteri
terdapat pada air pengolahan.
iv. Shigella spp menyebabkan penyakit dysentri bacsillair dan terdapat pada
air yang tercemar. Adapun cara penularannya melalui kontak langsung
dengan kotoran manusia maupun perantara makanan, lalat, dan tanah.
c. Protozoa
Entamoeba histolytica menyebabkan penyakit disentri amoeba dengan
penyebaran melalui Lumpur yang mengandung kista.
d. Metazoa
i. Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit cacingan (cacing gelang)
yang menyerang orang di segala usia, terutama pada anak – anak.
ii. Schistosoma spp menyebabkan penyakit schistosomiasis, akan tetapi dapat
dimatikan pada saat melewati pengolahan air limbah.
iii. Taenia sppmenyebabkan penyakit cacing pita, dengan kondisi yang sangat
tahan terhadap cuaca.
Selainitu,bahan anorganik yang juga terdapat pada limbah cair tahu dapat
menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan jika air tersebut dimanfaatkan
oleh manusia, seperti keracunan bahan-bahan kimia, penyakit kulit, penyakit
rongga mulut dan dapat menyebabkan kanker jika terakumulasi secara terus
menerus (Wardhana, 2001)
2. Penurunan Kualitas Lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai
dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai
contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke
sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved
Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan
kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini
akan mengurangi perkembangannya.
Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga
menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya
akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya (Mulia,
2005).
3. Gangguan terhadap Keindahan
Kandungan zat organik dalam limbah cair tahu mengalami pembusukan
sehingga akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kandungan padatan
tersuspensi menyebabkan air mengalami perubahan warna menjadi keruh atau
warna lain sesuai cemaran. Hal ini menimbulkan gangguan pemandangan
(Raudhah, 2012).
4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh
bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat
mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan
akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material
(Mulia, 2005).
Selain, keempat hal tersebut menurut Wardhana (2001), air yang tercemar
oleh limbah industri menyebabkan air menjadi tidak bermanfaat lagi, hal ini
merupakan kerugian yang terasa secara langsung oleh manusia. Bentuk kerugian
langsung ini antara lain :
1. Air tidak dapat digunakan kembali untuk keperluan rumah tangga
Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi sebagai
penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, kondisi
ini akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan butuh waktu yang lama
untuk memulihkannya. Sementara air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah
tangga sangat banyak, seperti kebutuhan air untuk minum, memasak, mandi,
mencuci, dan lain sebagaianya.
2. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri
Air yang tercemar tidak dapat digunakan kembali untuk menunjang
keperluan industri,proses industri menjadi terganggu dengan demikian usaha
untuk meningkatkan kehidupan manusia pun sulit untuk tercapai.
3. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian
Air tidak dapat digunakan lagi sebagai irigasi, untuk pengairan di
persawahan dan kolam perikananan, karena adanya senyawa-senyawa anorganik
yang mengakibatkan perubahan drastis pada pH air. Air yangbersifat terlalu basa
2.3.3 Penanganan Limbah Tahu
Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), secara ideal
penanganan limbah tahu untuk menurunkan kadar zat organik adalah dengan
melaksanakan beberapa perlakuan, yaitu perlakuan awal, perlakuan kimia,
perlakuan cara fisika dan perlakuan cara hayati.
1. Perlakuan Awal
Perlakuan awal dilakukan untuk memisahkan partikel-partikel padatan
yang kasar. Biasanya pada proses pengelupasan biji, sisa-sisa tahu, sekam, abu
sisa bahan bakar dan biji-bijian yang tercecer. Perlakuan awal dilakukan dengan
cara menyaring atau mengayak dengan saringan kasar atau anyaman kawat tahan
karat. Dapat juga dibuat dengan anyaman bambu. Kedudukan saringan yang baik
adalah 45 derajat. Padatan yang terkumpul diambil secara manual dan setiap saat
dibersihkan. Saringan air sebaiknya dibuat bertahap mulai dari kasar sampai pada
saringan yang halus. Dengan cara ini kotoran akan tertinggal pada saringan sesuai
dengan ukuran yang ada. Hal ini dapat pula mengurangi tersumbatnya kotoran,
2. Perlakuan Kimia
Perlakuan air limbah secara kimia digunakan untuk menetralisasi pada air
limbah yang bersifat asam atau basa, menggumpalkan atau mengendapkan
logam-logam berat, memisahkan zat koloid baik organik maupun anorganik, memisahkan
minyak dan lemak terlarut dalam air, meningkatkan kerja menyaring pada proses
a. Netralisasi
Dasar perlakuan netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa dan pH
diatur netral atau pH 7. Zat-zat yang biasa digunakan dalam proses ini adalah
larutan asam sulfat, asalm khlorida, asam nitrat atau asam fosfat, larutan alkali,
kapur Ca(OH)2, kostik (Na(OH)) bubuk batu kapur (CaCO3) dan larutan soda abu.
Perlakuan ini dapat dijalankan secara manual atau otomatis yang dijalankan
bersamaan pengaturan pH dan pompa penyatu bahan kimia. Sehingga dapat
dikehendaki pH yang diinginkan tanpa setiap saat diperiksa.
b. Pengendapan
Penambahan bahan kimia tidak terbatas pada penetralan air limbah, namun
juga dibutuhkan untuk menetralkan logam-logam berat dijadikan ikatan garam
yang mudah mengendap sehingga mudah dipisahkan antara endapan logam berat
larutan jernih yang bebas logam berat. Bahan yang dapat dihilangkan dengan cara
kimia antara lain logam-logam berat, sulfat, fluorida, dan phospat.
Adanya sulfat dapat merusak peralatan industri karena pada kondisi
anaerob sulfat dapat menjadi asam sulfat. Untuk industri tahu yang mengeluarkan
limbah sulfat yang paling tinggi adalah industri tahu yang menggunakan tawas
bakar. Sulfat dapat mengendap dengan penambahan kapur dan fluorida dapat juga
diendapkan oleh kapur.
c. Penggumpalan dan Flokulasi
Proses penggumpalan dan flokulasi terjadi pada zat tersuspensi atau zat
koloidal halus diubah menjadi gumpalan lebih besar dan berat sehingga mudah
mencampur antara bahan penggumpal dan zat yang akan digumpalkan. Zat
penggumpal yang banyak dijumpai di pasaran adalah Alumunium sulfat atau
tawas (Al2SO4), Besi sulfat (Fe2SO4) dan Poly Alumunium Khlorida
(Al8(OH)20Cl4). Penggunaan zat penggumpal tergantung pada jenis limbah, pH
larutan, temperatur limbah dan konsentrasi zat penggumpal. Kemudian
pengadukan lambat dimana agar terjadi flokulasi atau butiran gumpalan dari kecil
bergabung menjadi lebih besar. Zat yang dapat membantu dalam proses flokulasi
adalah Poly Acrylamid, Polyethylene oxide, Polyethylene Amine. Setelah terjadi
gumpalan-gumpalan yang besar akhirnya diendapkan pada bak pengendap.
3. Perlakuan cara fisika
a. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pengendapan benda padat berupa partikel tersuspensi
dalam air karena adanya gaya gravitasi. Sedimentasi dapat digunakan untuk
memisahkan benda-benda berupa batu, benda-benda padat, lumpur pada proses
pengolahan limbah cair hayati, lumpur endapan dalam proses kimia.
Dalam proses ini air jernih dikeluarkan melalui luapan di atas alat
sedimentasi sedangkan endapan dapat diambil pada bagian bawah dan diambil
dengan pompa atau dikeluarkan melalui kran (valve).
b. Pengapungan
Proses pengapungan adalah memisahkan padatan yang mengapung atau
benda-benda lainnya yang melayang di dalam air misalnya minyak dan lemak.
Untuk memisahkan benda-benda tersebut perlu diapungkan dengan gelembung
proses pengapungan kebutuhan udara pendorong dimasukkan ke dalam air dengan
cara sebagai berikut :
i. Melarutkan udara pada tekanan tertentu ke dalam melalui lobang kecil
sehingga udara keluar berupa gelembung halus.
ii. Memompakan udara pada tekanan atmosfer melalui difusser.
iii. Menjenuhkan dengan udara tekan pada tangki tertutup kemudian tangki
divakumkan sehingga udara keluar dalam bentuk gelembung halus.
c. Perlakuan cara hayati
Dalam proses hayati terjadi penghancuran sebagian zat organik dari air
limbah oleh jasad renik dan zat organik tersebut termasuk zat organik
biodegradasi. Mikroba (jasad renik) tersebut dapat berwujud bakteri, jamur atau
ganggang. Zat tersebut mengubah bahan koloid atau terlarut menjadi sel, sedang
sel yang terjadi karena berat dapat mengendap bersama lumpur. Peristiwa ini
dapat bekerja pada kondisi aerob, anaerob atau pada keadaan fakultatif.
Keadaan aerob (terdapat unsur oksigen) mikroba memecah polutan zat
organik menjadi zat-zat yang lebih sederhana misal karbondioksida (CO2), air
(H2O), amoniak (NH3), nitrat (NO3) dan sulfat (SO4). Pada keadaan anaerob zat
organik terpecah menjadi gas metan (CH4), amoniak (NH3), karbondioksida (CO2)
dan hidrogen sulfide (H2S).
Pada saat mikroba memecah zat organik, mikroba membutuhkan oksigen
yang ada di sekitar air limbah tersebut sehingga lama kelamaan oksigen dalam air
buangan akan habis dan pada saat habis akan terjadi suasana anaerob dan di sini
mempertahankan agar kondisi tetap aerob perlu diberikan udara dari atmosfer.
Cara pemberian udara ke dalam air limbah ini disebut aerasi. Proses aerasi banyak
caranya misal dengan kincir yang diputar oleh motor listrik, atau blower dan ada
pula yang dibuat air terjun.
Proses pemecahan zat organik menjadi zat yang lebih sederhana yang
berpolutan rendah pada keadaan aerob terjadi reaksi hayati dan menghasilkan sel
yang dapat mengendap. Proses ini menghasilkan lumpur dari zat organik tersebut
dan apabila pemecahan ini berlanjut terus menerus akan terbentuk lumpur
semakin banyak, bersamaan dengan hal tersebut juga terjadi penurunan polutan
zat organik, diperkirakan penurunan polutan zat organik ini dapat mencapai
kurang lebih 90%. Lama waktu yang diperlukan untuk menurunkan polutan zat
organik cara aerob ini tergantung pada sistem yang digunakan serta peralatan
pembantunya.
Pada saat proses penurunan kadar polutan zat organik dalam air limbah
secara aerob, terjadi peristiwa pengurangan zat tersuspensi melalui peningkatan
lumpur hayati. Peristiwa ini dapat berjalan cepat atau lambat tergantungan pada
kontak lumpur hayati yang terbentuk dengan air buangan yang diolah.
Penurunan BOD pada proses ini berjalan dengan beberapa tahapan yaitu
pertama pengurangan zat organik koloid melalui peristiwa absorbs kimia fisika
pada lumpur hayati. Kedua, selanjutnya terjadi penyerapan secara hayati zat
organik yang terlarut. Disini sangat dipengaruhi oleh keadaan lumpur dan zat
berjalan bersama-sama yaitu pada saat kontak terjadi antara lumpur dan polutan
organik baik berbentuk koloid, terlarut maupun tersuspensi.
Pada proses anaerob, mikroba yang aktif sangat berperan dalam proses
pengolahan air limbah pabrik tahu. Proses pemecahan cara hayati dengan proses
anaerob adalah proses yang digunakan untuk mengolah limbah organik pekat (air
buangan dengan BOD tinggi). Proses ini disamping dapat memecah zat organik
dapat pula dimanfaatkan untuk menghasilkan gas metan yaitu gas yang dapat
diubah menjadi energi panas.
Limbah organik jenisnya sangat komplek, dalam kondisi anaerob pada
awal proses akan terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh adanya mikroba
fakultatif, selanjutnya oleh mikroba anaerob dilanjutkan pemecahan menjadi
asam-asam lemak. Asam-asam lemak akan dioksidasikan dan menghasilkan H2
dan asetat. Proses ini biasa disebut proses hidrogenasi dan asetogenasi yang
selanjutnya berakhir dengan proses methanogenasi. Terjadinya methan melalui
beberapa perubahan komponen dari bentuk ikatan yang komplek terpecah menjadi
bentuk-bentuk ikatan yang sederhana.
Kemampuan mencerna zat organik dalam proses anaerob dapat dinaikkan
efektifitasnya dengan cara memilih bentuk reaktor yang tepat. Jenis bak anaerob
(reaktor) bermacam-macam dan masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugian dalam pemakaiannya.
Perlakuan secara hayati dalam pengolahan air limbah dapat
a. Trikling filter
Trikling filter (biofilter) berfungsi mengurangi BOD dan padatan
tersuspensi dengan cara oksidasi hayati, yaitu dengan cara mengalirkan air limbah
yang mengandung zat organik melalui media tetap. Media ini terdiri dari
batu-batuan, plastik atau kayu. Pada media tersebut tumbuh lapisan tipis yang terdiri
dari kumpulan mikroba yang aktif. Sehingga selama aliran limbah membasahi
lapisan tipis tersebut terjadi degredasi zat organik.
b. Lumpur aktif
Limbah yang mengandung polutan zat organik diolah secara aerob
bersama lumpur. Lumpur tersebut terdiri dari beberapa jenis mikroba yang aktif
pada suasana aerob. Untuk mengaktifkan lumpur tersebut, diberi alat aerasi
(aerator) dan masa hayati yang aktif terbentuk setiap saat sesuai dengan
penurunan BOD yang diperhitungkan. Lumpur dan jernihan dipisahkan dalam bak
pengendap, sebagian lumpur dikembalikan dalam kolam aerasi dan sebagian
dibuang.
c. Lagoon
Perlakuan limbah yang terakhir biasanya digunakan lagoon. Lagoon
adalah suatu kolam yang cukup luas dan dapat menahan air limbah selama
beberapa hari. Kelemahan cara ini biasanya adalah diperlukan areal tanah yang
cukup luas. Cara ini digunakan apabila harga tanah murah, sehingga pengolahan
berdasarkan pada self purification (daya pulih diri) oleh adanya pemecahan secara
Menurut Nurhasan yang dikutip oleh Suhermanto (2003), biasanya lagoon
memberikan efek samping yaitu tanaman-tanaman air, dan hal ini sangat
menguntungkan bagi sistem pengolahan itu sendiri, tetapi apabila terlepas keluar
selokan dan tidak terkendali maka dapat merupakan gangguan pada lingkungan.
Untuk dapat beroperasi dengan baik lagoon membutuhkan waktu tinggal yang
cukup lama, sehingga cocok untuk insdustri yang membuang zat organik hanya
secara musiman atau industri yang mempunyai areal yang luas.
2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biological Oxygen Demand= BOD) BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang
membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan
jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan
organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan.
Semakin tinggi jumlah bahan organik diperairan semakin besar pula nilai BOD,
sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa
reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan
oksidasi sel.
Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu
dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20oC
ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi
suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena
mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang
lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari.
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah :
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan
anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga
“intermediete oxygen demand”.
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari.
3. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan
nilai BOD total melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD.
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air
tersebut, misalnya adanya germisida seperti klorin dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan
organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air
yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi
kemurniaan air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan
buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu,
industri gula, dan sebagainya, mempunyai nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai
pengenceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air di sekitarnya
seperti sungai atau laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi
oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembuangan
bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi terlarut
sebelumnya sudah terlalu rendah.
Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah
menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena
makhluk-makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke
tempat lain yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika konsentrasi
oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat
hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat
anaerobik dapat hidup karena tidak adanya oksigen. Senyawa-senyawa hasil
pemecahan anaerobik akan menghasilkan bau yang menyengat, oleh karena itu
perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki
(Fardiaz, 1992).
2.5 Tinjauan Tentang Biodekstran
Biodekstran merupakan kumpulan bakteri aktif yang menguntungkan dan
bersifat anaerob (dapat hidup dalam kondisi yang sangat minim oksigen) dan
dapat menguraikan bahan-bahan organik yang beracun (limbah) menjadi bahan
organik sederhana yang tidak dapat mencemari lingkungan dan menghilangkan
bau limbahnya. Selain itu biodekstran juga bekerja secara sinergis pada sampah
organik,limbah domestik; rumah sakit (septic tank), rumah tangga (jamban),
karbohidrat) pada saluran wastafel dapur secara anaerobik, maupun sebagai
komposter. Jika diaplikasikan pada limbah tahu dapat menguraikan bahan organik
kompleksnya (protein, karbohidrat, dan lemak) baik padat maupun cair menjadi
bahan organik sederhana yang tidak mencemari lingkungan secara biologis.
Kandungan bakteri yang terdapat pada produk bakteri pengurai ini, yaitu
Nitrobacter sp, Nitrosomonas sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp.
Tabel 2.3 Mikroorganisme yang Terdapat dalam Biodekstran
NO MIKROORGANISME KETERANGAN
1 Nitrosomonas sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa
amonia menjadi nitrit
2 Nitrobacter sp. Kelompok bakteri yang merubah senyawa nitrit menjadi nitrat
3 Bacillus sp. Kelompok bakteri yang dapat merubah senyawa
nitrat menjadi nitrogen bebas dan menguraikan senyawa organik (karbohidrat, lemak dan protein) menjadi senyawa yang sederhana dan larut dalam air
4 Pseudomonas sp. Kelompok bakteri yang dapat menguraikan amonia dan nitrogen
Sumber : CV.Surya Pratama Gemilang
Manfaat yang didapatkan dari bakteri jenis ini adalah :
a. Menguraikan secara biologis bahan organik (protein, karbohidrat, lemak)
baik padat maupun cair menjadi bahan organik sederhana yang tidak
mencemari lingkungan.
b. Menguraikan NH3 dan NO2 pada sampah organik, kotoran manusia,hewan
secara biologis.
c. Menghilangkan bau pada sampah, kotoran manusia, dan hewan.
d. Menjaga septic tank tidak pernah penuh karena tinja menjadi cair.
e. Menjaga agar saluran pipa air buangan (wastafel) tidak mampat oleh
f. Mempercepat pembuatan pupuk kompos dan meningkatkan kualitasnya.
g. Mempercepat penguraian pupuk kimia menjadi unsur hara yang cepat
diserap tanaman sehingga pemakaian pupuk menjadi efisien.
h. Menekan jumlah bakteri patogen pada septic tank.