• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelas Reguler Angkatan 2016 - 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelas Reguler Angkatan 2016 - 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANDI FATINAWARE. Kebijakan Pengelolaan Ruang dan Keberlanjutan Kawasan Ekosistem Karst Maros Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh PROF. DR. IR. AKHMAD FAUSI, M.SC dan DR. IR. SETIA HADI, MS.

Kawasan Karst Maros Pangkep dikenal dengan KKMP adalah ekosistem karst yang unik di Sulawesi Selatan. Bagian dari pegunungan Bulusaraung di Utara Kabupaten Maros dan bagian selatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. 40.000 ha dari kawasan karst kaya akan flora dan fauna, yang bernilai ilmiah, sosial, budaya dan ekonomi. Kawasan tersebut berada dibawah tekanan dari persaingan penggunaan kegiatan ekonomi, seperti pertambangan untuk industri semen dan marmer.

Sekitar 20 ha KKMP masuk dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN BABUL) dengan keputusan menteri kehutan nomor: SK. 398/Menhut-II/2004 seluas ± 43.750 Ha yang terbagi dalam Hutan Lindung ± 21.343,10 Ha, Cagar Alam ±10.282,65 Ha, TWA ±1.624,25 Ha, Hutan produksi Terbatas ± 145 Ha, Hutan Produksi Tetap ±10.355 Ha. Kawasan karst Bantimurung Bulusaraung terbagi dalam lima unit kawasan konservasi dengan luas ±11.906,9 Ha terdiri dari Cagar Alam Bantimurung, Cagar Alam Karaenta, Cagar Alam Bulusaraung, Taman Wisata Alam Bantimurung, dan Taman Wisata Alam Gua Pattunuang. Setengah dari luasan KKMP adalah area penggunaan lain.

Tulisan ini mencoba untuk: (1) Melakukan sintesis terhadap kawasan Bantimurung – Bulusaraung dalam lima tahun sebelumnya dan pengaruhnya terhadap keberlanjutan ekosistem karst pada saat ini; (2) Menganalisis daya dukung lingkungan dan aspek sosial ekonomi kawasan yang berkelanjutan dalam pengelolaan ruang di kawasan karst. (3) Memberi rekomendasi pilihan kebijakan pengelolaan kawasan untuk keberlanjutan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis spasial, anlaisis CIPP, dan Multi Kriteria OnBalance.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisis spasial menunjukkan bahwa masih tidak konsisten dalam pengelolaan ruang, di kawasan lindung atau kawasan yang seharusnya dikonservasi masih ada aktifitas untuk penggunaan lain, khususnya izin pertambangan masuk dalam kawasan taman nasional. Hasil analisis CIPP, dukungan kelembagaan dan pendanaan, serta kerjasama multi pihak dalam pengelolaan KKMP termasuk dukungan legislatif di tingkat provinsi dan di dua kabupaten tersebut.

Analisis multi kriteria OnBalance dengan 14 belas kriteria dari dimensi lingkungan hidup, sosial – budaya, dan ekonomi menunjukkan kebijakan Business as Usual (BAU) atau model dalam pengelolaan KKMP yang sedang berlangsung tidak akan berkelanjutan dari dimensi Lingkungan, ataupun dimensi ekonomi, dan dimensi sosial budaya. Studi ini menawarkan pengelolaan KKMP dengan pendekatan konservasi dan ekowisata berbasis masyarakat.

(2)

RINGKASAN

DZULFIKAR ALI HAKIM. Indeks Perkembangan Dan Kemandirian Desa di Kabupaten Sukabumi: Tantangan Pembangunan Wilayah Perdesaan. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN dan BAMBANG JUANDA.

Informasi perkembangan dan kemandirian desa di Kabupaten Sukabumi sangat penting untuk dimiliki oleh pemerintah daerah serta desa untuk dijadikan sebagai data dasar dalam perencanaan pembangunan. Saat ini informasi indeks perkembangan dan kemandirian desa yang ada tidak memiliki pembanding sehingga perlu dilakukan kajian lain yang bisa memberikan pengayaan penggambaran kondisi perkembangan dan kemandirian desa di Kabupaten Sukabumi.

Pengukuran perkembangan dan kemandirian desa yang menggunakan Principal Componen Analysis digambarkan dalam sebuah indeks perkembangan dan kemandirian, dan memuat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan dan kemandirian desa di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan Indeks perkembangan dan kemandirian desa di Kabupaten Sukabumi yang dihasilkan dapat digambarkan tipologi desa yang dibagi kedalam empat tipologi, yaitu tipologi satu adalah desa berkembang dan mandiri, tipologi dua adalah desa mandiri namun tertinggal, tipologi tiga merupakan desa tertinggal dan bergantung, dan tipologi empat adalah desa yang bergantung namun berkembang.

Desa berkembang di Kabupaten Sukabumi berjumlah 110 desa (28,5%) dan desa tertinggal berjumlah 276 desa (61,5%), dengan faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan desa secara berturut-turut adalah, sarana kesehatan, sarana pendidikan, akses pasar, sarana jalan. Sedangkan dari indeks kemandirian desa di Kabupaten Sukabumi didapatkan sebanyak 138 (35,2%) desa bergantung dan 248 (64,8%) desa mandiri, dan faktor yang berpengaruhnya secara berurutan adalah jumlah KK tani, jumlah pengguna kayu bakar, jumlah pengguna non ledeng dan luas lahan pertanian.

Penggabungan indeks perkembangan dan kemandirian desa menghasilkan data tipologi desa di Kabupaten Sukabumi, dengan gambaran 53 desa masuk pada tipologi satu yaitu desa berkembang dan mandiri, 57 desa berada pada kuadran dua (tertinggal berkembang namun bergantung). Pada tipologi tiga yaitu desa tertinggal dan bergantung, terdata ada 81 desa dan tipologi terakhir yaitu desa mandiri namun tertinggal terdapat 195 desa dari keseluruhan (386) desa di Kabupaten Sukabumi.

Jumlah desa berkembang dan mandiri yang hanya berjumlah 53 desa atau setara dengan 13,73% (jumlah paling sedikit dari seluruh tipologi), sangat jauh dari harapan atas ditetapkannya UU Desa yang diiringi dengan transfer dana desa dari pemerintah pusat. Jumlah desa tertinggal dan bergantung di Kabupaten Sukabumi jumlahnya masih sangat besar yaitu 81 desa setara 20,98%, pada tipe desa berkembang tapi bergantung, terdapat 57 desa (14,77%), dan jumlah desa terbanyak pada pentipologian ini adalah desa dengan tipe tertinggal tetapi mandiri dengan jumlah desa yang masuk pada tipe ini sebanyak 195 desa (50,52%).

Permasalahan perkembangan desa yang terjadi di Kabupaten Sukabumi terjadi akibat strategi pembangunan yang sangat bias kota, serta fokus pembangunan pada infrastruktur jalan dan sarana pelengkap lainnya. Selain itu, paradigma pembangunan yang berkutat pada permasalahan makro serta percepatan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi dan investasi yang bersifat eksploitatif telah mendorong terjadi ketergantungan desa terhadap investasi dan industri formalistik.

(3)

pembangunan yang selama ini terlalu mengesampingkan sisi humanis dan nilai-nilai kearifan lokal, dan menggantikannya dengan pembangunan yang dapat menjawab kebutuhan dasar manusia dalam proses pembangunan yang semakin menekankan arti penting kesatuan manusia dan alam sekitarnya.

Pembangunan yang lebih mengakar dengan menjadikan potensi lokal sebagai basis utama industrialisasi adalah sebuah upaya untuk dapat menghindari Dutch Disease di beberapa wilayah Kabupaten Sukabumi. Kondisi seperti Cikembar, Cidahu dan beberapa wilayah industri lainnya di Kabupaten Sukabumi yang hanya menjadi “halte” bagi perputaran kapital, terjadi akibat kurangnya investasi dalam pendidikan, lemahnya perencanaan dan syahwat pencitraan.

(4)

RINGKASAN

MAI DAMAI RIA. Analisis Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Studi Kasus Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan DEDDY S. BRATAKUSUMAH.

Reformasi Birokrasi dimaknai sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan. Reformasi birokrasi meliputi perubahan struktur dan reposisi birokrasi, perubahan sistem politik dan hukum secara menyeluruh, perubahan sikap mental dan budaya birokrat dan masyarakat, serta perubahan mindset dan komitmen pemerintah serta partai politik. Pada tahun 2010, reformasi birokrasi ditetapkan sebagai program yang harus dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah, ditandai dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Sampai tahun 2013, instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi sebanyak 56 kementerian/lembaga. Sedangkan untuk level pemerintah daerah sebanyak 98 pemda menjadi pilot project. Namun di sisi lain, masih banyak ditemukan permasalahan pada birokrasi pemerintah. Ditandai dengan terus meningkatnya pengaduan masyarakat mengenai buruknya kualitas pelayanan publik dan tingginya kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau aparat birokrasi.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah, (2) mengetahui pengaruh pelaksanaan reformasi birokrasi terhadap kinerja pemerintah daerah, dan (3) merumuskan strategi peningkatan tingkat keberhasilan reformasi birokrasi. Evaluasi pelaksanaan RB menggunakan instrumen kuesioner dengan skala likert berdasarkan pedoman evaluasi pada Permenpanrb No.14 tahun 2014. Pengaruh RB terhadap kinerja pemerintah daerah dianalisis menggunakan Uji t. Sedangkan strategi peningkatan keberhasilan RB dirumuskan dengan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil analisis menunjukkan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada komponen proses mencapai tingkat keberhasilan 74 persen. Namun pada komponen hasil hanya mencapai skor 53,93 pada skala 1-100. Selain itu reformasi birokrasi berpengaruh terhadap kinerja pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, namun tidak berpengaruh terhadap kinerja ekonomi. Strategi yang menjadi prioritas utama dalam peningkatan keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah meningkatkan kompetensi SDM aparatur.

(5)

TOMMI. Analisis Kerentanan Petani di Daerah dengan Bahaya Banjir Tinggi di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh BABA BARUS dan ARYA HADI DHARMAWAN.

Banjir merupakan bencana yang sering terjadi di Kabupaten Karawang. Penyebab banjir di wilayah ini disebabkan oleh kondisi DAS Citarum Hulu yang buruk. Kondisi DAS Citarum yang buruk terlihat dari luas hutan yang sedikit sehingga menyebabkan erosi dan peningkatan debit jauh lebih tinggi ketika musim hujan. Debit sungai yang jauh meningkat ketika musim hujan menyebabkan banjir di daerah hilir seperti Karawang. Banjir yang terjadi di Kabupaten hampir selalu menyebabkan kegagalan panen. Data dari Distanhut Kabupaten Karawang dari musim tanam 2008/2009 hingga 2013/2014 rata – rata luas tanaman padi yang mengalami gagal panen (puso) mencapai 219,84 ha. Kondisi ini tentunya merupakan ancaman bagi kehidupan petani di Kabupaten Karawang. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerusakan DAS Citarum Hulu, menganalisis tingkat bahaya banjir di Kabupaten Karawang, dan menganalisis tingkat kerentanan nafkah petani di Kabupaten Karawang.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2015 dalam 3 tahapan. Tahapan pertama yaitu melakukan analisis kerusakan DAS Citarum Hulu. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah KRS, Koefisien Aliran Permukaan, Indeks Erosi, Laju Sedimentasi, dan Luas Vegetasi Permanen. Nilai gabungan dari parameter tersebut akan menghasilkan tingkat kerusakan DAS Citarum Hulu. Tahapan kedua adalah melakukan analisis tingkat bahaya banjir di Kabupaten Karawang. Analisis ini dilakukan pada sebaran lahan sawah di Kabupaten Karawang yang dialiri Sungai Citarum. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah curah hujan, drainase tanah, dan data historis banjir di lahan sawah yang terdiri dari tinggi genangan, lama genangan, dan frekuensi banjir selama 5 tahun terakhir. Hasil dari analisis ini akan menghasilkan peta tingkat bahaya banjir lahan sawah di Kabupaten Karawang. Tahapan ketiga dalam penelitian ini adalah menganalisis tingkat kerentanan nafkah petani di daerah dengan dengan bahaya banjir tinggi. Responden petani yang diambil dalam analisis ini adalah petani yang berada di daerah dengan bahaya banjir tinggi. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah kelima sumber modal yaitu modal manusia, fisik, alam, finansial, dan sosial. Hasil dari analisis ini akan menghasilkan indeks kerentanan nafkah (LVI) dan peta kerentanan nafkah petani di daerah dengan dengan bahaya banjir tinggi.

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah untuk tingkat kerusakan DAS Citarum Hulu berada pada kriteria agak buruk dengan nilai 3,57. Parameter yang buruk terdapat pada nilai KRS yang tinggi, indeks erosi (IE) yang tinggi, dan luas vegetasi permanen yang masih rendah. Tingkat bahaya banjir di Kabupaten Karawang secara keseluruhan masih berada pada tingkat bahaya sedang. Namun, ada tiga wilayah yang berada pada tingkat bahaya banjir tinggi yaitu Kecamatan Jayakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, dan Telukjambe Timur. Kerentanan nafkah petani di daerah dengan bahaya banjir tinggi didapatkan bahwa petani di Dusun Pengasinan dan Dusun Kampek Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat kerentanan nafkahnya lebih tinggi dibandingkan dengan Dusun Peundeuy Desa Ciptamarga Kecamatan Jayakerta.

(6)

disebabkan oleh penguasaan keseluruhan modal yang lebih kuat dibandingkan dengan Dusun Pengasinan dan Dusun Kampek.

(7)

WAHYU DARSONO. Analisis Bionomika dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Peternakan Ruminansia di Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NAHROWI.

(8)

RINGKASAN

YUFITA LISTIANA. Kualitas Belanja Daerah dan Hubungannya Dengan Kinerja Pembangunan di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan SRI MULATSIH.

Belanja daerah atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Kualitas belanja daerah terdiri dari beberapa indikator konstruk diantaranya Prioritas, Alokasi, Ketepatan Waktu, Akuntabilitas, dan Efektivitas. Jawa Timur merupakan salah satu povinsi yang memiliki predikat cukup baik dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia. Namun, jika dikaitkan dengan kinerja pembangunan yang salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi maka dapat dibuktikan bahwa masih ada beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki pertumbuhan ekonomi di bawah dari pertumbuhan nasional. Hal ini membuktikan bahwa daerah yang memiliki predikat tinggi belum menjamin bahwa daerah tersebut memiliki kinerja pembangunan yang baik pula.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas belanja daerah di Provinsi Jawa Timur berdasarkan 5 variabel konstruk. Masing-masing variabel konstruk (laten) terdiri dari beberapa indikator dalam mengukur kualitas belanja daerah yang berjumlah sebanyak 40 indikator. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah (EPPD) masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Data dari kinerja pembangunan menggunakan kemiskinan, pengangguran, Indeks Gini, Pertumbuhan Ekonomi, PDRB per kapita dan Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian ini menggunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan softwere SmartPLS versi 2.0. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui indikator yang tepat dalam meningkatkan kualitas belanja daerah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 40 indikator hanya ada 21 indikator yang telah mencapai kriteria kualitas belanja daerah yang baik. Dari 5 variabel yang memiliki pengaruh tertinggi terhadap kualitas belanja adalah Efektifitas. Efektifitas memiliki nilai lebih dari 50% dalam menggambarkan variasi model kualitas belanja di Jawa Timur. Selain itu perubahan peta kualitas belanja dari tahun 2009 sampai 2012 mengalami peningkatan secara terus menerus. Pada tahun 2009 daerah yang memiliki tingkat kualitas belanja rendah sebesar 37% dan pada tahun 2014 tidak ada daerah yang memiliki kategori kualitas belanja rendah. Pada tahun 2014 hanya terdiri dari tiga kategori (sedang, tinggi, sangat tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur setiap tahunnya selalu menghasilkan kinerja penyelenggaran pemerintah daerah yang lebih baik agar berdampak pada kondisi pembangunan yang juga semakin membaik.

Referensi

Dokumen terkait

Era revolusi informasi yang penuh dengan persaingan baik dipasar global maupun pasar domestik menuntut setiap perusahaan untuk mampu membuat keputusankeputusan strategik,

Pola adaptasi kedua dilakukan dalam penyelamatan tambaknya adalah dengan meninggikan lagi tanggul tambak ketika sebelum banjir datang; Pola adaptasi yang dilakukan

Suatu alur, berarti suatu urutan kejadian atau peristiwa, satu tempat kejadian atau lebih, dari suatu hal yang terjadi, suatu waktu, di dalam suatu hal

Hipotesis : Berdasarkan data homogenasi, stabilisasi, standarisasi dan pengolahan data uji banding antar laboratorium dengan ISO-“ Guide ” 35-2006 dapat dibuat bahan

Sulitnya mencari pekerjaan serta banyaknya PHK saat ini membuat tingginya pengangguran terutama di Batam yang awalnya dikenal dengan tempat yang mudah untuk

This research describes the Technique of teaching English pronunciation on Read me Program at the International Islamic Elementary School or Sekolah Dasar

Sebelum melakukan uji konsistensi antara kinerja model dengan data, ada beberapa aspek penting diperhatikan, yaitu konsistensi unit analisis dan dimensi serta tentang data

Bersama ini menyatakan setuju untuk melepaskan dan membebaskan, dan akan mengganti kerugian dan tidak akan menuntut IBLCE, serta pemegang jabatan, para direktur, anggota