• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAMIRA CAROLINE ERCHO LAKI LAKI 52 TAHUN DENGAN PTERIGIUM OKULI SINISTRA GR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NAMIRA CAROLINE ERCHO LAKI LAKI 52 TAHUN DENGAN PTERIGIUM OKULI SINISTRA GR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Laki-Laki 52 Tahun dengan Pterigium Okuli Sinistra Grade Tiga dan Katar

Senilis Okuli Dekstra

Namira Caroline Ercho

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pasien laki-laki, 52 tahun datang ke Poliklinik Mata dengan keluhan terdapat selaput berwarna putih kecoklatan dari sudut tepi luar mata ke arah tengah mata kiri sejak 1 tahun. Selain itu, mata kanan pasien mengalami penglihatan kabur seperti berkabut sejak 1 tahun. Pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan, visus okuli dextra (VOD) 1/300 camera okuli anterior (COA) kedalaman dangkal, lensa keruh merata, shadow test (-). Mata kiri visus okuli sinistra (VOS) 6/60, ditemukan selaput berbentuk segitiga dari arah temporal menuju pupil berwarna putih kecoklatan. Penatalaksanaan mata kiri dilakukan ekstirpasi pterigium dengan teknik bare sclera. Penatalaksanaan mata kanan direncanakan tindakan Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE) saat katarak sudah menjadi stadium matur.

Kata Kunci:katarak, penatalaksanaan, pterigium

A 52 Years Old Man with Third Grade Pterygium Oculi Sinistra and Mature

Senile Cataract Oculi Dextra

Abstract

Pterygium is an invasive and degenerative of fibrovascular tissue growth, triangular growth of temporal and nasal conjunctival direction towards the cornea in interpalpebra area. Senile cataract is the opacification of lens nucleus hardened who usually started at age of 50 years. A male patient, 52 years old came with complaints of brownish-white membrane from the outer edge of the eye’s corner toward the middle of left eye since 1 year ago. In addition, the right eye patient experienced blurred foggy like vision since 1 year ago. On ophthalmology examination of the right eye, the visual acuity was 1/300, shallow camera oculi anterior (COA), even murky lens, shadow test (-). The visual acuity of left eye was 6/60, found a triangular membrane of the temporal direction toward pupil with brownish-white color. The management was left eye pterygium extirpation with bare sclera technique. The right eye was planned Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE) when the cataract has been to mature stage.

Keywords: cataract, management, pterygium

Korespondensi: Namira Caroline Ercho, S.Ked, e-mail namiracarolina.ercho@yahoo.co.id

Pendahuluan

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Asal kata pterigium dari bahasa Yunani, yaitu

pteron yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterigium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi.1,2,3

Kasus pterigium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Insiden pterigium di

Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1 %.4,5,6

Insiden tertinggi pterigium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20-49 tahun. Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 4 kali daripada perempuan. Faktor herediter dan infeksi Human Papiloma Virus (HPV) juga merupakan faktor resiko timbulnya pterigium.7,8

(2)

utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50 % dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.

Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur.10,11

Kasus

Pasien laki-laki, usia 52 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Ahmad Yani Metro dengan keluhan terdapat selaput berwarna putih kecoklatan dari sudut dan tepi luar mata ke arah tengah mata kiri sejak 1 tahun. Keluhan disertai rasa mengganjal dan mata merah. Pasien sehari-hari sering terpapar sinar matahari dan debu. Ibu pasien pernah mengalami hal serupa. Selain itu, mata kanan pasien mengalami penglihatan kabur sejak 1 tahun. Pasien mengatakan penglihatannya seperti berkabut dan berlangsung terus menerus sepanjang hari saat melihat dekat maupun jauh. Namun, keluhan pada mata kanan juga mengganggu aktivitas sama dengan mata kiri.

Pada pemeriksaan generalis, keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72 x/menit, pernapasan 18 x/menit, suhu 36,8 °C. Pemeriksaan kepala, leher, thoraks, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.

Pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan, visus okuli dextra (VOD) 1/300, kornea jernih, ulkus (-), infiltrat (-), camera okuli anterior (COA) kedalaman dangkal, bening, pupil bulat, regular, sentral, ϴ 3 mm, reflek cahaya direk dan indirek (-), lensa keruh merata, shadow test (-), tensio okuli T dig N. Pada mata kiri, visus okuli sinistra (VOS) 6/60, ditemukan selaput berbentuk segitiga dari arah nasal dan temporal menuju pupil berwarna putih kecoklatan yang batasnya sudah lebih dari 2mm melewati limbus namun tidak melebihi pupil saat dilatasi dilatasi maksimal, kornea jernih, lensa jernih dan tidak ditemukan adanya injeksi konjungtiva ataupun injeksi siliar.

Pasien ini didiagnosa sebagai okuli sinistra pterigium grade 3 dan okuli dextra katarak senilis matur. Diagnosis banding pada pasien ini adalah OS pinguekula dan OS pseudopterigium. Penatalaksanaan yang

dilakukan pada pasien ini adalah operasi ekstirpasi pterigium dengan teknik bare sclera. Setelah itu, mata kanan pasien dilakukan penatalaksanaan berupa ekstraksi katarak dengan teknik Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE)+pemasangan intraocular lens (IOL). Penatalaksanaan mata kiri dilakukan terlebih dahulu, dua minggu kemudian dilakukan penatalaksanaan pada mata kanan.

Pembahasan

Pasien ini didiagnosa sebagai OS pterigium grade 3 dan OD katarak senilis matur dengan diagnosis banding OS pinguekula dan OS pseudopterigium. Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi bisa diakibatkan oleh suatu penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, maupun pterigium. Diagnosis pinguekula dapat disingkirkan karena pinguekula tidak bisa tumbuh hingga kornea, sedangkan pada pasien ditemukan pertumbuhan jaringan hingga mencapai kornea.12 Pseudopterigium terjadi karena adanya tukak kornea akibat suatu trauma. Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma dan pada tes sonde menunjukkan hasil positif.13 Pterigium merupakan diagnosis yang tepat pada pasien ini karena tampak penebalan pada konjungtiva bulbi dari arah temporal yang berbentuk segitiga dengan bagian puncak p te rig iu m h a m p ir m e le w a ti p in g g ir p u p il. Tampakan klinis ini merupakan gambaran khas dari pterigium, yang pertumbuhannya biasanya dari arah nasal paling sering dan dari arah temporal dengan apex atau puncaknya tumbuh ke arah sentral ke arah kornea.1,2,8

(3)

maksimal, pertumbuhan jaringan tersebut belum mencapai pupil.

Pasien mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata. Rasa mengganjal pada mata bisa diakibatkan adanya peradangan di palpebra, adneksa, ataupun segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan adanya edema pada palpebra dan adneksa, ataupun peradangan pada konjungtiva. Tidak ditemukan adanya sekret yang berlebih. Pada pasien ditemukan adanya penebalan konjungtiva bulbi hingga kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan ada rasa ganjalan pada mata saat berkedip.1,2,14

Indikasi operasi pterigium antara lain (1) pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus, (2) pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil, (3) pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus, dan (4) kosmetik, terutama untuk penderita wanita. Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan operasi ekstirpasi pterigium dengan teknik bare sklera.14,15,16

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai penatalaksanaan operatif pterigium.14,17

1. Teknik Bare Sclera. Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterigium, sehingga memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24-89 %.

2. Teknik Autograft Konjungtiva. Tingkat kekambuhan dilaporkan lebih rendah sekitar 2-40 % pada beberapa studi. Pengambilan autograft biasanya dari konjungtiva bulbar supero-temporal dan dijahit di atas sklera yang telah di eksisi pterigium. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima.

3. Cangkok Membran Amnion.

Mencangkok membran amnion juga

digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium.Meskipun keuntungkan dari penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti menyatakan bahwa membran amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan, fibrosis, dan

pertumbuhan pterigium. Tingkat kekambuhan 2,6-37,5 %.

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi masih menjadi masalah. Studi menunjukkan bahwa tingkat rekurensi dapat diminimalkan dengan pemberian terapi tambahan Mitomycin-C (MMC), namun ada komplikasi dari terapi tersebut. MMC digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum ditentukan.18,19 Ada 2 bentuk cara penggunaan MMC. Pertama, aplikasi intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium. Kedua, penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.18,19,20 Beberapa preparat MMC yang biasa digunakan:

1. Mitomycin C 0,02 % tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1 %: 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai 6 minggu.

2. Mitomycin C 0,04 % (0,4 mg/ml): 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

3. Sinar Beta.

4. Topikal Thiotepa atau triethylene thiophosphasmide tetes mata: 1 tetes/ 3 jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.

Beta iradiasi juga digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterigium, meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhannya. Namun beta iridasi ini memiliki efek buruk radiasi termasuk nekrosis sklera, endophthalmitis, dan pembentukan katarak sehingga saat ini tidak direkomendasikan.21

(4)

operasi, pasien ini mendapatkan terapi berupa obat tetes mata Cendo Cytrol drop yang mengandung dexamethasone 0,1 %, neomisin sulfat 3,5 mg/mL, polimiksin B sulfat 6000 IU/mL. Obat tetes mata ini diberikan 4-6 kali sehari 1-2 tetes. Tujuan pemberian obat ini adalah untuk pencegahan infeksi yang mungkin timbul setelah operasi.

Komplikasi pre operatif dan post operatif dapat timbul pada pasien pterigium.22 Komplikasi yang dapat timbul pada pterygium, adalah distorsi dan penglihatan berkurang, mata merah, iritasi, scar atau jaringan parut kronis pada konjungtiva dan kornea, dan pada pasien yang belum eksisi, scar pada otot rectus medial dapat menyebabkan terjadinya diplopia.

Komplikasi post eksisi pterygium, adalah infeksi, reaksi bahan jahitan (benang), diplopia, scar cornea, conjungtiva graft longgar dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage atau retinal detachment. Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sclera dan kornea. Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterygium adalah rekuren pterygium post operasi.

Prognosis pasien dengan pterigium adalah dubia ad bonam. Pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion.20 Prognosis pasien ini baik. Namun masih ada kemungkinan untuk terjadinya rekurensi akibat dari teknik bare sclera yang digunakan sebagai penatalaksanaan pada pasien ini. Pasien juga diberikan edukasi berupa informasi mengenai pentingnya dilakukan graft konjungtiva bila terjadi rekurensi.

Pada mata kanan, pasien mengeluhkan penglihatan mata kabur sejak 1 tahun. Mata kabur dapat disebabkan oleh kelainan yang timbul mulai dari bagian mata anterior, mata posterior, dan jaras visual neurologik. Jadi, harus dipertimbangkan pengeruhan atau gangguan pada media, perdarahan dalam vitreus, gangguan fungsi retina, nervus optikus atau jaras visual intrakranial atau pembentukan fibrovaskular. Pada pasien ditemukan lensa yang keruh merata pada mata kanan yang ditandai dengan shadow test negatif sehingga pasien didiagnosa dengan katarak senilis matur pada Tabel 1.23 Penatalaksanaan untuk mata kanan pasien ini direncanakan akan dilakukan ekstraksi katarak ekstracapsuler dengan teknik Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE) ditambah dengan pemasangan Intaocular Lense (IOL). Penatalaksanaan telah dilakukan dua minggu paska penatalaksanaan mata kiri.24,25

Setelah penatalaksanaan mata kanan, pasien mendapatkan terapi medikamentosa berupa obat tetes mata Cendo Citrol drop dan salep Gentamisin. Cendo cytrol drop memiliki fungsi dan cara penggunaan yang sama seperti ketika diberikan pada terapi pterygium pada mata kiri pasien. Salep gentamisin diberikan 1x1 pada mata kanan pada malam hari sebelum tidur. Sedangkan, salep gentamisin diberikan juga untuk mencegah komplikasi yang timbul paska operasi katarak. Komplikasi yang dapat timbul paska ekstraksi katarak dengan teknik ECCE antara lain adalah infeksi, astigmatisme, dan drop lense. Prognosis pada pasien post operasi katarak secara umum baik. Kemungkinan untuk terjadi rekurensi tidak ada dikarenakan lensa pasien yang lama telah digantikan dengan yang baru saat proses ekstraksi.

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal >> Normal <<

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

COA Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test (-) (+) (-) +/-

Visus (+) < << <<<

Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis +glaucoma

(5)

Simpulan

Pasien didiagnosa sebagai OS pterigium grade 3 dan OD katarak senilis matur. Penatalaksanaan pterigium yang dilakukan adalah ekstirpasi pterigium dengan teknik bare sklera. Penatalaksanaan katarak senilis matur dilakukan dengan ECCE dan Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

2. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat [tesis]. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009.

3. Voughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010.

4. Qing-feng L, Liang X, Xiu-ying J, Qi-sheng Y, Xiao-Hui Y, Tong-tong C. Epidemiology of Pterygium in aged rural population of Beijing, China. Chinese Med J. 2010; 123:1699-701.

5. Pula JS, Thorn F, Cruz AAV. Prevalence of pterygium and cataract in indigenous populations in the Brazilian Amazon Rain Forest. Eye. 2006; 20:533-6.

6. Tan CSH, Lim TH, Koh WP, Liew GC, Hoh ST, Tan CC, et al. Epidemiology pterygium on a tropical island in the Riau Archipelago. Eye. 2006; 20:908-12. 7. Perdami. Ilmu Penyakit Mata Untuk

Dokter Umum & Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Perdami; 2006. 8. Bradley JC, Yang W, Bradley RH, Reid

TW, Schwab IR. The science of pterygia.

Br J Ophtalmol. 2010; 94:815-20.

9. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. American Academy of Ophtalmology. 2008; 8-13:366.

10. Abraham AG, Condon NG, Gower EW. The New Epidemiology of Cataract. Ophtalmol Clin N Am. 2006; 19:415-25. 11. Robman L, Taylor H. External factors in

the development of cataract. Eye. 2005; 19:1074-82.

12. Viso E, Gude F, Rodriguez-Ares MT. Prevalence of pinguecula and pterygium in a general population in Spain. Eye.

2011; 25:350-7.

13. Katsuta O, Shinomiya K, Mochizuki T, Kikkawa C, Yoshimi M, Ikuse T. Pseudopteygium: Unique Conjuctival Stricture Observed in Japanese White Rabbit. J Toxicol Pathol. 2008; 21:239-41.

14. Hirst LW, Axelsen RA, Schwab I. Pterygium and Associated Ocula Surface Squamous Neoplasia. Arch Ophtalmol. 2009; 127(1):31-2.

15. Ang LP, Chua JL, Tan DT. Current concepts and techniques in pterygium treatment. Curr Opin Ophthalmol. 2007; 18:308-13.

16. Alpay A, Ugurbas SH, Erdogan B. Comparing tehniques for pterygium surgery. Clin Ophthalmol. 2009; 3:69-74.

17. Detorakis ET, Spandidos DA. Pathogenetic mechanisms and treatment options of ophthalmic pterygium: Trends and perspectives (Review). Int of J Molecular Med. 2009; 23:439-47.

18. Narsani AK, Nagdev PR, Memon MN. Outcome of Reccurent Pterygium with Intraoperative 0,02 % Mitomycin C and Free Flap Limbal Conjunctival Autograft. J of the Col of Phys and Sur Pakistan. 2013; 23(3):199-202.

19. Altiparmak UE, Katircioglu YA, Yagci R, Yalniz Z, Duman S. Mitomycin C and conjuctival autograft for recurrent pterygium. Int Ophthalmol. 2007; 27:339-43.

20. Mahar PS, Manzar N. Pterygium Recurrence Related to Its Size and Corneal Involvement. J of the Col of Phys and Sur Pakistan. 2013; 23(2):120-3.

(6)

23. Kessel L, Haargaard B, Boberg-Ans G, Henning V. Time Trends in Indication for Cataract Surgery. J Clinic Experiment Ophthalmol. 2011; 2(7):1-4.

24. Venkatesh R, Muralikrisnan R, Balent LC, Prakash SK, Prajna NY. Outcomes of High Volume Catarct Surgeries in a

Developing Country. Br J Ophthalmol. 2005; 89:1077-83.

Referensi

Dokumen terkait

Uraian  di  atas  mengajarkan  bahwa  efektivitas  janji  yang  dikuman‐ dangkan  oleh bank sentral, tidak  hanya tergantung  pada  kepercayaan  ma‐ syarakat 

a.Ruang utama berupa lapangan olahraga luas yang multiuse I multiguna.Maksudnya lapangan tersebut bisa digunakan untuk bermacam - macam cabang olahraga secara bergantian dalam satu

berbagai pihak disini adalah berbagai pihak yang ikut berkecimpung pada pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata di Destinasi Wisata Kecamatan Padalarang, Cipatat

Berdasarkan asumsi tersebut di atas, bimbingan dipandang sebagai suatu proses memfasilitasi perkembangan yang menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik dalam semua

penanggung jawab Posbindu PTM di masing-masing wilayah kerjanya sebaiknya mengadakan refreshing kader khususnya dalam pengukuran faktor risiko PTM, pemeriksaan, tindak

Perda-Perda yang tidak disarankan dalam PP 65/2001 tentang Pajak Daerah dan PP 66/2001 ten- tang Retribusi Daerah (non-listed) memperlihatkan kecenderungan bermasalah lebih

Sinopsis Kursus ini merangkumi pengurusan bilik darjah dan tingkah laku murid sekolah rendah; peranan guru dalam mengurus bilik darjah aliran perdana dan

Seorang administrator dapat mendefinisikan sebuah proyek, yang sudah, sedang dan akan dikelola oleh perusahaan. Daftar proyek yang sudah ada dapat ditampilkan seperti Gambar