• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat

Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi , Yadi Supriyadi, Sri Widodo

Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM

Abstrak

Penelitian tentang panas bumi di daerah Bittuang telah dimulai sejak tahun 2009 sampai dengan 2013. Hasil terdahulu menyebutkan adanya prospek panas bumi di bagian selatan yang masih membuka ke arah utara atau sekitar puncak Gunung Karua. Untuk menegaskan keprospekan tersebut maka dilakukan survey magnetotellurik dan gaya berat di bagian utara Bittuang. Kedua metode akan memodelkan struktur bawah permukaan yang berkorelasi dengan sistem panas bumi sehingga letak, delineasi, kedalaman, dan besarnya potensi panas bumi dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan daerah prospek panas bumi melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla sampai dengan lereng kaki selatan Gunung Karua dan berada di zona struktur geologi dengan luas sekitar 12 km2 dengan potensi sekitar 34 MWe

Kata Kunci: Panas bumi, Magnetotellurik,Gaya Berat, Bittuang

1. PENDAHULUAN

Secara administratif daerah panas bumi Bittuang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Indikasi potensi panas bumi Bittuang berupa dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu di daerah Balla dan Cepeng dengan temperatur air panas (AP) dengan sekitar 37 - 96,7 0C, batuan ubahan dan solfatara.

Penelitian maupun eksplorasi geosain untuk mendapatkan data potensi energi panas Bittuang dimulai oleh Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi pada tahun 2009 dengan metode geologi, geokimia, dan geofisika (gaya berat, geomagnet, dan geolistrik). Penelitian dilanjutkan dengan magnetotelurik (MT)) pada tahun 2012 dan pengeboran landaian suhu di tahun 2013. Hasil penelitian terdahulu merekomendasikan bagian utara untuk dilakukan penambahan data geofisika karena masih terindikasi adanya potensi panas bumi yang membuka ke arah tersebut.

Berdasarkan rekomendasi hasil terdahulu, maka pada tahun 2014 dilakukan penelitian geofisika lanjutan dengan target area bagian utara

Bittuang. Penelitian menggunakan dua metode geofisika yaitu magnetotelurik dan gaya berat. Survei MT dan gaya berat ini diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih detail dan jelas tentang sistem panas bumi di Bittuang. Hasil MT dan gaya berat akan memodelkan struktur bawah permukaan yang berkorelasi dengan sistem panas bumi sehingga akan dapat menegaskan keprospekan (letak, delineasi, dan kedalaman) daerah panas bumi Bittuang. Geomorfologi Bittuang didominasi oleh morfologi puncak Gunung Karua, tubuh Gunung Karua, kaki GunungKarua dan perbukitan non-vulkanik. Batuan yang menyusun daerah ini berupa batuan batuan malihan, sedimen, batuan terobosan dan batuan produk-produk vulkanik (Gambar 2). Batuan vulkanik lava Gunung Karua-3 merupakan vulkanik termuda (0,3 ± 0,1 juta tahun) yang diperkirakan berperan penting dalam pembentukan sistem panas bumi Bittuang (PSDG,2009)

(2)

mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi (AP Balla dan Cepeng). Terdapat pula sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut yang memotong dan mengakibatkan pergeseran pada batuan dan struktur yang sudah terbentuk sebelumnya.

Terdapat dua tipe dari mata air panas (AP) yang muncul di Bittuang (PSDG,2009). Mata air panas Balla bertipe klorida sedangkan Cepeng masuk tipe air bikarbonat. Mata air panas Balla berada pada zona partial equilibrium, sebagai indikasi adanya proses water rock interaction antara fluida panas dan batuan, yang menyebabkan terbentuknya air panas temperatur tinggi (90-96 0C) dengan temperatur reservoir diperkirakan sebesar 200 0C.

Kompilasi hasil penyelidikan pada tahun 2009 (Gambar 3) memperlihatkan anomali-anomali geofisika. Anomali gaya berat dan magnet rendah berada di bagian tengah. Anomali ini diperkirakan berasosiasi dengan batuan ubahan atau batuan yang sudah terkekarkan secara intensif dan bersifat non magnetik, seperti batuan sedimen atau batuan ubahan. Hasil pemetaan geolistrik menunjukkan bahwa anomali tahanan jenis rendah <100 Ohm-m terdapat di sekitar mata air panas Balla dan di bagian selatan. Posisi anomali yang di bagian selatan yaitu disebelah tenggara dari mata air panas Cepeng. Tahanan jenis rendah dan mata air panas tersebut terletak pada zona depresi yang memanjang dari bagian baratlaut hingga tenggara.

Hasil survei MT tahun 2012 (Gambar 4) juga menunjukkan daerah prospek melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla dengan tahanan jenis rendah <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung. Daerah prospek panas bumi Bittuang berada di sekitar mata air panas Balla

Metode survei magnetotellurik pada daerah panas bumi dilakukan dengan tahapan studi literatur tentang daerah survei, persiapan kerja lapangan seperti kalibrasi peralatan dan desain survei, akuisisi data, pengolahan dan pemodelan data.

Akuisisi data pengukuran menggunakan Phoenix System dengan rentang frekuensi yang diukur 312 - 0,1 Hz. Data hasil pengukuran diproses dengan menggunakan algoritma Robust. Setelah dikoreksi, editing dan analisis EM strike maka data dikoreksi statik dengan menggunakan data TDEM. Untuk pemodelannya digunakan teknik inverse 2 D untuk tiap lintasan yang dipilih.

Metode MT adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Metode ini mengukur respon bumi dalam besaran medan listrik (E) dan medan magnet (H) terhadap medan elektromagnetik (EM) alam. Respon tersebut berupa komponen horizontal medan magnet dan listrik bumi yang diukur pada permukaan bumi pada posisi tertentu.

(3)

Penetrasi kedalaman efektif dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini :

 = 503 x ( / f)1/2 ... (2) Dimana

 : penetrasi kedalaman efektif (m)  : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz)

Ketika tahanan jenis berubah terhadap kedalaman, maka tahanan jenis semu akan berubah terhadap frekuensi, karena frekuensi tinggi tidak memiliki penetrasi yang cukup dalam, sedangkan frekuensi rendah memiliki penetrasi lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa struktur tahanan jenis dari zona dangkal sampai ke zona dalam dapat dianalisis berdasarkan tinggi atau rendahnya frekuensi.

Skin depth sebagai fungsi dari frekuensi dan tahanan jenis dapat ditentukan dari persamaan berikut.

f

 : konduktivitas (S/m)

 : permeabilitas magnet (H/m)  : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz)

Metode Gaya Berat

Dasar metode gaya berat adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa setiap bagian suatu benda akan menimbulkan gaya tarik menarik terhadap bagian lain yang besarnya sama dengan hasil kali massa-massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua massa. Besarnya gaya tarik antara dua partikel bermassa m1 dan m2 diberikan oleh persamaan:

r

F= gaya tarik menarik antara 2 benda m1 dan m2 (Newton) menyebabkan massa dipercepat secara vertikal ke bawah. Percepatan yang dialami suatu massa (m2) akibat tarikan massa lain, dalam hal ini bumi (m1) dalam jarak r dikenal sebagai percepatan gravitasi yang dinyatakan sebagai:

2 diperoleh persamaan percepatan gravitasi gaya berat:

r

r

m

F

21

(6)

Percepatan

g

sebanding dengan gaya gravitasi persatuan massa terhadap m1 (Telford, et.al, 1990).

3. ANALISIS DATA

Proses pengolahan data MT dilakukan dengan menggabungkan data tahun 2012 dan 2014 dengan total titik 63 buah. Secara umum kualitas data yang diambil cukup baik, tapi dibeberapa titik terlihat adanya bump pada frekuensi rendah <0.1 Hz. Sebagian besar data MT yang diperoleh juga terdapat efek statik yaitu pergeseran vertikal ke atas dan ke bawah terhadap nilai yang sebenarnya yang disebabkan oleh heterogenitas lokal di permukaan dan juga faktor topografi

(4)

yang berada disekitar titik MT yang akan dikoreksi (Gambar 4).

Hasil pengolahan data berupa nilai tahanan jenis yang ditampilkan dalam bentuk lateral maupun vertikal. Selain model tahanan jenis ditampilkan pula tahanan jenis semu invarian yang merupakan tahanan jenis hasil penggabungan rhoxy dan rhoyx sebagai acuan awal atau pengontrol hasil pemodelanannya.

Pengolahan data gaya berat juga dilakukan penggabungan data tahun 2012. Densitas yang digunakan pada pengolahan adalah 2,67 gr/cm3. Hasil pengolahan data gaya berat berupa nilai anomali gaya berat Bouguer komplit (CBA). Nilai CBA ini kemudian difilter dengan menggunakan polinomial orde 2 untuk menghasilkan nilai gaya berat regional dan residual.

4.HASIL

Tahanan Jenis Semu

Tahanan jenis semu invarian yang dicuplik pada frekuensi 100, 10, 1 dan 0,1 Hz (Gambar 5). Pada frekuensi 100 Hz terdapat tahanan jenis semu <50 Ohmm yang muncul di sekitar mata air panas Ballad dan menerus ke arah Gunung Karua sampai dengan mata air panas di lembah/kaki selatan Gunung Karua. Tahanan jenis <50 Ohmm ini meluas area penyebarannya pada frekuensi 10 Hz tetapi semakin terisolir dan mengecil areanya pada frekuensi 1 Hz bahkan tidak terdeteksi lagi pada frekuensi rendah (0,1 Hz).

Nilai tahanan jenis < 50 Ohmm ini diperkirakan berasosiasi dengan batuan lava dan aliran piroklastik produk Gunung Karua yang mengalami proses alterasi hidrotermal. Batuan teralterasi semakin luas penyebarannya pada frekuensi 10 Hz dan mulai berkurang intesitas alterasinya pada frekuensi 1 Hz.

Di luar area bertahanan jenis lebih < 50 Ohmm, terpetakan tahanan jenis 70-200 Ohmm. Nilai tahanan jenis tinggi ini konsisten tersebar bahkan dengan nilai yang semakin tinggi di atas 500 Ohmm pada frekuensi rendah. Tahanan jenis tinggi ini di bagian tengah

ke selatan diperkirakan respon batuan yang lebih kompak dan diperkirakan sebagai batuan basement.

Model Tahanan Jenis

Model tahanan jenis yang dihasilkan dari inversi 2 dimensi dipotong pada berbagai kedalaman. Kompilasi hasil perpotongan ditampilkan pada Gambar 6. Pada kedalaman 250 -500 meter sebaran batuan bertahanan jenis <50 Ohmm berada di sekitar mata air panas Balla menerus ke arah Gunung Karua yang diperkirakan merupakan batuan produk vulkanik yang teralterasi/terubahkan sehingga nilai tahanan jenisnya menjadi rendah. Luas sebaran tahanan jenis <50 Ohmm ini mulai mengecil pada kedalaman 750-1000 meter dan tergantikan oleh nilai tahanan jenis sekitar 50-100 Ohmm.

Di atas kedalaman 1000 meter, sebaran tahanan jenis di lokasi-lokasi mata air panas semakin tinggi nilainya. Diperkirakan pada kedalaman 100-1500 meter ini merupakan zona transisi dari tahanan jenis rendah ke tahanan jenis tinggi ini. Zona transisi ini diduga sebagai zona batas antara lapisan penudung (batuan teralterasi) dengan lapisan reservoir pada sistem panas bumi Bittuang. Pada kedalaman 2000 meter sebaran tahanan jenis didominasi oleh tahanan jenis tinggi, diperkirakan pada kedalaman ini sudah merupakan batuan dasar.

Anomali Gaya Berat

(5)

struktur batuan dasar di area bagian selatan lebih masif dan berdensitas lebih tinggi dibandingkan penyusun batuan di bagian utara.

Anomali residual daerah panas bumi Bittuang memperlihatkan nilai tinggi >10 mGal tersebar dominan di bagian tengah dan membuka ke arah timur. Selain itu terdapat beberapa spot anomali relatif tinggi di bagian tengah dengan nilai sekitar 5-8 mGal. Area bernilai tinggi ini mengindikasikan adanya blok batuan dengan densitas lebih besar dari sekitarnya. Sedangkan anomali rendah <-8 mGal di utara (ke arah puncak) dengan pola setengah melingkar diperkirakan sebagai indikasi sesar geologi berupa rim kaldera. Di luar kedua area tersebut nilai aomali relatif sedang dengan nilai -5 s/d 4 mGal menyebar secara tidak beraturan yang mengindikasikan komplesitas struktur sesar yang berkembang di daerah ini.

5. DISKUSI

Nilai tahanan jenis <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai respon dari batuan teralterasi tersebar di sekitar AP Balla yang penyebarannya ke arah utara atau puncak Gunung Karua dan menutup di sekitar kaki selatannya (Gambar 7). Tahanan jenis rendah ini terdeteksi di model penampang (Gambar 8) mulai dari permukaan hingga elevasi 500-600 m dpl atau kedalaman sekitar 1000-1250 meter. Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan ubahan tersebut yang ditunjukkan dengan nilai tahanan jenis antara 50- 250 Ohm-m dan tersebar di sekitar mata air panas Balla hingga bagian utara ke arah Gunung Karua. Puncak dari reservoir ini diperkirakan berada di bagian tengah dengan ketebalan reservoir sekitar 1000 meter.

Anomali gaya berat mendukung hasil MT dengan menunjukkan adanya liniasi-liniasi kontur dan kelurusan hasil Eulernya yang mencirikan adanya sesar-sesar geologi yang berkembang. Bagian utara, yang secara permukaan berupa struktur kaldera teridentifikasi secara jelas dari nilai rendah dan liniasi kontur

berupa setengah lingkaran. Hal yang sama diperlihatkan dari liniasi Eulernya (8 atas). Spot-spot anomali tinggi di bagian tengah juga menyerupai hasil MT yang terdapat nilai tinggi di area yang sama.

Metode analisis spektrum juga memperkuat pemodelan MT yang mengindikasikan adanya blok batuan berdensitas tinggi dan kemungkinan yang mendasari daerah Bittuang (Gambar 8 bawah). Blok batuan ini terindikasi mulai berada pada kedalaman sekitar 750-1250 meter dari permukaan. Area-area kemunculan mata air panas dari interpretasi gaya berat, berada pada zona-zona tepi dari liniasi Euler sebagai indikasi zona struktur geologi.

Keprospekan panas bumi dideliniasi dari hasil MT dan gaya berat ditambah dengan hasil penelitian sebelumnya (Gambar 9). Magnetotellurik menunjukkan daerah prospek melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla sampai dengan lereng kaki selatan dari Gunung Karua dengan nilai tahanan jenis <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung dalam sistem panas bumi Bittuang.

Deliniasi MT ini mendukung zona tahanan jenis semu hasil pengukuran geolistrik (2009) yang membentuk suatu zona rendah memanjang baratlaut-tenggara. Area tersebut didukung pula dari anomali magnet rendah yang berkaitan dengan area demagnetisasi, nilai anomali gaya berat rendah melingkupi area manifestasi, serta metode geokimia (anomali Hg tinggi yang berpusat di sekitar manifestasi air panas Balla) dan metode geologi yang memperlihatkan struktur-struktur sesar yang membentuk depresi dan mengontrol keberadaan manifestasi panas bumi Bittuang.

(6)

reservoir 1 km, recovery factor 25%, faktor konversi 10%, lifetime selama 30 tahun, temperatur reservoir 200oC dan temperatur cut-off 80oC, maka besarnya potensi energi panas bumi di daerah Bittuang sekitar 34 MWe.

6. KESIMPULAN

Daerah Bittuang memiliki prospek panas bumi sekitar 12 km2 yang melingkupi daerah sekitar pemunculan mata air panas Balla sampai dengan kaki Gunung Karua. Lapisan penudung sistem panas bumi diperkirakan berasal dari batual vulkanik yang teralterasi dengan nilai tahanan jenis <50 Ohmm. Lapisan ini terdeteksi dekat permukaan hingga kedalaman sekitar 1000-1250 meter. Reservoir panas bumi diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 1000-1250 meter dengan nilai tahanan jenis antara 50- 250 Ohm-m dan ketebalan sekitar 1000 meter. Potensi panas bumi Bittuang adalah 34 MWe.

7. UCAPAN TERIMA KASIH

ucapan terima kasih tim penulis hantarkan kepada para staf Pusat Sumber Daya Geologi bidang panas bumi yang telah berperan serta dalam penulisan ini. Kegiatan diskusi terutama tentang informasi geologi daerah Dua Saudara sangat bermanfaat dalam interpretasi hasil MT.

DAFTAR PUSTAKA

Geothermal Departement, Basic Concept of Magnetotelluric Survey in

Geothermal Fields., West Japan Engineerring Consultants, Inc.

Burger, H.R., 1992, Exploration Geophysics of shallow Sub Surface, Prentice Hall.

Telford, W.M. et al, 1982. ”Applied Geophysics”, Cambridge University Press. Cambridge.

Tim Survei Geofisika Terpadu, 2009, Laporan Survei Geofisika Terpadu Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report)..

Tim Survei Terpadu, 2009, Laporan Survei Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report).. Tim Survei MT, 2012, Laporan Survei

MT daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report)..

(7)

Gambar 1 Peta Lokasi daerah survey

(8)

Gambar 3. Geosain daerah panas bumi Bittuang (PSDG,2009 dan 2012)

(9)

Gambar 6. Kompilasi sebaran tahanan jenis semu invarian.

(10)

Gambar 8. Anomali gaya berat

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi daerah survey
Gambar 3. Geosain daerah panas bumi Bittuang (PSDG,2009 dan 2012)
Gambar 6. Kompilasi sebaran tahanan jenis semu invarian.
Gambar 8. Anomali gaya berat

Referensi

Dokumen terkait

MAZA PRADITA SARANA Gugur Tidak melampirkan Pekerjaan Sejenis Pada saat Pembuktian

Pada hari ini Sabtu Tanggal Dua Puluh Delapan Bulan Desember Tahun Dua Ribu Tiga Belas bertempat di Sekretariat Panitia Pengadaan Barang dan Jasa (P2BJ) di

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian menurut ketentuan- ketentuan yang berlaku dan berdasarkan Perpres RI No 54 Tahuin 2010 dan Perpres RI No 70/2012

Peserta dapat mengganti persyaratan ini dengan menyampaikan Surat Keterangan Fiskal (SKF) dengan ketentuan bahwa Surat fiskal yang digunakan untuk memenuhi persyaratan

Waktu Memahami hakikat manusia, keragaman dan kesetaraan dalam dinamika sosial budaya.. dapat menjelaskan

Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku pada ragam bahasa lisan..1. Kapan Bahasa Indonesia

… SUDAH SUDAH BACA… BACA… BETULIN/BIKIN BETULIN/BIKIN BETUL BETUL NGOBROL NGOBROL NGOPI NGOPI KASIH TAHU KASIH TAHU SUDAH SUDAH TIDAK TIDAK ORANG ORANG LAKI/ANAK LAKI

Pada latihan ini, Anda akan membuat kelas dalam pemrograman Java2 SE dengan menggunakan EditPlus sebagai media untuk menulis kode program.. Anda juga melakukan