RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM
MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
NURUL FAIZAH KAMARUDDIN NIM.B53213065
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Nama : Nurul Faizah Kamaruddin
NIM : B53213065
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam
Judul : Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam
Menangani Kecemasan Pada Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Surabaya, 23 Januari 2017
Telah disetujui oleh
Dosen Pembimbing,
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi oleh Nurul Faizah Kamaruddin ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Surabaya, 8 Februari 2017 Mengesahkan,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dekan,
Dr.Hj. Rr. Suhartini, M. Si NIP: 195801131982032001
Penguji I,
Lukman Fahmi, S.Ag, M.Pd NIP: 197311212005011002
Penguji II,
H. Rudy Al Hana, M.Ag NIP: 196803091991031001
Penguji III,
Dr. Agus Santoso, S. Ag, M.Pd NIP: 1970082519998031002
Penguji IV,
PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : NURUL FAIZAH KAMARUDDIN
NIM. : B53213065
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam
Alamat : Jl. Tinumbu Lr. 166b Stpk. 2 No. 56 Makassar- Sulawesi
Selatan
Judul : “Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam
Menangani Kecemasan Pada Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya”
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa :
1. Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi
manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.
2. Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan
merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.
3. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai
hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang
berlaku.
Surabaya, 23 Januari 2017
Yang menyatakan,
ABSTRAK
Nurul Faizah Kamaruddin (B53213065), Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Mengurangi Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom (Studi Kasus: Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Penderita Ekstrapiramidal Sindrom)
Fokus penelitian ini adalah, 1) Bagaimana proses Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menagani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya? 2) Bagaimana hasil Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya?
Metode penelitian ini adalah, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis penelitian case study (studi kasus) dengan analisis deskriptif komparatif, yaitu peneliti membandingkan proses konseling sebelum dan sesudah proses konseling melalui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom. Peneliti melakukan wawancara, mengamati dan mempelajari secara terperinci, mendalam dan menyeluruh terhadap kecemasan yang dialami penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya. Adapun untuk mengetahui hasil akhir dari proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), mengamati dan membandingkan kondisi konseli sekaligus faktor-faktor kecemasan konseli sebelum dan pasca pelaksanaan konseling.
Hasil penelitian menyatakan bahwa proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom dengan menggunakan beberapa langkah dalam REBT kemudian fokus penanganan dengan 3 teknik REBT yaitu, teknik disputing irrational belief bertujuan untuk mengubah pikiran konseli yang irrasional menjadi rasional. teknik rational emotive imagery, bertujuan untuk mengubah emosi negatif dan terakhir teknik modeling bertujuan untuk mengubah atau mengganti perilaku konseli yang asalnya tidak baik menjadi baik. Menunjukkan proses konseling yang dilakukan konselor cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap konseli pasca konseling, observasi mengenai keseharian konseli pasca konseling, serta nilai yang didapat dari hasil perhitungan dengan standar uji coba dengan prosentase 50% sampai dengan 75% yang dikategorikan cukup berhasil, maka hasil dari proses konseling dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom dikatakan cukup berhasil.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... vi
PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Konsep ... 9
1. Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 9
2. Kecemasan ... 12
3. Ekstrapiramidal Sindrom ... 14
4. Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom ... 15
F. Metode Penelitian... 16
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 16
2. Subjek Penelitian ... 18
3. Tahap-tahap Penelitian ... 18
4. Tahap Analisa Data ... 20
5. Jenis dan Sumber Data ... 21
6. Teknik Pengumpulan Data ... 22
7. Teknik Analisa Data ... 24
8. Teknik Keabsahan Data ... 25
G. Sistematika Pembahasan ... 28
BAB II: RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT), KECEMASAN DAN EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM A. Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 31
1. Pengertian Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 31
2. Pandangan tentang manusia menurut Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 34
3. Ciri-ciri Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 37
5. Perilaku bermasalah dalam Rational Emotive Behaviour
(REBT) ... 40
6. Tujuan Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 42
7. Teknik- teknik yang digunakan dalam Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 44
8. Langkah-langkah Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 50
9. Peran konselor dalam Rational Emotive Behaviour (REBT) ....53
B. Kecemasan (Anxiety) ... 54
1. Pengertian Kecemasan ... 54
2. Ciri-ciri gangguan kecemasan ... 57
3. Faktor-faktor Kecemasan ... 58
4. Sebab- sebab kecemasan ... 60
5. Macam-macam kecemasan ... 60
6. Indikator Kecemasan ... 61
7. Bentuk Kecemasan ... 62
C. Ektrapiramidal Sindrom/ Extrapyramidal Syndrom (ESP) ... 62
1. Definisi Ektrapiramidal Sindrom ... 62
2. Penyebab Ekstrapiramidal Sindrom ... 64
3. Gejala Ektrapiramidal Sindrom ... 64
D. Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom/ Extrapyramidal Syndrom (ESP) ... 66
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 68
BAB III: RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 71
1. Selayang pandang UIN Sunan Ampel Surabaya ... 71
2. Deskripsi Konselor ... 76
a. Biodata Konselor ... 76
b. Riwayat Pendidikan Konselor ... 76
c. Pengalaman Koselor dan Kompentensi Konselor ... 76
3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 77
a. Identitas Konseli... 77
b. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 78
c. Keadaan Ekonomi Keluarga Konseli ... 79
d. Latar Belakang Pendidikan dan Karir Konseli... 79
e. Kondisi Lingkungan Sosial Konseli... 81
f. Kondisi Kepribadian Konseli ... 81
4. Deskripsi Masalah Klien ... 82
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85
2. Proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom ... 87 3. Hasil dari Proses Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya ...103
BAB IV: ANALISA RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM
A. Analisa Faktor-faktor Penyebab Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...106 B. Analisa Proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ektrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...108 C. Analisa hasil Akhir Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ektrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...112
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ...116 B. Saran ...117
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah menjadi suatu keniscayaan, manusia diciptakan dengan segala
kekurangan yang menandakan bahwa manusia hanyalah ciptaan, yang tidak
sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Manusia memiliki
kelebihan tersendiri diantara makhluk lainnya juga diantara manusia satu dan
yang lainnya. Namun bukan hanya kelebihan, kekurangan juga ikut
melengkapi dan menjadi suatu pembeda antara satu manusia dan yang lainnya.
Sebagai manusia yang berkepribadian utuh kondisi dirinya selayaknya
manusia pada umumnya, sebaliknya manusia yang berkepribadian tidak utuh
atau jiwanya terganggu dan tidak sehat maka akan timbul perasaan putus asa,
rendah diri, dan bahkan beranggapan bahwa dengan dirinya yang memiliki
kekurangan maka hidupnya tidak ada gunanya. Mengutip salah satu firman
Allah SWT dalam Qs. Sad 38: 27.
Artinya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka5.
Dalam Al-Qur’an jelas tertulis bahwa Allah SWT tak pernah
5
2
menciptakan makhluknya dengan sia-sia dan tidaklah Allah mengadakan
bumi dengan segala isinya yang berupa hal-hal yang memiliki manfaat, baik
dipermukaan bumi maupun di dalam perutnya karena Allah benar-benar
menciptakan semua hikmat-hikmat yang nyata dan rahasia-rahasia yang amat
berguna agar orang beramal dengan melakukan ketaatan kepada Kami dan
mematuhi perintah dan larangan-Nya. Karena sesungguhnya Allah tidak
membiarkan manusia sia-sia6.
Salah satu ciptaan Allah adalah manusia yang diciptakan sebaik-baik
ciptaan lainnya, tetapi terkadang manusia jika memiliki kekurangan baik
secara fisik maupun psikis itu merupakan kegelapan bagi masa depannya.
Manusia beranggapan bahwa ia lebih baik mati saja dan tidak dapat
menerima kekurangan pada dirinya.
Extrapyramidal Syndrom (ESP) merupakan reaksi tubuh terhadap efek
samping dari obat-obat tertentu yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka
pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik. Biasanya disebabkan
oleh obat-obat antipsikotik, obat jiwa, atau obat anti muntah7.
Setiap obat kemungkinan mempunyai efek samping, efek samping obat
juga merupakan hasil interaksi antara molekul obat dengan sistem biologik
tubuh. Efek samping obat tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
ditekankan dan dikurangi semininal mungkin dengan mengetahui kondisi yang
mendorong terjadinya efek samping, sifat obat, serta cara pemakaian obat dan
1
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al- Maraghi (Semarang: Penerbit CV. Toha Putra, 1992), Hal. 209
7
3
aturan dosis yang tepat. Diantaranya berupa gejala Ekstrapiramidal ini berupa
parkinsonisme (hipokinesia, kekakuan anggota tubuh, dan tremor. Jadi
tegantung reaksi dari pasien penderita penyakit tersebut8.
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun
2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala kecemasan dan depresi untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14
juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Merujuk pada data tersebut, maka masalah
kesehatan jiwa seseorang janganlah dianggap sepeleh9.
Pada penelitian ditemukan pula bahwa pada penggunaan antipsikotik
juga dapat menimbulkan efek samping Ekstrapiramidal yaitu sebanyak 46
pasien terjadinya efek samping berupa Ekstrapiramidal ditandai dengan
gejala-gejala bervariasi yaitu tremor, demam, kejang, badan kaku, dan
bradykinesia (Sulit melakukan gerakan)10. Efek samping Ekstrapiramidal
paling dominan terjadi dari pengguna haloperidol pada pasien rawat inap
8Sri Susilowati, “Penyelidikan Efek samping
Haloperidol dan Chlorpromazine: Studi kasus pada pasien Rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gongohutomo Semarang Periode 2005 (Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang), Hal. 2
9
Ikatan Dokter Indonesia, Indonesian Medical Association,”Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Penyebab Munculnya Gangguan Kesehatan Jiwa”, (www.idionline.org/berita/hari-kesehatan-jiwa-sedunia-penyebab-munculnya-gangguan-kesehatan-jiwa/), diakses 12 oktober 2016)
4
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang periode 2005 yaitu sebesar 27,17%
pasien yang mengalami Ekstrapiramidal.
Di dalam pandangan masyarakat adakala kecatatan dipandang sebuah
aib oleh penyandang cacat itu sendiri dan keluarganya. Adakalanya
masyakarat memberi penolakan terhadap keberadaan mereka ditengah
masyarakat karena berpendapat bahwa mereka berbeda dengan anak lainnya,
tetapi adakalanya masyarakat sudah mampu menerima dan memahami anak
yang mempunyai keistimewaan dan manusia pada dasarnya memiliki
kelebihan dan dibalik kekurangan, ada kelebihan yang dasyat.
Penelitian ini berawal dari fenomena kasus seorang anak mahasiswi
yang sedang melanjutkan pendidikannya di Univesitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, saat kelas 4 SD terkena demam tinggi (Step) dan akhirnya
konseli, muntah. Pada saat itu orang tua konseli merasa cemas dan panik, lalu
orang tua konseli tersebut membawanya ke rumah sakit dan dokter memberi
obat antimuntah. Obat tersebut ternyata menimbulkan efek samping yang
berat berupa gangguan pada sistem saraf, tepatnya pada sistem
Ekstrapiramidal pasien, yang menetap sampai sekarang. Gangguan tersebut
biasa disebut Ekstrapiramidal.
Pada kasus ini peneliti menemukan fenomena kecemasan seseorang
yang menderita Ekstrapiramidal Sindrom sejak umur 10 tahun, membuat ia
merasa tidak berguna dan tidak memiliki kelebihan apapun, tidak bisa
menerima dirinya dan takut tidak mampu membanggakan kedua orang tuanya.
5
Salah satu diantara banyak gejala kesehatan yang membuat penderita
merasa kekurangan adalah Ekstrapiramidal. Ekstrapiramidal Sindrom
merupakan suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka
pendek atau jangka panjang dari pengobatan memakai antipsikotik golongan
tipikal yang menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi
asetilkolin dan dipamine pusat.
Sistem Ektrapiramidal merupakan sistem jaringan syaraf yang terdapat
pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan.
Letak dari sistem Ekstrapiramidal adalah terutama di formation reticularis
dari pons dan medula dan ditarget syaraf di medula spinalis yang mengatur
refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh11.
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat menganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.
Hal ini berdampak pada kondisi psikis penderita penyakit tersebut,
dengan beranggapan bahwa dengan penyakit tersebut penderita kurang
mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan merasa cemas, gugup bahkan
merasa tertekan ketika berbicara di depan orang banyak sehingga pada
penderita penyakit Ekstrapiramidal Sindrom ini cenderung tertutup dan
minder.
Kecemasan yang berlebihan tidak dapat dikontrol pada penderita
sehingga penyakitnya menjadi semakin terlihat dengan gerakan-gerakan yang
tidak dapat dikendalikan pada dirinya, gerakan yang secara refleks terlihat
11
6
ketika penderita merasa takut, gugup, cemas jika bertemu dengan orang-orang
baru yang ia kenal dan bahkan ketika ia bercerita depan umum atau presentasi
di depan kelas. Salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk menangani
kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom adalah konseling
Rational Emotive Behaviour Therapy.
Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT), mengajak individu
memperbaiki dan mengubah sikap, cara berpikir, keyakinan serta pandangan
individu yang irrasional menjadi rasional, sehingga individu tersebut mampu
mengembangkan dirinya dan mencapai realiasasi diri yang lebih optimal12.
Pada Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) ini bertujuan untuk
menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri individu seperti:
Cemas, benci, takut, rasa bersalah dan marah yang mengakibatkan individu
berpikir irrasional dan melatih individu agar mampu menghadapi kenyataan
hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan dirinya dan
kemampuan diri individu13.
Irrasional suatu yang tidak berdasarkan akal atau keputusan yang
diambil cenderung tidak mampu dicerna oleh akal sehat, namun benar-benar
terjadi dan dapat dirasakan dengan menggunakan pendekatan batin, dengan
kata lain dalam hal ini logika tidak bicara, tapi batin dan perasaan saja14.
12
Latipun, Psikologi Konseling, ( Malang: UMM Press, 2003), Hal. 79 13
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal. 243
7
Pada penilitian ini konseli berpikir dengan kondisi fisiknya ia tidak
mampu menggapai apa yang diinginkannya, tidak mampu membahagiakan
kedua orang tuanya, dan bahkan berpikiran ingin mati saja.
Konseli tidak percaya akan kemampuan pada dirinya karena dengan
kekurangan fisiknya ia sering berpikiran irrasional. Pandangan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki
kecenderungan untuk berpikir irrasional yang salah satunya didapat melalui
belajar sosial. Disamping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar
kembali berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu
mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya menjadi pikiran yang rasional15.
Dari sini peneliti merasa perlu melakukan assement yang mendalam
untuk meneliti studi kasus kecemasan yang dialami penderita untuk itu
peneliti mengambil judul “Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom”
(Studi Kasus Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Penderita Ekstrapiramidal Sindrom).
3
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tentang tema di atas, maka
peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam
menangani Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?
2. Bagaimana hasil akhir Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan pedoman dari tindakan yang akan dilakukan. Oleh
karena itu tujuan penelitian yang akan dicapai tersebut adalah:
1. Mengetahui bagaimana proses Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) dalam menangani Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal
Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
2. Mengetahui bagaimana hasil akhir Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal
Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis, dan
9
1. Manfaat teoritis
Untuk mengkaji dan mengetahui Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT) dalam membantu menangani kecemasan pada penderita
Ekstrapiramidal Sindrom, yang nantinya pada penderita mampu lebih
menerima kondisi fisiknya, lebih tenang dan percaya diri.
2. Manfaat Praktis
Untuk peneliti selanjutnya dalam penelitian ini dapat menambah
khazanah ilmu Bimbingan dan Konseling Islam khusunya berkaitan
dengan kajian teoritik-konseptual tentang pengembangan intervensi
perilaku melalui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam
menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom.
E. Definisi Konsep
Adapun definisi konsep dari penelitian ini antara lain:
1. Rational Emotive Behaviour Therapy
Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara
perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan Rational Emotive
Behaviour Therapy (REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis melalui
beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah
bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irrasional yang salah
satunya didapat melalui belajar sosial.
Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behaviour Therapy
10
Behaviour Therapy (REBT) menekankan bahwa tingkah laku individu
yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irrasional sehingga
fokus pada penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT) adalah pemikiran individu.
Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
memandang manusia sebagai individu yang mendominasi oleh sistem
berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu.
Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran,
perasaan dan tingkah laku. Tiga aspek tersebut saling berkaitan karena satu
aspek mempengaruhi aspek lainnya16.
Adapun teknik- teknik Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, efektif dan
behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Teknik Kognitif
1) Disputing Irrational Beliefs
Secara umum metode kognitif dalam Rational Emotive
Behaviour Therapy adalah metode konseling secara aktif dalam
mengatasi keyakinan tidak rasional yang ada pada konseli sehingga
tantangan ketidakrasionalan yang ada pada dirinya mampu
dihilangkan serta menanamkan kata “harus bisa” dalam dirinya.
16
11
Pada terapi ini, konselor mengajak konseli untuk
menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya sampai konseli mampu
untuk menanamkan sugesti-sugerti positif dalam dirinya.
b. Teknik Emotif (Afektif)
1) Rational Emotive Imagery
Dalam terapi ini konseli didorong untuk membayangkan
salah satu kejadian atau kesulitan terburuk yang pernah terjadi pada
dirinya. Misalnya dalam kasus ini, konseli merasa sakit dan cemas
jika tidak dapat membahagiakan kedua orang tuanya. Konseli
disini membayangkan dengan jelas kesulitan yang pernah dia alami
sedang benar-benar terjadi dan membawa sejumlah masalah ke
dalam hidupnya.
Setelah itu konseli didorong untuk merasakan konsekuensi
emosional negatif yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh
masalah tersebut. Misalnya merasa kurang percaya diri, membenci
diri sendiri bahkan sampai merasa depresi. Kemudian konselor
meminta konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu
dengan berpikir lebih rasional dan mengulang kembali proses di
atas sampai perasaan negatif berangsur hilang dalam dirinya.
c. Teknik Behaviour
1) Teknik Modelling
Teknik modeling merupakan proses seorang individu belajar
12
Dalam teknik ini konseli mengamati seorang model kemudian
diberikan penguatan untuk mencontoh tingkah laku model
tersebut.17
Terapi ini juga melibatkan proses kognitif dan kreatif tidak
semata-mata hanya meniru atau imitasi saja. Dalam penerapan
teknik ini konseli menjadikan orangtua konseli sebagai model dan
suri tauladan baginya dan Windy (teman konseli di Possible) yang
duduk di kursi roda dengan semangat dan cita-citanya yang sangat
tinggi membuat konseli tidak pernah putus asa dan pantang
menyerah.
2. Kecemasan
Kelalaian manusia akan eksistensinya sebagai hamba Allah
menimbulkan kecemasan, kerisauan (Anxiety). Berikut akan diberikan
keterangan tentang kecemasan.
Menurut W. Baily kecemasan adalah perasaan takut yang kuat dan
tidak realistik yang dibarengi oleh tanda-tanda penderitaan psikologis yang
terlihat pada fisik seseorang (detak jantung, keringat, kegelisahan yang
semakin meningkat)18.
Cemas adalah suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa
lemah sehingga dia kurang mampu bersikap dan berpikir secara rasional
sesuai dengan kenyataan. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang
17
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal.221
18
13
bersifat umum, dimana seseorang merasa takut dan kehilangan rasa
percaya diri yang terkadang tidak jelas penyebabnya19.
Kecemasan berbeda dari keadaan-keadaan yang menyakitkan
lainnya, seperti ketegangan, rasa nyeri, dan kesayuan karena adanya satu
keadaan tertentu di alam sadar. (Hall, Calvin S. 1995: 56-57). Dalam
kehidupan sekarang ini sering dikatakan “age of anxiety” abad
kecemasan. Tetapi sepanjang sejarah kehidupan manusia, terjadi
kecemasan. Kecemasan adalah merupakan bagian dari kehidupan manusia.
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Secara khusus, kecemasan timbul dikarenakan dua faktor yang
paling dominan, yaitu:
1) Pengalaman negatif pada masa lalu.
2) Pikiran yang tidak rasional.
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kecemasan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi tingkat religiusitas yang rendah, rasa pesimis, takut gagal,
pengalaman negatif masa lalu, dan pikiran-pikiran tidak rasional.
Sementara eksternal seperti kurangnya dukungan sosial20.
Perubahan fisiologis dan psikologis tersebut dapat diukur dengan
aspek kecemasan berbicara. Rogers (dalam Susanti dan Supriyantini,
19
Sutardjo A. Wiramiharja. Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal. 67
20
14
2013) menyebutkan 3 aspek yaitu: (fisiologis), kognitif dan emosi
(Psikologis).
1) Komponen fisik, berkaitan dengan rekasi tubuh terhadap situasi
yang ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan seperti detak
jantung yang semakin cepat, nafas menjadi sesak, suara yang
bergetar, kaki gemetar, berkeringat dan tangan menjadi dingin.
2) Komponen kognitif, merupakan reaksi yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir jernih dalam situasi presentasi, seperti
kesulitan untuk mengingat fakta secara tepat, dan melupakan
hal-hal yang sangat penting.
3) Komponen emosional, merupakan reaksi emosi yang menyertai
kecemasan seperti adanya rasa tidak mampu, tidak berdaya dalam
menghadapi situasi berbicara, panik dan malu setelah berakhirnya
pembicaraan21.
b. Macam-Macam Kecemasan
1) Kecemasan Realitas (Reality Anxiety)
Kecemasan realitas (reality anxiety) merupakan kecemasan
individu akibat dari ketakutan mengahadapi realitas sekitarnya.
2) Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan neurosis (neurotic anxiety) merupakan
kecemasan karena khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan
keinginan-keinginan primitifnya.
15
3) Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan moral (moral anxiety) merupakan kecemasan
akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai
yang ada pada hati nuraninya.
3. Ektrapiramidal Sindrom
Extrapyramidal Syndrom (EPS), merupakan sekelompok gejala
gangguan pergerakan yang diakibatkan oleh kerusakan di ganglia basal
(tiga area di bawah korteks serebral yang merupakan bagian terpenting
dari otak besar), suatu struktur di otak yang berfungsi dalam banyak proses
motorik, termasuk dalam mengekspresikan emosi, integrasi impuls
motorik dan sensorik, serta dalam proses kognitif22.
Dalam beberapa kasus, penyebab utama gangguan ini adalah obat.
Ekstrapiramidal Sindrom yang disebabkan oleh obat yang biasanya
disebut parkinsonisme. Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan ini
biasanya adalah obat yang bekerja menghambat reseptor dopamine di otak
seperti: fenotiazin, butyrophenone, tioksatin, dan metokloperamid23.
4. Kecemasan pada penderita Ektrapiramidal Sindrom
Kecemasan pada konseli disebabkan karena kondisi fisiknya yang
menderita Ektrapiramidal Sindrom sejak ia berumur 10 tahun hingga
sekarang. Konseli melanjutkan pendidikan Setrata 1 di UIN Sunan Ampel
Surabaya. Selain itu konseli juga sering mengalami kecemasan tentang
22
Schillevoort, Igor. Drug-induced extrapyramidal syndromes, (Netherland: Utrecht University 2002)
23
16
tanggung jawab terhadap orang tua dan ketakutan akan prognosa yang
buruk terhadap masa depannya karena kondisi fisiknya. Dia merasa tidak
berguna dan tidak seperti orang normal lainnya.
Dampak dari kecemasan pada konseli, membuat dirinya cenderung
pendiam, menyendiri, dan enggan meminta bantuan orang lain, serta
konseli belum bisa menerima kondisi fisiknya.
F. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2004), metode penelitian adalah cara ilmiah yang
digunakan peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian secara holistik (utuh), dengan mendeskripsikan data dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah24. Data dalam penelitian kualitatif yang dikumpulkan bukan
berupa angka-angka melainkan data tersebut berasal dari naskah
wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi, cacatan memo, gambar
dan dokumen resmi lainnya.
Pendekatan penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini
dilakukan dengan kondisi yang natural yaitu menggambarkan keadaan
17
fenomena yang ditemui di lapangan. Penelitian ini digunakan untuk
mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada
penderita Ekstrapiramidal Sindrom.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena metode tersebut
mempermudah dalam penelitian yang berfokus pada satu permasalahan
dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan secara rinci lebih
mendalam dan komprehensif.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (Case
Study). Penelitian studi kasus, merupakan pendekatan dalam penelitian
terfokus pada satu kasus yang dilakukan secara detail tentang kasus
tersebut untuk mengembangkan deskripsi dan analisa mendalam tentang
suatu kasus25. Dalam studi kasus peneliti mengumpulkan informasi yang
sangat detail bahkan yang bersifat pribadi pada individu dalam jangka
waktu yang panjang guna untuk memahami perkembangan proses pada
individu dalam penelitian studi kasus26.
Studi kasus ini bertujuan agar peneliti mengembangkan metode kerja
yang paling efisiendan mengadakan telaah secara mendalam tentang suatu
kasus. Adapun ciri-ciri penelitian kasus antara lain: pertama, penelitian
kasus lebih spesifik dan mendalam yang berkaitan dengan proses
penelitian. Kedua, penelitian kasus melalui proses siklus yang ada dalam
sampel secara keseluruhan. Ketiga, penelitian kasus tidak untuk
25
John W. creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), Hal. 139
26
18
generalisasi. Maksudnya hasil penelitian kasus tidak dipakai untuk
kepentingan generalisasi pada semua populasi. Untuk itu penarikan
kesimpulan atau hasil dari penelitian diambil secara cermat dan lebih
hati-hati27.
Jadi dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif dengan
jenis studi kasus dimana peneliti menemukan fenomena di lapangan
dengan kasus kecemasan mahasiswi penderita Ekstrapiramidal Sindrom
mengumpulkan data dengan cara mempelajari individu secara rinci dan
mendalam selama waktu tertentu untuk membantunya memperoleh
penyesuaian diri yang lebih baik.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah seorang perempuan yang menderita
Ekstrapiramidal Sindrom sejak kelas 4 SD, asal bojogenoro dan saat ini
sedang menempuh pendidikan S1-nya di Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya program studi BKI semester 3. Adapun obyek penelitian
dalam penelitian ini adalah kecemasan penderita Ekstrapiramidal
Sindrom.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui
tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Menurut Lexy J.
27
19
Moloeng (2010), bahwa dalam penelitian kualitatif ada 3 tahapan, sebagai
berikut28:
a. Tahap Pra-Lapangan
1) Menyusun rancangan penelitian
Pada tahap ini, peneliti membuat usulan peneliti atau matriks
penelitian yang sebelumnya dengan dosen pembimbing dan
beberapa dosen lainnya. Setelah pembuatan matriks dapat
persetujuan dari ketua prodi Bimbingan Konseling Islam,
selanjutnya peneliti melanjutkan pada pembutan proposal.
2) Memilih lapangan penelitian
Setelah melihat fenomena yang ada di lapangan, peneliti
tertarik untuk meneliti kecemasan mahasiswi yang menderita
Ekstrapiramidal Sindrom, dengan karakteristik yang peneliti telah
tentukan.
3) Mengurus surat perizinan
Pada tahap ini, peneliti mengurus surat perizinan siapa saja
yang berwewenang izin bagi pelaksanaan penelitian, kemudian
peneliti melakukan langkah-langkah persyaratan untuk
mendapatkan perizinan pada instansi-instansi yang terkait.
28
20
4) Menjajaki dan menilai keadaan lingkungan
Tahap ini, peneliti melakukan wawancara dengan
orang-orang terdekat konseli seperti keluarga dan kerabat yang terkait
agar mengetahui langkah selanjutnya yang akan membatu peneliti.
5) Memilih dan memanfaatkan informan
Pada tahap ini, informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi- informasi tentang situasi dan kondisi
latar belakang penelitian. Oleh karena itu, informan harus benar-
benar paham tentang hal yang terkait dengan penelitian ini.
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Tahap ini, peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat
tulis, kesiapan fisik serta kebutuhan lainnya yang dibutuhkan saat
penelitian di lapangan.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Dalam tahapan ini, peneliti mulai melakukan pendekatan dengan
konseli, keluarga konseli. Melalui hal tersebut, sehingga mendapatkan
informasi selengkapnya dan melanjutkan ke proses konseling.
c. Tahap analisa data
Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar
dapat memudahkan dalam menentukan tema sesuai dengan data29.
21
Dalam analisa data ini, peneliti mulai menganalisa data konseli
dan menganalisa proses konseling selama melakukan penelitian. Serta
melihat kondisi konseli sebelum dan sesudah dilakukannya proses
konseling. Setelah analisa dilakukan, peneliti menganalisa data konseli
yang sudah terkumpul pada setiap pengamatan atau wawancara.
Kemudian peneliti melaporkan hasil akhir analisa yang berupa data.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang
bersifat non statistik, data yang akan diperoleh nantinya dalam bentuk
kata verbal bukan dan bentuk angka.
1) Data primer, merupakan data yang langsung diambil dari sumber
pertama yang ditemukan pada lapangan yaitu dalam proses
pendekatan dan proses konseling melalui Rational Emotive
Behaviour Therapy (REBT) yang diperoleh melalui observasi
lapangan, tingkah laku dan serta latar belakang dari konseli serta
respon konseli yang telah diberikan proses konseling melalui
Rasional Emotive Behavioral Therapy (REBT).
2) Data Sekunder, yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau
berbagai sumber untuk melengkapi data primer30. Dengan hasil
observasi maka diperoleh deskriptif keadaan konseli, keadaan
orang tua konseli, dan bagaimana perilaku keseharian konseli.
30
22
b. Sumber data
Sumber data merupakan subyek dari mana data itu diperoleh
untuk mendapatkan keterangan dan informasi lebih jelas, peneliti
mendapatkan informasi melalui sumber data tersebut31.
1) Sumber data primer, adalah sumber data langsung yang diperoleh
peneliti di lapangan yakni informasi dari konseli mahasiswi
penderita Ekstrapiramidal Sindrom.
2) Sumber data sekunder, adalah data pendukung yang digunakan
untuk melengkapi data primer, berupa informasi dari keluarga,
teman dekat, teman sekelas, ustadzah asrama dan dosen di kampus
konseli serta observasi yang berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Merupakan pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan secara lisan kepada informan, dan pertanyaan itu telah
dipersiapkan dengan secara detail berserta instrumennya, atau
percakapan dengan maksud tertentu32.
31
Suharsimi Arinkunto, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Hal. 129
32
23
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
semiterstruktur di mana pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Proses
wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang didapatkan oleh informan33.
b. Observasi partisipan
Observasi merupakan pengamatan secara akurat terhadap
fenomena-fenomena pada penelitian, dalam observasi partispan ini
peneliti terlibat dengan keseharian orang yang sedang diamati. Dengan
observasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap sehingga
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak34.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan dokumen atau catatan peristiwa yang sudah berlalu,
berupa tulisan atau karya monumental dari seseorang35. Dengan teknik
pengumpulan data tersebut mempermudah dalam menganalisa
permasalahan yang ada dilapangan.
Pada penelitian ini metode pengumpulan data melalui dokumen
berupa catatan harian konseli itu sendiri sebagai penguatan dalam
penyusunan penelitan tersebut.
33
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2014), Hal. 74 34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D), (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2015), Hal. 204
35
[image:33.595.140.508.108.556.2]
24
Table 1.1
Jenis Data, dan Teknik Pengumpulan
No Jenis Data Sumber Data TPD
1. Data Primer
a. Identitas Konseli b. Problem dan faktor
kecemasan yang dialami
c. Proses konseling (respon dan ekspresi konseli)
d. Hasil dari proses koseling
Konselor + Konseli
Konselor + Konseli
Konselor + Konseli
Konselor + Konseli
W + D W
O + W
O + W + D
O + W
2. Data Sekunder a. Identitas Konselor b. Deskripsi masalah
konseli
c. Kondisi lingkungan keluarga konseli d. Proses REBT dalam
menangani kecemasan
e. Perubahan yang terjadi dalam diri konseli pasca
Konselor Konselor + Informan
Konselor + Informan Konselor + Informan
Konselor + Informan
Konselor + Informan
W O + W + D
O + W + D
O + W + D
O + W
Keterangan :
TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi
W : Wawancara D : Dokumentasi
6. Teknik Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif adalah manajemen data
mentah atau yang belum terstruktur yang berasal dari data kuesioner
kualitatif, wawancara kualitatif, observasi kualitatif data sekunder, refleksi
tertulis, dan catatan lapangan yang terstruktur menjadi suatu kesatuan hasil
penelitian. Analisa data dalam penelitian kualitatif berarti melakukan
25
kesimpulan ringkas untuk menghasilkan teori induktif yang berdasarkan
pada data36.
Tujuan dari analisa data adalah untuk mencari kebenaran dari
data-data yang telah diperoleh peneliti di lapangan. Kemudian setelah data-data
diperoleh maka bias ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data dianalisa
dengan data non-statistik. Hasil dari data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk “Deskriptif Komparatif” adalah membandingkan hasil data dalam
proses konseling yang dilakukan di lapangan dengan teori yang ada pada
umumnya dan untuk membandingkan kondisi konseli antara sebelum dan
sesudah pelaksanaan proses konseling, serta mengetahui berhasil tidaknya
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani
kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom.
7. Teknik Keabsahan Data
Selanjutnya adalah teknik dalam melakukan pengecekan data,
pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh, terutama pengecekan data
yang terkumpul. Data yang terkumpul dicek ulang oleh peneliti pada
subyek data yang terkumpul dan jika peneliti mengadakan perbaikan untuk
membangun kepercayaan pada informasi yang telah diperoleh37.
36
Fattah Hanurawan, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu psikologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016), Hal. 124
37
26
Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam
penelitian kualitatif untuk memperoleh validitas data. Oleh sebab itu
dalam penelitian ini ada beberapa cara yang dilakukan untuk mencari
validitas suatu data yang terkumpul dengan cara-cara antara lain:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan pengumpulan data,
tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian38.
Dengan cara menuntut peneliti agar terjun dalam lokasi dan dalam
waktu yang cukup panjang dengan tujuan untuk mendapatkan data
yang lebih aktual dan valid dan memungkinkan bias memperkuat data
yang dikumpulkan.
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Ketekunan pengamatan ini
bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi
yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari,
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan
ketekunan pengamatan peneliti mampu mengetahui secara mendalam
hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kemudian
menelaah faktor-faktor yang ditemukan secara rinci agar dapat
dimengerti dan difahami.
c. Triangulasi
38
27
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data bersifat
menggabungkan data yang diperoleh dari beberapa teknik penggalian
data yang digunakan, seperti observasi, wawancara, catatan lapangan
(field note) dan dokumentasi39.
Dalam penelitian ini yang digunakan penulis adalah triangulasi
sumber data, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk
mengumpulkan data dengan permasalahan yang sama. Artinya bahwa
data yang ada di lapangan diambil dari beberapa sumber penelitian
yang berbeda-beda dan dapat dilakukan dengan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dan data wawanacara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang depan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi.
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
5) Membandingkan keadaan dan prespektif dengan berbagai pendapat
orang biasa40.
Adapun dalam penelitian ini triangulasi teknik untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan
39
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), Hal. 83 40
28
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner.
Bila dengan tiga teknik pengujian kreadibilitas data tersebut,
menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang
lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin
semuanya benar, karena sudut pandang berbeda-beda41.
Jadi dengan triangulasi, peneliti kualitatif dapat melakukan chek
and recheck hasil temuannya dengan jalan membanding- bandingkan
berbagai sumber, metode dan teori. Untuk itu peneliti dapat melakukan
dengan cara sebagai berikut:
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.
2) Melakukan pengecekan dengan berbagai macam sumber data.
3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan
dapat dilakukan42.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan adalah suatu cara yang ditempuh untuk
menyusun suatu karya tulisan yang bertujuan untuk mempermudah memahami
penelitian sehingga didalamnya menjadi jelas, teratur, urut dan mudah
dipahami. Adapun dalam sistematika di dalamnya sebagai berikut:
BAB I: yaitu, Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode penelitian. Di
dalam metode penelitian ada beberapa isi yang dijelaskan antara lain:
41
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2014), Hal. 27 42
29
pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitian, jenis dan
sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data, teknik keabsahan data dan selanjutnya termasuk dalam pendahuluan
yakni sistematika pembahasan
BAB II: yaitu tentang kajian teori yang mencakup teori-teori yang dijadikan dasar dalam menentukan langkah-langkah pengambilan data, memaparkan
tinjuan pustaka yang digunakan sebagai pijakan penelitian dalam menganalisa
fenomena yang terjadi dilapangan.
a. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) :Definisi Rational Emotive
Behaviour Therapy meliputi : Pengertian Rational Emotive Behaviour
Therapy, pandangan manusia menurut Rational Emotive Behaviour
Therapy, ciri-ciri Rational Emotive Behaviour Therapy, karakteristik
keyakinan yang irrasional dalam Rational Emotive Behaviour Therapy,
tujuan Rasional Emotif Behavior Terapi Rational Emotive Behaviour
Therapy, Peran konselor dalam Rational Emotive Behaviour Therapy,
langkah-langkah dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, perilaku
bermasalah dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, dan teknik-
teknik yang digunakan dalam Rational Emotive Behaviour Therapy terkait
permasalahan yang akan diteliti.
b. Kecemasan, Meliputi: Pengertian Kecemasan, ciri-ciri kecemasan, faktor
kecemasan, sebab-sebab kecemasan, macam-macam kecemasan, indikator
30
c. Ekstrapiramidal Sindrom, Meliputi definisi Ekstapiramidal Sindrom
(EPS), penyebab gangguan Ekstrapiramidal Sindrom (EPS) dan gejala
Ekstrapiramidal Sindrom (EPS).
d. Kecemasan pada Ekstapiramidal Sindrom (EPS), Meliputi deskriptif
mengenai kecemasan pada penderita Ekstapiramidal Sindrom (EPS).
BAB III: Penyajian data, dalam bab ini menyajikan tentang deskripsi umum objek peneliti penelitian yang dipaparkan secukupnya agar pembaca
mengetahui gambaran tentang objek yang akan dikaji, serta ada pula deskripsi
hasil penelitian, yang meliputi, faktor penyebab, proses konseling secara hasil
dari proses konseling.
BAB IV: Analisa Data: Pada bab ini memaparkan tentang analisa faktor-faktor penyebab kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Analisa proses
Rational Emotive Behaviour Therapy dalam menangani kecemasan pada
penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya, sehingga diperoleh hasil apakah Rational Emotive
Behaviour Therapy dapat menangani kecemasan pada penderita
Ekstrapiramdial Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
BAB V: Penutup: dalam penyusunan Skripsi ini merupakan bab terakhir, yang didalamnya meliputi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan
BAB II
RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM
MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM
A. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
1. Pengertian Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah pendekatan
behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan dengan perasaan,
tingkah laku dan pikiran. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia
adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irrasional yang
salah satunya didapat melalui belajar sosial43. Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT) menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah
disebabkan oleh pemikiran yang irrasional sehingga fokus penanganan
pada pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah
pemikiran individu.
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) merupakan sistem
psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya
menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa
dalam kehidupan44. Pendekatan yang bersifat direktif, artinya pendekatan
yang membelajarkan kembali konseli untuk memahami input kognitif
yang menyebabkan gangguan emosional. Mencoba mengubah pikiran
43
Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), Hal. 201
44
32
konseli agar membiarkan pikiran irasionalnya atau belajar mengantisipasi
manfaat dan konsekuensi dari tingkah laku serta lebih banyak
berhubungan dengan dimensi pikiran dari pada perasaan45. Pendekatan ini
menolak keras pandangan psikoanalisis yang mengatakan bahwa
pengalaman masa lalu adalah penyebab gangguan emosional individu.
Menurut Ellis penyebab gangguan emosional adalah karena pikiran
irasional individu dalam menyikapi peristiwa atau pengalaman yang
dilaluinya46.
Menurut Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa Rational Emotive
Behaviour (REBT) adalah memperbaiki melalui pola pikirannya dan
menghilangkan pola pikir rasional. Terapi ini sebagai usaha untuk
mendidik kembali (reeducation), jadi konselor bertindak sebagai pendidik,
dengan memberi tugas yang harus dilakukan konseli serta menganjurkan
strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya dan berubah
perilakunya47.
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang
memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika
berfikir dan bertingkah laku rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan
bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.
Ketika berfikir dan bertingkah laku irrasional individu itu menjadi tidak
efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
45
Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Hal, 202 46
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, ( Jakarta: Kencana, 2013), Hal. 176
47
33
evaluasi, interprestasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara
berfikir yang tidak logis dan irrasional, yang mana emosi yang menyertai
individu dalam berfikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan
irrasional48.
Pandangan dalam Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT),
perlu memahami konsep-konsep dasar yang dikemukakan oleh Ellis.
Menurut Ellis ada tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu antecedent
event (A), belief (B) dan emotional consequence (C), yang kemudian
dikenal dengan konsep A-B-C.
Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa
fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Belief (B) adalah
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional (Rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara
berpikir yang tepat, masuk akal, dan bijaksana. Sedangkan keyakinan yang
tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional dan tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional
sebagai akibat atau reaksi individu dalam mengeksplorkan perasaan
48
34
senang atau hambatan emosi49. Kenyataan dan kejadian yang ada sikap
dan perilaku seseorang. B merupakan keyakinan terhadap A yang biasanya
memunculkan C (reaksi emosional positif atau negatif), C merupakan
konsekuensi dari emosi atau perilaku (reaksi) yang dapat benar atau salah.
A (peristiwa) tidak menjadikan terjadinya emosional50.
Bagan 2.1 Hubungan Antara Peristiwa, Sistem Keyakinan dan Reaksi
2. Pandangan Tentang Manusia Menurut Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT)
Pendekatan ini memandang bahwa kebayakan individu dipengaruhi
oleh pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan sistem psikis individu.
Keberfungsian manusia secara psikologisnya ditentukan oleh pikiran,
perasaan dan tingkah laku. Aspek tersebut saling memiliki keterkaitan
karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya51.
Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
berpendapat bahwa individu memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pikiran irrasional indvidu merupakan proses belajar yang irrasional
yang dipelajari oleh orangtua, budaya dan lingkungan sekitarnya.
49
Latipun, Psikologi Konseling, Hal. 73 50
Hartono, Psikologi Konseling, (Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2012), Hal. 133 51
Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), Hal.202
A Antecendent
Event
B
Belief
C Emotional Consequence
e
35
b. Gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide
dan pemikiran irrasional individu.
c. Gangguan emosional yang diakibatkan oleh verbalisasi diri (self
Verbalising) dan persepsi serta sikap terhadap kejadian ialah akar
permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
d. Individu memiliki kemampuan untuk mengubah kehidupannya dan
sosialnya.
e. Pikiran dan perasaan yang irrasional merusak diri individu dapat
dirasionalkan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis
dan rasional52.
Landasan filosofi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
tentang manusia tergambar dalam quotation dari Epictetus yang dikutip
oleh Ellis:
“Manusia terganggu bukan karena sesuatu, tetapi karena pandangan terhadap sesuatu”
Adapun landasan filosofi Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) tentang manusia yaitu: Theory of Knowlegde, mengajak individu
mencari cara yang reliable dan valid untuk mendapatkan pengetahuan dan
menetukan bagaimana kita mengetahui sesuatu yang benar. Kemudian
secara dialectic atau sistem berfikir berasumsi bahwa logis itu tidak
mudah. Kebanyakan individu cenderung ahli dalam berfikir tidak logis53.
52
Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Hal. 203 53
36
Contoh berpikir tidak logis yang biasanya mendominasi pada diri
individu ialah:
1) Tidak dapat dibuktikan.
2) Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, dan
prasangka) yang sebenarnya tidak perlu.
3) Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari
yang efektif54.
Secara sistem nilai terdapat dua nilai eksplisit yang biasanya
dimiliki individu namun tidak sering diverbalkan. Yaitu: nilai untuk
bertahan hidup (survival) dan nilai kesenangan (enjoyment). Selanjutnya,
manusia dipandang memilki tiga tujuan fundamental, yaitu: untuk
bertahan hidup (to survive), untuk bebas dari kesakitan (to be relatively
free from pain), dan untuk mencapai kepuasan (to be reasonably satisfied
or content)55.
Setiap manusia memiliki tendensi berpikiran irrasional. Pikiran
tersebut bisa jadi menghambat seseorang untuk berkembang. Misalnya
selalu merasa dirinya tidak sempurna, tidak mampu, dan tidak percaya
pada kemampuannya. Namun, setiap individu juga selalu disertai dengan
pikiran rasional sehingga dia akan mengubah suatu hal yang irrasional
menjadi rasional dan akan mampu mengendalikan diri dari pikiran,
perilaku dari sesuatu yang menyimpang.
54
Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Jogjakarta: IRCISOD, 2012), Hal. 129-130 55
37
3. Ciri-ciri Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), konselor
berusaha membantu individu secara langsung untuk diri konseli. Terapi ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut56:
a. Dalam mengidentifikasi masalah konseli, konselor lebih aktif dari pada
konseli.
b. Proses konseling, konselor membangun hubungan (raport) yang baik
agar terciptanya kepercayaan (trust) antara konseli dan konselor.
c. Hubungan yang baik antar konseli dan konselor mempermudah proses
konseling dalam membantu konseli mengubah cara berpikir yang
irrasional.
d. Dalam proses konseling pada Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) ini, konselor tidak perlu menggali informasi secara detail
tentang sama lalu konseli.
e. Diagnosis yang dilakukan dalam Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT) bertujuan untuk mengubah pikiran irrasional konseli.
4. Karakteristik Keyakinan yang Irrasional dalam Rational Emotive
Behaviour Therapy (REBT)
Nelson Jones (1982), menambahkan karakteristik cara berpikir
irrasional yang dapat kita pahami secara umum sebagai berikut57:
56
Dewa Ketut Sukardi , Pengantar teori konseling, (Jakarta: GHalia Indonesia, 1985), Hal. 85
57
38
a. Terlalu Menuntut
Tuntutan dan permintaan berlebihan oleh REBT dibedakan
dengan hasrat, pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi
ketika individu menuntut “harus” dan bukan karena ingin terpuaskan.
Tuntutan ini tertuju pada dirinya sendiri.
Menurut Ellis, kata “harus” merupakan cara berpikir absolut
tanpa ada tolerasi. Tuntutan itu membuat individu mengalami
hambatan emosional.
b. Generalisasi secara Berlebihan
Individu menganggap sebuah kejadian atau keadaan yang diluar
batas-batas yang wajar. Over generalization dapat diketahui secara
semantik “sayalah orang paling bodoh di dunia”. Ini adalah Over
generalization karena kenyataannya dia bukan sebagai orang yang
terbodoh. “saya tidak memiliki kemampuan apapun dalam untuk
dikembangkan”.
c. Penilaian Diri
Pada dasarnya seseorang dapat memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan dan tidak menguntungkan yang terpenting adalah
seseorang dapat menerima dirinya tanpa syarat (unconditioning sel-
regard). Sesuatu yang irrasional jika seseoarng menilai dirinya (self-
rating). Hal ini akan berakibat negatif karena cenderung tidak
39
menerima dirinya (self-acceptence) dan tidak melakukan penilaian
terhadap dirinya (self- evaluating).
d. Penekanan
Penekanan (awfullizing) yaitu mempunyai arti hampir sama
dengan demandingness. Jika demandingness menuntut dengan
“harus”, dalam awfullizing tuntutan atau harapan itu mengarah pada
upaya peningkatan secara emosional dicampur dengan kemampuan
untuk problem solving yang rasional. Penekanan ini akan
mempengaruhi seseorang dalam memandang keberadaan suatu fakta,
suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang (antecedent event)
secara tepat dan karena itu digolongkan sebagai cara berpikir yang
irrasional.
e. Kesalahan Atribusi
Kesalahan melakukan atribusi adalah kesalahan dalam
menetapkan sebab dan motivasi perilaku, baik dilakukan sendiri,
orang lain, atau sebuah peristiwa. Kesalahan atribusi adalah sama
dengan alasan palsu diri seseorang atau orang lain dan umumnya
menimbulkan hambatan emosional.
f. Anti pada Kenyataan
Anti pada kenyataan t