ANALISIS KODEFIKASI DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP
KASUS
CARCINOMA CERVIX UTERI UNSPECIFIED
BERDASARKAN ICD-O
Kurnia Widawati1 , Fajar Yunita Sari2, Dedi Setiadi3 1Staf RSU Permata Depok
2Dosen Program Studi D III PIKES Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya 3Dosen Program Studi D III PIKES Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya 1quniwz@gmail.com, 2 fay_zharie@ymail.com, 3ded_set165@yahoo.co.id
Abstract
Background in this research highest neoplasm case in RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung on 2013 is Malignant Neoplasma of Cervix Uteri, Unspeciied as much 193 case. Meanwhile for make certain about main diagnose is can’t contains information “Unspeciied” because can inluence to grouping DRG or act of determining cost of hospital. Kind of this research is descriptive study with retrospective approachment. Variable in this research is “inpatient with main diagnose Carcinoma Cervix Uteri Unspeciied code”. Population in this research as much 193 inpatient document with main diagnose Carcinoma Cervix Uteri and using total sampling technique. Last result of topography code is C53.9 (Unspeciied) can be classiied into speciied code based on ICD-O to C53.8 as much 70 code, C53.0 as much 68code dan C53.1 as much 55 code and morphology code can be classiied be M8072/32 as much 60 code, M8010/31 as much 31 code, M8072/33 as much 33 code, M8072/31 as much 20 code, M8010/32, as much 18 code, M8071/33 as much 8 code, M8071/32 as much 5 code, M8010/33, M8320/31, M8441/32 as much 4 code, dan M8071/31 as much 3 code. Process of determine Carcinoma Cervix Uteri morphology code used ICD-O is looking into Gynecology form and also result of Pathology Anatomy investigation. Morphology code should to apply at RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung because how important that code to ind out frequency of incident on cancer registry form to classiied all information and cancer data in order to results statistical data incident of cancer.
Keywords :Code, Carcinoma, Cervix Uteri, ICD-O
Abstrak
Kasus neoplasma tertinggi di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung adalah Malignant Neoplasma of Cervix Uteri, Unspeciied sebanyak 193 kasus. Dalam menentukan kode diagnosis utama tidak diperbolehkan mengandung keterangan “Unspeciied” yang dapat berakibat terhadap grouping DRG atau penentuan jumlah biaya rawat yang dibayarkan. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif.
Variabel penelitian ini adalah kodeikasi diagnosis utama pasien rawat inap kasus Carcinoma cervix uteri Unspeciied. Populasi pada penelitian ini sebanyak 193 dokumen pasien diagnosis utama Carcinoma cervix uteri dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara Total Sampling. Hasil kode topograi yang sebelumnya adalah kode C53.9 (Unspeciied) dapat diklasiikasikan menjadi menjadi kode yang
lebih spesiik berdasarkan ICD-O menjadi kode C53.8 sebanyak 70 kode, C53.0 sebanyak 68 kode dan C53.1 sebanyak 55 kode. Kode morfologi dapat diklasiikasikan menjadi M8072/32 sebanyak 60 kode; M8010/31sebanyak 31 kode; M8072/33 sebanyak 33 kode; M8072/31 sebanyak 20 kode; M8010/32 sebanyak 18 kode; M8071/33 sebanyak 8 kode; M8071/32 sebanyak 5 kode; M8010/33, M8320/31, M8441/32 sebanyak 4 kode, dan M8071/31sebanyak 3 kode. Proses Kodeikasi topologi dan morfologi
diagnosis utama pada kasus Carcinoma cervix uteri menggunakan ICD-O dilihat dari formulir Anamnesa
Ginekologi dan Lembar Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi. Kodeikasi morfologi sebaiknya dilaksanakan
di RSUP Dr Hasan Sadikin dikarenakan pentingnya kode tersebut untuk mengetahui frekuensi angka kejadian kanker dalam bentuk Cancer Resgistry yang dapat dipergunakan untuk mengklasiikasikan informasi keseluruhan data kanker sehingga dapat dihasilkan data statistik kejadian kanker pada satu waktu tertentu.
Kata kunci: Kodeikasi,Carcinoma, Cervix Uteri, ICD-O
PENDAHULUAN
Dalam menentukan kode diagnosis suatu penyakit, petugas koding mempunyai peranan penting dalam menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat. Senada dengan hal tersebut berdasarkan Permenkes
No 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis tercantum pada pasal 12 yang
berisikan tentang kewenangan pekerjaan perekam medis di sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan salah satu kompetensi seorang perekam medis yaitu
melakukan klasiikasi klinis dan kodeikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan
dan tindakan medis sesuai terminologi medis yang benar.
Penerapan pengkodean sistem ICD digunakan untuk : 1. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
di sarana pelayanan kesehatan
2. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis 3. Memudahkan proses penyimpanan dan
pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan
4. Bahan dasar dalam pengelompokkan Diagnoses Related Groups (DRGs) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan
5. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas
6. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses
evaluasi perencanaan pelayanan medis
7. Menentukan bentuk pelayanan yang harus
direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman
8. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan
9. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta,
G. 2008)
Menurut Maesaroh (2010) kodefikasi penyakit
tersebut berperan penting terhadap rumah sakit diantaranya untuk mempermudah pengelompokkan sepuluh besar penyakit terbanyak untuk laporan
ke dinas kesehatan. Kodeikasi diagnosis penyakit
(khususnya diagnosis utama) sangat penting untuk mendapatkan grouping DRG dan biaya rawatan yang benar untuk setiap kasus pasien, kesalahan
kodeikasi diagnosis penyakit akan memberikan
implikasi yang besar kepada jumlah reimbursement. Bagi manajemen, untuk kemajuan rumah sakit dalam pengambilan keputusan akan lebih bisa terarah guna
meminimalisir pengembangan-pengembangan yang
sekiranya tidak sesuai dengan permintaan yang nantinya bisa merugikan rumah sakit.
Mengingat pentingnya kodeikasi yang benar dan
tepat, dalam proses mengkode diagnosis digunakan pedoman yaitu International Statistical Classiication
of Diseases and Related Health Problem (ICD-10).
ICD-10 merupakan acuan dalam mengkode berbagai penyakit yang terbagi dalam 22 bab. Salah satu bab dalam ICD-10 membahas tentang penyakit terkait
neoplasma.
Dalam ICD-10 WHO 1992 volume 1, Neoplasma dibagi menjadi 4 kategori yaitu :
1. Neoplasma Ganas secara umum disebut
Carcinoma (Kanker)
2. Neoplasma in situ 3. Neoplasma jinak
4. Neoplasma sifat tidak tentu & sifat tidak tahu
Menurut Dewa Gede (2005) Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma terdiri dari
sel-sel baru yang mempunyai bentuk, sifat, dan
kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya. Dalam penanganan kasus yang kompleks tersebut dibutuhkan tindakan dan runtutan pengobatan yang kompleks pula sehingga diperlukan kode penyakit
yang lebih spesiik supaya dapat menggambarkan kondisi penyakit secara lebih detail/lengkap. Salah satu panduan yang dibuat oleh WHO setelah ICD-10 adalah International Classification of Disease for Oncology (ICD-O) yang diterbitkan pada tahun 2000 dan merupakan edisi ketiga yang digunakan untuk kodeikasi kasus neoplasma dan dibahas secara lebih spesiik. Kode yang terdapat dalam ICD-O tidak hanya kode topografi dan morphology akan tetapi kode derajat keganasan
juga terdapat di dalamnya. Terdapat pula perbedaan yang sangat spesiik diantara ICD-10 dan ICD-O seperti kode C42 dalam ICD-O menjelaskan
beberapa kode tentang Haematopoietic and reticuloendothelial system sedangkan dalam
ICD-10 diklasiikasikan menjadi leukimias and related conditions C90-C95. Dalam BAB II pada ICD-10 kode topograi dapat menggambarkan sifat
neoplasma (ganas jinak, in situ, atau tidak pasti
jenisnya), sedangkan dalam ICD-O sifat keganasan
neoplasma dijelaskan pada kode morfologi yang
lebih spesiik.Kode morfologi memiliki lima digit kode antara M-8000/0 sampai M-9989/3. Empat
digit pertama mengindikasikan histologis yang
spesiik sedangkan kode setelah garis miring (/)
RSUP Dr Hasan Sadikin merupakan rumah sakit tipe
A yang menyediakan pelayanan spesialis dan sub
spesialis luas. Sebagai rumah sakit yang menyediakan pelayanan lengkap maka RSUP Dr Hasan Sadikin menjadi rumah sakit rujukan tertinggi di Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan oleh pemerintah atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. Sebagian besar pasien di Jawa Barat yang tidak dapat ditangani
di daerah-daerah akan dirujuk ke rumah sakit ini.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tahun
2013 di RSUP Dr Hasan Sadikin terdapat 187
jenis Carcinoma, dengan kasus tertinggi adalah
Malignant Neoplasma of Cervix Uteri, Unspeciied
sebanyak 193 kasus. Dalam menentukan kode diagnosis utama tidak diperbolehkan mengandung keterangan “Unspeciied” karena akan berakibat terhadap grouping DRG atau penentuan jumlah biaya rawat yang dibayarkan. Proses kodefikasi kasus neoplasma tersebut, RSUP Dr. Hasan Sadikin
menggunakan ICD-10 sebagai pedoman kodeikasi
semua kasus termasuk kasus Neoplasma. RSUP Dr
Hasan Sadikin hanya memberikan kode topograi dan
tidak mengkode kondisi morfologinya maka kode yang dihasilkan berupa kode “Unspeciied”.
Guna menentukan kode yang lebih spesifik dibutuhkan satu pedoman khusus yang digunakan dalam proses penentuan kode penyakit neoplasma
yaitu ICD-O sehingga kode yang dihasilkan akan menunjukan keadaan yang lebih spesiik. Kode yang spesiik akan berpengaruh terhadap penentuan jumlah
biaya rawat yang sesuai dengan pemberian tindakan dan pengobatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
tertarik untuk mengambil judul penelitian “Analisis Kodeikasi Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap
Kasus Carcinoma of Cervix Uteri Unspecified berdasarkan ICD-O di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung tahun 2013”
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward looking) artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi.
(Notoadmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan di Unit Rekam Medis RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 7 mei – 13 Juni
Populasi dari penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama kasus Carcinoma Cervix Uteri Unspeciied tahun
2013 sebanyak 193 kasus.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara total sampling yaitu seluruh dokumen pasien rawat inap dengan diagnosis
Carcinoma Cervix Uteri Unspecified dijadikan sampel sebanyak 193 dokumen.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah
pedoman observasi berupa daftar pengamatan yang dibutuhkan dalam analisis kodefikasi diagnosis utama kasus Carcinoma of Cervix Uteri Unspeciied. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara
Observasi secara langsung. (Soekidjo, 2012). Analisis data dengan analisis diskriptif yaitu mencari,
mengumpulkan data, menyusun, serta menafsirkan data yang sudah ada untuk diuraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu objek penelitian.
HASIL
Proses kodeikasi dokumen pasien rawat inap kasus carcinoma cervix uteri tahun 2013 sebanyak 193 dokumen dapat dibedakan menjadi 2 kode yaitu kode Topograi dan kode Morfologi. Kode yang
sebelumnya unspeciied kemudian diklasiikasikan
ke beberapa kode yang lebih spesiik sebagai berikut :
1. Pengklasiikasian Berdasarkan Kode Topograi
Tabel 1 Hasil Klasifikasi Kode Topo-grafi Diagnosis Utama Kasus Carcinoma Cervix Uteri Berdasar-kan ICD-O tahun 2013
Kode Jumlah Persentase tertinggi adalah kode C53.8 yaitu Carcinoma cervix uteri squamous cell sebanyak 37% dan
kode dengan jumlah terendah adalah kode C53.1 yaitu carcinoma of exocervix. Proses kodefikasi dilakukan dengan menganalisis
formulir-formulir yang terdapat dalam
lembar Anamnesa Ginekologi dan hasil patologi
anatomi.
2. Pengklasiikasian Berdasarkan Kode Morfologi
Berdasarkan hasil kodeikasi 193 dokumen, kode morfologi yang diperoleh dapat diklasiikasikan
kedalam 11 kode yang menunjukan sifat dan derajat keganasan dari kanker tersebut.
Tabel 2 H a s i l K l a s i f i k a s i K o d e Morfologi Diagnosis Utama Kasus Carcinoma Cervix Uteri Berdasarkan ICD-O tahun 2013
Kode Jumlah Persentase
Tabel 4.2 menunjukan bahwa dari 193 dokumen
yang dianalisis didapatkan 11 jenis kode morfologi dengan jumlah tertinggi adalah kode
M8072/32 yaitu Non keratinizing squamous cell/epidermoid moderately differentiated sebanyak 31% atau 60 dokumen. Kode
morfologi dengan jumlah terendah adalah kode
M8071/31 yaitu keratinizing squamous cell/ epidermoid well differentiated sebanyak 2%
atau 3 buah dokumen.
Kode tersebut didapatkan berdasarkan hasil
analisis/review terhadap beberapa formulir yang terlampir pada dokumen rekam medis diantaranya lembar anamnesa ginekologi dan lembar hasil pemeriksaan patologi anatomi. Berdasarkan hasil patologi anatomi dapat
diketahui derajat keganasan dari masing-masing
kasus neoplasma.
PEMBAHASAN
RSUP Dr. Hasan Sadikin menggunakan ICD-10 sebagai pedoman kodeikasi semua kasus termasuk
kasus Neoplasm. RSUP Dr Hasan Sadikin hanya
memberikan kode topograi dan tidak mengkode
kondisi morfologinya maka kode yang dihasilkan mengandung keterangan “Unspeciied”. Kode yang
tidak spesiik akan berpengaruh terhadap penentuan
jumlah biaya rawat yang tidak sesuai dengan pemberian tindakan dan pengobatan. Penentuan
kode yang lebih spesiik dibutuhkan satu pedoman
khusus yang digunakan dalam proses penentuan
kode penyakit neoplasma yaitu ICD-O, sehingga
kode yang dihasilkan akan menunjukan keadaan
yang lebih spesiik dan dihasilkan kode morfologi
yang akan berpengaruh terhadap terciptanya Cancer Registry.
Menurut WHO (2000) Cancer Registry dipergunakan untuk peningkatan sistem manajemen rumah sakit
dalam hal pengolahan data untuk mengklasiikasi
informasi keseluruhan data kanker sehingga dapat dihasilkan data statistik kejadian kanker pada satu
waktu tertentu. Hasil kodeikasi kasus Carcinoma Cervix Uteri Unspeciied tahun 2013 menggunakan
ICD-10 hampir seluruhnya mengandung keterangan Unspeciied. Hal ini berpengaruh terhadap klaim
INA-CBG yang tidak sesuai dengan penyakit dan pelayanan yang diberikan. Kodeikasi kasus neoplasma menggunakan ICD-10 juga tidak
mendukung adanya pengkodean morfologi yang
lengkap karena pada ICD-10 tidak mencantumkan
digit ke enam untuk mengetahui Grade neoplasma.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kode topograi
tertinggi diagnosis utama kasus carcinoma cervix uteri adalah kode C53.8 yaitu Carcinoma Cervix Uteri Squamous Cell. Kondisi ini disebabkan sel berlapis serviks dan epitel torak selapis endoservix merupakan epitel yang tidak berkeratin sel tumor berbentuk pleomorif, rasio ini sitoplasma meninggi. Kanker jenis ini ditegakan setelah adanya pemeriksaan dokter dan dilakukan tindakan biopsi.
Kode yang ditentukan berdasarkan analisis/review
formulir anamnesa ginekologi yang mengandung keterangan squamous cell yang dijadikan clue dalam
pencarian kode berdasarkan ICD-O. Penentuan kode topograi, lead term yang digunakan adalah “Cervix” kemudian ada keterangan “squamous cell” maka
ditemukan kode C53.8 setelah dipastikan dalam tabular list.
Berdasarkan hasil penelitian kode morfologi dengan
menunjukan jenis histologis kanker yang tidak berkeratin atau tidak adanya pengerasan pada kulit
atau sel. Terdapat pula keterangan yang menunjukan
bahwa pasien menderita carcinoma cervix grade II yang ditandai dengan adanya keterangan
moderately differentiated. Keterangan tersebut ditunjukan pada lembar anamnesa ginekologi dan hasil pemeriksaan patologi anatomi yang terlampir pada dokumen. Lead Term dalam penegakan kode morfologi adalah “non keratinizing” kemudian ada keterangan “squamous cell”/”epidermoid”
maka didapatkan kode M8072/3. Kode digit
keenam diambil dari keterangan “moderately differentiated” kemudian dilihat pada tabel grading ICD-O maka dari keterangan tersebut ditentukan kode 2 untuk grade II.
Pembahasan diatas menjelaskan bahwa kode yang mengandung keterangan “Unspeciied” pada ICD-10
dapat dispesiikasikan dengan menggunakan ICD-O. Kodeikasi kasus Neoplasma akan lebih tepat jika menggunakan O dibanding menggunakan ICD-10, karena kode yang dihasilkan akan lebih akurat dan lebih spesiik.
Kode diagnosis utama haruslah akurat dan presisi. Hal ini mutlak diperlukan dalam rangka penjaminan kualitas pelayanan, karena erat terkait aspek legal, reimbursement dan manajemen pelayanan. Kebijakan terbaru dalam Health Care Reimbursement berbasis
Case-mix dan DRG’s kian menekankan pentingnya akurasi dan presisi kode yang dihasilkan, karena besar klaim sangat ditentukan oleh kode yang dihasilkan.
Guna menentukan kode dengan tepat banyak informasi pendukung diagnosis yang perlu dianalisis oleh petugas koding. Ketiadaan atau ketidaklengkapan data pendukung akan berpengaruh terhadap akurasi koding yang
dihasilkan. Hal-hal tersebut perlu diketahui dan
dipahami oleh tenaga medis, agar meningkatkan pencatatan dan pelaporan.
SIMPULAN
1. Proses kodefikasi morfologi diagnosis utama pada kasus Carcinoma Cervix Uteri menggunakan ICD-O dilihat dari formulir Anamnesa Ginekologi dan Lembar Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi untuk digunakan
sebagai Lead Term yang ditentukan untuk mencari kode.
2. Pengklasiikasian kode topograi berdasarkan ICD-O dengan jumlah terbanyak adalah kode C53.8 yaitu carcinoma of cervix squamous cell/overlapping sebanyak 37%, kemudian C53.0 yaitu carcinoma ofendocervix sebanyak
34% dan C53.1 yaitu carcinoma ofexocervix sebanyak 29%.
3. Pengklasiikasian kode morfologi berdasarkan ICD-O dengan jumlah terbanyak adalah kode M8072/32 yaitu non keratinizing epidermoid/squamous cell ca cervix moderately differentiated sebanyak 60%, jumlah terbesar selanjutnya adalah kode M8010/31 yaitu carcinoma cervix well differentiated sebanyak
31%, urutan terbesar selanjutnya adalah kode M8072/33 yaitu non keratinizing epidermoid/ squamous cell poorly differentiated sebanyak
17%, M8072/31 yaitu non keratinizing epidermoid/ squamous cell well differentiated sebanyak 10%, M8010/32 yaitu carcinoma cervix moderately differentiated sebanyak 9%, M8071/33 keratinizing epidermoid/squamous cell ca crevix poorly differentiated sebanyak
4%, M8071/32 adalah keratinizing epidermoid/ squamous cell moderately differentiated sebanyak 3%, kemudian M8010/33, M8320/31, M8441/32, M8071/31 sebanyak 2%.
DAFTAR PUSTAKA
Diananda, Rama. (2007). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati. Hal:53
Faizah . (2010). Waspada Kanker Serviks. Yogyakarta:
Lintang Aksara. Hal:14
Hatta, Gemala. (2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta:Universitas Indonesia. Hal:140
Lincoln, J & Wilensky (2008). Kanker Payudara Diagnosis dan Solusinya. Jakarta:Prestasi
Pustaka. Hal: 21-29
Maesaroh, L., et.al (2010). Analisis Kelengkapan Kode Klasiikasi Dan Kode Morphology Pada Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan
Icd-10 Di Rsud Kabupaten Karanganyar Tahun 2011. Hal: 6-9
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal: 63
Permenkes No 55 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta.
Snell, Richard S. (2006). Clinical Anatomy. Jakarta: CV. EGC Penerbit Bk Kedokteran. Hal: 45 Sukardja, I Dewa Gede. (2005). Onkologi Klinik.
Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 134-136
World Health Organization. 2005. International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems (ICD), 10th . Volume 1, WHO. Geneva. Hal: 14
World Health Organization. 2005. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD), 10th . Volume 2, WHO. Geneva.Hal: 32