• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELENGKAPAN KODE KLASIFIKASI DAN KODE MORPHOLOGY PADA DIAGNOSIS CARCINOMA MAMMAE BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELENGKAPAN KODE KLASIFIKASI DAN KODE MORPHOLOGY PADA DIAGNOSIS CARCINOMA MAMMAE BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2011"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

1

ANALISIS KELENGKAPAN KODE KLASIFIKASI DAN KODE

MORPHOLOGY PADA DIAGNOSIS CARCINOMA MAMMAE

BERDASARKAN ICD-10 DI RSUD KABUPATEN

KARANGANYAR TAHUN 2011

Lies Maesaroh1,Rano Indradi Sudra2,Mochammad Arief T.Q2

Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar1, Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar2

ABSTRAK

Dalam melakukan kodefikasi diagnosis Carcinoma Mammae ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu topografi, histology (morphology), dan sifat-sifat neoplasm. Berdasarkan survey pendahuluan di RSUD Kabupaten Karanganyar, kode diagnosis Carcinoma Mammae yang tidak lengkap masih ditemukan. Dalam pemberian kode diagnosis Carcinoma Mammae petugas coding belum mencantukan kode morphology yang menunjukkan sifat dari neoplasm.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan metode pendekatan restrospektif. Populasi yang digunakan adalah 49 dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis Carcinoma Mammae tahun 2011 dengan sampel menggunakan teknik sampling jenuh, sehingga sampel yang digunakan sejumlah 49 dokumen rekam medis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan kodefikasi diagnosis Carcinoma Mammae menggunakan ICD-10 edisi revisi tahun 2004, kode diagnosis Carcinoma Mammae yang lengkap sebesar 0 (0%) dan kode diagnosis Carcinoma Mammae yang tidak lengkap sebesar 49 (100%). Berdasarkan 49 kode yang tidak lengkap dikarenakan petugas coding belum mencantumkan kode morphology. Ketidaklengkapan kode diagnosis Carcinoma Mammae disebabkan karena kesalahan coder tidak menerapkan prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10, tidak menerapkan prosedur pemberian kode penyakit yang ada, kartu indeks yang belum spesifik dan penggunaan buku bantu sehingga coder memberikan kode C50.9 untuk semua pasien Carcinoma Mammae. Hal ini dapat menyebabkan tindakan yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan tindakan yang seharusnya diterima oleh pasien sehingga dapat menimbulkan adanya malpraktik.

Kodefikasi diagnosis Carcinoma Mammae sebaiknya menerapkan prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10 sehingga kode yang didapatkan lebih tepat, lengkap dan akurat. Buku bantu atau buku pintar sebaiknya dilakukan revisi dalam pembuatannya dengan memperhatikan prosedur pemberian kode penyakit berdasarkan ICD-10 serta mencantumkan pengelompokkan klasifikasi penyakit yang lebih spesifik.

Kata kunci : Kelengkapan, Carcinoma Mammae, ICD-10 Kepustakaan : 13 (2000 – 201I)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan SK MenKes RI No. 377/MenKes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, salah satu kompetensi seorang perekam medis adalah klasifikasi dan kodifikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis.

Dalam menentukan kode diagnosis suatu penyakit, petugas koding mempunyai peranan penting dalam menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat, yang sesuai dengan klasifikasi International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Revisi ke 10 (ICD-10) tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan, khususnya Bab II tentang Neoplasm yang

▸ Baca selengkapnya: icd 10 kematian mudigah

(2)

berhubungan dengan diagnosis utama Carcinoma Mammae pada kode C50.9.

Carcinoma adalah kelompok penyakit, dimana sel tumbuh berkembang, berubah dan menduplikasi diri diluar kendali. Jadi carcinoma mammae merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (Chyntia, 2009).

Penulisan kode diagnosis carcinoma mammae yang tidak lengkap di RSUD Kabupaten Karanganyar masih ditemukan. Ketidaklengkapan itu disebabkan karena petugas koding belum menerapkan sepenuhnya aturan dan ketentuan pemberian kode diagnosis berdasarkan ICD-10. Dalam pemberian kode diagnosis carcinoma mammae petugas coding belum mencantumkan kode morphology yang menunjukkan sifat dari neoplasm. Hal ini menyebabkan kode diagnosis yang dihasilkan tidak lengkap. Pemberian kode pada diagnosis carcinoma mammae tanpa kode morphology maka tingkat keganasan carcinoma tidak bisa diketahui. Sehingga dapat menyebabkan tindakan yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan tindakan yang seharusnya diterima oleh pasien.

Kode yang lengkap untuk diagnosis neoplasm harus mencantumkan kode klasifikasi dan kode morphology. Kode klasifikasi merupakan kode yang menunjukkan lokasi neoplasm sedangkan kode morphology menunjukkan sifat dari neoplasm.

Kualitas data terkode merupakan hal penting bagi keputusan tenaga personal

manajemen informasi kesehatan dan para professional manajemen informasi kesehatan. Ketepatan data diagnosis sangat krusial dibidang manajemen data klinis dalam upaya meningkatkan keakuratan dan konsistensi data yang terkode (Gemala, 2011).

Tujuan penelitian adalah mengetahui kelengkapan kode klasifikasi dan kode morphology pada diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar Tahun 2011. Mengetahui tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011. Mengetahui kelengkapan kode klasifikasi dan kode morphology pada diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diagnosis Pada Dokumen Rekam

Medis

1. Definisi Diagnosis

Diagnosis adalah penentuan bentuk gangguan atau masalah yang merupakan hasil kesimpulan dan kumpulan tanda-tanda, gejala-gejala, riwayat sakit, bila perlu disertai pemeriksaan laboratorium dan rontgen sesuai standart medis yang berlaku (WHO, 2004).

2. Macam – Macam Diagnosis

Menurut Gemala (2011), macam-macam diagnosis meliputi:

(3)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

3

a. Diagnosis Utama

Diagnosis utama adalah kondisi atau diagnosis kesehatan yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya.

b. Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan.

c. Diagnosis Komorbiditas

Diagnosis komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan atau asuhan khusus setelah masuk dan selama dirawat. d. Diagnosis Komplikasi

Diagnosis komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul sebagai akibat yang diberikan kepada pasien.

B. Koding dan Indeksing

1. Tugas Pokok Koding dan Indeksing Tugas pokok koding dan indeksing meliputi:

a. Mencatat dan meneliti kode penyakit dari diagnosis yang ditulis

dokter, kode operasi dari tindakan medis yang ditulis dokter atau petugas kesehatan lainnya dan kode sebab kematian dari sebab kematian yang ditetapkan dokter.

b. Mencatat hasil pelayanan kedalam formulir indeks penyakit, indeks operasi atau tindakan medis, indeks sebab kematian dan indeks dokter sesuai dengan ketentuan mencatat indeks.

c. Menyimpan indeks tersebut sesuai dengan ketentuan menyimpan indeks.

d. Membuat laporan penyakit (morbiditas) dan laporan kematian (mortalitas) berdasarkan indeks penyakit, indeks operasi dan indeks sebab kematian (Shofari, 2002). 2. Fungsi Koding dan Indeksing

Fungsi koding dan indeksing meliputi: a. Pencatat dan peneliti kode penyakit

dari diagnosis yang ditulis dokter, kode operasi atau tindakan medis yang ditulis dokter atau petugas kesehata lainya, kode sebab kematian dari sebab kematian yang ditetapkan dokter.

b. Mencatat dan penyimpan indeks penyakit, operasi atau tindakan medis, sebab kematian dan indeks dokter.

c. Penyedia informasi nomor-nomor rekam medis yang memiliki jenis penyakit, operasi atau tindakan medis yang bersangkutan untuk berbagai keperluan misalnya audit

(4)

medik, audit kematian dan audit keperawatan.

d. Pembuat laporan penyakit dan laporan kematian berdasarkan indeks penyakit, operasi dan sebab kematian (Shofari, 2002).

C. Analisis Kelengkapan Kodefikasi

Analisis adalah penelaahan dan penguraian data hingga menghasilkan kesimpulan. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkara), penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya, pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya (Depdiknas, 2008).

Kelengkapan adalah ketelitian, kecermatan dan ketepatan. Kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu (untuk menjamin kerahasiaan berita pemerintah) kumpulan peraturan yang bersistem, kumpulan prinsip yang bersistem (Depdiknas, 2008).

Kode penyakit dapat

diidentifikasikan menjadi kode yang lengkap dan tidak lengkap. Kode lengkap adalah penetapan kode penyakit yang tepat, lengkap dan sesuai dengan ICD-10, sedangkan kode tidak lengkap adalah penetapan kode penyakit yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan ICD-10.

D. Carcinoma Mammae

1. Definisi Carcinoma Mammae

Carcinoma adalah kelompok penyakit, dimana sel tumbuh berkembang, berubah dan menduplikasi diri diluar kendali. Jadi

Carcinoma Mammae merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (Chyntia, 2009).

2. Tipe Penyakit Kanker Payudara

Menurut Chyntia (2009), tipe penyakit kanker payudara dikategorikan dalam 2 bagian yaitu:

a. Kanker Payudara Non Invasive Kanker yang terjadi pada kantung (tube) susu {penghubung antara alveolus (kelenjar yang memproduksi susu) dan puting payudara}. Dalam bahasa kedokteran disebut „ductal carcinoma in situ‟ (DCIS), yang mana kanker belum menyebar kebagian luar jaringan kantung susu.

b. Kanker Payudara Invasive

Kanker yang telah menyebar keluar bagian kantung susu dan menyerang jaringan sekitarnya, bahkan dapat menyebabkan penyebaran (metastase) ke bagian tubuh lainnya seperti kelenjar lympa dan lainnya melalui peredaran darah.

3. Jenis Kanker Payudara

Menurut Chyntia (2009), jenis kanker payudara yang umum terjadi meliputi:

a. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) Kata „in situ‟ merujuk pada kanker yang tidak menyebar dari area dimana kanker mulai muncul. Pada LCIS pertumbuhan jumlah sel jelas

(5)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

5

terlihat, berada didalam kelenjar susu (lobules).

b. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) Merupakan tipe kanker payudara non invasive yang paling umum terjadi. DCIS seringkali terdeteksi pada mammogram sebagai microclacifications (tumpukan kalsium dalam jumlah kecil). c. Infiltrating Lobular Carcinoma

(ILC)

Dikenal sebagai invasive lobular carcinoma. ILC mulai terjadi didalam kelenjar susu (lobules) payudara, tetapi sering menyebar (metastase) ke bagian tubuh yang lain.

d. Infiltrating Ductal Carcinoma (IDC)

Dikenal sebagai invasive ductal carcinoma. IDC terjadi didalam saluran susu payudara dan menjebol dinding saluran, menyerang jaringan lemak payudara dan kemungkinan juga terjadi di bagian tubuh yang lain.

4. Stadium Penyakit Kanker

Menurut Wilensky (2008), metode standar untuk menentukan stadium yang digunakan diseluruh dunia disebut sistem penentuan stadium TNM. Pada sistem TNM dinilai juga faktor utama „T‟ yaitu tumor size atau ukuran tumor, „N‟ yaitu node atau kelenjar getah bening regional (bintil-bintil aksila) dan „M‟ yaitu metastasis atau faktor penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M

dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA).

Stadium Penyakit Kanker meliputi: a. Stadium 0

Kanker – kanker yang bersifat tidak menyerang pada pipa saluran (lobula) atau penyakit paget pada puting.

b. Stadium I

1) Tumor tidak lebih besar dari 2 cm.

2) Bintil – bintil getah bening pada aksila tidak mengandung tumor.

3) Tidak ada bukti metastase. c. Stadium II

1) Tumor tidak lebih besar dari 2 cm namun bintil – bintil aksila (ketiak) mengandung tumor. 2) Tumor sudah mencapai antara

2 – 5 cm, bintil – bintil aksila mungkin atau tidak mungkin mengandung tumor.

3) Tumor lebih besar dari 5 cm, bintil asila tidak mengandung tumor.

4) Tidak ada bukti metastase. d. Stadium III

1) Tumor tidak lebih dari 5 cm, bintil – bintil.

2) Tumor lebih besar dari 5 cm, bintil – bintil aksila mengandung tumor.

3) Tumor dari setiap ukuran dengan perluasannya menuju

(6)

dinding dada dan atau kulit, ada status bintil – bintil. 4) Tumor dari setiap ukuran

(dengan atau tanpa perluasan), bintil – bintil payudara internal mengandung tumor.

5) Tidak ada bukti metastase. e. Stadium IV

1) Tumor dari setiap ukuran terdapat status bintil – bintil. 2) Adanya metastase.

5. Tanda-Tanda CarcinomaMammae Menurut Taufan (2010), tanda-tanda yang perlu diperhatikan pada carcinoma mammae adalah sebagai berikut:

a. Benjolan tidak terasa sakit dipayudara.

b. Merah yang terus menerus disekitar puting susu.

c. Puting susu berdarah atau mengeluarkan cairan yang tidak wajar.

d. Kulit payudara berubah menjadi: 1) Bengkak dan berkerut 2) Lekukan

3) Berkerut

e. Puting susu tertarik kedalam payudara.

E. Koding Berdasarkan ICD-10

1. Definisi ICD-10

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD) Revisi ke 10 adalah suatu klasifikasi penyakit yang disusun berdasarkan sistem pengkategorian penyakit yang penataannya sesuai

kriteria yang ditentukan oleh WHO (WHO, 2004).

2. Tujuan dan Kegunaan ICD-10

a. Memungkinkan untuk membuat catatan yang sistematik, analitik,

menterjemahkakn dan

membandingkan peristiwa penyakit dan kematian yang telah dikumpulkan diberbagai tempat dan negara pada saat yang berlainan. b. Dapat dipergunakan untuk

menterjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari kata menjadi kode atau sandi alfanumerik sehingga memudahkan untuk disimpan, dicari dan dianalisis.

c. Menjadi klasifikasi diagnosis standard internasional, untuk mencatat keperluan epidemiologi dan berbagai masalah upaya kesehatan (WHO, 2004).

3. Langkah Dasar Dalam Menentukan Kode ICD-10

Sembilan langkah dasar dalam menentukan kode:

a. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3 Alphabetical Index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI (Vol. I), gunakanlah ia sebagai “lead term” untuk dimanfaatkan sebagai paduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (Volume 3). Bila pernyataan adalah

(7)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

7

penyebab luar (external cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (Vol. 1), liat dan cari kodenya pada seksi II di Indeks (Vol. 3).

b. “Lead term” (kata kunci) untuk penyakit dan cedera biasanya merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun demikian, beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata sifat atau eponym (menggunakan nama penemu) yang tercantum di dalam indeks sebagai “lead term”.

c. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah yang akan dipilih pada Volume 3.

d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah lead term (kata dalam tanda kurung = modifier tidak akan mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada di bawah leadterm (dengan tanda( - ) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata diagnostik harus diperhitungkan). e. Ikuti secara hati-hati setiap rujukan

silang (cross references) dan perintah see dan see also yang terdapat dalam indeks.

f. Lihat daftar tabulasi (Volume I) untuk mencari nomor kode yang paling tepat. Lihat kode 3 karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada di dalam volume I dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks (Vol. 3). Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode tambahan (additional code) serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.

g. Ikuti pedoman Inclusion dan Exclusion pada kode yang dipilih atau bagian bawah suatu bab (chapter), blok, kategori, atau sub kategori.

h. Tentukan kode yang anda pilih. i. Lakukan analisis kuantitatif dan

kualitatif data diagnosis yang dikode untuk pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang diagnosis utama di berbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan (Gemala, 2011). 4. Kategori Penyakit Neoplasma

berdasarkan ICD-10

a. Kategori Penyakit Neoplasma Menurut Djoko Wiyono (2000), salah satu kategori penyakit

(8)

berdasarkan ICD-10 adalah Neoplasma. Kategori ini ada didalam Bab II pada kode C00 – D48. Dalam kategori penyakit Neoplasma terdiri dari beberapa bagian yaitu:

Malignant Neoplasm ( C00 – C97 ) In Situ Neoplasm ( D00 – D09 ) Benign Neoplasm ( D10 – D36 ) Neoplasm of uncertain or unknown behavior ( D37 – D48)

b. Kekhususan Bab Neoplasma 1) Daftar urut alphabetic disusun

berdasarkan sebutan istilah anatomi organ tubuh. Tersedia 5 lajur kode yang mungkin dipilih yaitu primer, sekunder, ganas, tidak ganas dsb dari Neoplasma terkait. Biasanya dari sebutan neoplasma bisa diketahui sifat neoplasmanya. Example: Malignant Melanoma of Skin

Bila sebutan tidak menolong untuk menentukan pilihan maka telusuri melalui indeks dimana ada panduan untuk setiap sifat morphologinya. Example: Mesonephroma – see Neoplasm, Malignant Bowen’s diseases – see Neoplasm Skin, In Situ

2) Tanda site dengan tanda baca # (ump. Face NEC #) harus diklasifikasi ke:

a) Neoplasm malignant kulit site terkait apabila sel

Neoplasmanya adalah squameouscellcarcinoma

atau Epidermoid

carcinoma.

b) Benign neoplasm dari site terkait apabila jenis neoplasmanya adalah papiloma.

3) Carcinoma dan

Adenocarcinoma tipe apapun kecuali Intraosseus atau Odontogenic dengan site bertanda ^ (ump. Ischium ^ ) harus dijelaskan atau tidak dirinci) dan diberi kode C79.5 (WHO, 2004).

Dibawah ini tabel hubungan antara kode diagnosis dengan sifat neoplasma:

Tabel 1. ICD-O Behaviour Code and Correspondency Section of Chapter II ICD-10

Behaviour Code Term Chapter II Categories /0 /1 /2 /3 /6 Benign Neoplasm Neoplasm of uncertain and unknown behaviour In Situ Neoplasm D10 – D36 D37 – D48 D00 – D09 C00 – C76 C80 –

(9)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

9

Malignant neoplasm, stated or presumed to be primary Malignant neoplasm, stated or presumed to be secondary C97 C77 – C79

5. Malignant Neoplasm of Breast

Malignant Neoplasm of Breast terdapat pada kode C50 yang dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:

C50.0 Nipple and aerola

C50.1 Central Portion of Breast C50.2 Upper – Inner quadrant of breast C50.3 Lower – Inner quadrant of Breast C50.4 Upper – Outer quadrant of Breast

C50.5 Lower – Outer quadrant of Breast

C50.6 Axillary tail of Breast C50.8 Overlapping lesion of Breast C50.9 Breast, unspecified (WHO, 2004).

6. Kode Morphology

Satu area yang memerlukan informasi spesifik yang detail mengenai keefektifan dan hasil pengobatan adalah onkologi, yaitu ilmu tentang tumor atau neoplasm. Tujuan dan fungsi kode morphology yaitu memberikan sistem

klasifikasi untuk lapangan onkologi yang berisi cukup detail untuk mengkode topografi, histology (morphology), dan sifat-sifat neoplasm (Skurka, 2003).

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif yang menggambarkan tentang kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Tabel 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

(10)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien dengan diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011 sebanyak 49 dokumen.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011 sebanyak 49 dokumen dengan menggunakan teknik sampling jenuh.

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a.

Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan yang sudah tersusun dan terencana yang akan diajukan kepada petugas coding untuk mengetahui tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10.

b.

Pedoman Observasi

Pedoman observasi berupa daftar pengamatan yang dibutuhkan dalam analisis data kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 yang dikerjakan petugas coding.

Variabel Definisi Operasional

Kelengkapan Kode Diagnosis Carcinoma Mammae

Pemberian kode diagnosis Carcinoma Mammae yang tertulis dalam kolom kode diagnosis pada dokumen rekam medis secara tepat dan lengkap yang terdiri dari kode klasifikasi dan kode morphology.

a. Kode Lengkap Pemberian kode diagnosis Carcinoma Mammae yang sesuai dengan ketentuan atau aturan ICD-10 secara tepat dan lengkap dengan

mencantumkan kode klasifikasi serta kode morphology.

b. Kode Tidak Lengkap Pemberian kode diagnosis Carcinoma Mammae yang tidak sesuai dengan ketentuan atau aturan ICD-10 yang tidak tepat dan lengkap dengan

mencantumkan kode klasifikasi tanpa kode morphology atau mencantumkan kode morphology tanpa kode klasifikasi.

(11)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

11

2. Cara Pengumpulan Data a. Wawancara

Cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada petugas koding bagaimana tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

b. Observasi

Cara pengumpulan data dengan mengamati secara langsung kode yang dihasilkan dari tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data a. Pengumpulan (Collecting)

Mengumpulkan data yang berupa kode diagnosis carcinoma mammae yang tertulis lembar RM 1 dalam dokumen rekam medis pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Karanganyar.

b. Edit (Editing)

Setelah data dikumpulkan kemudian data tersebut dikoreksi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae. c. Klasifikasi (Classification)

Setelah melalui proses editing maka data dikelompokkan menjadi dua yaitu kode diagnosis carcinoma mammae lengkap dan kode

diagnosis carcinoma mammae tidak lengkap beserta jumlahnya.

d. Memaparkan (Narasi)

Memaparkan hasil penelitian dalam bentuk kalimat, yaitu kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011.

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis diskriptif yaitu dengan cara mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan dan diolah menjadi kelengkapan dan ketidaklengkapan kode diagnosis carcinoma mammae hasil dari proses kodefikasi ICD-10.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Petugas koding di RSUD Kabupaten Karanganyar terdiri dari 2 petugas koding. Petugas yang pertama bernama Ade Novalia Susanti, Amd. PK. beliau adalah seorang alumni D3 Rekam Medis FKM Universitas Indonesia, beliau bekerja sebagai staff rekam medis bagian koding di RSUD Kabupaten Karanganyar sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang.

(12)

Petugas koding yang kedua bernama Bapak Sutarno beliau alumni dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang telah mengikuti pelatihan rekam medis dan ICD-10 berbasis komputer, beliau bekerja sebagai kepala instalansi rekam medis dan merangkap sebagai petugas koding di RSUD Kabupaten Karanganyar sejak tahun 1988 sampai dengan sekarang.

Di RSUD Kabupaten Karanganyar, diagnosis utama carcinoma mammae ditulis pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) dan resume keluar (RM 44) oleh dokter yang merawat pasien. Diagnosis carcinoma mammae ini didapatkan dari penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan penunjang. Kemudian diagnosis utama carcinoma mammae dikodefikasi menggunakan ICD-10 dan kode yang dihasilkan ditulis pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) yang dilaksanakan oleh petugas koding.

Tata cara pemberian kode yang dilakukan oleh petugas coding di RSUD Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

a. Menerima dokumen rekam medis yang sudah lengkap dari petugas assembling.

b. Melakukan kodefikasi diagnosis carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 dengan langkah-langkah berikut :

1) Menentukan bagian dari istilah diagnosis yang dijadikan kata kunci (lead term) untuk digunakan sebagai panduan dan menelusurinya di Alphabetical Index.

2) Memilih Alphabetical Index to Diseases and Nature of Injury. 3) Kemudian tentukan huruf awal

dari lead term yang akan dicari dari diagnosis carcinoma mammae.

4) Menentukan pilihan nomor kode istilah diagnosis carcinoma mammae.

5) Mencocokkan nomor kode dengan yang ada di volume 1 ICD-10 dengan memperhatikan semua perintah, keterangan, includes, excludes, use additional code dan lain-lain yang menyertainya.

6) Menentukan nomor kode terpilih.

c. Kode yang telah ditemukan ditulis pada kolom yang telah tersedia pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1).

d. Menyerahkan dokumen rekam medis ke bagian filing.

2. Kelengkapan Kode Klasifikasi dan Kode Morphology pada Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Kode diagnosis carcinoma mammae dapat diidentifikasikan

(13)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

13

menjadi kode yang lengkap dan tidak lengkap. Di RSUD Kabupaten Karanganyar diagnosis carcinoma mammae dikode dengan C50.9 untuk semua pasien tanpa melihat beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu seperti spesifikasi bagian yang terkena kanker, tumor size dan metastase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode diagnosis carcinoma mammae yang lengkap sebanyak 0 kode. Hal ini menunjukkan bahwa kode yang dihasilkan tidak lengkap semua. Dari semua kode yang tidak lengkap dikarenakan pemberian kode diagnosis carcinoma mammae belum mencantumkan kode morphology yang merupakan kode sistem klasifikasi untuk lapangan oncologi yang berisi cukup detail untuk mengkode topografi, histology (morphology), dan sifat-sifat neoplasm.

Kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar dari 49 kode yang diteliti pada dokumen rekam medis rawat inap (Lampiran 18) didapatkan persentase kode diagnosis carcinoma mammae yang lengkap dan tidak lengkap terdapat pada tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Analisis Kelengkapan Kode Diagnosis Carcinoma Mammae

N o

Kelengka

pan Kode Jumlah

Persen tase Ket. 1 Kode Lengkap 0 0% - 2 Kode Tidak Lengkap 49 100% Tidak menca ntunka n kode morph ology Jumlah 49 100%

Sumber Data : Data Sekunder RSUD Kabupaten Karanganyar Tahun 2011

Berdasarkan tabel 3 dapat dianalisa hasil kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

a. Persentase Kode Diagnosis Carcinoma Mammae yang Lengkap Dari hasil penelitian kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011 terdapat 0 kode (0%) diagnosis carcinoma mammae yang lengkap atau sesuai dengan aturan kodefikasi ICD-10 pada formulir

(14)

ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1).

b. Persentase Kode Diagnosis Carcinoma Mammae yang Tidak Lengkap

Dari hasil penelitian kelengkapan kode diagnosis carcinoma mammae pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011 terdapat 49 kode (100%) diagnosis carcinoma mammae yang tidak lengkap atau tidak sesuai dengan aturan kodefikasi ICD-10 pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding, ketidaklengkapan kode carcinoma mammae di sebabkan karena petugas belum menerapkan prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10 karena masih mengikuti tata cara pemberian kode petugas coding yang senior, belum adanya sosialisasi tentang prosedur pemberian kode penyakit, kartu indeks penyakit yang belum spesifik dan buku bantu yang belum pernah direvisi.

B. Pembahasan

1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae di RSUD

Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan petunjuk penggunaan ICD-10. Petugas koding sudah memperhatikan tunjuk silang (cross references) dan lihat ”see” dan ”see also” yang terdapat dalam indeks, selain itu juga sudah mengikuti inclusion dan exclusion term dibawah kode atau dibawah chapter untuk mendapatkan kode yang sesuai dengan diagnosis utama pasien rawat inap carcinoma mammae.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding, petugas coding di RSUD Kabupaten Karanganyar mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pemberian kode diagnosis carcinoma mammae, pemberian kode yang lengkap untuk diagnosis carcinoma mammae selain kode klasifikasi penyakit juga mencantumkan kode morphology yang menunjukkan sifat tumor.

Petugas coding juga sependapat bahwa kode yang lengkap untuk diagnosis carcinoma mammae selain mencantumkan kode klasifikasi penyakit juga perlu mencantumkakn kode morphology sebagai pelengkap dan penjelasan dari sifat atau perangai tumor. Akan tetapi dalam pelaksanaan pemberian kode untuk diagnosis carcinoma mammae petugas coding tidak mencantumkan kode morphologynya.

Upaya dalam melakukan kodefikasi diagnosis carcinoma mammae, petugas coding harus memperhatikan standar

(15)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

15

prosedur pemberian kode penyakit yang ada di RSUD Karanganyar nomor 021.05.S5P1 pada point 5 yang berbunyi penulisan kode (coding) nomor harus jelas di dalam kotak yang telah tersedia pada lembar rekam medis (RM 1), termasuk memperhatikan dua klasifikasi, morphology of neoplasm dan external cause of injury and poisoning. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya kesalahan kodefikasi pada diagnosis carcinoma mammae.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding, pemberian kode diagnosis carcinoma mammae belum sesuai dengan standar prosedur pemberian kode penyakit yang ada di RSUD Kabupaten Karanganyar. Ketidaksesuaian ini dikarenakan belum adanya sosialisasi standar prosedur pemberian kode penyakit. Dengan tidak disosialisasikannya standar prosedur pemberian kode yang ada menyebabkan petugas coding masih mengikuti pemberian kode yang diberikan oleh petugas coding yang lebih senior sehingga kode yang dihasilkan kurang lengkap.

Untuk mendapatkan kode diagnosis utama carcinoma mammae yang lengkap, ada petunjuk sederhana dalam menentukan kode yaitu:

a. Siapkan buku ICD-10 volume 1, 2 dan 3.

b. Identifikasi formulir pada ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1)

dan formulir pendukung lainnya pada dokumen rekam medis dengan melihat informasi penunjang pada lembar pemeriksaan laboratorium untuk mendukung kode diagnosis dan resume keluar.

c. Memilih diagnosis utama yang tepat (apabila diagnosis pada RM 1 dan resume keluar berbeda, maka petugas coding menanyakan diagnosis utama yang tepat kepada dokter yang merawat).

d. Bukalah buku ICD-10 volume 3 pada Alphabetical Index.

e. Carilah diagnosis Neoplasma sebagai lead term.

f. Kemudian memilih neoplasm pada breast untuk melihat kode tersebut. g. Lihat kode pada baris kolom tumor

malignantprimary.

h. Jika ada, baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung sesudah lead term kemudian ikuti setiap catatan yang ada di bawah lead term dan setiap tunjuk silang (cross references) dan lihat “see” dan “see also” yang terdapat dalam indeks.

i. Pilihlah kode yang tepat untuk kesesuaian nomor kode yang dipilih.

j. Cocokkan kode yang dipilih dengan ICD-10 Volume 1.

k. Ikuti inclusion dan exclusion term dibawah kode atau dibawah chapter.

(16)

2. Kelengkapan Kode Klasifikasi dan Kode Morphology pada Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan ICD-10 di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Dari hasil penelitian pada dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2011 dapat diketahui bahwa persentase kode diagnosis carcinoma mammae yang lengkap adalah sebanyak 0 kode (0%) dan kode diagnosis carcinoma mammae yang tidak lengkap sebanyak 49 kode (100%). Angka ini menunjukkan bahwa kode yang dihasilkan tidak lengkap semua.

Ketidaklengkapan pemberian semua kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar disebabkan karena kesalahan petugas coding tidak menerapkan prosedur pemberian kode carcinoma mammae berdasarkan ICD-10 dan masih mengikuti prosedur pemberian kode penyakit dari petugas coding yang terdahulu atau seniornya tanpa memperhatikan standar prosedur pemberian kode penyakit yang ada di

RSUD Karanganyar nomor

021.05.S5P1 pada point 5 yang berbunyi penulisan kode (coding) nomor harus jelas di dalam kotak yang telah tersedia pada lembar rekam medis (RM 1), termasuk memperhatikan dua klasifikasi, morphology of neoplasm

dan external cause of injury and poisoning, sehingga coder memberikan kode C50.9 untuk semua pasien carcinoma mammae dan tidak memberikan kode morphology pada setiap diagnosis carcinoma mammae. Hal ini disebabkan karena belum adanya sosialisasi pemberlakuan standar prosedur pemberian kode yang ada di RSUD Kabupaten Karanganyar. Ketidaklengkapan pemberian kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar juga disebabkan karena adanya kartu indeks penyakit yang belum spesifik untuk indeks penyakit dengan diagnosis carcinoma mammae. Klasifikasi diagnosis carcinoma mammae tidak hanya C50.9 saja. Akan tetapi diklasifikasikan menjadi C50.1, C50.2, C50.3, C50.4, C50.5, C50.6, C50.8 dan C50.9. Indeks penyakit yang ada hanya C50.9. Hal ini menyebabkan petugas coding terpacu untuk memberikan kode diagnosis carcinoma mammae hanya dengan kode C50.9 saja tanpa memperhatikan informasi penunjang yang ada pada dokumen rekam medis.

Petugas coding dalam

mempermudah pemberian kode diagnosis carcinoma mammae juga menggunakan buku bantu atau buku pintar yang berisi jenis diagnosis yang sering muncul pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) beserta kodenya berdasarkan ICD-10 yang disusun secara alphabetic.

(17)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

17

Penggunaan buku bantu atau buku pintar juga dapat menyebabkan kesalahan pada kode diagnosis carcinoma mammae karena tidak melihat informasi penunjang yang ada pada dokumen rekam medis. Untuk mendapatkan kode yang lebih lengkap, dalam kodefikasi diagnosis carcinoma mammae, petugas coding sebaiknya menerapkan tata cara kodefikasi diagnosis carcinoma mammae yang benar berdasarkan ICD-10.

Kode morphology pada kode diagnosis carcinoma mammae menunjukkan tingkat keganasan suatu diagnosis carcinoma mammae. Tingkat keganasan carcinoma mammae akan mempengaruhi tindakan yang akan diberikan kepada pasien. Sebagai contoh pasien carcinoma mammae stadium IV sudah membutuhkan tindakan kemoterapi, akan tetapi pasien hanya diberi tindakan operasi. Hal ini sudah menunjukkan adanya malpraktik. Selain itu, juga akan berpengaruh pada aspek finansial, karena setiap tindakan mempunyai tarif pelayanan yang berbeda.

Dalam upaya mencegah hal-hal diatas timbul sebagai masalah, maka dalam pemberian kode diagnosis carcinoma mammae perlu mencantumkan kode morphology.

Pemberian kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar tidak mencantumkan kode morphology

disebabkan karena tidak adanya lembar pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada dokumen rekam medis pasien. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kode yang dihasilkan petugas coding. Hasil pemeriksaan patologi anatomi merupakan salah satu dokumen yang digunakan dokter untuk menegakkan suatu diagnosis penyakit. Selain itu petugas coding juga dapat mengetahui diagnosis penyakit yang lebih jelas dan spesifik sebagai pedoman untuk menentukan kode penyakit.

Pada diagosis carcinoma mammae lembar pemeriksaan patologi anatomi dapat digunakan untuk melihat klasifikasi atau bagian yang lebih spesifik yang terkena kanker. Selain itu pada lembar pemeriksaan patologi anatomi juga dapat diketahui tingkat keganasan dari carcinomamammae.

Lembar pemeriksaan patologi anatomi sebaiknya dilampirkan atau digabungkan menjadi satu dengan dokumen rekam medis pasien dengan tujuan agar diagnosis penyakit pasien bisa dilihat dengan jelas dan lebih spesifik. Adanya diagnosis yang jelas dan lebih spesifik akan menghasilkan kode yang yang lebih spesifik, lengkap, tepat dan akurat.

(18)

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian kode diagnosis carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar semua belum lengkap pada kode morphology sedangkan untuk kode klasifikasi sudah lengkap semua. 2. Ketidaklengkapan kode diagnosis

carcinoma mammae di RSUD Kabupaten Karanganyar disebabkan oleh:

a. Petugas coding belum menerapkan prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10.

b. Belum adanya sosialisasi tentang prosedur pemberian kode penyakit.

c. Belum adanya klasifikasi pengisian kartu indeks penyakit yang spesifik untuk diagnosis carcinoma mammae yaitu C50.1, C50.2, C50.3, C50.4, C50.5, C50.6, C50.8 dan C50.9.

d. Buku bantu atau buku pintar yang belum pernah direvisi. e. Belum adanya lembar

pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada dokumen rekam medis.

B. Saran

1. Dalam melakukan kodefikasi diagnosis carcinoma mammae, petugas coding sebaiknya menerapkan prosedur pemberian

kode berdasarkan ICD-10 sehingga kode yang didapatkan lebih tepat, lengkap dan akurat.

2. Sebaiknya diadakan sosialisasi tentang prosedur pemberian kode penyakit yang ada di RSUD Kabupaten Karanganyar bagi petugas coding.

3. Sebaiknya pengisian kartu indeks penyakit dibuat lebih spesifik untuk mengetahui klasifikasi penyakit carcinoma mammae yang dikelompokkan kedalam C50.1, C50.2, C50.3, C50.4, C50.5, C50.6, C50.8 dan C50.9 dengan menambahkan digit ke empat pada kolom 6 pada kartu indeks penyakit (Lampiran 8).

4. Buku bantu atau buku pintar sebaiknya dilakukan revisi dalam

pembuatannya dengan

memperhatikan prosedur pemberian kode penyakit berdasarkan ICD-10 serta dalam penulisannya mencantumkan pengelompokkan klasifikasi penyakit yang lebih spesifik (Lampiran 20).

5. Sebaiknya lembar pemeriksaan patologi anatomi (PA) dilampirkan pada dokumen rekam medis pasien untuk mempermudah petugas coding menentukan kode diagnosis.

(19)

Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi...(Lies Maesaroh, Dkk)

19

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 21-27

Chyntia E. 2009. Akhirnya Aku Sembuh Dari Kanker Payudara. Maximus. Yogyakarta. Hal: 18-32

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kasim F. dan Erkadius. 2011. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas yang Digunakan di Indonesia dalam Buku Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hal: 139-141

Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 27

Nugroho T. 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta. Hal: 121

Shofari B. 2002. Pengelolaan Sistem Rekam Medis Buku_02. PORMIKI. Semarang. Hal: 6-7 (Tidak Dipublikasikan)

SK Menkes RI No.

377/MenKes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Jakarta.

Skurka M. A. 2003. Health Information Management. AHA Press.Chicago. Hal: 149

Wilensky J. L. 2008. Kanker Payudara Diagnosis dan Solusinya. Prestasi Pustakaraya. Jakarta. Hal: 21-29

World Health Organization. 2004. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD), 10th . Volume 1, WHO. Geneva.

. 2004. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD), 10th . Volume 2, WHO. Geneva.

________________________. 2004. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD), 10th . Volume 3, WHO. Geneva.

Gambar

Tabel 1. ICD-O Behaviour Code and
Tabel 3. Analisis Kelengkapan Kode  Diagnosis Carcinoma Mammae

Referensi

Dokumen terkait

Disampaikan kepada masyarakat luas Kelurahan Kudaile Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal melalui Pejabat Pengadaan telah melakukan proses Pengadaan Langsung pekerjaan Konsultansi

[r]

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka.. mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan

[r]

Dengan berbagai kegiatan yang terjadi di sekitar dan dalam wilayah Danau Toba, maka perairan danau akan menerima suatu dampak lingkungan yang mempengaruhi

Pada pasien yang tidak merokok dan mempunyai radiograf dada yang normal serta tidak mengambil sebarang obat ACE inhibitor, batuk tipe kronik yang dialaminya mungkin disebabkan

Dalam proses pembuatan karya Nur Awaludin yang menggunakan dinding sebagai media karyanya terlebih dahulu ia membersihkan dinding seperti memberikan cat dasar ataupun

Hasil ini juga menunjukkan bahwa koefisien bioakumulasi (KB) pada metode EAPR lebih besar dibandingkan dengan proses fitoremediasi, sehingga di simpulkan bahwa arus