• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. BAB II RPJMD KUBAR 2011-2016 (NEW)-REVISI-3-NOV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "4. BAB II RPJMD KUBAR 2011-2016 (NEW)-REVISI-3-NOV"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. KONDISI GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI 2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah

Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar. Luas Kabupaten Kutai Barat sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur. Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113048’49’’ sampai dengan 116032’43’’ Bujur Timur serta diantara 1031’05’’ Lintang Utara dan 1009’33’’ Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Malinau dan Negara Sarawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah serta Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu di wilayah utara, Kutai Barat juga berbatasan dengan Kabupaten Paser. Perbasatan Kutai Barat dengan Kabupaten paser dan Malinau dapat dikembangkan untuk pengembangan aktivitas ekonomi seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perdagangan, mengingat potensi dan akses Kutai Barat ke kedua daerah tersebut yang cukup besar di masa mendatang. Pengembangan kawasan perbatasan Kutai Barat dengan Kabupaten Paser dan Malinau sangat penting dan potensial untuk dilakukan melalui kerjasama antar pemerintah daerah dan pelaku usaha.

(2)

datar hanya sebesar 10,35% atau 327.400,84 hektar dan terletak di bagian Tenggara Kabupaten Kutai Barat.

Gambar 2.1.

Peta Wilayah Kabupaten Kutai Barat

Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Terdapat 4 gunung di 4 kecamatan Kutai Barat dengan ketinggian 694 meter (Gunung Ketam, di Muara Pahu), 668 meter (Gunung Betring, di Kecamatan Barong Tongkok), 303 meter (Gunung Kedang Pahu, di Kecamatan Damai), serta 67 meter (Gunung Binting, di Kecamatan Melak). Selain pegunungan, Kutai Barat juga memiliki sungai-sungai besar sebanyak 6 sungai-sungai dengan panjang puluhan kilometer. Sungai yang terpendek adalah Sungai Alau sepanjang 32 km dan sungai terpanjang adalah Sungai Ninjah sepanjang 72 km.

(3)

di daerah aliran sungai, kemudian 64 kampung/kelurahan atau 26,89% kampung berlokasi di dataran, dan sisanya 16 kampung/kelurahan atau 6,72% kampung berlokasi di lereng pegunungan atau bukit. Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak). Besar-kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng.

Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan dengan jumlah kampung terbanyak yang berada di dataran yaitu 17 kampung dari 21 kampung, sedangkan Kecamatan Siluq Ngurai merupakan kecamatan dengan jumlah kampung terbanyak yang berlokasi di lembah/DAS yaitu 16 kampung. Beberapa kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di lembah/DAS adalah Penyinggahan, Muara Pahu, Siluq Ngurai, Long Hubung, Lahan, Long Bagun, Long Pahangai, dan Long Apari. Sementara itu kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di dataran semua adalah Sekolaq Darat. Dari aspek ketinggian di atas permukaan laut, terdapat 13 kampung (5,46%) yang memiliki ketinggian di atas 500m, 42 kampung (17,65%) antara 100-500m, 132 kampung (55,46%) antara 25-100, dan sisanya 51 kampung (21,43%) berada antara 0-25m. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah untuk jenis komoditi yang diusahakan masyarakat. Di samping itu kondisi geografi dan topografi juga membuat Kutai Barat memiliki keterbatasan dalam pengembangan perkotaan, akibat kondisi kemiringan lereng. Hampir setengah dari jumlah kampung/kelurahan tersebut atau tepatnya 109 kampung berlokasi di dalam dan di tepi hutan dan 129 (54,2%) lainnya terletak di luar kawasan hutan.

(4)

bulan Agustus sampai bulan Maret, sedangkan pada musim timur hujan relatif kurang, hal ini terjadi pada sekitar bulan April sampai bulan September.

Gambar 2.2.

Grafik Rata-rata Curah Hujan per Tahun 2005-2009

0 100 200 300 400 500 600 700

Rata-rata Curah Hujan/Tahun

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah

Kabupaten Kutai Barat memiliki potensi dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, kehutanan, pertambangan, dan sektor pariwisata. Di bidang pertanian, subsektor yang memiliki potensi besar adalah tanaman padi dan palawija. Untuk tanaman palawija terutama adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Luas panen tanaman padi baik pada sawah maupun padi ladang sepanjang tahun 2009 mencapai 10.152 ha, terdiri dari 1.017 ha padi sawah dan 10.152 ha padi ladang. Sedangkan untuk produksi padi di Kabupaten Kutai Barat, tercatat produksi padi sawah sebesar 3.953 ton dan produksi padi ladang mencapai 29.065 ton, atau total produksi padi pada tahun 2009 mencapai 33.018 ton. Kecamatan yang memiliki potensi paling tinggi di bidang tanaman padi adalah Kecamatan Damai, dengan luas panen sebesar 1.472 ha dan untuk produksi tanaman padi-nya mampu mencapai 4.351 ton atau sekitar 13,18% dari total produksi tanaman padi di Kabupaten Kutai Barat.

Tabel 2.1.

Potensi Tanaman Palawija

Jenis Tanaman Produksi Hasil Per Ha.

2008 2009 2008 2009

Padi 32,764 33,018 26.70 29.56

Jagung 508 580 20.99 21.88

Ubi Kayu 13,048 22,012 140.00 220.00

(5)

Jenis Tanaman Produksi Hasil Per Ha.

2008 2009 2008 2009

Kedelai 20 14 11.76 11.50 Kacang Hijau 66 83 11.19 11.19 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Untuk jenis tanaman palawija, tanaman yang dikembangkan di Kabupaten Kutai Barat antara lain jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Tanaman palawija yang memiliki luas panen terbesar di Kabupaten Kutai Barat adalah tanaman ubi kayu yaitu dengan luas panen mencapai 1.002 ha dan produksi sebesar 22.012 ton. Dilihat dari hasil per hektar maka tanaman ubi kayu masih menempati posisi pertama yaitu dengan hasil per hektar sebesar 220,00 kw kemudian diikuti dengan tanaman ubi jalar dengan 90 kw.

Dari tanaman padi dan palawija di atas, hanya tanaman kacang tanah dan kedelai yang menunjukkan penurunan jumlah produksi dari 2008 ke 2009, sedangkan tanaman ubi kayu menunjukkan kenaikan yang sangat tinggi yaitu 68,70%. Kenaikan produksi per hektar dari tanaman ubi kayu tergolong sangat besar yaitu 57,14%. Kutai Barat merupakan pemasok ubi kayu terbesar di Kalimantan Timur setelah Kutai Kartanegara yaitu sebesar 17,51%. Sementara itu tanaman padi menunjukkan kenaikan yang relatif kecil yaitu 0,78%.

Lahan Perkebunan di Kabupaten Kutai Barat kebanyakan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman karet. Dari 40.935,15 ha luas perkebunan, 34.209,10 ha di antaranya atau sekitar 83,57% dari total luas areal tanaman perkebunan merupakan perkebunan karet. Hal ini membuat karet menjadi jenis tanaman perkebunan yang paling diandalkan di Kabupaten Kutai Barat. Produksi karet sendiri pada tahun 2009 sebesar 31.730,87 ton.

Tabel 2.2.A.

Potensi Tanaman Perkebunan

Jenis Tanaman Luas (ha) Produksi (ton)

Karet 34,209.10 31,730.87

Kelapa 1,280.00 18.01

Kelapa Sawit 750.00 43.24 Lain-lain 4,696.05 376.99

Jumlah 40,935.15 32,169.11

(6)

Kecamatan yang memiliki luas areal tanaman karet paling luas di Kabupaten Kutai Barat adalah Kecamatan Barong Tongkok dengan luas areal mencapai 7.728 ha dengan total produksi mencapai 7.429 ton. Selain itu, Kecamatan Manor Bulatn dan Sekolaq Darat juga merupakan dua kecamatan yang memiliki areal tanaman karet cukup luas, masing-masing 5.323 ha dan 4.721 ha. Namun, dari sisi produksinya, Kecamatan Linggang Bigung dengan luas 2.883 justru memiliki produksi yang lebih banyak, yaitu 4.574,43 ton dibandingkan dengan dua kecamatan sebelumnya. Kecamatan Sekolaq Darat menempati urutan ketiga dari jumlah produksi yaitu 3.388 ton, sedangkan Kecamatan Manor Bulatn dengan aeal yang lebih luas hanya memiliki produksi 1.955,5 ton.

Secara umum, peta potensi wilayah Kutai Barat di pertanian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2.B.

Potensi Wilayah di Bidang Pertanian

NO. JENIS KOMODITI SENTRA PRODUKSI

Tanaman Pangan

1. Padi Damai, Nyuatan, Bongan, Long Bagun, Barong Tongkok 2. Jagung Siluq Ngurai, Damai, Tering, Long Hubung, Barong Tongkok 3. Kedelai Bongan, Barong Tongkok,Long Iram,Laham,Long Hubung 4. Kacang Tanah Siluq Ngurai,Bongan,Barong Tongkok,LongIram,Damai 5. Ubi Kayu Damai,Nyuatan,Bongan,Siluq Ngurai,Jempang 6. Ubi Jalar Siluq Ngurai,Bongan,Damai,Nyuatan,Barong Tongkok

Tanaman Buah-buahan

1. Buah Naga Sekolaq Darat

4. Durian Barong Tongkok, Long Iram, Linggang Bigung, Nyuatan 5. Pisang Muara Pahu, Penyinggahan, Bongan

6. Langsat Manor Bulatn, Barong Tongkok

7. Jeruk Tering

8. Nanas Jempang,Damai, Barong Tongkok 9. Nangka/Cempedak Barong Tongkok, Linggang Bigung

Tanaman Hias

1. Anggrek Hitam Sekolaq Darat Tanaman Perkebunan

1. Kelapa Barong Tongkok, Bongan, Jempang, Melak, Penyinggahan, Long Iram 2. Kopi Barong Tongkok, Damai, Linggang Bigung

(7)

Sumber: Dinas Buntanakan Kutai Barat 2010

Potensi di bidang peternakan menunjukkan bahwa Kutai Barat memiliki keunggulan di bidang produksi daging. Pada tahun 2009 total produksi daging mencapai 260.936 kg yang berasal dari daging sapi, kerbau, kambing, dan babi. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 2,25% dibanding tahun 2008 yang mencapai 255.198 kg. Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Dari total produksi daging tahun 2009 tersebut, daging babi memiliki kontribusi sebesar 65,71% atau sebesar 171.462 kg. Hal ini tidak lepas dari populasi babi yang mencapai 32.336 ekor. Sementara itu urutan kedua adalah daging sapi yang mencapai 31,21% atau sebesar 81.439 kg dari 7.176 ekor sapi. Untuk daging dari unggas pada tahun 2009 mencapai 398.348 kg yang sebagian besar didominasi oleh ayam potong, yaitu 79,57% atau 316.972 kg.

Tabel 2.4.

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

4. Aren Muara Lawa, Damai, Manor Bulatn

(8)

Kutai Barat juga memiliki potensi di bidang sektor perikanan, khususnya dari perairan umum. Hal ini tidak lepas dari kondisi geografis Kutai Barat yang sebagian wilayahnya terdiri dari sungai. Total produksi ikna tahun 2009 mencapai 1.391,2 ton dengan nilai lebih dari 26 milyar rupiah.

Gambar 2.3.

Grafik Potensi Produksi Perikanan

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Jenis ikan perairan umum memiliki produksi dan nilai terbesar, yaitu 903,7 ton dengan nilai 15,237 milyar. Jumlah ini merupakan sekitar 65% dari total produksi ikan. Produksi dan nilai ikan terkecil adalah ikan dari jenis kolam yang hanya mecapai 88,9 ton dengan nilai sekitar 2 milyar. Dengan demikian, Kutai Barat memiliki potensi besar di bidang perikanan khususnya perairan umum.

Dalam bidang kehutanan, Kutai Barat memiliki potensi dalam produksi kayu bundar. Produksi kayu bundar pada tahun 2009 mencapai 464.209,42 m3. Jenis kayu bundar yang dominan adalah meranti, kapur, kruing, dan bengkirai dengan jumlah produksi masing-masing adalah 282.040,08m3, 33.980,97m3, 33.885,49m3, dan 23.215,91m3. Jumlah produksi tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 70,43% dibanding tahun 2008 yang besarnya 272.377,08m3. Jumlah perusahaan kayu di Kutai Barat mencapai 26 dan menyebar cukup merata di beberapa kecamatan. Kecamatan Long Bagun memiliki jumlah terbanyak, yaitu 5 perusahaan. Dengan demikian, Kutai Barat memiliki potensi wilayah yang besar di bidang kehutanan, khususnya kayu

88.9

2,227,500

398.6

8,725,000

903.7

15,237,500

Produksi ikan (ton ) dan Nilai (Ribuan Rp)

(9)

Potensi lain Kutai Barat adalah potensi di bidang sumberdaya alam yang meliputi pertambangan dan pariwisata. Dalam hal pertambangan, Kutai Barat memiliki potensi di bidang pertambangan emas, perak, dan batu bara. Di bidang pariwisata, Kutai Barat memiliki potensi baik wisata alam maupun wisata budaya. Total jumlah obyek wisata di Kutai Barat mencapai 117, suatu jumlah yang sangat banyak untuk jumlah obyek wisata dalam satu daerah. Jumlah obyek wisata tersebut tersebar di seluruh kecamatan. Dari 117 obyek wisata tersebut, sebanyak 46 merupakan obyek wisata budaya dan 71 merupakan obyek wisata alam.

Tabel 2.5.

Jumlah Potensi Obyek Wisata per Kecamatan

Kecamatan Wisata Budaya Wisata Alam Jumlah

Long Apari 3 1 4

Long Pahangai 2 9 11

Long Bagun 1 9 10

Long Hubung 2 2 4

Long Iram - 4 4

Linggang Bigung 3 7 10

Barong Tongkok 3 3 6

Melak 1 5 6

Sekolaq Darat 1 3 4

Manor Bulatn 4 1 5

Tering 2 1 3

Damai 2 1 3

Nyuatan 2 5 7

Muara Lawa 1 7 8

Siluq Ngurai 2 - 2

Bongan 5 1 6

Bentian Besar 4 6 10

Jempang 4 1 5

Muara Pahu 1 1 2

Penyinggahan 1 1 2

Laham 2 3 5

Jumlah 46 71 117

Sumber: Dinas Budparpora 2010

(10)

Barat memiliki potensi dalam menarik wisatawan domestik dan manca negara. Pada tahun 2009 terdapat 6.742 wisatawan domestik dan 334 wisatawan asing yang berkunjung ke Kutai Barat.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana

Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu, dilihat dari banyaknya kampung/kelurahan yang terletak di DAS serta tingginya curah hujan, Kutai Barat juga tergolong rawan bencana alam banjir terlebih dengan kondisi hutan yang semakin buruk di mana banyak terjadi penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut terdapat sekitar 3.500 rumah di Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.

2.1.4. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kutai Barat berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sebanyak 179.326 jiwa, terdiri dari 94.806 laki-laki dan 84.520 perempuan. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,28% dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 172.133 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2009 untuk tiap kecamatan, Kecamatan Barong Tongkok memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu 22.462. Beberapa kecamatan lain yang memiliki penduduk di atas 10.000 jiwa adalah berturu-turut dari yang terbesar adalah Kecamatan Linggang Bigung (14.186 jiwa), Melak (13.502 jiwa) dan Kecamatan Tering (10.637 jiwa). Kecamatan Laham merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil, yaitu 2.523. Dari sisi jenis kelamin, jumlah laki-laki di seluruh kecamatan lebih banyak dibanding perempuan dengan rasio jenis kelamin 1,121.

(11)
(12)

Suku dayak Tunjung memiliki persentase 24,2%, Suku Dayank Benuaq 19,9%, dan Suku Kutai 15,5%. Suku Dayak dari semua etnis mendominasi penduduk Kutai Barat. Suku di liau Kalimantan yang terbesar adalah Suku Jawa dengan persentase 10,7%.

Dari sisi agama, data tahun 2010 menunjukkan bahwa Agama Islam memiliki proporsi paling besar dengan jumlah sekitar 42% di Kutai Barat, kemudian Katholik dengan persentase sekitar 29% dan Kristen dengan persentase sekitar 28%.

Tabel 2.7.

Jumlah Pemeluk Agama di Kutai Barat

Agama Kutai Barat Kalimantan Timur Persentase

Di Kutai Barat Di Kalimantan Timur

Islam 74,681 3,111,402 41.645 2.40

Kristen 49,860 368,065 27.804 13.55

Katholik 52,805 148,521 29.446 35.55

Hindu 263 8,186 0.147 3.21

Budha 26 21,734 0.014 0.12

Konghucu 9 296 0.005 3.04

Lainnya 594 3,693 0.331 16.08

Sumber: Database SIAK Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kalimantan Timur 2010.

Gambar 2.5.

Persentase Jumlah Pemeluk Agama di Kutai Barat

Namun, bila dilihat dari konteks Kalimantan Timur, jumlah penduduk Katholik di Kutai Barat menempati proprosi terbesar yaitu sekitar 36% sedangkan Islam hanya 2,4%. Hal ini menggambarkan bahwa pemeluk Katholik di kalimnatan Timur yang bertempat tinggal di Kutai Barat memiliki proporsi yang terbesar di banding daerah lain, sedangkan pemeluk Islam di Kalimantan Timur yang berdomisili di Kutai Barat

Islam, 41.65

Kristen, 27.80 Katholik,

29.45 Hindu,

0.15

Budha, 0.01 Konghucu, 0.01

(13)

memiliki proporsi yang terkecil. Total pemeluk Islam di Kalimantan Timur pada tahun 2010 mencapai lebih dari 3 juta jiwa, sedangkan pemeluk Katholik mencapai sekitar 368 ribu.

Tabel 2.8.

Jumlah Penduduk per Kecamatan

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

1 Bongan 4,604 3,963 8,567 1.162

2 Jempang 4,830 4,403 9,233 1.097

3 Penyinggahan 2,041 1,893 3,934 1.078

4 Muara Pahu 4,564 4,087 8,651 1.117

5 Muara Lawa 3,478 3,155 6,633 1.102

6 Damai 4,475 4,037 8,512 1.108

7 Barong Tongkok 11,775 10,687 22,462 1.102

8 Melak 7,085 6,417 13,502 1.104

9 Long Iram 3,922 3,471 7,393 1.130

10 Long Hubung 4,372 3,818 8,190 1.145

11 Long Bagun 4,735 4,131 8,866 1.146

12 Long Pahangai 2,493 2,260 4,753 1.103

13 Long Apari 2,281 2,033 4,314 1.122

14 Bentian Besar 1,621 1,378 2,999 1.176

15 Linggang Bigung 7,465 6,721 14,186 1.111

16 Siluq Ngurai 2,738 2,388 5,126 1.147

17 Nyuatan 2,898 2,493 5,391 1.162

18 Sekolaq Darat 4,311 3,895 8,026 1.107

19 Manor Bulatn 4,289 3,766 8,055 1.139

20 Tering 5,655 4,982 10,637 1.135

21 Laham 1,363 1,160 2,523 1.175

Jumlah 90,995 81,138 172,133 1.121

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

(14)

Tabel 2.9.

Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk

Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Jumlah Desa Jumlah Rumah

Tangga

Dari sisi pertumbuhan penduduk, selama 2005-2009 rata-rata pertumbuhan penduduk di Kutai Barat mencapai 1,59% per tahun. Kecamatan yang memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun tertinggi adalah Kecamatan Melak, yaitu 8,97%. Kecamatan Sekolaq Darat juga memiliki rata-rata pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 8,72%. Beberapa kecamatan menunjunkkan tren penurunan pertumbuhan jumlah penduduk, seperti Kecamatan Bongan (-0,57%), Jempang (-2,6%), Muara Pahu 0,36%),Damai 0,77%), Long Iram 0,48%), Bentian Besar 1,78%), Siluq Ngurai (-0,17%), dan Manor Bulatn (-1,25%).

(15)

Gambar 2.6.

Grafik Komposisi Umur Penduduk

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Penduduk usia 0-4 tahun sendiri cukup banyak yaitu 9,6%. Dengan demikian, jumlah penduduk usia SMP ke bawah atau umur 0-14 tahun adalah 31,52%.

2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat pada tahun 2009 mencapai 6,89% dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat sejak 2006 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 misalnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,13% kemudian tahun 2007 dan 2008 masing-masing 6,45% dan 6,83%. Kondisi ini menggambarkan dinamika perekonomian Kutai Barat yang terus berkembang.

Perekonomian Kutai Barat sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, serta sektor bangunan. Hal tersebut nampak dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, selama 2005-2009 rata-rata memiliki kontribusi sebesar 49,76% bila dihitung atas dasar harga berlaku dan 50,87% bila dihitung atas dasar harga konstan. Dengan demikian peran sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kutai Barat sangat dominan. Demikian pula dengan peran sektor pertanian yang juga cukup besar, yaitu rata-rata 18,90% selama 2005-2009 dan sektor bangunan yang besarnya rata-rata 13,52%. Kontribusi sektor bangunan yang cukup tinggi ini menunjukkan besarnya

(16)

pembangunan prasarana fisik yang terjadi di Kutai Barat, baik berupa jalan, jembatan, gedung, maupun lainnya.

Tabel 2.10.

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku ATAS DASAR HARGA KONSTAN

Pertanian 499,094.52 21.00 518,836.13 20.57 531,279.04 19.79 487,868.93 17.01 493447.72 16.10 -0.28 Pertambangan

dan Penggalian 1,177,978.94 49.58 1,232,640.86 48.88 1,286,564.33 47.93 1,451,724.52 50.62 1588428.21 51.81 7.76 Industri

Pengolahan 50,889.96 2.14 55,243.39 2.19 61,970.88 2.31 69,517.63 2.42 72165.14 2.35 9.12 Listrik, Gas,

dan Air Minum 6,482.86 0.27 6,323.25 0.25 6,362.98 0.24 7,452.72 0.26 7691.66 0.25 4.37 Bangunan 289,083.91 12.17 328,240.17 13.02 376,118.20 14.01 410,369.69 14.31 431003.54 14.06 10.50 Perdagangan,

Pertanian 607,297.26 18.87 665,965.69 18.51 735,273.76 18.48 780,880.07 15.69 803,440.92 14.58 7.25 Pertambangan

dan Penggalian 1,618,775.59 50.31 1,779,802.00 49.47 1,890,239.64 47.52 2,617,623.95 52.61 2,998,649.12 54.43 16.66 Industri

Pengolahan 57,241.72 1.78 63,138.52 1.75 73,691.62 1.85 86,008.60 1.73 90,744.54 1.65 12.21 Listrik, Gas,

(17)

Kontribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2005, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 21%, namun pada tahun 2009 turun menjadi 16,1%. Demikian pula bila dihitung atas dasar harga berlaku menunjukkan penurunan dari 18,87% tahun 2005, menjadi 14,58% pada tahun 2009. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian.

Dalam sektor pertanian, subsektor kehutanan dan subsektor tanaman perkebunan memegang peranan penting. Kontribusi sektor ini pada tahun 2009 masing-masing mencapai 5,65% dan 3,11%. Subsektor pertanian yang memiliki kontribusi konstan namun cenderung naik adalah subsektor perikanan dan peternakan. Dari tinjauan pertumbuhannya, pada tahun 2009 hanya subsektor kehutanan yang menunjukkan pertumbuhan negatif sedangkan subsektor lainnya tumbuh positif, namun tren pertumbuhan menurun. Sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan relatif konstan meski kecil yaitu 0,1%.

(18)

kontribusinya pada tahun 2009. Namun pertumbuhan sektor ini mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2009, yaitu dari 0,28% pada tahun 2008 menjadi hanya 0,09% pada tahun 2009. Sektor ini hanya meliputi subsektor batang kayu dan hasil hutan, sedangkan subsektor yang lain belum memiliki aktivitas ekonomi. Pengembangan subsektor lainnya sangat diperlukan agar ketergantungan terhadap satu subsektor saja dapat dihindari.

Bila menggunakan pendekatan 3 sektor utama yaitu primer, sekunder, dan tersier, akan terlihat bahwa di Kutai Barat mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran struktur ekonomi. Hal ini setidak-tidaknya terlihat dari 2 aspek, yaitu: (1) rata-rata pertumbuhan nilai output dan (2) rata-rata kontribusi sektoral.

Tabel 2.11.

PDRB Sektor Primer, Sekunder, Tersier

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Primer 1,677,073.46 1,751,476.99 1,817,843.37 1,939,593.45 2,081,875.93 5.55 Sekunder 346,456.73 389,806.81 444,452.06 487,340.04 510,860.34 10.20 Tersier 352,563.56 380,515.38 422,236.68 441,067.68 472,878.05 7.62 Total 2,376,093.75 2,521,799.18 2,684,532.11 2,868,001.17 3,065,614.32 6.58

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Primer 70.58 69.45 67.72 67.63 67.91 -0.96

Sekunder 14.58 15.46 16.56 16.99 16.66 3.40

Tersier 14.84 15.09 15.73 15.38 15.43 0.98

Total (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Dari sisi pertumbuhan nilai output, sektor sekunder menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun yang tertinggi, yaitu 10,2% sepanjang 2005-2009 yang dihitung dengan geometric mean. Sementara itu sektor primer menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,55%. Dari sisi kontribusinya, sektor primer menunjukkan kecenderungan yang menurun sementara sektor sekunder menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahun.

(19)

rata-rata pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 2,39% per tahun, namun bila dihitung dengan menggunakan harga berlaku, terjadi penurunan pertumbuhan rata-rata 1,91% per tahun. Hal ini menunjukkan fluktuasi harga untuk komoditi pada sektor industri pengolahan, meski dari sisi output menunjukkan kenaikan. Kondisi yang serupa juga terjadi pada sektor bangunan, di mana perhitungan harga konstan menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 3,68% per tahun, namun dari perhitungan harga berlaku menunjukkan penurunan sebesar 0,17% per tahun.

Tabel 2.12.

Sektor yang rata-rata pertumbuhan kontribusi per tahun cukup besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Baik dari sisi perhitungan harga konstan maupun harga berlaku, sektor ini menunjukkan pertumbuhan kontribusi yang cukup besar dari tahun ke tahun, yaitu sekitar 6%.

(20)

2.2.1.2. Inflasi

Dalam pembangunan ekonomi, faktor stabilitas harga sangat penting untuk diamati dan diperhatikan karena fluktuasi harga sangat berpengaruh pada nilai barang dan jasa yang dihasilkan, serta berdampak pada daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu alat ukur untuk melihat stabilitas harga barang dan jasa secara umum. Inflasi di Kutai Barat dihitung dengan menggunakan informasi indeks harga, sedangkan informasi indeks harga dihitung dengan menggunakan pendekatan GDP deflator. Berdasarkan infromasi indeks harga yang dihitung dengan GDP deflator, pada tahun 2005, tingkat inflasi di Kutai Barat tergolong tinggi, yaitu 14,14%. Tingkat inflasi setinggi ini disebabkan terutama oleh kenaikan harga pada sektor jasa-jasa, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Tingkat inflasi sektor jasa-jasa pada tahun 2005 mencapai angka 13,81%, sektor bangunan mencapai 6,27% sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 7,98%.

Tabel 2.13.

Perkembangan Laju Inflasi Lapangan Usaha

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Pertanian 3.62 5.49 7.82 15.65 1.73 -16.90 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7.98 8.38 11.31 3.93 2.68 -23.84 Jasa-jasa 13.81 2.51 9.58 2.75 0.29 -62.09

PDRB 14.14 5.36 3.86 17.09 3.58 -29.09

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Gambar 2.7.

Grafik Perkembangan Inflasi Lapangan Usaha per Tahun

(21)

Sektor listrik, gas, dan air minum merupakan satu-satunya sektor yang justru mengalami deflasi. Tingginya inflasi di Kutai Barat dan kedua sektor ekonomi tersebut pada tahun 2005 antara lain disebabkan oleh bencana banjir yang melanda Kutai Barat. Pada tahun 2006, tingkat inflasi di Kutai Barat mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi hanya 5,36%. Penurunan yang sangat drastis tersebut dipicu oleh penurunan inflasi di sektor jasa-jasa dari 13,81% menjadi hanya 2,51%. Penurunan inflasi terus berlanjut hingga tahun 2007, namun mengalami kenaikan yang sangat tinggi pada tahun 2008 hingga mencapai 17,09%. Kenaikan yang sangat tinggi pada tahun 2008 tersebut terjadi terutama pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pertanian. Untuk sektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan menyumbang inflasi yang tertinggi yaitu Pada tahun 2009, tingkat inflasi kembali menunjukkan penurunan yang sangat drastis menjadi 3,58%. Tingkat inflasi di semua sektor mengalami penurunan dan penurunan terbesar terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, yaitu dari 22,73% menjadi 4,70%. Satu-satunya sektor yang pada tahun 2009 mengalami kenaikan tingkat inflasi adalah sektor listrik, gas, dan air minum. Untuk subsektor listrik dan gas,otoritas kebijakan ada pada pemerintah pusat.

Dari tinjauan rata-rata pertumbuhan, sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan kenaikan tertinggi selama 5 tahun terakhir, yaitu 53,66%. Demikian pula dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang menunjukkan rata-rata kenaikan inflasi sebesar 29,89%, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 25,68%. Secara grafis, terlihat bahwa selama 5 tahun terakhir, inflasi tahun 2008 menunjukkan fluktuasi yang besar.

2.2.1.3. PDRB Per Kapita

(22)

Berdasarkan perhitungan harga berlaku, pada tahun 2005 PDRB per kapita mencapai 19,24 juta sedangkan pendapatan per kapita (yaitu setelah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung) mencapai 14,82. Bila dihitung dengan harga kosntan, jumlah tersebut menjadi lebih kecil, yaitu 15,76 untuk PDRB per kapita dan 11,96 untuk pendapatan per kapita.

Tabel 2.14.

Perkembangan PDRB dan Pendapatan per Kapita Tahun

Perhitungan atas dasar harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan bahwa sejak 2005 hingga 2009, PDRB per kapita maupun pendapatan per kapita menunjukkan peningkatan. Dibandingkan tahun 2005, pendapatan per kapita tahun 2009 naik sebesar 1,86 kali lipat bila dihitung atas dasar harga berlaku, serta naik sebesar 1,2 kali lipat bila dihitung atas dasar harga kosntan. Rata-rata pertumbuhan per tahun juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sekitar 15% untuk harga berlaku dan sekitar 4,5% untuk harga konstan. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan tersebut disebabkan antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang cukup rendah.

2.2.1.4. Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan

(23)

Tabel 2.15.

Perbandingan Nilai Indeks Gini Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

Pasir 0.3185 0.283 0.266

Kutai Barat 0.2269 0.247 0.261

Kutai Kartanegara 0.2112 0.249 0.222

Kutai Timur 0.23 0.2041 0.235

Berau 0.2474 0.219 0.186

Malinau 0.2591 0.257 0.184

Bulungan 0.2587 0.288 0.275

Nunukan 0.2981 0.31 0.276

Penajam Paser Utara 0.2842 0.245 0.229

Balikpapan 0.1862 0.15 0.135

Samarinda 0.2489 0.189 0.151

Tarakan 0.2452 0.206 0.214

Bontang 0.2801 0.175 0.194

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kutai Barat membawa dampak pada peningkatan ketidakmerataan meski relatif sangat kecil. Data pembagian pendapatan yang dihitung dengan pendekatan Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2009, sebanyak 15,99% penduduk menikmati 40% bagian yang terendah dari pendapatan di Kutai Barat, dan 45,67% menikmati 20% bagian tertinggi dari pendapatan di Kutai Barat. Pengembangan sektor ekonomi yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi tingkat kesenjangan di Kutai Barat. Demikian pula dengan perluasan akses masyarakat dalam beraktivitas ekonomi serta akses ke pendanaan, akan terus diupayakan dalam rangka memperkecil tingkat ketimpangan yang ada.

2.2.1.5. Kemiskinan

(24)
(25)

Tabel 2.16.

Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Daerah

(26)

Sepanjang 2005 hingga 2009, Kutai Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 5.800 orang atau 4,28%. Penurunan tingkat kemiskinan diikuti dengan kenaikan standar garis kemiskinan dari Rp188.634 per kapita per bulan pada tahun 2005 menjadi Rp245.687 per kapita per bulan pada tahun 2009. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di beberapa sektor seperti yang disebutkan di atas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran misalnya, menunjukkan dinamika yang cukup baik seiring dengan perkembangan perdagangan besar dan eceran. Pengurangan tingkat kemiskinan akan terus diupayakan melalui kegiatan ekonomi masyarakat seperti UBK, ADK, dan sebagainya uyang diharapkan mampu merangsang masyarakat untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh pengangguran, sehingga dampak pengangguran dan kemiskinan dapat menimbulkan tindak kejahatan, sehingga kejahatan berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

2.2.1.6. Kriminalitas

Angka kriminalitas total di Kutai Barat pada tahun 2009 mencapai 213. Dari jumlah tersebut, 142 di antaranya adalah kejahatan murni sehingga ukuran angka kejahatan (crime rate) sebesar 67%. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah daerah mengupayakan pengamanan swakarsa warga dalam rangka membantu kepolisian melalui optimalisasi Linmas di tingkat kampung dan kecamatan. Sebagian besar kejahatan adalah kasus pencurian dan kepemilikan senjata tajam. Jumlah anggota Linmas di Kutai Barat mencapai 2.230. Kecamatan Barong Tongkok memiliki anggota Linmas terbanyak karena memang memiliki jumlah penduduk terbanyak.

2.2.2. Kesejahteraan Masyarakat 2.2.2.1. Pendidikan

(27)

transformasi struktural dalam jangka panjang. Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005)1 sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, di antaranya: (a) segi sasaran, pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi, (b) segi lingkungan, klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan prajabatan dan dalam jabatan, (c) segi jenjang pendidikan, jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar (basic education), pendidikan lanjutan, menengah, dan pendidikan tinggi, dan (d) pembidangan kerja, pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain.

Menurut Sulistyastuti (2007)2, untuk dapat mewujudkan MDGs bidang pendidikan tersebut tentu bukan perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Diperlukan suatu langkah-langkah kongkrit dalam bentuk kebijakan-kebijakan, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut tentu saja tidak hanya dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi juga perlu dukungan dari pemerintah daerah. Sebab, mengacu kepada Undang-Undang No. 22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerahlah yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pelayanan pendidikan dasar (SD dan SLTP). Dengan demikian, upaya pemerintah untuk dapat mencapai MDGs dalam bidang pendidikan harus juga melibatkan dukungan pemerintah daerah.

Keterlibatan pemerintah daerah dalam pendidikan secara jelas dinyatakan dalam UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No. 34 Taun 2004. Dalam pasal 13 UU No. 34/2004 ditegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam bidang pendidikan. Selanjutnya, dalam UU No.

(28)

20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pertama, pemerintah daerah harus menyelenggarakan program wajib belajar gratis untuk sekolah dasar,

kedua, memberikan layanan, kemudahan, bimbingan, dan bantuan yang menjamin mutu pendidikan, ketiga, memfasilitasi adanya pendidik dan tenaga kependidikan, dan keempat, menyediakan pendanaan untuk pendidikan, dan kelima, melakukan evaluasi dan pengawasan.

Perhatian pemerintah termasuk pemerintah daerah secara lebih jauh dalam pendidikan bukanlah semata-semata adanya kegiatan belajar-mengajar secara formal di sebuah sekolah, namun harus mempertimbangkan kualitas proses dan output. Kualitas proses pendidikan diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk berbagai standar yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan, baik yang menyangkut prasarana, sarana, dan lulusan. Standar prasarana misalnya tertuang dalam Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2007, standar tentang tenaga pendidik diatur dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007, kemudian standar penyelenggaraan diatur dalam Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2007, serta masih banyak berbagai peraturan perundangan lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak dapat diartikan secara fisik saja, namun juga harus memenuhi berbagai standar yang diperlukan sehingga output yang ada dapat terukur.

Pada tahun 2009, berdasarkan data Kutai Barat Dalam Angka 2010 yang dikeluarkan oleh BPS Kutai Barat, jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat mencapai 172.133 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66.362 merupakan penduduk usia sekolah (5-24 tahun) dan dari jumlah penduduk usia sekolah tersebut, sebanyak 34.825 merupakan murid SD sampai dengan SMA.

(29)

Tabel 2.17.

Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas

Status 2004 (%) 2009 (%)

Tidak/belum pernah bersekolah 19,180 13.59 13,756 8.86

Masih bersekolah 33,897 24.01 38,999 25.12

Tidak bersekolah lagi 88,088 62.40 102,485 66.02

Jumlah 141,165 100 155,240 100

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2004 dan 2010

Jumlah yang tidak/belum sekolah pada tahun 2009 mencapai 8,86% sedangkan angka yang tidak bersekolah lagi mencapai 66,02%. Apabila dirinci berdasarkan penduduk usia sekolah, pada tahun 2009 jumlah penduduk yang TK dan SD yang tidak bersekolah lagi mencapai 0%. Hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah daerah dalam menjalankan program wajib belajar 6 tahun.

Tabel 2.18.

Penduduk Usia Sekolah dan Tingkat Partisipasi Sekolah Kelompok

Umur

Tidak/Belum Pernah Bersekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi

2004 (%) 2009 (%) 2004 (%) 2009 (%) 2004 (%) 2009 (%)

5-6 6,145 85.47 5,103 89.92 773 2.28 2,779 7.15 70 0.34 - - 7-12 767 10.67 215 3.79 20,184 59.54 21,935 56.45 70 0.34 - - 13-15 - - 143 2.52 7,341 21.66 8,381 21.57 1,185 5.67 729 4.53 16-18 - - - - 4,341 12.81 4,972 12.80 3,490 16.70 2,975 18.50 19-24 278 3.87 214 3.77 1,259 3.71 790 2.03 16,079 76.96 12,374 76.96 Jumlah 7,190 100 5,675 100 33,898 100 38,857 100 20,894 100 16,078 100 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2004 dan 2010

Penduduk dengan status tidak bersekolah lagi yang terbesar adalah usia 19-24 tahun, yaitu usia pendidikan tinggi, yang pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 76,96%. Kondisi ini tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun 2004. Pola partisipasi sekolah di Kutai Barat sepanjang 2004-2009 terlihat tidak mengalami perubahan untuk semua kelompok umur.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah tahun 2009 menunjukkan bahwa sebagian besar alasan penduduk tidak/belum bersekolah serta tidak bersekolah lagi adalah karena faktor biaya (38,19%), karena bekerja atau mencari nafkah sebesar 11,36% dan karena faktor menikah atau mengurus rumah tangga sebesar 10,72%.

(30)

tinggi. Dengan kata lain, cukup besar penduduk usia SMP/sederajat yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat.

Kinerja tingkat literasi yang diukur dari angka melek huruf menunjukkan peningkatan sekalipun kecil. Peningkatan yang siginifikan terjadi dari 2004 ke 2007. Mulai 2007 peningkatan tersebut mulai relatif kecil. Dari 2007 ke 2008 bahkan tidak menunjukkan peningkatan sedangkan 2008 ke 2009 meningkat sebesar 0,48%. Namun di bandingkan dengan daerah lain, kinerja angka melek huruf Kutai Barat cukup baik. Tahun 2009 misalnya, Kutai Barat masuk peringkat ke 7 se Kalimantan Timur.

Tabel 2.19.

Perbandingan Angka Melek Huruf Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2004 2007 2008 2009

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Dari sisi lamanya sekolah di Kutai Barat juga menunjukkan perkembangan yang baik, khususnya dari 2008 ke 2009. Namun bila dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan Timur, kinerja lamanya sekolah di Kutai Barat masih menempati peringkat ke-8.

Tabel 2.20.

Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

(31)

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

Penajam Paser Utara 7.53 7.57 7.6

Balikpapan 9.83 10.3 10.08

Samarinda 9.72 9.73 9.77

Tarakan 9.78 9.3 9.37

Bontang 9.83 9.97 10.07

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Untuk meningkatkan kinerja rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, perlu menyusun program yang diarahkan pada peningkatan kualifikasi guru terutama dalam pengembangan metodologi pengajaran. Upaya ini sudah dilakukan oleh pemerintah Kab. Kutai Barat dalam berbagai bentuk seperti pelatihan, kursus, lokakarya, studi banding, dan bentuk yang lainnya. Namun kegiatan tersebut memang akan optimal apabila disusun secara terstruktur dengan sasaran dan target yang lebih jelas.

2.2.2.2. Kesehatan

Aspek kesejahteraan yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah aspek kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat memiliki dimensi karena berkaitan langsung dengan masyarakat. Pembangunan bidang kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan, kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.

Visi Pembangunan Kesehatan Nasional mewujudkan ”Indonesia Sehat 2010” dengan misi ”Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat”. Sejalan dengan visi tersebut, maka Dinas Kesehatan berupaya mengawal berbagai pihak terutama komponen yang terlibat langsung dalam pembangunan kesehatan Kabupaten Kutai Barat untuk menuju: “Terwujudnya Masyarakat Kutai Barat yang Sehat dan Berbudaya Hidup

(32)

mengupayakan terlaksananya pelayanan prima pada institusi pelayanan kesehatan, yang mencakup 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 23 Puskesmas (18 di antaranya Puskesmas Rawat Inap), 92 Puskesmas Pembantu, 3 unit Puskesmas Keliling roda empat, 12 unit Puskesmas Keliling Air (speed boat), 10 unit Puskesmas Keliling Air (ces) dan 2 unit Mobil Dinas Kesehatan, 1 unit Puskesmas Terapung K/M Mook Manaar Bulatn. Disamping itu tercakup pula 13 Balai Pengobatan, 11 Apotik dan 16 Toko Obat serta 284 Posyandu yang dikelompokkan menjadi 4 strata yaitu Posyandu mandiri, Posyandu Purnama,Posyandu Madya,Posyandu Madya dan Posyandu yang ada di Kutai Barat ada Posyandu yaitu Posyandu Mandiri sebanyak 3 unit,Posyandu Purnama sebanyak 282 unit.

Untuk mendukung pelayanan dalam sektor kesehatan maka di Kabupaten Kutai Barat telah tersedia SDM sebanyak 672 orang baik berupa tenaga medis maupun paramedis yang meliputi : 42 Dokter Umum, 5 Dokter Spesialis, 10 Dokter Gigi, 422 Perawat, 102 Bidan, 35 Ahli Kesehatan Masyarakat, 5 Apoteker, 22 Ahli Gizi, 6 Analis Laboratorium, 5 Ahli Rontgen, dan 18 Ahli Penyehatan Lingkungan.

2.2.2.3. Ketenagakerjaan

Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan ketenagakerjaan. Melalui pendidikan diharapkan kualitas SDM di Kutai Barat semakin meningkat sehingga kualitas tenaga kerja akan mampu secara nyata mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Menurut kriteria BPS, penduduk secara umum terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2009 mencapai 90.554. Jumlah ini meningkat sebesar 3,54% dibanding tahun 2008 yang jumlahnya 87.452. Dari sisi jenis kelamin, antara 2008 dan 2009 tidak menunjukkan perubahan yang berarti.

Tabel 2.21.

Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Daerah Golongan

Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

(33)

Golongan Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah 35-39 8,062 3,418 11,480 394 11,086 11,480 8,320 5,593 13,913 1,222 12,691 13,913

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

Sebagian besar angkatan kerja berusia antara 25-39 tahun yaitu 42,87% pada tahun 2008 dan naik menjadi 44,97% pada tahun 2009. Dari sisi geografis, sekitar 93% angkatan kerja berada di wilayah pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di pedesaan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mengantisipasi konsentrasi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan. Untuk itu, diperlukan berbagai program pembangunan yang berorientasi pada masyarakat kampung, khususnya pengembangan aktivitas ekonomi rakyat.

Dari angkatan kerja di atas, jumlah angkatan kerja yang berstatus pengangguran mencapai 5.975 atau 6,83% pada tahun 2008, dan 6.670 atau 7,36% pada tahun 2009 dihitung dari jumlah angkatan kerja.

Tabel 2.22.

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Umur dan Daerah Golongan

Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah 15-19 419 749 1,168 310 858 1,168 687 340 1,027 103 924 1,027

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

(34)

lebih dari 50%. Pada tahun 2008 usia pengangguran didominasi oleh umur 15-24 tahun sedangkan pada tahun 2009 umur 15-29 tahun. Usia tersebut merupakan usia sekolah dan hal ini mengindikasikan cukup banyak lulusan SD yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, usia SMP ke jenjang SMA, dan usia SMA yang tidak menempuh studi lanjut ke perguruan tinggi.

Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta BPS menunjukkan bahwa di Kutai Barat pengangguran didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SD ke bawah serta SMA umum. Dari jumlah pengangguran, penduduk yang berpendidikan paling tinggi SD mencapai 56,1%, SMP mencapai 12,62%, dan SMA umum mencapai 23,36% pada tahun 2008. Pada tahun 2009, pengangguran yang berpendidikan paling tinggi SD turun menjadi 28,63%, SMP naik menjadi 16,36%, dan yang berpendidikan SMA naik menjadi 40,07%.

Tabel 2.23.

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan 2008 Jumlah 2009 Jumlah

Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan

SD 310 3,042 3,352 0 1,910 1,910

SMTP 0 754 754 182 909 1,091

SMTA Umum 109 1,287 1,396 65 2,608 2,673

SMTA Kejuruan 0 227 227 103 575 678

Diploma I/II/III/Akademi 0 246 246 0 72 72

Universitas 0 0 0 0 246 246

Jumlah 419 5,556 5,975 350 6,320 6,670

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

Penurunan yang sangat drastis terjadi pada penduduk yang berijazah diploma, dari 4,11% pada tahun 2008 menjadi hanya 1% pada tahun 2009. Kondisi ini menjadikan pentingnya Kutai Barat untuk: (1) mengembangkan konsep link and match

antara pendidikan dengan dunia kerja, (2) mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada keterampilan praktik agar lulusan lebih siap bekerja atau berwirausaha, (3) mengembangkan berbagai pendidikan informal yang beorientasi pada kebutuhan Kutai Barat.

(35)

Tabel 2.24.

Efisiensi Tenaga Kerja per Lapangan Usaha

Lapangan Usaha Jumlah Tenaga kerja Nilai PDRB Efisiensi Tenaga Kerja

Pertanian 51220 493,447.72 9.63

Pertambangan dan Penggalian 8056 1,588,428.21 197.17

Industri Pengolahan 676 72,165.14 106.75

Listrik, Gas, dan Air Minum 148 7,691.66 51.97

Bangunan 1413 431,003.54 305.03

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8266 230,913.61 27.94 Pengangkutan dan Komunikasi 1113 55,488.16 49.85 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1772 70,262.27 39.65

Jasa-jasa 8301 116,214.01 14.00

lain-lain 513 0 -

Jumlah 81478 3,065,614.32 37.63

Sumber: Suseda Kutai Barat 2009

Bila dikaitkan dengan nilai output PDRB, sektor bangunan menempati urutan tertinggi dengan nilai efisiensi 305,03. Sektor lain yang juga tergolong tinggi efisiensinya adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan dengan nilai efisiensi masing-masing 197,17 dan 106,75. Meskipun sektor pertanian memiliki tenaga kerja paling banyak, namun tingkat efisiensinya hanya sebesar 9,63. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih didominasi dengan usaha rakyat. Meski tingkat efisiensi kecil, namun sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar. Atas dasar hal tersebut, diperlukan suatu program yang mendorong tumbuhnya industri dan perdagangan dengan basis sektor pertanian.

2.2.3. Seni, Budaya, dan Olah Raga

Seni, budaya dan olah raga merupakan hal penting bagi Kutai Barat dalam rangka membangun dan melestarikan nilai-nilai positif masyarakat serta mengembangkan ciri khas dan karakter masyarakat. Kutai Barat beranggapan bahwa pembangunan seni, budaya, dan olah raga harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan masyarakat mengembangkan potensi guna mendukung pembangunan daerah, karena pembangunan daerah tidak semata-mata pembangunan fisik semata.

(36)

pergeseran pola pemukiman penduduk, tidak lagi berpidah-pindah, tetapi sudah menetap dengan berbagai mata pencaharian yang dilakukan sesuai dengan karakter daerah.

Mayoritas penduduk Kutai Barat memeluk agama kristiani. Agama Kristen menempati kedudukan nomor satu dalam hal banyaknya penganut dan intensifnya penyebaran agama. Mula-mula penyiaran agama ini dilakukan para penginjil dari Jerman dan Swiss. Badan yang mengirimkan perutusan Injil dari Jerman adalah

Rheinische Mission Gessellschaft zu Barmen (1863-1925), yang kemudian dilanjutkan oleh Evangelische Gessellschaft zu Basel dari Swiss serta badan-badan Kristen dan Katholik lainnya. Para pengikut agama Kristen dan Katholik sebagian besar adalah dari warga Dayak.

Sampai saat ini masih ada sebagian penduduk yang menganut kepercayaan asli setempat, mereka terutama adalah kelompok etnik Dayak yang masih sedikit mendapat pengaruh dari luar. Kepercayaan asli berpusat pada penyembahan roh-roh lain (animisme) serta percaya pada kekuatan yang tersembunyi dibalik benda-benda alam (dinamisme). Penganut kepercayaan ini memiliki berbagai macam upacara baik yang berhubungan dengan siklus hidup dan kehidupan manusia (kelahiran, kematian, perkawinan, sakit, dan sebagainya) dan upacara yang berkaitan dengan siklus pertanian. Dalam menyelenggarakan upacara-upacara ini, masing-masing etnik memiliki variasinya sendiri-sendiri. Namun secara umum masyarakat Kutai Barat memiliki sifat yang ramah tamah, jujur dan memiliki semangat gotong-royong yang tinggi. Tamu atau pendatang dari luar sangat dihormati. Masyarakatnya juga sangat religius dan memiliki rasa toleransi antar umat beragama yang tinggi.

(37)

Tabel 2.25.

Perkembangan Seni di Masyarakat

No Kesenian Satuan Kondisi Awal 2006 Tahun

2007 2008 2009 2010

1 Seni Suara Orang 50 57 82 100 109

2 Seni Gerak Orang 50 55 58 60 65

3 Seni Teater Orang 20 25 30 35 45

4 Seni Rupa Orang 50 72 80 100 105

Jumlah 170 209 250 295 324

Sumber: Dinas Budparpora Kutai Barat 2010

Perkembangan apresiasi seni masyarakat diharapkan mampu mendukung pembangunan karakter Kutai Barat, bahkan secara lebih jauh mampu mendukung program-program pemerintah seperti pengembangan pariwisata. Untuk itu, pemerintah juga memfasilitasi berbagai grup kesenian yang ada di Kutai Barat sebagai wadah penyaluran minat dan bakat masyarakat.

Grup kesenian di Kutai Barat sebagai wadah penyaluran pengembangan seni mulai menunjukkan perkembangannya pada tahun 2007 dengan jumlah grup seni sebanyak 8 grup dengan anggota sebanyak 193 orang.

Tabel 2.26.

Perkembangan Jumlah Grup Kesenian

Tahun Jumlah Grup Jumlah Anggota

2007 8 193

2008 10 264

2009 41 1069

2010 66 1693

Sumber: Dinas Budparpora Kutai Barat 2010

(38)

2.3. ASPEK PELAYANAN UMUM 2.3.1. Pelayanan Urusan Wajib 2.3.1.1. Urusan Pendidikan

Jumlah sekolah SD, SMP, dan SMA dan yang sederajat pada tahun 2009 masing-masing mencapai 232, 68, dan 33. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja pada masing-masing tingkat pendidikan, rasio jumlah penduduk usia kerja terhadap jumlah sekolah untuk SD adalah 95,47 kemudian SMP 136,07 dan SMA 240,82. Hal ini mengandung arti bahwa apabila semua penduduk usia sekolah benar-benar bersekolah, rata-rata satu SD misalnya, mengasuh 95,47 murid. Bila satu sekolah SD terdapat 6 kelas, berarti satu SD rata-rata memiliki sekitar 16 murid per kelas, suatu rasio yang sangat ideal.

Tabel 2.27.

Jumlah Sekolah, Penduduk Usia Sekolah, dan Rasio

Jenis Sekolah 2009 Penduduk Usia sekolah Jumlah Rasio

Sekolah Murid Guru

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6):(2) (4):(2) (3):(2) (3):(4) SD/Sederajat 232 23,315 2,198 6-12 22,150 95.47 9.47 100.50 10.61 SMP/Sederajat 68 8,146 574 13-15 9,253 136.07 8.44 119.79 14.19 SMA/Sederajat 33 3,364 418 16-18 7,947 240.82 12.67 101.94 8.05 Jumlah 333 34,825 3,190 6-18 39,350 118.17 9.58 104.58 10.92 Sumber: Kutai Barat dalam Angka 2010

Rasio penduduk usia sekolah untuk SMA terhadap jumlah sekolah menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 240,82 orang/sekolah. Apabila seluruh penduduk usia sekolah SMA bersekolah, rata-rata setiap sekolah menampung 240an murid. Hanya saja, dari jumlah penduduk usia sekolah SMA, mereka yang bersekolah hanya berjumlah 3.364 murid, tidak mencapai 50%.

(39)

memiliki rasio paling kecil yaitu 8,05. Hal ini mengandung arti bahwa satu guru menangani 8 siswa.

Kinerja pendidikan di Kutai Barat menunjukkan kemajuan yang signifikan ditinjau dari beberapa sisi. Angka Partisipasi Kasar (APK) misalnya, menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun sejak 2006 hingga 2010 untuk semua level pendidikan (SD hingga SMA). Tahun 2010 APK Kutai Barat mencapai 97,99% untuk SD, 97,92 untuk SMP, dan 84,29 untuk SMA. Renstra Kementerian Pendidikan nasional yang mengacu pada MDGs untuk SD adalah 117% sehingga terdapat sedikit selisih agar mencapai standar tersebut. Untuk SMP besar APK 97,72% dan target nasional adalah 99,3% sedangkan untuk SMA besar APK adalah 84,29 dan target nasional adalah 73,0%. Untuk SMA dan sederajat, Kutai Barat sudah jauh melampaui standar nasional.

Tabel 2.28.

Capaian Kinerja Pendidikan Kutai Barat

Sumber: Dinas pendidikan Kutai Barat 2010

Dari sisi Angka Partisipasi Murni (APM), pada tahun 2010 di Kutai Barat untuk SD adalah 89,08%, untuk SMP 84,86%, dan untuk SMA adalah 79,04. Sementara itu target Kementerian Pendidikan Nasional yang mengacu ke MDGs adalah 95,2% untuk

No Uraian Satuan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 1 Angka Partisipasi Kasar (APK)

- SD/MI % 90,20 92,18 93,39 96,43 97,99 - SLTP/MTs % 82,30 83,42 85,56 97,25 97,72 - SMU/SMK/MA % 79,90 81,32 81,78 82,679

8

84,29 2 Angka Partisipasi Murni (APM)

- SD/MI % 83,29 87,02 87,54 87,96 89,08 5 Angka Melanjutkan dari SD/MI ke

SMP/MTs % 91,75 93,48 95,56 96,34 98,38 6. Angka Melanjutkan dari

SMP/MTs ke SMA/SMK/MA % 93,59 94,50 95,43 95,61 97,32 11 Pendidikan Formal Aparatur

- S1 % 21,74

- S2 % 6,96

(40)

SD dan 74% untuk SMP. Dari informasi tersebut, pembangunan pendidikan di Kutai Barat dari indikator APK dan APM dapat dikatakan berhasil. Permasalahan dalam pendidikan terletak pada aspek guru serta sarana dan prasarana pendidikan yang harus terus ditingkatkan sesuai perkembangan yang ada. Permasalahan pada guru terutama terletak pada kuantitas dan kualitas. Kualitas sendiri dapat dilihat dari aspek jenjang pendidikan guru, kompetensi, serta sertifikasi profesi.

2.3.1.2. Urusan Kesehatan

Dari sisi fasilitas kesehatan, apabila dibandingkan dengan kondisi 5 tahun yang lalu nampak kemajuan yang sangat pesat. Jumlah Puskesmas yang tahun 2006 masih 19, tahun 2010 naik menjadi 23 seiring dengan tingkat kepadatan penduduk, Puskesmas Pembantu pun mengalami kenaikan cukup tajam dari 56 unit tahun 2006 menjadi 92 unit pada tahun 2010. Demikian pula Posyandu yang pada tahun 2006 masih 24,2% tahun 2010 meningkat hampir 3 kali lipat menjadi 68,2%.

Tabel 2.29.

Kinerja Indikator Kesehatan

No Indikator Satuan Realisasi

2006 2007 2008 2009 2010

1 Usia Harapan Hidup Tahun 69,50 69,70 69,89 70,08 70,20 2 Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan % 56,40 57,90 63,42 73,34 75,23 3 Posyandu Purnama Mandiri % 24,20 38,10 43,60 67,20 68,20

4 Jumlah Apotik Unit 1 4 6 11 11

5 Rasio Dokter Per-100.000 Penduduk Orang 12,75 16,1 28,51 33,11 30,79 6 Pemakaian Tempat Tidur (Bed Occupation Rate/BOR) % 12,27 38,36 48,3 67,2 67,40

7 Jumlah Puskesmas Unit 19 21 23 23 23

8 Jumlah Puskesmas Pembantu Unit 56 60 77 88 92 Sumber: Dinas Kesehatan Kutai Barat 2010

(41)

Pemerintah memiliki komitmen untuk memajukan kesehatan masyarakat sesuai

dengan visi dinas kesehatan, yaitu “Terwujudnya masyarakat Kutai Barat yang sehat

dan berbudaya hidup sehat”. Kinerja harapan hidup masyarakat juga menunjukkan

kemajuan seiring dengan peningkatan fasilitas kesehatan masyarakat. Bila pada tahun 2006 usia harapan hidup mencapai 69,5 tahun, maka pada tahun 2010 usia harapan hidup menjadi 70,2 tahun. Dari sisi kesehatan ibu dan anak, perbaikan dan peningkatan urusan kesehatan menghasilkan peningkatan kinerja angka kematian ibu, bayi, dan balita.

Tabel 2.30.

Indikator Kesehatan Ibu dan Bayi

No Indikator Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran 11 4 4 5 5 2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran 55 65 38 34 41 3 Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran 10 8 11 9 7 Sumber: Dinas Kesehatan Kutai Barat 2010

Pada tahun 2009, angka kematian ibu per 100.000 kelahiran sebesar 5, menurun lebih dari 50% bila dibanding tahun 2006 yang besarnya 11. Demikian juga dengan angka kemaian bayi dan balita per 1000 kelahiran yang menurun secara signifikan pada tahun 2010. Angka tersebut jauh melampaui target pemerintah pusat yang berdasarkan MDGs, yaitu angka kematian bayi 32 dan angka kematian ibu 110 per 1.000 dan 100.000 penduduk. Dari sisi gizi balita pun menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Hal itu terlihat dari rasio balita buruk yang semakin menurun sepanjang 2006-2010 dan rasio balita gizi baik yang semakin meningkat.

Tabel 2.31.

Perkembangan Gizi Balita

No Indikator 2006 2007 2008 2009 2010

1 Balita Gizi Kurang 14 % 7,8 % 7,8 % 7,8 % 7,7 % 2 Balita Gizi Buruk 2 % 13,7 % 13,7% 13,7 % 1,13 % 3 Balita Gizi Buruk ditangani 52 % 67% 71% 57,9 % 50,7 % 4 Balita Gizi Baik 84 % 64,4 % 64,4 % 64,4 % 81,7 % 5 Balita Gizi Lebih 1 % 14,1 % 14,1 % 14,1 % 4,0 % Sumber: Dinas Kesehatan Kutai Barat 2010

(42)

13,7% di tahun 2009 menjadi hanya 1,13% di tahun 2010. Sebaliknya, balita dengan gizi lebih menunjukkan peningkatan dari 1% di tahun 2006 menjadi 4% di tahun 2010. Namun selama 2007-2009 balita gizi baik sempat mengalami penurunan meski akhirnya tahun 2010 kembali naik dibanding 2009, dari 64,4% menjadi 81,7%.

Uraian tentang kesehatan di atas menggambarkan bahwa komitmen pemerintah terhadap kesehatan masyarakat meliputi semua kelompok dan lapisan, mulai bayi hingga dewasa. Upaya ini dilakukan dalam rangka mewujudkan masyarakat Kutai Barat yang sehat dan berbudaya sehat.

2.3.1.3. Urusan Pekerjaan Umum

Urusan pekerjaan umum merupakan urusan yang berkaitan dengan pembangunan secara fisik. Selama 5 tahun terakhir pembangunan fisik di Kutai Barat menunjukkan peningkatan yang cukup tajam, dan pemerintah memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur yang mampu mendukung aktivitas masyarakat, sehingga diharapkan berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi.

Pada tahun 2010 panjang jalan provinsi di Kutai Barat mencapai 563 km dan jalan Kabupaten mencapai 813,9 km. Jumlah ini meningkat cukup banyak bila dibandingkan tahun 2006, di mana jalan provinsi hanya 430 km dan jalan Kabupaten 629 km.

Tabel 2.32.

Perkembangan Pembangunan Jalan

No Uraian Satuan Kondisi

2006

Tahun

2007 2008 2009 2010 1 Jumlah/ Panjang Jalan

A. Jalan Provinsi KM 430 454 501 563 563

Pengerasan dengan Aspal KM 107 154 189 232 263

Pengerasan dengan Batu KM 69 67 56 42 44

Tanah KM 254 233 256 289 256

B. Jalan Kabupaten KM 629 692 716 778 813,9

Pengerasan dengan Aspal KM 109 125 134 154 189,95 Pengerasan dengan Batu KM 198 278 235 289 331,95

Tanah KM 322 289 347 335 292

C. Jalan Kampung KM - - - - 34,8

Pengerasan dengan Aspal KM - - - - 12,15

Pengerasan dengan Batu KM - - - - 12,7

Tanah KM - - - - 9,95

(43)

No Uraian Satuan Kondisi 2006

Tahun

2007 2008 2009 2010

Kelas II KM - - - - -

Kelas III A KM - - - - 18

Kelas III.B KM - 97 113 186,7 208,7

Kelas III.C KM 1.059 1.040 1.104 1.154,5 1.194,05

3 Kondisi Jalan Kabupaten

Aspal Baik KM 78 89 95 105 147,29

Aspal Sedang KM - - - - -

Aspal Rusak Ringan KM - 24,56 29 36,72 42,665

Aspal Rusak Berat KM 31 11,44 10 12,5 -

Jalan Kerikil KM 198 278 235 289 331,6

Jalan Batu KM - - - - -

Jalan Tanah KM 322 289 347 335 292,05

Semenisasi M² 31.148 91.399 33.064 16.396 - Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kutai Barat 2010

Dari panjang jalan tersebut, jumlah jalan provinsi yang beraspal mencapai 263 km dan jalan Kabupaten mencapai 189,95 km. Pengerasan dengan batu sudah dilakukan dan diharapkan akan ditindaklanjuti dengan pengaspalan. Kondisi geografis Kutai Barat serta jarak antar kecamatan merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam kegiatan pengerasan jalan. Prioritas pembangunan jalan adalah jalan yang mampu meningkatkan akses masyarakat antar wilayah, sehingga mampu mendukung aktivitas ekonomi dan distribusi barang dan jasa di Kutai Barat. Selain itu, pembangunan jalan diharapkan mampu mengatasi keterisoliran beberapa kampung atau daerah yang terjadi selama ini. Kelancaran akses antar wilayah akan mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga tingkat ketimpangan pembangunan dan kondisi sosial ekonomi yang ada di antara wilayah dapat direduksi.

(44)

Tabel 2.33.

Pembangunan Saluran Irigasi No

Uraian Satuan Kondisi Awal 2006

Capaian Kinerja

Sumber: Dinas pekerjaan Umum Kutai Barat 2010

Saluran irigasi sekunder dan tersier pada tahun 2010 mencapai panjang 16,77 km dan 36,04 km. Panjang tersebut mengalami peningkatan yang sangat tajam dibadningkan tahun 2006 dengan panjang masing-masing 6,75 dan 7,91.

Pembangunan saluran irigasi dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi pertanian masyarakat serta memperlancar debit air untuk mengatasi kemungkinan adanya banjir. Namun, kondisi alam Kutai Barat terkadang menjadi salah satu hambatan pembangunan saluran irigasi.

2.3.1.4. Perumahan dan Penataan Ruang

(45)

Barat terdiri dari hutan lindung (744.038 Ha atau mencapai 22,86%), hutan suaka alam dan wisata seluas 5.500 Ha atau 0,17% dan rawa-rawa seluas 31.291 Ha atau 0,96%.

Berdasarkan RUTRW Kabupaten Kutai Barat tahun 2005-2020, kawasan lindung yang berupa hutan terletak di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Long Pahangai (103.110 Ha), Kecamatan Long Apari (4.051 Ha), Kecamatan Damai (20.574 Ha), Kecamatan Long Iram (68.217 Ha), Kecamatan Long Hubung (58.376 Ha), Kecamatan Long Bagun (68.921 Ha), dan Kecamatan Muara Pahu (6.322 Ha). Kawasan lindung yang berupa kawasan cagar alam (Cagar Alam Kersik Luway) terletak di Kecamatan Barong Tongkok (1.698 Ha), Kecamatan Damai (455 Ha) dan Kecamatan Melak (3.347 Ha).

Kawasan budidaya di Kabupaten Kutai Barat meliputi hutan produksi tetap, hutan yang dapat dikonversi, sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, dan perkebunan. Menurut Profil Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat mempunyai luas kawasan hutan produksi paling besar dibandingkan dengan Kabupaten-kabupaten lainnya. Berdasarkan data penggunaan lahan, luas hutan produksi di Kabupaten tersebut adalah seluas 932.266 Ha atau 29% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan luas hutan yang dapat dikonversi ke pemanfaatan lain adalah 45,50% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Barat atau seluas 1.481.066 Ha. Kawasan hutan produksi tetap, menurut rencana tata ruang, terletak di Kecamatan Long Hubung, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian, Melak, Jempang, Penyinggahan dan Bongan.

Gambar

Tabel 2.21. Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Daerah
Tabel 2.22.
Tabel 2.23. Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan
Tabel 2.24. Efisiensi Tenaga Kerja per Lapangan Usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya tidak mudah murung ketika mengalami kesulitan beradaptasi dengan orang Jawa.. Pikiran saya tetap fokus meskipun mendengar bahasa Jawa yang tidak saya

Memperlihatkan Dokumen Kualifikasi asli atau rekaman (fotocopy) Dokumen Kualifikasi yang telah dilegalisir oleh penerbit Dokumen sesuai isian pada sistem SPSE Kabupaten

Restaurant and Food standards in Barbados are extremely high, with chefs from the island winning international culinary awards and competitions year after

Universitas Negeri

Most inhabitants do not speak English or other foreign languages, as is the case in most of Spain. Also, remember that many inhabitants, specially if they were born outside Spain,

Berdasarkan Hasil Penetapan Pemenang Lelang nomor :SDA.30/PPL/PU/POKJA I/MT/IX/2016 maka Pokja1 ULP Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dengan ini mengumumkan Pemenang untuk

Kepada para Peserta Lelang diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan tertulis berkaitan dengan Pengguguran Perusahaan yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari,

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 di Wilayah Kerja Puskesmas Batulicin Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu, diketahui bahwa responden