• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01575

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01575"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL1

A. PENDAHULUAN

Kepemimpinan transformasional memiliki kekuatan pada karakteristik pemimpin. Pemimpin transformasional bergaya modern, mampu mempengaruhi hal yang positif kepada rekan kerjanya, visinya jelas, fokus kepada kemampuan pemimpin. Pemimpin transformasional melakukan pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi adalah sesuatu yang direncanakan, bersifat luas, dikelola langsung oleh sang pemimpin untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasinya (Warrick, 2011).

Pemimpin transformasional terampil menjadi seorang pemimpin yang visioner yang bisa memotivasi dan menginspirasi orang tetapi mungkin gagal untuk mencapai hasil yang diinginkan karena kurangnya pemahaman tentang apa yang terlihat dalam perubahan dan transformasi organisasi. Pemimpin transformasional yang terlibat dalam pengembangan organisasi akan memiliki peluang yang sukses dan dapat mempercepat proses perubahan yang dapat ditingkatkan secara maksimal.

Di sisi lain, faktor kepribadian berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan dengan penekanan pada kepemimpinan transformasional. Hal ini akan mengeksplorasi keterampilan politik sebagai variable moderator. Preposisi dan konseptual model berimplikasi pada pandangan baru yang berkaitan dengan kepribadian, keterampilan politik, dan kepemimpinan. Kepribadian dan keterampilan politik berperan mempengaruhi gaya kepemimpinan dan kinerja (kemampuan bekerja), karena gaya kepemimpinan dan kemampuan kerja positif atau negatif dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam pengaturan dan pengembangan organisasi.

B. FAKTOR PENGARUH KEBRIBADIAN DAN KETRAMPILAN POLITIK TERHADAP KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Kepribadian individu pemimpin berperan dalam menentukan gaya kepemimpinannya. Kepribadian individu dapat diamati melalui sikap dan perilaku yang mencerminkan kualitas yang dimilikinya. Kepribadian disini bukan hanya untuk membedakan satu individu dari yang lain, tetapi seorang individu dapat mempengaruhi gaya kepemimpinannya dan pengembangan sumber daya manusia. Secara empiris dan teoritis hubungan kepribadian dan kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel moderator yaitu keterampilan politik, yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan keduanya. Menurut Tiernan (2006) kepemimpinan mantan Perdana Menteri Australia John Howard merupakan refleksi dari pengalamannya, keterampilan politik, dan kepribadiannya. Kepemimpinan di Amerika Serikat, menurut Pearson (2006) membutuhkan keterampilan politik dan tergantung pada kepribadian, waktu, tempat, dan keadaan.

1. LIMA MODEL FAKTOR KEPRIBADIAN

Colquitt, Lepine, & Noe (2000) mendefinisikan kepribadian sebagai kestabilan karakteristik individu (selain kemampuan) yang mempengaruhi kognisi dan perilaku.

1

(2)

2

Kepribadian seorang individu cenderung untuk berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara tertentu.

Model lima faktor (The Big Five Models) kepribadian digunakan untuk memprediksi serta memperjelas sejumlah konstruksi dan fenomena. 'kepribadian dan gaya kepemimpinan termasuk kepuasan, komitmen, dan omset (Smith & Canger, 2004); untuk mengeksplorasi hubungan antara kepribadian dan prestasi kerja individu (Barrick & Mount, 2005); dan bahkan untuk menguji hubungan antara ciri-ciri kepribadian dan kesehatan fisik (Smith & Williams, 1992), yang dapat mempengaruhi kinerja. Hubungan antara karakteristik kepribadian dan kepemimpinan, serta interaksi antara kepribadian dan keterampilan politik mempengaruhi kepemimpinan transformasional

Sejalan dengan pemikiran tersebut, The Big Five Models terdiri dari lima dimensi yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional dideskripsikan sebagai berikut.

a. Keterbukaan Terhadap Perubahan

Keterbukaan terhadap pengalaman dapat disamakan dengan keterbukaan untuk berubah. Menurut Bono & Judge (2004), korelasi antara keterbukaan untuk suatu perubahan dan kepemimpinan transformasional menghasilkan korelasi yang cukup signifikan, karena pemimpin yang terbuka untuk perubahan harus lebih kreatif dan intensif menjadi pemimpin yang visioner terhadap perubahan. Pemimpin yang visioner memiliki visi dan mampu merangsang pengikut untuk mengejar visi tersebut, menerima dan mengambil keuntungan penuh dari perubahan bagi seorang pemimpin transformasional.

(3)

3 b. Kesadaran

Kesadaran adalah ciri kepribadian yang paling diteliti dan paling konsisten dalam memprediksi konsep-konsep lain seperti kinerja atau perilaku organisasi (Borman, Penner, Allen, & Motowidlo, 2001). Kesadaran terkait kehandalan, keteguhan, kerajinan, organisasi, dan orientasi prestasi. Lim & Ployhart (2004) menemukan kesadaran untuk menampilkan hubungan yang signifikan dengan kepemimpinan transformasional, karena kesadaran dikaitkan dengan

keinginan dan dorongan untuk berprestasi, diharapkan individu akan terbuka dan bersedia membuat perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan sebagai aset bagi seorang pemimpin transformasional. Dimensi kecerdasan sosial keterampilan politik memungkinkan pemimpin untuk lebih tanggap, cermat terhadap lingkungan, dapat memonitor dan beradaptasi untuk memproyeksikan citra sosial yang tepat dan menuai pahala yang diinginkan. Ferris et al. menjelaskan bahwa individu secara politik terampil menjaga akuntabilitas mereka untuk dirinya dan orang lain. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ferris et all. (2005) juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dimensi kecerdasan sosial keterampilan politik dengan kesadaran. Hal ini merupakan tuntutan para pemimpin, bekerja ekstra untuk jaringan dan membangun hubungan dengan orang lainnya memenuhi tujuannya. Tindakan ini juga mencerminkan dimensi keterampilan politik, meningkatkan kemampuan membangun jaringan, memperkuat hubungan kesadaran-TFL. Proposisi berikut mencerminkan hubungan yang kuat antara kesadaran, keterampilan politik, dan kepemimpinan transformasional.

c. Extraversion / Introversi

Keterlibatan sangat penting dalam semua komponen dari kepemimpinan transformasional. Extraversion/Introversion terkait dengan keramahan, sosialisasi, ketegasan, keceriaan, kegembiraan, energy positif, standard bicara. Ferris et al. (2007) menyatakan bahwa extraversion mencerminkan affability atau sosialisasi. Salah satu dimensi keterampilan politik adalah kemampuan membangun jaringan, yang memungkinkan individu untuk membuat koneksi berharga yang akan membantu dalam mencapai tujuan jaringan. Ferris et al. (2007) juga menyatakan bahwa individu dengan keterampilan politik mengidentifikasi dan mengembangkan beragam kontak dan jaringan untuk memastikan keuntungan organisasi. Para penulis menyatakan bahwa individu secara politik terampil memiliki kemampuan membangun jaringan sebagai hasil dari bakat mereka agar dengan mudah mengembangkan persahabatan. Individu extraverted akan lebih berhasil memulai dan mempertahankan hubungan ini dan dengan demikian akan lebih mungkin untuk mempengaruhi dan memotivasi staf mereka.

(4)

4

Keramahan adalah sifat kepribadian yang penting ketika mempertimbangkan kepemimpinan transformasional karena menyinggung karakter pemimpin, untuk menjawab sensitifitas terhadap kebutuhan mereka. Hetland & Sandal (2003) menegaskan bahwa keramahan sama dengan kehangatan secara signifikan terkait dengan kepemimpinan transformasional, yang dapat dimengerti karena kehangatan berdampak pada pertimbangan individual. Studi Lim dan Ployhart (2004) mengungkapkan hubungan negatif antara keramahan dan kepemimpinan transformasional. Temuan ini memperkuat pentingnya memperhitungkan faktor kontekstual dan waspada terhadap generalisasi ketika melakukan penelitian empiris.

Kehangatan dan kasih sayang berhubungan dengan individu menyenangkan juga termasuk salah satu aset pemimpin dengan keterampilan politik. Menurut Ferris et al. (2007), tema kebaikan, selain mencerminkan karakteristik disposisional seperti extraversion dan efektifitas positif, juga mewakili konstruk keramahan. Affability terkait dengan dimensi keterampilan politik yaitu pengaruh interpersonal, kemampuan membangun jaringan, dan ketulusan. Oleh karena itu, keterampilan politik sebagai variable moderator berinteraksi dengan keramahan dan mempengaruhi kepemimpinan transformasional.

e. Neurosis / Emosi Yang Stabil

Bono dan Judge (2004), membangun hipotesis bahwa hubungan antara neurotisme dan kepemimpinan transformasional karena hubungan neurotisisme dengan harga diri dan kepercayaan diri. Para peneliti berpikir sifat-sifat ini yang diperlukan bagi seorang individu untuk memotivasi stafnya mengambil risiko dan mencapai standar yang tinggi. Namun, penelitian tersebut tidak menemukan neurotisisme untuk menampilkan hubungan yang signifikan dengan kepemimpinan transformasional. Sebuah meta-analisis berikutnya oleh Bono dan Judge (2004), bahwa neurotisisme tidak terkait dengan kepemimpinan transformasional yaitui dimensi karisma (pengaruh ideal) dan motivasi inspirasional. Hasil penyelidikan juga menetapkan bahwa neurotisisme negatif terkait dengan dimensi kepemimpinan transformasional yaitu stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Lim dan Ployhart (2004) juga menemukan neurotisisme secara negatif terkait dengan kepemimpinan transformasional. Menariknya, telah ditemukan bahwa stabilitas emosional antara karyawan, mempengaruhi persepsi mereka tentang kualitas transformasional pemimpin mereka.

(5)

5

yang lebih besar dalam hal kontrol untuk menafsirkan stres di tempat kerja yang berbeda, sehingga mengurangi ketegangan dan kecemasan. Keterampilan ini akan menjadi aset bagi para pemimpin karena mereka berusaha untuk memotivasi pengikut mereka dan pada saat berlatih tentang pengaruh ideal dan pertimbangan individual. Dengan demikian, sebagai moderator, keterampilan politik akan memperkuat hubungan emosional stabilitas dengan kepemimpinan transformasional.

2. KETRAMPILAN POLITIK (POLITICAL SKILL)

Individu yang memiliki keterampilan politik memiliki kemampuan untuk membaca orang lain dan menyesuaikan perilaku mereka dengan situasi untuk mencapai hasil yang menguntungkan. Keterampilan politik didefinisikan sebagai gaya konstruk interpersonal yang menggabungkan kecerdasan sosial dengan kemampuan untuk berhubungan baik, menunjukkan perilaku situasional dengan cara yang menawan dan menarik, menginspirasi kepercayaan diri, ketulusan, dan keaslian (Ferris et all. 2000). Menurut Ferris et all. 2007 Hal tersebut adalah kemampuan untuk memahami orang lain di tempat kerja dan menggunakan pengetahuan tersebut mempengaruhi orang lain untuk bertindak dengan cara meningkatkan tujuan pribadi dan / atau organisasi seseorang.

Manusia memiliki kualitas intrinsik dan preferensi yang membuat mereka berbeda, berperilaku dengan cara tertentu, berpengaruh juga pada gaya kepemimpinan dengan cara tertentu, karena ada faktor lain yang turut berinteraksi dengan kepribadian yaitu ketrampilan politik sehingga memperkuat atau memperlemah hubungan kepribadian dengan gaya kepemimpinan transformasional. Oleh karena itu, keterampilan politik merupakan konsep multi-dimensi yang melibatkan kecerdasan, seni persuasi, bakat membentuk koneksi yang tepat, dan perwujudan tampak keaslian. Ferris et al. (2007) menjelaskan dimensi ketrampilan politik sebagai berikut.

1. Kecerdasan Sosial. Kecerdasan sosial adalah kemampuan mengamati orang lain, memahami interaksi sosial, dan menafsirkan perilaku.

2. Pengaruh interpersonal adalah kemampuan beradaptasi dan menyesuaikan perilaku untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari orang lain.

3. Kemampuan membangun jaringan adalah kemampuan mengidentifikasi dan mengembangkan beragam kontak dan jaringan dgn orang lain.

4. Ketulusan adalah kemampuan memotivasi orang lain, memiliki integritas yang tinggi, secara jujur.

(6)

6

berinteraksi dengan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dan dengan demikian untuk benar-benar terlibat dengan staf melalui gaya kepemimpinan transformasional. Ferris et al. (2007) menyatakan bahwa individu-individu politik terampil selaras dengan lingkungan sosial yang beragam dan memiliki kemampuan untuk memengaruhi, mengidentifikasi diri dengan orang lain, dan menjadi peka terhadap kebutuhan mereka.

Keterampilan politik meningkatkan kejujuran, mengembangkan kepercayaan dan keyakinan diri dan dengan demikian mempromosikan pemimpin sebagai sumber pengaruh. Menurut Ferris et al. (2007), individu politik terampil tampaknya memiliki integritas yang tinggi untuk menjadi otentik, dan tulus,. Kualitas ini adalah aset kepada pemimpin transformasional karena pengaruh ideal dan motivasi inspirasional.

C. INTEGRASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI

Kepemimpinan transformasional menggambarkan suatu proses dimana pemimpin membawa perubahan positif yang signifikan pada individu, kelompok, tim, dan organisasi (Avolia, Waldman, & Yammarino, 1991) dengan menggunakan inspirasi, visi, dan kemampuan untuk memotivasi staf, melampaui kepentingan diri mereka untuk tujuan kolektif. Pengembangan organisasi adalah sesuatu yang direncanakan, bersifat luas, dikelola langsung oleh sang pemimpin untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasinya (Warrick, 2011).

1. VISI ORGANISASI (VISION OF ORGANISATION)

Kepemimpinan transformasional, yang pada awalnya diartikulasikan oleh James MacGregor Luka bakar (Burns, 1978), sebagai kepemimpinan yang terinspirasi oleh pemimpin yang mempunyai motivasi dan moralitas yang tinggi untuk tujuan yang sama.

Kepemimpinan transformasional dikembangkan dari empat komponen utama sebagai visi organisasi, yaitu:

(7)

7

mengidentifikasi visi pemimpinnya, karena pemimpin tersebut dipandang sebagai peran model.

2.

Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation). Motivasi Inspirasional berhubungan dengan gairah, semangat tim, dan visi bersama. Motivasi Inspirasional mendorong antusiasme pada orang lain melalui tantangan dan menanamkan rasa signifikansi sementara mempromosikan kohesi, harmoni, dan keyakinan. Menurut Warrick (2011) motivasi inspirasional menggambarkan tipe pemimpin yang mempunyai intensitas komunikasi dan harapan yang tinggi, memberikan makna untuk tujuan dan usaha, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana, melakukan hal-hal untuk membuat orang termotivasi.

3.

Stimulasi intelektual (Intellectual Stimulation). Stimulasi intelektual menggabungkan orisinalitas dan inovasi. Stimulasi intelektual mengkaitkan kreativitas dan daya cipta dengan mendorong ide-ide baru, mempertanyakan dan berpikir di luar kontak. Stimulasi intelektual mendorong cara-cara baru yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, mengembangkan kreativitas, asumsi, mempromosikan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah. Stimulasi intelektual adalah tipe pemimpin yang memberikan tantangan pengikut untuk berpikir kritis dan mencari cara baru untuk mengatasi masalah, juga belajar tentang figure pemimpin (Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003).

4.

Pertimbangan Individual (Individualized Consideration). Pertimbangan Individual

termasuk tanggap terhadap kebutuhan pengikut untuk pertumbuhan dan perkembangan (Bass & Riggio, 2006c). Pertimbangan Individual memberikan perhatian khusus pada kebutuhan individu masing-masing pengikut, harapan, dan pengembangan.

Pemimpin transformasional dapat mendorong pengikut mengidentifikasi relasi melalui perilaku yang menarik, seperti motivasi karismatik dan inspirasional perilaku. Yukl (1998) mengartikulasikan sebuah isi menarik yang menekankan aspek ideologis pekerjaan, komunikasi tingkat tinggi, dan ekspektasi kinerja, bahwa bawahan dapat mencapai mereka, dan hal itu menunjukkan rasa percaya diri, pemodelan perilaku, dan kolektif identitas berhasil. Demikian pula, inspirasional memotivasi para pemimpin tidak hanya memberikan daya tarik emosional untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pengikut sesuai yang diinginkan, tetapi pemimpin inspirasional harus memberikan makna dan tantangan pengikut dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang ingin dicapai (Bass, 1985).

(8)

8

dengan meningkatkan efektivitas pekerjaan pemimpin transformasional mampu mengembangkan tingkat kepercayaan yang tinggi dan komitmen di antara staf (Walumbwa et al. 2003). Pemimpin transformasional juga dapat menumbuhkan identifikasi relasional melalui interpersonal dan interaksional, seperti stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Pemimpin yang intelektual merangsang dan mendorong staf untuk melepaskan diri dari cara-cara berpikir lama untuk mengatasi masalah (Bass, 1985).

2. PENGEMBANGAN ORGANISASI (ORGANISATION DEVELOPMENT)

Pengembangan organisasi memiliki akar awal tahun 1940-an melalui karya Kurt Lewin dan Pusat Penelitian Dinamika Kelompok yang didirikan di Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1945 (Brown, 2011). Definisi awal Richard Beckard tentang pengembangan organisasi adalah perencanaan jangka panjang untuk perluasan organisasi dengan pengelolaan terpusat pada pemimpin dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi dan kesehatan mental, serta perencanaan intervensi terhadap prediksi perilaku organisasi (Beckhard, 1969). Warrick (2005) menyimpulkan bahwa pengembangan organisasi adalah suatu proses yang direncanakan dan kolaboratif untuk memahami, mengembangkan, dan mengubah organisasi, meningkatkan kesehatan, efektivitas, dan kemampuan memperbaharui diri.

Pemimpin transformasional menginspirasi stafnya untuk mencapai lebih banyak dengan berkonsentrasi pada nilai-nilai staf dan menyelaraskannya dengan nilai-nilai organisasi. Tujuannya adalah memotivasi staf untuk mencapai lebih dari apa yang staf rencanakan untuk dicapai (Krishnan, 2005). Burns (1978) mengidentifikasi kepemimpinan transformasional sebagai hubungan di mana pemimpin dan staf saling memotivasi untuk tingkat yang lebih tinggi yang mengakibatkan kesesuaian sistem nilai antara pemimpin dan staf.

Bass (1985) mengatakan bahwa pemimpin adalah "orang yang memotivasi orang lain untuk melakukan lebih dari yang kita harapkan. Motivasi dapat dicapai dengan meningkatkan tingkat kesadaran tentang pentingnya hasil dan cara untuk menjangkau staf. Bass juga mengatakan bahwa para pemimpin mendorong stafnya untuk melampaui kepentingan pribadi demi kebaikan organisasi. Kepemimpinan transformasional berfungsi sebagai sarana menciptakan dan mempertahankan konteks untuk membangun kapasitas manusia dengan mengidentifikasi dan mengembangkan nilai-nilai inti dan tujuan pemersatu, membebaskan potensi manusia dan menghasilkan peningkatan kapasitas, pengembangan kepemimpinan dan

followership yang efektif, memanfaatkan desain organisasi interaksi-terfokus, dan bangunan keterkaitan "(Hickman, 1997).

(9)

9

demi pencapaian tujuan" (Hickman, 1997). Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang handal yang menghasilkan komitmen dari staf untuk mencapai tujuan bersama (Waddock & Post, 1991). Kemampuan pemimpin untuk menginspirasi, memotivasi, dan komitmen untuk tujuan bersama (Bass, Waldman et al., 1987).

Bass memainkan peran utama dalam meneliti dampak kepemimpinan transformasional terhadap pengembangan organisasi. Banyak studi empiris telah menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan peningkatan kepuasan kerja, prestasi kerja, komitmen dan kepercayaan (Bass & Avolio, 1990; Bass, 1999) karyawan. Tichy & Devanna (1986) mendeskripsikan tiga langkah untuk pengembangan organisasi:

a. Revitalisasi

Revitalisasi berarti proses, cara, dan tindakan memberdayakan staf dan karyawan, meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja, prestasi kerja, komitmen dan kepercayaan serta mengurangi stres dan burnout staf dan karyawan. Revitalisasi efektif karena potensi kepemimpinan transformasional terletak pada kemampuan pemimpin dalam meningkatkan kinerja individu, kelompok, tim, dan organisasi serta meningkatkan inovasi, kreativitas, dan keterlibatan staf dan karyawan dalam melakukan perbaikan.

Pemimpin transformasional memanfaatkan perilaku yang memberdayakan staf dan karyawan mengintensifkan motivasi mereka (Masi & Cooke, 2000). Staf diberdayakan tidak hanya oleh visi yang dibentuk oleh pemimpin transformasional, tetapi juga oleh kapasitas pemimpin untuk mencapai visi (Eden, 1992). Pemimpin transformasional membangun iklim partisipatif dan kondisi pemberdayaan yang memungkinkan stafnya untuk merespon dengan cepat dan dengan fleksibilitas untuk perubahan organisasi dan lingkungan (Lawler, 1994; Harrison, 1995). Teori kepemimpinan transformasional telah berulang kali menekankan kemajuan staf ke arah kemandirian dan pemberdayaan atas pemimpin yang pasif (Graham, 1988). Intelektual dianggap sebagai pendekatan kritis-independen untuk menjadi proses pemberdayaan yang diperlukan antara pengikut pemimpin transformasional. Bass & Avolio (1990) menyatakan bahwa pemimpin transformasional menambah kapasitas staf untuk berpikir sendiri, mengembangkan ide-ide segar, dan mempertanyakan aturan operasional yang kuno. Avolio & Gibbons (1988) menyatakan bahwa tujuan utama dari kepemimpinan transformasional adalah untuk mengembangkan staf dapat melakukan manajemen dan pengembangan diri. Shamir (1991) juga menekankan dampak perubahan dari pemimpin transformasional pada kemandirian staf.

(10)

10

Conger & Kanungo (1988), kepemimpinan transformasional juga terhubung ke pemberdayaan melalui self-efficacy.

b. Menciptakan Visi Baru

Pemimpin transformasional menekankan kemungkinan baru dan mempromosikan sebuah visi masa depan. Mengembangkan visi transparan dan menginspirasi bawahan untuk mengejar visi sangat penting bagi para pemimpin transformasional (Lievens, Van Geit, & Coetsier, 1997). Tujuannya adalah perubahan dalam organisasi untuk kemungkinan-kemungkinan baru dan menarik, dengan cara organisasi harus menerima energi dan visi baru dari para pemimpin mereka. Beberapa studi (Davidhizer & Shearer, 1997; Keller, 1995; King, 1994; Mink, 1992; Wofford & Goodwin, 1994; Zaccaro & Banks, 2001) telah dilakukan dan menunjukkan hubungan positif antara pemimpin transformasional dan visi organisasi. Tujuannya untuk mengubah struktur organisasi saat ini dan menginspirasi karyawan organisasi untuk percaya pada visi baru yang memiliki peluang baru bagi individu dan organisasi secara keseluruhan.

Visi baru menghasilkan visi, misi, tujuan, dan budaya yang memberikan kontribusi terhadap kemampuan individu, kelompok, dan organisasi untuk "mempraktekkan nilai-nilai demi pencapaian tujuan" (Hickman, 1997). Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang handal yang menghasilkan komitmen dari staf untuk mencapai tujuan bersama (Waddock & Post, 1991). Kemampuan pemimpin untuk menginspirasi, memotivasi, dan komitmen untuk tujuan bersama (Bass, Waldman et al., 1987). Visi baru dalam kepemimpinan transformasional adalah seorang pemimpin visioner dengan cara-cara baru berpikir tentang strategi, struktur, dan orang-orang serta perubahan, inovasi, dan memiliki perspektif kewirausahaan. Mereka juga percaya bahwa kepemimpinan transformasional adalah proses sistematis yang dapat dipelajari dan dikelola, serta ide-ide yang sangat konstruktif untuk pemimpin yang bercita-cita menjadi pemimpin transformasional dan organisasi yang berkomitmen untuk mengembangkan pemimpin transformasional.

(11)

11

dan bertahan menjadi pemimpin inspirasional. Pemimpin inspirasional adalah pemimpin yang menginspirasi keunggulan dan kerendahan hati, kejujuran dan integritas diri, menciptakan iklim keterbukaan yang sangat penting untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dan memiliki informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan.

c. Melembagakan Perubahan

Dengan mengintegrasikan konsep-konsep kepemimpinan transformasional ke dalam pengembangan organisasi yang berdampak pada perubahan dan transformasi organisasi. Memahami dampak kepemimpinan transformasional pada organisasi, maka pemimpin transformasional dapat mempengaruhi perilaku karyawan sehingga perilakunya memiliki dampak positif pada organisasi. Burns (1985) mengartikulasi kepemimpinan transformasional sebagai sesuatu yang "terjadi ketika satu atau lebih orang terlibat dengan orang lain sedemikian rupa sehingga pemimpin dan staf saling meningkatkan motivasi dan moralitas. Burns percaya bahwa kepemimpinan transformasional dapat mensistematika perubahan dengan meningkatkan staf dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Transformasi Organisasi (OT) merupakan perluasan terbaru dari pengembangan organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perubahan besar dalam organisasi menyangkut struktur, proses, budaya, dan orientasi terhadap lingkungannya. Transformasi organisasi adalah aplikasi teori ilmu perilaku dan praktek untuk efek skala besar, paradigma-pergeseran perubahan organisasi. Perubahan organisasi digambarkan sebagai proses yang sedang berjalan untuk mengetahui realitas organisasi, mengidentifikasi cita-cita masa depan, serta mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengubah organisasi. Istilah organisasi dimaksudkan untuk mencakup seluruh organisasi, departemen, tim, dan bentuk-bentuk organisasi.

Realitas organisasi mengacu pada pemimpin yang sering menyimpang dari aturan organisasi yang dipimpinnya, sehingga menyebabkan kemunduran organisasi (Warrick, 2002). Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki kesadaran realitas internal dan eksternal terhadap organisasi yang dipimpinnya sebelum melakukan perubahan organisasi. Mengidentifikasi cita-cita masa depan menggambarkan apa cita-cita ideal organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu mempelajari tren industri masa depan yang berhubungan dengan hasil pribadi, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, keyakinan self-efficacy, dan motivasi.

(12)

12

staf mengambil tanggung jawab lebih banyak dalam pekerjaan di luar kepentingan diri mereka, demi kepentingan organisasi secara keseluruhan. Akibatnya, para pemimpin ini mampu membawa wawasan yang lebih dalam dan apresiasi masukan yang diterima dari masing-masing staf. Bass (1985) lebih lanjut mengemukakan bahwa pemimpin transformasional mendorong stafnya untuk berpikir kritis dan mencari pendekatan baru, melakukan pekerjaan mereka.Tantangan ini diberikan untuk memotivasi staf menjadi lebih terlibat dalam tugas-tugas yang mengakibatkan peningkatan tingkat kepuasan dengan pekerjaan dan komitmen terhadap organisasi.

2) Kepuasan Kerja. Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai "keadaan emosional yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dan pengalaman kerja" (Locke, 1976, hal. 1.304). Kepuasan kerja berasal dari persepsi staf bahwa pekerjaan benar-benar memberikan apa yang dia nilai dalam situasi kerja (Nguni, Sleegers, & Denessen, 2006). Kepuasan kerja bersinergis dengan pekerjaan itu sendiri, hubungan atasan, keyakinan manajemen, peluang masa depan, lingkungan kerja, manfaat/imbalan, dan hubungan rekan kerja (Morris, 1995). Kepuasan kerja dalam konteks kepemimpinan transformasional, secara intrinsik lebih mendorong kemampuan staf memberikan pengaruh ideal dan stimulasi intelektual. Selain itu, pemimpin transformasional mendorong staf untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab secara mandiri, memberikan staf peningkatan tingkat keberhasilan dan kepuasan yang memadai (Emery & Baker, 2007). Studi empiris telah menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat besar dan stabil terhadap kepuasan kerja staf dan karyawan (Griffin & Bateman, 1986; Steers dan Rhodes, 1978).

3) Komitmen. Mowday, Porter, dan Steers (1982) komitmen didefinisikan menggunakan tiga komponen: identifikasi dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi, kemauan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi, dan komitmen untuk tetap dalam organisasi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai "kekuatan relatif dari identifikasi individu dengan keterli ata dala orga isasi terte tu Yukl e defi isika ko it e mengacu pada kesepakatan internal dan antusiasme ketika melakukan permintaan atau tugas. Bass (1998) mendefinisikan komitmen mengacu pada kesetiaan dan keterikatan pada organisasi. Studi penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengalaman kerja individu dan faktor organisasi dan pribadi berfungsi sebagai anteseden terhadap komitmen organisasi (Allen & Meyer, 1990, 1996; Eby, Freeman, Rush, & Lance, 1999; Meyer & Allen, 1997). Salah satu penentu utama dari komitmen adalah kepemimpinan (Mowday, Porter, & Steers, 1982). Pemimpin transformasional menimbulkan komitmen staf untuk organisasi (Barling, Weber, & Kelloway, 1996), tujuan organisasi dan nilai-nilai (Bass, 1998), dan komitmen tim (Arnold, Barling, & Kelloway, 2001).

(13)

13

orang-orang yang bersangkutan (Hardy & McGrath, 1989). Meskipun tidak ada definisi universal kepercayaan, konsep yang sering digunakan menekankan hubungan interpersonal dan "kesediaan untuk konsekuen dan konsisten antara pemimpin dan staf" (Mayer, Davis, & Schoorman, 1995) berdasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin adalah mahir, dan dapat diandalkan. Beberapa penulis berpendapat bahwa kepercayaan tempat kerja dikembangkan terutama melalui para pemimpin organisasi (Creed & Miles, 1996; Fairholm, 1994; Shaw, 1997). Tentang Sastra kepercayaan dan manajemen menunjukkan bahwa kepercayaan merupakan elemen penting dalam hubungan bahwa pemimpin transformasional miliki motivasi dan moralitas terhadap para staf (Butler, Cantrell, & Flick, 1999). Tingkat kepercayaan yang ada dalam suatu organisasi dapat menentukan banyak karakter organisasi, pengaruh fungsi struktur organisasi, mekanisme kontrol, kepuasan kerja, desain kerja, komitmen, komunikasi, dan perilaku staf dan karyawan dalam organisasi (Zeffane & Connell, 2003).

5) Keyakinan Self-Efficacy. Keyakinan self-efficacy telah menjadi fokus penelitian organisasi selama hampir tiga dekade (Bandura, 1986, 1997, 2000; Luthans, 2002a, 2002b). Self-efficacy merupakan keyakinan individu dalam kemampuan nya untuk berhasil menyelesaikan tugas tertentu (Bandura, 1986). Gist dan Mitchell (1992) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kerja dengan terampil. Self-efficacy juga dapat digambarkan sebagai kepercayaan yang memiliki staf untuk menjadi sukses dan nilai yang melekat pada hasil yang mungkin. Keyakinan self-efficacy mempengaruhi pola pikiran, emosi, dan tindakan staf menghabiskan banyak upaya dalam mengejar tujuan, bertahan dalam menghadapi kesulitan, dan melaksanakan kontrol peningkatan kinerja (Bandura, 1986, 1993, 1997). Prestasi individu memerlukan kualifikasi dan keterampilan serta keyakinan pribadi dalam kemampuan seseorang untuk berhasil melakukan tindakan tertentu (Bandura, 1986). Self-efficacy dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan transformasional (Waldman & Spangler, 1989). Peningkatan keyakinan dan valensi hasil dapat menghasilkan peningkatan nyata dalam upaya staf 'untuk berhasil, sehingga membuat kepemimpinan stimulus untuk upaya melampaui harapan (Bass, 1985; Tichy & Devanna, 1986). Pemimpin transformasional mampu meningkatkan self-efficacy pengikut dengan menunjukkan kepercayaan pengikut dan membantu mereka bekerja melalui masalah individu dan tantangan pembangunan (Bandura, 1977; Intisari, 1987).

(14)

14

ekstra staf menunjukkan berapa banyak pemimpin memotivasi mereka untuk melakukan melampaui harapan kontrak. Penekanan ditempatkan pada kebutuhan aktualisasi diri yang memuaskan, mencerminkan jenis kebutuhan yang mendasari kinerja staf dan hasil usaha ekstra dengan menghasilkan tingkat kepedulian yang lebih tinggi kepada pemimpin dan organisasi. Yukl dan Van Fleet (1982) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan persepsi bawahan efektivitas pemimpin dan tingkat motivasi yang lebih tinggi. Demikian pula, Hatter dan Bass (1988) menemukan bahwa pengikut pemimpin transformasional melaporkan kepuasan dan motivasi yang tinggi.

Mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengubah organisasi, yang terbaik dan paling populer adalah Model John Kotter yang disajikan dalam buku klasiknya berjudul Perubahan Memimpin (Kotter, 1996). Modelnya meliputi delapan langkah: (1) membangun rasa urgensi; (2) menciptakan koalisi pemandu; (3) mengembangkan visi dan strategi; (4) mengomunikasikan visi perubahan; (5) memberdayakan karyawan untuk berbasis luas tindakan; (6) menghasilkan kemenangan jangka pendek; (7) mengkonsolidasikan keuntungan dan memproduksi lebih banyak perubahan; dan (8) penahan pendekatan baru dalam budaya. Dia memperluas model ini ke dalam sebuah buku kemudian ditulis bersama dengan Dan Cohen berjudul The Heart of Change (Kotter dan Cohen, 2002). Dalam buku ini penulis menekankan pentingnya melibatkan hati (perasaan, emosi) dan bukan hanya pikiran dalam melakukan perubahan. Sedangkan model delapan langkah yang sangat baik untuk mengubah organisasi, tidak menyebutkan kepemimpinan transformasional atau konsep pengembangan organisasi. Dalam mencapai perubahan transformasional dalam organisasi, adalah penting untuk mengembangkan proses transformasi suara, melatih para pemimpin pada proses, menunjuk tim transformasi untuk membantu memandu proses, dan mencari bimbingan profesional internal atau eksternal dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi, dan meningkatkan proses.

Dalam mencapai perubahan transformasional organisasi, adalah penting untuk mengembangkan proses pemimpin transformasional terampil, melatih para pemimpin pada proses, menunjuk tim transformasi untuk membantu memandu proses, dan mencari bimbingan profesional internal atau eksternal dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi, dan meningkatkan proses. Dalam merancang program-program untuk mengembangkan pemimpin transformasional yang terampil dan menyadari manfaat potensialnya, maka pedoman (panduan) pengembangannya disarankan sebagai berikut (Warrick, 2011).

(15)

15

Mereka bisa menjadi yang pertama untuk dilatih atau lebih baik lagi bergabung dengan tingkatan lain dari pemimpin dalam pelatihan.

2) Menunjuk tim desain untuk merencanakan pelatihan dan mengembangkan model kepemimpinan transformasional yang akan digunakan dalam pelatihan. Sebuah tim desain yang terdiri dari setidaknya satu pemimpin tingkat atas dan para pemimpin dihormati dari berbagai tingkat organisasi harus diatur untuk bekerja dengan profesional internal atau eksternal untuk membantu merancang program, mengembangkan model kepemimpinan transformasional yang akan digunakan dalam pelatihan, dan membangun komitmen untuk program ini.

3) Lihat desain program sebagai intervensi dan bukan sebuah acara. Pelatihan kepemimpinan transformasional harus digunakan sebagai kesempatan untuk mempengaruhi orang, tim, organisasi dan untuk kemungkinan mengubah organisasi. Para pemimpin tingkat atas dan tim desain harus mengeksplorasi bagaimana merancang program untuk dampak selama program dan setelah program.

4) Pastikan program ini dirancang untuk mengubah cara orang berpikir dan memberikan kesempatan untuk mempraktekkan perilaku baru dan mengembangkan kebiasaan baru: Untuk benar-benar mengubah perilaku peserta program perlu dirancang untuk mengubah cara orang berpikir (pelatihan yang menyediakan menarik dan pengetahuan yang berlaku dan pengalaman belajar), menciptakan kesempatan untuk berlatih keterampilan baik dalam pelatihan dan di luar pelatihan, dan memungkinkan cukup waktu untuk berlatih untuk menjadi kebiasaan (cara-cara baru berperilaku).

5) Rencana tindak lanjut untuk menerapkan apa yang telah dipelajari: Peserta harus diberi tugas untuk menerapkan apa yang mereka pelajari. Hal ini penting untuk menjaga tugas yang berguna dan dapat dilakukan sehingga mereka tidak membebani peserta. Sebagai contoh, mungkin akan membantu untuk memiliki setiap peserta berkomitmen untuk satu perubahan pribadi yang berarti, satu perubahan yang akan memperbaiki atau mengubah kelompok mereka memimpin, dan satu perubahan pribadi atau dalam kelompok yang akan meningkatkan atau membantu mengubah organisasi.

6) Memberikan pembinaan dan membantu dalam menerapkan kursus: Probabilitas menerapkan apa yang sedang dipelajari akan meningkat secara signifikan jika peserta memiliki pelatihan atau bantuan yang tersedia.

(16)

16

untuk bekerja dengan para pemimpin dalam mengembangkan rencana untuk mengubah organisasi.

PENUTUP

Sebuah program kepemimpinan transformasional yang dirancang dengan baik memiliki potensi besar untuk mengembangkan pemimpin transformasional terampil dan memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja orang-orang, tim, organisasi dan budaya organisasi. Secara praktikal signifikan, kepemimpinan transformasional berpengaruh pada perubahan pribadi dan meningkatkan atau mengubah kelompok yang dipimpin dan memberikan kontribusi bagi perbaikan atau transformasi organisasi.

Ada kebutuhan bagi para pemimpin transformasional dalam pengembangan organisasi untuk memiliki rasa urgensi dalam mengembangkan kepemimpinan transformasional, mengintegrasikan kepemimpinan dan konsep pengembangan organisasi transformasional, dan mengembangkan definisi operasional kepemimpinan transformasional yang dapat digunakan untuk melatih para pemimpin transformasional terampil.

DAFTAR PUSTAKA

Avolio, Bruce, Waldman, David, & Yammarino, Francis (1991). Leading in the

99 ’s: The Four I’s of Tra sfor atio al Leadership. Journal of European Industrial Training, 15, (4), 9-16.

Avolio, B. J., & Gibbons, T. C. (1988). Developing transformational leaders: A life span approach. In J. A. Conger & R. N. Kanungo (Eds.), Charismatic leadership: The elusive factor in organizational effectiveness (pp. 276-308). San Francisco: Jossey-Bass.

Barrick, M. R., & Mount, M. K. (2005). Yes, personality matters: Moving on to more important matters. Human Performance, 18(4), 359-372.

Bass, B. M. (1999). Two decades of research and development in transformational leadership.

European Journal of Work and Organizational Psychology, 8(1), 9-32. Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York:

The Free Press.

Bass, B. M., Avolio, B. J., Jung, D. I., & Berson, Y. (2003). Predicting unit

performance by assessing transformational and transactional leadership.

(17)

17

Bass, Bernard M. & Avolio, Bruce J. (2001). Developing Transformational

Leadership: 1992 and Beyond. Journal of European Industrial Training, 14, (5), 21-27.

Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1990). The implications of transactional and transformational leadership for individual, team, and organizational development. In R. W. Woodman & W. A. Pasmore (Eds.), Research in organizational change and development, (4), 231-272. Greenwich, CT: JAI Press.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006a). Introduction. Transformational leadership (pp. 1-18). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006b). Transformational leadership. (pp. 32-80). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006c). Transformational leadership and performance.

Transformational leadership (pp. 47-56). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Bass, B. M., Waldman, D. A., Avolio, B. J., & Bebb, M. (1987). Transformational leadership and the falling dominoes effect. Group and Organization Studies, 12, 73-87.

Beckhard, R. (1969). Organization Development: Strategies and Models. Reading, MA: Addison-Wesley.

Borman, W. C., Penner, L. A., Allen, T. D., & Motowidlo, S. J. (2001). Personality predictors of citizenship performance. International Journal of Selection and Assessment, 9(1/2), 52-69.

Brown, Donald R. (2011). An Experiential Approach to Organization Development

(8th ed.). Saddle River, New Jersey: Prentice Hall. Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.

Colquitt, J. A., LePine, J. A., & Noe, R. A. (2000). Toward an integrative theory of training motivation: A meta-analytic path analysis of 20 years of research.

Journal of Applied Psychology, 85(5), 678-707.

Conger, J. A., & Kanungo, R. N. (1988). Behavioral dimensions of charismatic leadership. In J. A. Conger & R. N. Kanungo (Eds.), Charismatic leadership: The elusive factor in organizational effectiveness (pp. 78-97). San Francisco: Jossey-Bass.

Davidhizer, R., & Shearer, R. (1997). Giving encouragement as a transformational leadership

technique. Health Care Supervisor, 15, 16-21.

(18)

18

Organizational Behavior, 26(7), 839-865.

Ferris, G. R., Treadway, D. C., Perrewe, P. L., Brouer, R. L., Douglas, C., & Lux, S. (2007). Political skill in organizations. Journal of Management, 33(3), 290-320.

Ferris, G. R., Treadway, D. C., Kolodinsky, R. W., Hochwarter, W. A., Kacmar, C. J., Douglas, C., & Frink, D. D. (2005). Development and validation of the political skill inventory. Journal of Management, 31(1), 126-152.

Ferris, G. R., Perrewe, P. L., Anthony, W. P., & Gilmore, D. C. (2000). Political skill at work. Organizational Dynamics, 28(4), 25-37.

Given, Rogers. (2008). Transformational Leadership: The Impact on

Organizational and Personal Outcomes. Emerging Leadership Journeys, Vol. 1 Iss. 1, 2008, pp. 4-24. School of Global Leadership &

Entrepreneurship, Regent University

Harrison, R. (1995). The collected papers of Roger Harrison. San Francisco: Jossey-Bass.

Hetland, H., & Sandal, G. M. (2003). Transformational leadership in Norway: Outcomes and personality correlates. European Journal of Work and Organizational Psychology, 12(2), 147-170.

Hickman, G. R. (1997). Transforming organizations to transform society. In Kellogg Leadership Studies Project. Transformational Leadership Working Papers. The James MacGregor Burns Academy of Leadership.

Keller, R. (1995). Transformational leaders make a difference. Research-Technology Management, 38, 41-44.

Kotter, John P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.

Krishnan, V. R. (2005). Transformational leadership and outcomes: Role of relationship duration. Leadership & Organization Journal, 26(5/6), 442-457.

Lawler, E. (1994). Total quality management and employee involvement: Are they compatible?

Academy of Management Executive, 8, 68-76.

Lievens, F., Van Geit, P., & Coetsier, P. (1997). Identification of transformational leadership qualities: An examination of potential biases. European Journal of Work and Organizational Psychology, 6(4), 415-430.

Lim, B. C., & Ployhart, R. E. (2004). Transformational leadership: Relations to the five-factor model and team performance in typical and maximum contexts. Journal of Applied Psychology, 89(4), 610-621.

Masi, R. J., & Cooke, R.A. (2000). Effects of transformational leadership on subordinate motivation, empowering norms, and organizational productivity. The International Journal of Organizational Analysis, 8(1), 16-47.

(19)

19

Pearson, S. A. (2006). Presidential leadership. Society, 43(3), 56-67. Tiernan, A. (2006). Advising Howard: Interpreting changes in advisory and support structures for the prime minister of Australia. Australian Journal of Political Science, 41(3), 309-324.

Shamir, B. 1991. The charismatic relationship: Alternative explanations and predictions. Leadership Quarterly, 2, 81-104.

Shamir, B., House, R. J., & Arthur, M. B. (1993). The motivational effect of

charismatic leadership: A self-concept based theory. Organization Science,

4, 577–594.

Shin, S. J., & Zhou, J. (2003). Transformational leadership, conservation, and creativity: Evidence from China. Academy of Management Journal, 46, 703– 714.

“ ith, M. A., & Ca ger, J. M. . Effe ts of supervisor ig five perso ality o su ordi ate

attitudes. Journal of Business and Psychology, 18(4), 465-481.

Smith, T. W., & Williams, P. G. (1992). Personality and health: Advantages and limitations of the five-factor model. Journal of Personality, 60(2), 395-423.

Tichy, N. M., & Devanna, M. A. (1986). The transformational leader. New York: Wiley.

Walumbwa, F. O., & Lawler, J. J. (2003). Building effective organizations: transformational leadership, collectivist orientation, work related attitudes, and withdrawal behaviors in three emerging economies. International Journal of Human Resource Management, 14,

1083-1101

Warrick. D. (2011). The Urgent Need for Skilled Transformational Leaders: Integrating Transformational Leadership and Organization Development.

Journal of Leadership, Accountability and Ethics vol. 8(5). University of Colorado at Colorado Springs.

Warrick, D.D. (2005). Organization Development from the View of the Experts. In William J. Rothwell, Roland Sullivan, and Gary McLean (Eds). Practicing Organization Development: A Guide forConsultants. San Francisco: Josey- Bass/Pfeiffer, pp. 164-187.

Warrick, D.D. (2002). The Illusion of Doing Well While the Organization is Regressing. Organization Development Journal, 20, (1), 56-60.

Wofford, J. C., & Goodwin, V. L. (1994). A cognitive interpretation of transactional and transformational leadership theories. Leadership Quarterly, 5, 161-186.

Yukl, G. A. (1998). Leadership in organizations. New York: Prentice-Hall.

Yukl, G. (2002). Leadership in organizations (5 ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

(20)

20

Zaccaro, S. J., & Banks, D. J. (2001). Leadership, vision, and organizational effectiveness. In S. J. Zaccaro & R. J. Klimoski (Eds.), The nature of organizational leadership (pp. 181-218). San Francisco: Jossey-Bass.

Riwayat Hidup

Jacob Daan Engel, lahir di Saparua (Maluku Tengah), 25 November 1961. Putra bungsu pasangan Maoeretz Jeremias Engel (alm.) dan Betje Adriasina Pattiwael (almh.). Menikah dengan Sri Amiyati, A.MK. di Magelang (Jawa Tengah) 25 Nopember 1988 dan dikaruniai tiga orang anak: Ventje Jeremias Lewi Engel, M.T., Mychael Maoeretz Engel, dan Venli Eunike Adriasina Engel.

Karya ilmiah terbaru: (1) Nilai Dasar Logo Konseling. 2014. Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius. (2) Model Logo Konseling untuk Memperbaiki low Spiritual Self-Esteem. 2014. Yogyakarta:

Pe er it PT. Ka isius. The Effe tive ess of the Logotherapy Cou seli g Model

Development to Improve Low Self-Estee of Wo e Vi ti sf Hu a Traffi ki g .

International Journal of Education. Vol. 7, No.1, Desember 2013. Bandung: Graduate School

I do esia U iversity of Edu atio . Pe ge a ga Model Logo Ko seli g u tuk

Memperbaiki Karakter Spiritual Low Self-Estee Pere pua Kor a Traffi ki g . Seminar Nasional Refleksi Pembangunan Karakter Bangsa pada tanggal 16 Desember 2013, Program Studi Pendidkan Umum SPs-UPI Bandung.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tindakan medis hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan informed consent, yaitu persetujuan atau penolakan pasien yang bersangkutan terhadap tindakan medis yang

Deskriptor yang tidak muncul juga sama dengan siklus I yaitu siswa tidak menanggapi penjelasan guru tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan puisi, siswa

Setelah kita menelusuri secara singkat sejarah praktek perbankan yang dilakukan oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fikih Islam

b) Pencegahan HIV/AIDS, kegiatannya dengan melakukan pencegahan penularan ibu ke anak, memberikan layanan kesehatan kepada para remaja, pemeriksaan dan pengobatan

Dengan melihat pada Uji-t pada model penelitian 1 (Lihat tabel 3), persediaan ( inventory ) berpengaruh negatif terhadap utang usaha, Temuan yang sama juga

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Penelitian terdahulu tentang Pengaruh BOPO terhadap pembiayaan Penelitian yang relevan pernah dilakukan sebelumnya oleh Azmi (2016) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan yang ekstrim pada tahun 2017, sehingga mendapatkan predikat CCC dengan skor sebesar 35,36 yang menunjukkan