• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01518

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01518"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENDANAAN PENDIDIKAN DALAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN (Studi Kasus Pada SD Di Salatiga, Ungaran, Semarang, Demak, Kendal dan Purwodadi)

BAMBANG ISMANTO UKSW Salatiga

bam_ismanto@yahoo.com

ABSTRACT

Education funding from the Government, Local Government and society This paper examines the management of education funding from the Government .. Government through the State Budget allocates 9-year compulsory education program. Government budget in the form of General Allocation Fund, Special Allocation Fund, School Operational Assistance and Help Poor Students. Implementation of education funding, school management will do the planning, implementation and monitoring of education funding from the Government. The various problems faced by the Principal and Elementary School Committee in Salatiga, Ungaran, Semarang, Demak, Kendal and Purwodadi. The study was conducted with respondents Principal and School Committee budget implementation. Technical data collection to study the documentation and Focus group discussions. The results showed that the head of SD experiencing difficulties since the planning, implementation and supervision of the education budget. In the organizational structure of the SD, the Principal is not assisted the vice principal. Most elementary school principal never formally learned about budgeting, financial management and project administration. The role of primary school committee is not uniform, some of which involved active, partly instrumental in the planning stages and most other fully devolved budget management policy to the principal and the school committee. The involvement of teachers in the committee as a form of commitment and loyalty to the Principal. In general, the teachers involved are those that have relatively many activities in professional organizations and in general the teachers excel. Meanwhile, the support of the Department of Education since the basic education sector, part of the planning, to the Regional Technical Implementation Unit is not maximum. Cases of legal action budget management education funding from the Government to be a threat Principal and Committee of School.

Keywords: Management, Financing compulsory, state budget

PENDAHULUAN

Pada bulan September 2000, Pemerintah Indonesia bersama dengan 189 negara anggota PBB menandatangani Deklarasi Millenium, sebagai komitmen pencapaian delapan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs). Tujuan kedua MDG‟s adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua, dengan target tahun 2015, semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Sebagai bagian dari pelaku deklarasi Education For All (EFA), Indonesia berkomitmen untuk melakukan program pendidikan berikut (Infid : 2008). Kesepakatan ini menjadi dasar dalam melaksanakan wajib belajar 9 tahun bagi penduduk usia 7 s.d. 15 tahun. Wajib belajar meliputi pendidikan dasar SD/MI dan SMP/MTs

(2)

Program Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun di Indonesia lebih merupakan universal education daripada compulsory education. Universal education berusaha membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua agar anak yang telah cukup umur mengikuti pendidikan. Dengan demikian Wajar Dikdas 9 tahun di Indonesia lebih mengutamakan: (1) pendekatan persuasive; (2) tanggung jawab moral orang tua dan peserta didik agar merasa terpanggil untuk mengikuti pendidikan karena berbagai kemudahan yang disediakan; (3) pengaturan tidak dengan undang-undang khusus; dan (4) penggunaan ukuran keberhasilan yang bersifat makro, yaitu peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar (Sa‟ud:2008:4).

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Hal ini dinyatakan pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Hal semakin dipertegas dalam PP Nomor : 47 Tahun 2007 tentang wajib belajar, yang menetapkan wajib belajar hingga jenjang pendidikan dasar dalam bentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam perwujudan program pendidikan untuk semua (education for all). Program ini diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar seluas-luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi.

Menurut pasal 34 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Hal ini sejalan kewajiban daerah menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diamanatkan pasal 31 ayat 4 UUD 1945 :

"Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional").

Menurut PP No: 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, yang dimaksud pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat. Kewajiban menyediakan anggaran dinyatakan pula pada pasal 49 UU No : 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, yang mempertegas pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN/APBD.

Permasalahan pendidikan yang kini perlu direspons oleh ketentuan legislasi, antara lain, masih minimnya anggaran bagi pendidikan, kesenjangan angka partisipasi, akses warga miskin terhadap pendidikan dasar, disparitas fungsional pendidikan dasar negeri dan swasta, diskriminasi pendidikan formal dan non formal, sistem manajemen informasi yang rendah, kesenjangan standar pelayanan minimal tiap sekolah, belum meratanya sarana prasarana, anggaran kualifikasi guru tidak merata, pemerataan kepemilikan buku ajar, pemerataan jumlah siswa per kelas dan kesadaran masyarakat akan arti penting pendidikan. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran pentingnya dibentuk peraturan daerah tentang penyelenggaraan pendidikan. (Pegangan Ringkas Pemenuhan HAM Pendidikan dan Kesehatan, http://www.pattiro.org).

(3)

dana yang disediakan untuk BOS baru Rp 3,191 triliun. Maka ada kekurangan dana sebesar Rp 22,967 triliun untuk SD dan Rp 11,188 triliun untuk SMP (Diknas.go.id).

Dalam konsep Strategic dan Facilitating Element, pembiayaan memiliki multi fungsi yaitu pengadaan, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur yang diperlukan termasuk sarana prasarana pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif; fungsi rehabilitasi dan rekonstruksi yang terfakus pada perbaikan, pemeliharaan, dan pengamanan, fungsi pengembangan dalam arti luas termasuk pengembangan keilmuan, pengembangan mutu, pengembangan berbagai aspek strategik yang mendorong pendidikan agar selalu memiliki kemampuan untuk merespons terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat (Gaffar 2008:3).

Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu standar pendidikan sebagaimana diatur pada PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. Yang termasuk biaya personal peserta didik antara lain pakaian, transpor, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya.

Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Hal ini sesuai amanat pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional". Pada pasal 49 ayat 1 UU No : 20 Tahun 2003 ditetapkan pula bahwa selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran pada sektor pendidikan minimal 20% baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Untuk memenuhi tuntutan-tuntutan, sesuai pasal 47 ayat 2 UUD 1945, maka pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber daya masyarakat dan wilayah ini perlu diberdayakan sesuai prinsip-prinsip good governance (tata kelola yang baik), yang meliputi prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (pasal 48 UUD 1945 ayat 2)

Strategi kebijakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan pendidikan dalam APBD akan memperhitungkan proyeksi: (i) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (ii) Dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK); (iii) Dana Otonomi Khusus dan penyeimbang; serta (iv) perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan (DTP). Sumber sumber pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan adalah bantuan luar negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas (lihat Renstra Diknas Tahun 2005-2009).

(4)

kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK Pendidikan, yang diarahkan untuk menunjang pelaksanaan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu, yang diperuntukkan bagi SD, baik negeri maupun swasta, yang diprioritaskan pada daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, dan daerah pesisir dan pulau- pulau kecil. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Tujuan pemberioan Bos adalah (a)Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). (b) Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; dan (c) Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Program BSM merupakan bantuan dari Pemerintah berupa sejumlah uang tunai yang diberikan secara langsung kepada anak-anak usia sekolah sesuai kriteria sasaran yang ditetapkan. Program ini diperuntukkan bagi anak-anak usia sekolah dari semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK, MI, MTs dan MA) yang berasal dari keluarga miskin agar anak-anak dapat terus bersekolah hingga pendidikan tertinggi.

Tidak adanya keselarasan antara proses perencanaan dan penganggaran masih banyak dijumpai di kabupaten/kota yang diobservasi baik antar sektor maupun antara pemerintah daerah dengan dinas. Ketiadaan ini mungkin tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kapasitas pemerintah daerah, atau tidak adanya kerangka hukum yang memayunginya, namun karena tidak adanya budaya perencanaan dan ketiadaan penilaian kinerja (Bank Dunia : 2008:12).

Manajemen pendanaan pendidikan yang bersumber dari pemerintah wajib dikelola dengan system sesuai regulasi keuang Negara/daerah. Dalam melaksanakan wajib belajar 9 tahun SD/MI dan SMP/MTs, Kepala Sekolah akan melakukan perencanaan, implementasi dan pengawasan anggaran yang bersumber dari pemerintah.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di 6 Kabupaten/Kota eks karesidenan Semarang Provinsi Jawa Tengah yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Ungaran, Kota Semarang, Kabupaten Demak, kabupaten Kendal dan Kabupaten Purwodadi. Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggambarkan tentang manajemen pendanaan pendidikan yang bersumber dari Pemerintah. Teknis Pengumpulan data dengan studi dokumentasi dan focus group discussion. Sumber penelitian (Informan) meliputi Kepala Sekolah, guru, panitia, dan Kepala Sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

Tabel 1. Angka Partisipasi Pendidikan Jawa Tengah Tahun 2013

No Daerah

Angka Partisipasi Pendidikan

SD/MI SMP/MTs

APK APM APK APM

1 Jawa Tengah 109,08 98,60 100,52 79,00

2 Salatiga 124,78 106,05 107,07 87,76

3 Ungaran 108,78 97,78 98,61 76,95

4 Semarang 106,07 101,11 98,61 83,25

5 Demak 104,14 98,23 96,63 75,18

6 Kendal 110,35 99,53 98,77 72,07

7 Purwodadi 101,08 96,28 98,61 76,91

Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (diolah)

Menurut tabel di atas, angka partisipasi pendidikan APK/APM SD/MI dan SMP/MTs Kota Salatiga paling tinggi diantara daerah eks karesidenan Semarang dan lebih tinggi capaian Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu, APK SD/MI Kabupaten Ungaran, Kota Semarang, Kabupaten Demak dan Purwodadi masih dibawah Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu APK SMP/MTs di bawah Provinsi Jawa Tengah Adalah Kabupaten Ungaran, Kota Semarang, kabupaten Demak, Kendal dan Purwodadi. dari 6 daerah eks karesidenan Semarang Provinsi Jawa Tengah, Kota Salatiga menempati posisi tertinggi APK dan APM SD/MI dan SMP/MTs. APK SD/MI dan SMP/MTs terendah di Kabupaten Purwodadi. Sedangkan APM SMP/MTs terendah di Kabupaten Kendal.

Selama kurun waktu 2008-2012, capaian Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Jawa Tengah cenderung fluktuatif setiap tahunnya, namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan pada semua jenjang pendidikan. Untuk capaian APS SD/MI meningkat dari 98,83% pada tahun 2008 menjadi 98,87% pada tahun 2012. APS SMP/MTs meningkat dari 84,27% menjadi 89,59%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi lain se Jawa dan Nasional, capaian APS SD/MI Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 98,87% menempati urutan ke-4 setelah DIY, Bali, DKI dan di atas rata-rata nasional sebesar 97,95%. Sedangkan untuk angka partisipasi sekolah SMP/MTs (usia 13-15 tahun) untuk Jawa Tengah tahun 2012, jika dibandingkan dengan provinsi lain se Jawa dan Bali juga nasional, maka APS Jawa Tengah berada pada urutan ke 6 (enam) dan di bawah nasional.

Pendanaan pendidikan pemerintah pusat yang dialokasikan ke SD/MI dan SMP/MTs adalah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Bantuan Operasional Sekolah dan Bantuan Siswa Miskin. Anggaran ini dialokasikan dalam perhitungan APBN tahun yang bersangkutan.

(6)

Gambar 1. Sistem Perencanaan Keuangan Daerah

Dalam hal perencanaan Dana Alokasi Umum (DAU) relative tidak melibatkan manajemen sekolah. Sebagian besar DAU merupakan dukungan Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan gaji PNS dalam pelaksanaan otonomi daerah. Perencanaan langsung dilakukan Dinas Pendidikan dan dikoordinasikan kepada Dinas Pengelola keuangan Daerah yang bersangkutan.

Pada umumnya masalah yang dihadapi dalam pengelolaan pendanaan pendidikan dari Pemerintah adalah terbatasnya jumlah dan kualifikasi SDM SD/MI dan SMP/MTs yang memahami teknis perencanaan, implementasi dan pengawasan program dan anggaran sesuai regulasi keuangan Negara / daerah.

Secara lebih teknis, persoalan Perencanaan DAK, BOS DAN BSM yang dihadapi Sekolah dalam hal ini SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten / Kota eks Karesidenan Semarang Provinsi Jawa Tengah adalah :

Tabel 2. Persoalan Perencanaan Pendanaan Pendidikan

No Pendanaan Masalah

1 Dana Alokasi Khusus - Perencanaan program sesuai Rencana Kerja Sekolah

- Perencanaan desain fisik bangunan (perpustakaan, ruang kelas baru, rehab ringan, rehab berat)

- Perhitungan anggaran sesuai satuan anggaran belanja pemerintah

- Penyusunan time schedul

2 Bantuan Operasional Sekolah - Perhitungan kebutuhan operasional peningkatan mutu sekolah

- Perhitungan anggaran sesuai satuan anggaran belanja pemerintah

- Pembatasan jumlah siswa sesuai standar proses yang menekan total BOS yang diterima sementara biaya operasional tidak mutlak bersifat „biaya variabel‟

3 Bantuan Siswa Miskin - Identifikasi siswa yang termasuk keluarga miskin sebagai target BSM

- Pemenuhan syarat administrasi keluarga miskin

Sumber : Focus Group Discussion (diolah)

(7)

tahapan inilah menciptakan keraguan dan „phobia‟ unsur-unsur tidak terpenuhinya proses perencanaan sesuai regulasi keuangan Negara / daerah.

Dalam hal implementasi pendanaan pendidikan terutama Dana Alokasi Umum langsung dikoordinasikan Dinas Pengelola keuangan dan Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota yang bersangkutan. Dalam implementasi DAK, BOS DAN BSM yang dihadapi Sekolah dalam hal ini SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten / Kota eks Karesidenan Semarang Provinsi Jawa Tengah adalah :

Tabel 3. Persoalan Implementasi Pendanaan Pendidikan

No Pendanaan Masalah

1 Dana Alokasi Khusus - Penetapan pihak pelaksana program dengan system lelang, Kerja Komite dan swakelola

- Manajemen proyek dalam pengelolaan sumber daya

- Pemahaman anggaran pembangunan dari DAK

- Perhitungan pelaksanaan sesuai time schedule

- Pembayaran kewajiban pajak

- Pelaporan perkembangan proyek

- Pertanggungjawaban proyek 2 Bantuan Operasional Sekolah - Alokasi BOS yang sesuai regulasi

- Memaksimalkan alokasi anggaran

- Realokasi anggaran BOS

3 Bantuan Siswa Miskin - Tidak mengetahui realisasi BSM kerena dibayara melalui Kantor Pos dan atau Bank

- Kesulitan melakukan pembinaan penerima BSM

Sumber : Focus Group Discussion (diolah)

Pengelolaan DAK menjadi permasalahan kompleks dalam manajemen pendanaan yang bersumber dari Pemerintah. Masalah yang muncul menyangkut kesesuaian pelaksanaan berdasarkan perencanaan, pembayaran kewajiban pajak, admiistrasi proyek sesuai standar regulasi. Komite Sekolah mengalami hambat waktu dan pengalaman dalam mendukung secara penuh dalam mengatasi persoalan dalam pelaksanaan proyek DAK.

Pengawasan pendanaan pendidikan terutama Dana Alokasi Umum langsung dikoordinasikan Inspektorat Kabupaten / Kota yang bersangkutan. Dalam pengawasan internal sekolah dalam program DAK, BOS DAN BSM yang dihadapi Sekolah dalam hal ini SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten / Kota eks Karesidenan Semarang Provinsi Jawa Tengah adalah :

Tabel 3. Persoalan Pengawasan Pendanaan Pendidikan

No Pendanaan Masalah

1 Dana Alokasi Khusus - Mengetahui teknis perhitungan fisik proyek yang dibangun

- Menghitung pencapaian target fisik

- Laporan Pengawasan 2 Bantuan Operasional Sekolah - Monitoring alokasi anggaran 3 Bantuan Siswa Miskin - Kesulitan mendeteksi realisasi BSM

Sumber : Focus Group Discussion (diolah)

Pengawasan pendanaan pendidikan yang bersumber dari pemerintah yang paling kompleks adalah proyek DAK. Oleh karena proyek DAK adalah pembangunan fisik sarana prasarana sekolah. Pemanfaatan jasa pihak ketiga dalam hal pengawasan mengalami kesulitan dalam mengalokasikann pendanaannya.

PENUTUP

Dari berbagai temuan dan bahasan tentang pengelolaan pendanaan pendidikan yang bersumber dari pemerintah di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Sekolah menghadapi hambatan jumlah SDM. Pada struktur SD/MI Negeri tidak memiliki Kepala Sekolah dan Tata Usaha.

(8)

3. Terbatasnya pemahaman Kepala Sekolah tentang regulasi perencanaan program dan keuangan Negara / daerah

4. Terbatasnya pengalaman Kepala Sekolah dalam manajemen proyek terutama pelaksanaan DAK

5. Belum optimalnya koordinasi Dinas Pendidikan dalam manajemen pendanaan pendidikan dari pemerintah terutama DAK

Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan :

1. Penempatan Wakil Kepala Sekolah dan Tata Usaha di SD / MI Negeri 2. Pelatihan perencanan program dan anggaran

3. Peningkatan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi monitoring program pendanaan pendidikan

REFERENSI

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2010, Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta

Bank Dunia, 2008, Investasi dalam Pendidikan pada Tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia Sebuah Kajian Pengeluaran Publik dan Pengelolaan Keuangan pada Tingkat Daerah, Bank Dunia www.worldbank.org

Depdiknas Dinilai Belum Penuhi Syarat Anggaran Pendidikan, sumber dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0705/03/nas04.html, download 8 Januari 2008

Education in the Era of Regional Autonomy: not a Priority, http://www.smeru.or.id/newslet/2003/ed06/200306focus.htm

Gaffar, Fakry, (2008), Pembiayaan Pendidikan Nasional Indonesia, Tantangan, Peta Permasalahan dan Strategi Perubahan Manajemen Pembiayaan Pendidikan Nasional Indonesia, Konaspi, Bali

http://www.diknas.go.id/headline.php?id=47 Menanti Wajib Belajar Gratis di Tahun 2009 diunduh 31-12-2008 14:52:03

Johns, Roe L, Edgar l. Morphet dan Kern Alexander., (1983). The Economics & Financing of Education Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc,

Journal of Education Finance. Editor: Kern Alexander. Current Volume: 34 ... The Journal of Education Finance is recognized as one of the leading journals in

...www.press.uillinois.edu/journals/jef.html

Sa‟ud, S Udin, 2009, Substansi Pendidikan Dasar Dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya “Kontribusi Ilmu Pendidikan dalam Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun” 11 September 2008, Auditorium JICA FPMIPA UPI

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang, Nomor : 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

---. Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

---, Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

---, Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

---, Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

---, Peraturan Pemerintah Nomor :17 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Pendidikan nasional Tahun 2005-2009

---, Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ---, Peraturan Pemerintah Nomor : 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ---, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008, tentang Pendanaan Pendidikan

Gambar

Tabel 1. Angka Partisipasi Pendidikan Jawa Tengah Tahun 2013
Tabel 2. Persoalan Perencanaan Pendanaan Pendidikan
Tabel 3. Persoalan Implementasi  Pendanaan Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Program layanan Surabaya Single Window (SSW) merupakan program pelayanan perijinan yang berbasis online yang terintegrasi dengan beberapa SKPD, salah satunya Dinas Pekerjaan

Dari penelitian ini diketahui bahwa Nadjib tidak dapat mencapai posisi mapan dengan hanya mengandalkan karya sastranya, namun lebih karena gerakan sosial dan politik yang

Entitas sudah menyajikan laporan keuangan secara lengkap dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP), yaitu:

Prinsip Restorasi Hidrologi di lahan gambut adalah menaikkan muka air tanah gambut setinggi mungkin, yang pada akhirnya diharapkan dapat: menurunkan laju oksidasi dan

Tujuan penelitian ialah untuk merancang sebuah kawasan transit oriented development dengan menggunakan metode walkable urban agar terbentuk sebuah lingkungan yang

Diberitahukan kembali kepada seluruh PTP Sertifikasi Dosen tahun 20 13 yang telah mengetahui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Tentang Penetapan

Hasil dari penelitian ini diharapakan akan mampu memberikan kemudahan bagi para pelanggan dalam menyampaikan informasi keluhan mereka kepada pihak Telkom melalui handphone