I - i
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2005-2025
I - ii
1.5 HUBUNGAN RPJPD PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN
DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA 3
BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA
TENGAH TAHUN 2005-2025 36
BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2025 40 4.1 SASARAN POKOK PEMBANGUNAN 40
4.1.1 TERWUJUDNYA SUMBER DAYA MANUSIA DAN MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG BERKUALITAS, BERIMAN DAN BERTAKWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, CERDAS, SEHAT, SERTA BERBUDAYA
40
4.1.2 TERWUJUDNYA PEREKONOMIAN DAERAH YANG BERBASIS PADA POTENSI UNGGULAN DAERAH DENGAN DUKUNGAN REKAYASA TEKNOLOGI DAN BERORIENTASI PADA EKONOMI KERAKYATAN
40
4.1.3 TERWUJUDNYA KEHIDUPAN POLITIK DAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE), DEMOKRATIS, DAN BERTANGGUNG JAWAB, DIDUKUNG OLEH KOMPETENSI DAN PROFESIONALITAS APARATUR, BEBAS DARI PRAKTIK KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN) SERTA PENGEMBANGAN JEJARING
41
4.1.4 TERWUJUDNYA PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG OPTIMAL DENGAN TETAP MENJAGA KELESTARIAN FUNGSI DALAM MENOPANG KEHIDUPAN
41
4.1.5 TERWUJUDNYA KUALITAS DAN KUANTITAS PRASARANA DAN SARANA YANG MENUNJANG PENGEMBANGAN WILAYAH, PENYEDIAAN PELAYANAN DASAR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
42
4.1.6 TERWUJUDNYA KEHIDUPAN MASYARAKAT
YANG SEJAHTERA, AMAN, DAMAI DAN BERSATU DALAM WADAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) DIDUKUNG DENGAN
KEPASTIAN HUKUM DAN PENEGAKAN HAM SERTA KESETARAAN GENDER
I - iii 4.2 ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN
2005-2025
43
4.2.1 MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG BERKUALITAS, BERIMAN DAN BERTAKWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, CERDAS,
SEHAT, SERTA BERBUDAYA 43
4.2.2 MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN DAERAH YANG BERBASIS PADA POTENSI UNGGULAN DAERAH DENGAN DUKUNGAN REKAYASA TEKNOLOGI DAN BERORIENTASI PADA EKONOMI
KERAKYATAN 44
4.2.3 MEWUJUDKAN KEHIDUPAN POLITIK DAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD
GOVERNANCE), DEMOKRATIS DAN
BERTANGGUNG JAWAB, DIDUKUNG OLEH KOMPETENSI DAN PROFESIONALITAS APARATUR, BEBAS DARI PRAKTIK KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN) SERTA
PENGEMBANGAN JEJARING 46
4.2.4 MEWUJUDKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG OPTIMAL DENGAN TETAP MENJAGA KELESTARIAN
FUNGSIDALAMMENOPANGKEHIDUPAN 47 4.2.5 MEWUJUDKAN KUALITAS DAN KUANTITAS
PRASARANA DAN SARANA YANG MENUNJANG PENGEMBANGAN WILAYAH, PENYEDIAAN PELAYANAN DASAR DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH 48
4.2.6 MEWUJUDKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEJAHTERA, AMAN, DAMAI DAN BERSATU DALAM WADAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) DIDUKUNG DENGAN KEPASTIAN HUKUM DAN PENEGAKAN HAM
SERTA KESETARAAN GENDER 50
4.3 TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS PEMBANGUNAN
DAERAH 52
4.3.1 RPJMD I (Tahun 2005 s/d Tahun 2009) 52 4.3.2 RPJMD II (Tahun 2010 s/d Tahun 2014) 56 4.3.3 RPJMD III (Tahun 2015 s/d Tahun 2019) 59 4.3.4 RPJMD IV (Tahun 2020 s/d Tahun 2024) 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia, berada di tengah Pulau Jawa antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur serta terletak berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Provinsi Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah Utara. Luas wilayah 32.548 km² atau sekitar 1,7 persen dari luas Indonesia dan 25,04 persen dari luas Pulau Jawa termasuk Pulau Nusakambangan di sebelah selatan daratan utama dan Kepulauan Karimun Jawa di sebelah utara daratan utama.
2. Dilihat dari sejarahnya Jawa Tengah sebagai provinsi telah ada sejak zaman Hindia Belanda. Namun secara resmi terbentuknya Provinsi Jawa Tengah sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah, tanggal 15 Agustus 1950. Pada tahun 1965 dibentuk Kabupaten Batang berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Batang. Provinsi ini meliputi 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya. Dalam perkembangannya selain 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya, Provinsi Jawa Tengah juga memiliki 3 Kota Administratif, yaitu Purwokerto, Cilacap, dan Klaten. Namun, sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 1999 Kota-kota Administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah Kabupaten. Dengan berlakunya otonomi daerah tersebut, 4 Kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Semarang ke Ungaran, Kabupaten Magelang dari Kota Magelang ke Kota Mungkid, Kabupaten Tegal dari Kota Tegal ke Slawi, serta Kabupaten Pekalongan dari Kota Pekalongan ke Kajen. Hingga tahun 2005, Provinsi Jawa Tengah masih terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. 3. Semenjak terbentuknya hingga saat ini penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi beserta segenap komponen masyarakat Jawa Tengah telah diupayakan guna peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya serta lingkungan hidup dalam kerangka NKRI. Selama ini telah dikenal beberapa rencana pembangunan yang disusun untuk memberikan arah pembangunan daerah. Rencana pembangunan ada yang berdimensi waktu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Semua rencana pembangunan tersebut telah disusun dan diaplikasikan hingga memberikan hasil yang cukup signifikan bagi perkembangan dan kemajuan daerah.
4. Rencana pembangunan daerah sangat diperlukan untuk mengantisipasi pengaruh dinamika perubahan terhadap perkembangan pembangunan daerah. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multidimensi pada tahun 1998 memberikan pengalaman tentang pentingnya langkah-langkah antisipatif yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah. 5. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung setiap periode lima tahunan
2
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk kurun waktu 20 tahun (2005-2025).
1.2 PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Tengah adalah dokumen perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan daerah untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai tahun 2005 sampai tahun 2025.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen pelaku pembangunan daerah (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah yang integral dengan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang telah disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh segenap komponen pelaku pembangunan akan menjadi lebih efektif, efisien, terpadu, berkesinambungan, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Adapun tujuan penyusunan RPJPD ini adalah untuk memberikan pedoman bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memuat Visi, Misi, Arah, dan Program Kepala Daerah terpilih.
1.4 LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Batang;
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta;
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Sistem Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4547);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan, Kabupaten Dati II Pekalongan dan Kabupaten Dati II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 007 Nomor 4737);
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 109;
14. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003);
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 Nomor 8 Seri E Nomor E );
1.5 HUBUNGAN RPJPD PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA
4
2. RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025, akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah pada setiap jangka waktu 5 (lima) tahunan. Selain itu, RPJPD Provinsi Jawa Tengah juga dijadikan acuan bagi penyusunan dokumen RPJPD Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah 3. RPJPD Jawa Tengah merupakan perencanaan yang bersifat makro yang
memuat visi, misi, arah, tantangan, dan prioritas pembangunan jangka panjang daerah. Dalam proses penyusunannya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pembangunan, serta mempedomani Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah.
4. Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003) berlaku sampai dengan bulan Agustus tahun 2008. Renstra tersebut dipakai sebagai dasar penyusunan RKPD dan RAPBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2006, 2007, dan 2008, serta secara substansial menjadi bagian dari RPJPD Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2025.
1.6 TATA URUT
RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Bab I : Pendahuluan Bab II : Kondisi Umum
Bab III : Visi dan Misi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025
Bab IV : Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025
5
BAB II
KONDISI UMUM DAERAH
2.1 KONDISI PADA SAAT INI
Pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang telah dilaksanakan selama ini dalam kerangka pembangunan daerah dan nasional, telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, baik bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), politik, keamanan dan ketertiban, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, maupun pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Untuk mengetahui kondisi kehidupan penduduk di Jawa Tengah dapat dilihat melalui perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sekaligus merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. IPM tersebut pada prinsipnya menggambarkan mengenai tingkat kesehatan penduduk yang dipresentasikan melalui Usia Harapan Hidup (UHH), perkembangan dan kemajuan sosial yang ditunjukkan melalui Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah, serta kemampuan ekonomi penduduk yang diukur dengan pengeluaran riil per kapita.
IPM Jawa Tengah pada tahun 2001 sebesar 66,4 meningkat menjadi 69,8 pada tahun 2005. Lebih rinci capaian komponen pembentuk IPM tersebut adalah untuk UHH meningkat dari 68,6 (2001) menjadi 70,6 (2005), Angka Melek Huruf meningkat dari 83,3 % (2001) menjadi 87,4 % (2006), rata-rata lama sekolah dari 6,1 (2001) menjadi 6,6 (2005), dan Pengeluaran Riil Per Kapita tercatat sebesar Rp549.000,00 (2001) meningkat menjadi Rp621.400,00 (2005).
Meningkatnya UHH di Jawa Tengah antara lain disebabkan oleh makin membaiknya pelayanan medis, terutama pertolongan kelahiran pertama, dan meningkatnya jumlah balita yang lama menyusuinya sampai 24 bulan lebih. Meningkatnya angka melek huruf berkat keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang mendorong meningkatnya angka melek seperti penyediaan fasilitas belajar, guru dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengikuti wajib belajar sembilan tahun. Meskipun rata-rata lama sekolah di Jawa Tengah mengalami peningkatan, namun demikian kenaikan tersebut masih belum mampu mengantarkan Jawa Tengah pada tataran tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengingat mayoritas penduduk berpendidikan Sekolah Dasar. Pengeluaran riil per kapita meskipun meningkat tetapi pernah mengalami penurunan, yaitu dari Rp594.200,00 (2002) menjadi Rp593.000,00 (2003), sedangkan tahun-tahun berikutnya cenderung mengalami peningkatan.
IPM Jawa Tengah pada tahun 2005 (69,8) jika dirujuk ke kategori tingkat nasional berada pada peringkat ke-17, sedangkan apabila dipersandingkan dengan provinsi yang berada di Pulau Jawa, posisi Jawa Tengah menempati urutan ke 3 yaitu setelah DKI (76,1) dan Jawa Barat (69,9). Di bawah Jawa Tengah adalah Provinsi Banten (69,1) dan Jawa Timur (68,4).
2.1.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
1. Kependudukan dan Keluarga Berencana
6
Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2001 sebanyak 31.063.818 jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 32.908.850 jiwa yang terdiri dari perempuan sebanyak 16.540.126 jiwa (50,26 %) dan laki-laki sebanyak 16.368.724 jiwa (49,74 %) atau dengan rasio jenis kelamin 98,96. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,67 % per tahun atau mengalami penurunan dibanding periode 1990-2000 yang tercatat sebesar 0,84 %, sedangkan kepadatan penduduk rata-rata 1.011 jiwa/km2.
Dilihat dari sebaran penduduk desa kota terlihat bahwa penduduk Jawa Tengah pada tahun 2002 yang berada di perdesaan sebanyak 13.477.112 orang (42,53 %) dan pada tahun 2005 menjadi 13.774.558 orang (41,86 %), sedangkan penduduk yang berada di perkotaan pada tahun 2002 sebanyak 18.214.754 orang (57,47 %) dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 19.134.292 orang (58,14 %). Dari data tersebut terlihat bahwa penduduk di perdesaan meskipun prosentasenya menurun tetapi secara absolut jumlahnya meningkat, sedangkan penduduk di perkotaan baik prosentase maupun absolutnya meningkat.
Dilihat dari kelompok umur terlihat bahwa untuk kelompok umur usia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,16 % dan non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar 33,84 %. Dengan demikian, angka beban tanggungan penduduk usia produktif (dependency ratio) sebesar 51,15 atau mengalami penurunan dibanding tahun 2000 yang tercatat sebesar 52,57. Total Fertility Rate (TFR) yaitu rata-rata anak-anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama usia produktif (15-49) pada tahun 2002-2003 sebanyak 2,1.
Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif pada tahun 2001 tercatat sebanyak 4.447.887 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 4.779.940 dengan rincian yang menggunakan metode nonhormonal sebanyak 940.927 (14,68 %) dan hormonal sebanyak 3.839.013 (80,32 %). Peserta KB Aktif Mandiri pada tahun 2001 sebanyak 2.338.351 meningkat menjadi 2.577.340 pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan sebanyak 238.989 (10,22 %). Jumlah peserta KB pria relatif rendah yaitu sebanyak 120.742 peserta (2,53 %). Rendahnya peserta KB pria tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya pilihan alat kontrasepsi, terbatasnya layanan KB Pria, dan masih berkembangnya anggapan dalam masyarakat bahwa masalah KB merupakan urusan wanita.
Upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk telah dilakukan antara lain melalui pelayanan KB, peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi, peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, peningkatan keikutsertaan pria dalam ber-KB dan penguatan jaringan program.
2. Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
7
bekerja di bawah 35 jam per minggu, cenderung mengalami penurunan, yaitu sebanyak 5.584.236 orang (37,06%) pada tahun 2001 turun menjadi 5.185.409 orang (33,12 %) pada tahun 2005, meskipun pada tahun 2004 sempat mengalami peningkatan dibanding tahun 2003.
Tingkat pendidikan penduduk yang bekerja (data 15 tahun ke atas), pada tahun 2005 untuk SD ke bawah sebesar 62,47 %, SMP sebesar 18,66 %, SMA sebesar 14,55 %, dan Perguruan Tinggi sebesar 4,32 %. Selanjutnya, untuk pencari kerja yang berpendidikan SD sebesar 30,07 %, SMP sebesar 25,95 %, SMA sebesar 36,93 %, dan Perguruan Tinggi sebesar 7,05 %.
Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, yaitu sebanyak 5.875.292 orang (37,53 %) atau mengalami penurunan dibandingkan dengan keadaan tahun 2001 yang tercatat sebanyak 6.730.367 orang (44,67 %). Disusul kemudian sektor perdagangan (20,76 %), industri (16,59 %), dan jasa (11,17 %).
Upaya perluasan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi pengangguran telah dilakukan, antara lain melalui penempatan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri penyelenggaraan bursa kerja, dan pengembangan informasi tenaga kerja. Adapun upaya peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dilakukan melalui berbagai kegiatan pelatihan kerja dan pemagangan.
Upaya perluasan kesempatan kerja juga dilakukan melalui program transmigrasi. Banyaknya jumlah transmigran dari Jawa Tengah dalam kurun waktu tahun 2001-2005 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 tercatat sebanyak 323 KK (1.199 jiwa) atau 57 % dari target (564 KK) dan pada tahun 2005 tercatat sebanyak 890 KK (3.247 jiwa) atau 79,96 % dari target (1.113 KK). Pelaksanaan program transmigrasi tidak semata-mata ditekankan pada target pemindahan penduduk, tetapi pada pencapaian kesejahteraan transmigran dan perannya dalam rangka pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di daerah penempatan.
3. Pendidikan
Dalam kerangka pembangunan bangsa, pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan di Jawa Tengah. Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan di bidang pendidikan di Jawa Tengah yang selama ini telah diarahkan untuk mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia melalui pengembangan dan peningkatan relevansi pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan Iptek dan kebutuhan pasar kerja.
Pembangunan pendidikan di Jawa Tengah selain memerhatikan sistem pendidikan nasional yang berjalan juga memerhatikan sasaran-sasaran komitmen internasional di bidang pendidikan seperti Sasaran
Millenium Development Goals (MDG’s) dan Kesepakatan Dakkar untuk Pendidikan Untuk Semua (PUS).
8
Partisipasi Kasar (APK) pada tahun ajaran 2005/2006, untuk SD/sederajat meningkat sebesar 0,80 % dari tahun ajaran sebelumnya, yaitu sebesar 105,67 %, sehingga telah melebihi standar ideal indikator pemerataan pendidikan. Tingkat SMP/sederajat sebesar 89,57 % atau meningkat sebesar 3,36 % dari tahun ajaran sebelumnya, yaitu sebesar 86,21 % dan SMA/sederajat tahun ajaran 2005/2006 sebesar 50,63 % terjadi peningkatan sebesar 1,83 % dari tahun ajaran sebelumnya sebesar 48,80 %. Untuk pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM), pada tahun ajaran 2005/2006 pada SD/sederajat sebesar 89,98 % meningkat sebesar 0,26 % dari tahun ajaran sebelumnya, sedangkan untuk SMP/sederajat sebesar 69,01 % atau meningkat sebesar 4,39 % dari tahun ajaran sebelumnya sebesar 64,62 % serta pada SMA/sederajat sebesar 39,56 % atau meningkat sebesar 4,73 % dari tahun ajaran sebelumnya.
Indikator lain dari perkembangan pendidikan juga dapat dilihat dari Angka Putus Sekolah (DO). Angka DO SD pada tahun 2000/2001 tercatat sebanyak 10.978 siswa (0,30 %) turun menjadi 9.940 siswa (0,29 %). Pada kurun waktu yang sama, untuk SMP tercatat sebanyak 10.129 siswa (0,87 %) meningkat menjadi 11.764 siswa (1,03 %), sedangkan untuk SMA tercatat sebanyak 3.662 (0,92 %) turun menjadi 3.576 siswa (0,90 %).
Pada tahun ajaran 2005/2006 Jawa Tengah memiliki 23.832 unit SD/MI dengan jumlah guru sebanyak 212.420 orang dan sebanyak 3.888.779 siswa. Untuk tingkat SMP/MTs/sederajat terdapat 4.101 unit sekolah, dengan guru sebanyak 97.071 orang dan jumlah siswa sebanyak 1.508.517 orang. Tingkat SLTA/SMK terdapat 2.155 unit sekolah dengan guru sebanyak 63.661 orang dengan murid sebanyak 878.245 orang. Untuk gedung sekolah pada tahun 2006, terdapat 89.755 ruang kelas sekolah jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK yang rusak. Jumlah ruang kelas yang rusak ringan mencapai 67.175 (34,49 %), rusak sedang mencapai 19.207 (9,86 %), dan rusak berat mencapai 14.231 (7,31 %) dari total ruang kelas sebesar 194.760.
Jumlah Perguruan Tinggi terdapat 225 buah, dengan status perguruan tinggi negeri sebanyak 5 (lima) buah dan perguruan tinggi swasta sebanyak 218 buah, serta beberapa perguruan tinggi kedinasan, antara lain Akademi Militer (AKMIL) di Magelang dan Akademi Kepolisian (Akpol) di Semarang. Seperti halnya perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta pun sebagian besar hanya berada di ibukota kabupaten/kota.
4. Perpustakaan
Mencerdaskan kehidupan masyarakat juga dilakukan melalui penyediaan layanan kondisi perpustakaan dan peningkatan minat baca masyarakat.
9
tersedia di 23.948 Sekolah Dasar/MI 4.101 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/MTs dan 2.112 di Sekolah Menengah Atas/MA.
5. Pemuda dan Olah Raga
Pada tahun 2005 jumlah pemuda sebesar 9.331.747 jiwa atau sekitar 28,80 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah pemuda yang sebesar ini merupakan aset sebagai kader pemimpin, pelopor, dan penggerak pembangunan, namun sekaligus membutuhkan keseriusan dalam hal pembinaan dan penyediaan lapangan kerja. Pembinaan kepemudaan, dilakukan melalui berbagai pendekatan institusional seperti Pramuka, KNPI dan Karang Taruna, serta organisasi kepemudaan lainnya. Jumlah organisasi kepemudaan di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat 279 buah yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, yang masih perlu terus ditingkatkan semangat kepeloporannya dalam pembangunan di tengah terpaan globalisasi. Prestasi pembangunan bidang kepemudaan tahun 2005 adalah juara I dalam Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kewirausahaan (Mebelair), Kwartir Daerah 11 Jawa Tengah (Pramuka) meraih Juara I Kontingen Tergiat pada Perkemahan Saka Bayangkara Tingkat Nasional di Jakarta.
Kondisi keolahragaan, baik olah raga prestasi maupun olah raga masyarakat, masih memerlukan perhatian berkelanjutan. Dalam hal prestasi, keinginan Jawa Tengah menjadi 3 besar nasional dalam penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) belum pernah tercapai, sekalipun dalam beberapa jenis olah raga mampu menjadi yang terbaik ditingkat nasional.
Sarana dan prasarana olah raga yang ada di Jawa Tengah yang berstandar nasional dan internasional belum dimanfaatkan secara optimal dalam penyelenggaraan event tahunan olah raga nasional dan atau internasional kecuali untuk olah raga sepakbola.
Sampai akhir tahun 2005, tercatat 56 rekor nasional (medali emas) atas nama atlet-atlet Jawa Tengah, sedangkan untuk rekor Asia Tenggara 8 medali emas SEA Games XXIII Tahun 2005 di Manila dan 1 untuk rekor internasional untuk cabang olah raga tinju profesional.
6. Kesehatan
Derajat kesehatan penduduk di Jawa Tengah dapat dilihat dari 3 (tiga) indikator utama, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Usia Harapan Hidup (UHH). Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Daerah pada tahun 2005, AKI tercatat sebesar 252 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan, disusul kemudian eklamsi, perdarahan sebelum persalinan, dan infeksi. AKB sebesar 23,71 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan untuk UHH di Jawa Tengah tercatat dari 68,6 pada tahun 2001 meningkat menjadi 70,6 pada tahun 2005.
10
gizi buruk yang lebih intensif melalui perawatan kasus di RS dan Puskesmas rawat inap. Di samping itu, pelacakan kasus gizi buruk
senantiasa dilakukan dengan tujuan untuk melakukan analisis tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan gizi buruk dan alternatif
penanggulangannya. Selanjutnya, untuk gizi kurang pada kurun waktu yang sama tercatat sebesar 14,34% turun menjadi 9,78%, gizi baik dari 81,43% meningkat menjadi 87,26%, dan gizi lebih dari 2,59% turun menjadi 1,96%.
Hasil survei kondisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tahun 2004 menunjukkan bahwa strata PHBS tatanan rumah tangga baru mencapai 65,3 % yang berarti masih di bawah angka strata yang diharapkan, yaitu sebesar 75 %.
Dalam hal penyakit menular, pada tahun 2005 kasus DBD di Jawa Tengah sebanyak 7.144 dengan Incidence Rate (IR) sebesar 2,17 per 10.000 penduduk yang tersebar di 874 desa endemis.Kondisi ini masih belum memenuhi target nasional yang diharapkan yaitu IR sebesar kurang dari 2 per 10.000 penduduk. Untuk kasus Malaria pada tahun 2005 terdapat 2.590 kasus yang tersebar di 28 desa endemis dengan Anual Parasit Index (API) 0,08 per 1000 penduduk dimana dengan angka tersebut Jawa Tengah sudah masuk dalam kategori daerah dengan insiden rendah atau Low Case Insidence (LCI) dengan API kurang dari 1 per 1000 penduduk. Jumlah kasus HIV/AIDS positif di Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 185/58 kasus, diantaranya telah meninggal dunia dengan perubahan pola transmisi HIV dari sexual transmitted kearah
intravenous drug user, di samping itu penularan HIV juga sudah merambah pada kelompok umum nonrisiko termasuk ibu rumah tangga. Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS telah dilakukan baik yang bersifat koordinasi melalui kelembagaan Komite Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) maupun melalui layanan untuk
Voluntary Counselling Testing (VCT). Untuk kasus TBC paru, pada tahun 2005 jumlah penderita sebesar 17.524 dengan angka CDR (case detection rate) sebesar 50,92%, angka ini masih jauh dari target yang diharapkan yaitu 70%. Walau demikian angka kesembuhan penderita TBC paru sudah mencapai 86,1% yang berarti sudah sesuai dengan target nasional yaitu >85%.
Target pelayanan kesehatan jiwa untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 adalah 3 % dari kunjungan kasus di sarana kesehatan. Sedangkan rata-rata pelayanan kesehatan jiwa tahun 2005 sebesar 0,44 %. Cakupan tertinggi tahun 2005 dicapai oleh Kota Magelang (3,07 %), terendah di Kota Tegal (0,03 %). Dibandingkan dengan target 2005 (3 %), hanya Kota Magelang saja yang mencapai target. Dalam hal ini permasalahan yang dihadapai adalah masyarakat merasa kesehatan jiwa belum menjadi alasan penting untuk datang berobat ke sarana kesehatan.
Obat Asli Indonesia (OAI) merupakan salah satu potensi di Jawa Tengah yang perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, dalam upaya peningkatan kualitas, pada tahun 2004 dan 2005 telah dibentuk 3 (tiga) Pusat Kajian Pengembangan OAI yang masih perlu dilanjutkan pada tahun berikutnya.
11
3,15 (target 6), dokter umum sebesar 9,55 (target 40), dokter gigi sebesar 2,56 (target 11), tenaga kefarmasian sebesar 7,29 (target 10), tenaga gizi sebesar 3,62 (target 22), tenaga keperawatan 53,94 (target 117,5), tenaga bidan sebesar 26,71 (target 100), tenaga kesehatan masyarakat sebesar 2,73 (target 40), dan tenaga sanitasi 3,63 (target 40). Khusus untuk tenaga teknisi medis sebesar 7,23 dan apabila dibandingkan dengan rasio Provinsi Jawa Tengah masih terdapat 23 kabupaten/kota yang masih berada di bawah rasio Jawa Tengah.
Jumlah Puskesmas dari tahun ke tahun ditingkatkan dengan tujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil. Jumlah Puskesmas pada tahun 2005 sebanyak 846 unit. Keberadaan Puskesmas tersebut masih didukung dengan Puskesmas Pembantu yang jumlahnya tercatat sebanyak 1.824 unit. Di samping itu, sejak akhir tahun 2003 dikembangkan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) yang jumlahnya tercatat sebanyak 4.322 unit. PKD merupakan pengembangan Pondok Bersalin Desa (Polindes) dengan penambahan beberapa fungsi seperti tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, tempat untuk melakukan pembinaan kader/ pemberdayaan masyarakat dan forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, serta tempat pemberian pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana. Kegiatan lain yang dilakukan di PKD adalah deteksi dini dan penanggulangan pertama kasus gawat darurat. Di samping itu, layanan kesehatan juga dilakukan melalui Puskesmas Keliling yang jumlahnya mencapai 921.
Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) di Jawa Tengah pada tahun 2005 sebanyak 155 unit yang terdiri atas RSU milik pemerintah sebanyak 42 unit (2 milik Departemen Kesehatan, 3 milik Pemerintah Provinsi, 37 milik Pemerintah Kabupaten/Kota), 10 milik TNI/Polri, dan 2 milik departemen lain, sedangkan RSU milik swasta sebanyak 101 unit. Adapun jumlah Rumah Sakit Khusus (RSK) milik pemerintah dan swasta sebanyak 62 unit, sebanyak 60 RSK (96,77 %) di antaranya telah memiliki kemampuan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat. Capaian %tase tersebut telah melebihi target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 %. Demikian pula untuk 5 Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kesemuanya telah memiliki kemampuan gawat darurat, sehingga target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 % terlampaui.
7. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan masyarakat ditandai dengan fenomena permasalahan kesejahteraan sosial masih yang banyak ditemui di Jawa Tengah. Walaupun upaya penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) terus dilakukan tetapi belum berhasil mengurangi jumlah PMKS secara signifikan. Kondisi ini ditandai dengan masih banyaknya permasalahan sosial yang muncul dan berkembang seperti meningkatnya jumlah penduduk miskin (seperti gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan anak terlantar), tindak kekerasan, korban bencana alam, dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya.
12
Penyandang Cacat 119.844 orang, Tuna Susila 4.919 orang, pengemis 3.964 orang, gelandangan 1.583 orang, Korban penyalahgunaan Napza 2.229 orang, Keluarga Fakir Miskin sejumlah 1.723.710 KK, Keluarga Berumah Tak Layak Huni sejumlah 254.800 KK, Keluarga Rentan sejumlah 24.756 KK, Komunitas Adat Terpencil (KAT) sejumlah 2.426 KK, Masyarakat Yang Tinggal Di Daerah Rawan Bencana 116.318 KK, Korban Bencana Alam sebesar 67.343 jiwa dan Korban Bencana Sosial sejumlah 9.508 jiwa.
Sebagai upaya penanganan PMKS di Jawa Tengah, terdapat 52 panti milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 7 panti milik Pemerintah Kabupaten/Kota, 5 panti milik Departemen Sosial, dan 388 panti milik masyarakat. Pada tahun 2005, untuk mendukung upaya penanganan PMKS juga dilakukan melalui Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebanyak 37.087, Karang Taruna 8.567, Organiasai Sosial 1.113, Dunia Usaha 581.
8. Kemiskinan
Secara umum kondisi penduduk miskin ditandai oleh ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal: 1) memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan; 2) melakukan kegiatan usaha produktif; 3) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi; 4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif dan eksploitatif; dan 5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin.
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah mengalami fluktuasi. Menurut SUSENAS pada tahun 1999 tercatat sebanyak 8,8 juta orang (28,46%), pada tahun 2002 turun menjadi 7,3 juta orang (23,06%) dan pada tahun 2005 turun menjadi 6,5 juta orang atau 20,49% dari total penduduk Jawa Tengah. Merujuk hasil SUPAS tahun 2005, garis kemiskinan total di daerah perkotaan sebesar Rp. 143.776,-, sedangkan garis kemiskinan total di pedesaan sebesar Rp. 120.115,-.
Selanjutnya apabila dilihat dari tatanan kesejahteraan keluarga terlihat bahwa untuk keluarga katagori Prasejahtera pada tahun 2000 sebanyak 3.113.703 (39,53%) dan pada tahun 2004 meskipun dari prosentase menurun tetapi secara absolut meningkat, yaitu menjadi 3.171.918 (36,77%). Keadaan yang sama juga terjadi pada katagori Keluarga Sejahtera I (KS I) yaitu pada tahun 2001 sebanyak 1.611.643 (19,71%) dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 1.778.790 (20,71%).
Penanggulangan kemiskinan telah menjadi agenda dan prioritas utama pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang. Berbagai strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penanggulangan kemiskinan baik yang bersifat langsung (program khusus) maupun yang tidak langsung telah diimplementasikan, namun demikian hasilnya belum optimal, salah satunya ditandai dengan masih banyaknya penduduk miskin di Jawa Tengah. Penanggulangan kemiskinan bukanlah hal yang mudah diatasi, mengingat kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Di samping itu, kemiskinan juga merupakan masalah sosio-ekonomi yang memiliki kandungan lokalitas yang sangat bervariasi.
13
mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi, dan 2) meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk miskin melalui peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik. Bentuk riil tersebut dilaksanakan melalui program antara lain Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
9. Kebudayaan
Jawa Tengah merupakan pusat budaya Jawa, karena mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa. Sampai saat ini masih terdapat dua istana kerajaan di Jawa Tengah yang keduanya berada di Kota Surakarta. Budaya Jawa ini mewarnai hampir semua daerah kota atau kabupaten yang ada, namun tiap daerah memiliki budaya daerah setempat yang berbeda-beda. Budaya yang ada di masing-masing daerah, homogenitasnya sejak zaman Belanda telah terbagi dalam 5 (lima) wilayah (gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan; serta Surakarta sebagai daerah Swapraja (vorstenland) Kasunanan dan Mangkunegaran. Umumnya bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa sehari-hari tetapi dengan dialek atau logat bahasa yang digunakan serumpun sesuai pembagian tersebut. Bahasa Jawa dialek Solo-Jogja dianggap sebagai bahasa Jawa standar. Terdapat sejumlah dialek bahasa Jawa, namun secara umum terdiri atas dua dialek, yaitu kulonan dan
timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas dialek Banyumasan dan dialek Tegal. Dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa standar. Adapun timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas dialek Solo dan Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut dituturkan bahasa Jawa campuran antara lain di Pekalongan dan Kedu.
Budaya kesenian Jawa yang menonjol serta masih menunjukkan eksistensinya adalah kesenian karawitan tradisional, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, seni tari Jawa dan keroncong/campursari. Upaya mempertahankan budaya di beberapa daerah sering dilakukan dengan pagelaran seni dan budaya secara rutin tahunan. Sementara itu, budaya gotongroyong, tolong menolong dirasakan mengalami pergeseran nilai akibat pengaruh budaya asing dan globalisasi.
Aspek budaya Jawa Tengah ini merupakan modal dasar sekaligus kearifan lokal yang sangat penting dan potensial bagi Provinsi Jawa Tengah untuk mengembangkan diri dalam jangka panjang tanpa harus tercabut dari akar budayanya. Pembangunan yang berbasis pada budaya dan kearifan lokal memiliki daya tahan terhadap pengaruh negatif dari budaya asing dan globalisasi yang kontraproduktif dengan nilai-nilai budaya lokal.
10. Agama
Kehidupan beragama di Jawa Tengah selama ini berlangsung dalam toleransi yang cukup tinggi, namun masih belum sepenuhnya menjadi perilaku dalam tata hubungan kemasyarakat.
14
banyaknya tempat ibadah yang ada di sekitar warga yang majemuk, seperti masjid, gereja, vihara, dan pura. Jumlah tempat ibadah pada tahun 2005 mencapai 139.000 buah yang terdiri atas 97,38 % masjid dan musholla, sebanyak 2,11 % gereja Kristen dan Katholik dan lainnya berupa pura dan vihara. Jumlah pondok pesantren tahun 2005 tercatat sebanyak 2.190 unit dengan 37.000 ustad, 2000 kiai, dan 442.860 santri. Jamaah haji Jawa Tengah pada tahun 2005 memenuhi kuota yaitu sebanyak 19.742 orang.
11. Perempuan dan anak
Jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah lebih banyak dibanding laki-laki. Meskipun demikian, peran perempuan belum optimal, salah satunya karena masih adanya kesenjangan gender antara lain pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum dan HAM, lingkungan hidup, Media, kekerasan berbasis gender, mekanisme kemajuan perempuan, penanganan konflik dan bencana alam dan perosalan kemiskinan.
Masih terjadinya kesenjangan gender berpengaruh pada capaian indikator gender. Gender related Development Index (GDI) Jawa Tengah belum menunjukkan peningkatan yang berarti dari indeks 57,4 pada tahun 1999 (ranking 10 secara nasional) dan tahun 2005 menjadi 60,8 (ranking 13). Sementara angka Gender Empowering Measure (GEM) pada tahun 1999 adalah 51,2 (ranking 9) dan tahun 2005 sebesar 56,9 (ranking 15).
Untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) serta perlindungan anak dan remaja, yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah antara lain melalui pembentukan dan penguatan kelembagaan, seperti Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Remaja (TKP2AR), Forum Komunikasi Pengarusutamaan Gender, Forum Kajian Gender, dan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA). Sebagai upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dilaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat afirmatif. Selain hal tersebut ditempuh pula langkah strategis yaitu dengan mengintegrasikan perspektif gender ke dalam dokumen-dokumen perencanaan.
Kondisi anak dan remaja di Jawa Tengah masih perlu mendapat perhatian serius. Pada tahun 2005 masih terdapat 171.308 anak terlantar, 32.149 anak balita terlantar, 2.229 anak korban tindak kekerasan, 11.178 anak nakal, 10.025 anak jalanan, 54.572 anak cacat, dan 1.273 pekerja anak.
2.1.2 Ekonomi
1. Kondisi dan Struktur Ekonomi
15
Pada Tahun 2005, struktur perekonomian Jawa Tengah masih didominasi oleh 3 (tiga) sektor, yaitu industri pengolahan sebesar 32,23 %; perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 21,01 %; dan pertanian sebesar 20,92 %. Sektor lainnya yang mempunyai kontribusi dalam PDRB adalah pertambangan dan galian (1,02 %); listrik gas dan air bersih (0,82 %); bangunan (5,57 %); pengangkutan dan komunikasi (4,89 %); keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (3,54 %); dan jasa–jasa (10,01 %). Sedangkan dalam konteks tenaga kerja sektor pertanian masih mendominasi.
2. Industri
Industri merupakan salah satu sektor andalan Jawa Tengah dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Selama 5 tahun terakhir omzet sektor industri meningkat, yaitu dari Rp 21,67 trilyun pada tahun 2001 menjadi Rp 22,01 trilyun pada tahun 2005. Adapun jumlah investasi industri di Jawa Tengah mengalami peningkatan dari Rp 13,37 trilyun pada tahun 2001 menjadi Rp 13,81 trilyun pada tahun 2005. Sementara itu jumlah industri meningkat dari 644.196 unit pada tahun 2001 menjadi 644.701 pada tahun 2005 dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.215.649 orang pada tahun 2005.
Bila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, kinerja sektor industri di Jawa Tengah relatif lebih bagus, dimana omzet sektor industri di Jawa Timur pada tahun 2005 hanya sebesar Rp. 12,1 trilliun, dengan nilai investasi sebesar Rp. 12,7 trilliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.464.565 orang. Sedangkan dengan Jawa Barat, kinerja industri Jawa Tengah masih cukup rendah, dimana omzet sektor industri di Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar Rp. 51,68 trilliun, dengan nilai investasi sebesar Rp. 60,8 trilliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3.831.334 orang.
3. Koperasi dan UKM
Jumlah koperasi di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2005 sebanyak 15.799 buah, yang berarti meningkat dibanding tahun 2001 yang tercatat hanya sebesar 13.290 buah. Jumlah UMKM diluar sektor pertanian pada tahun 2006 berjumlah 3,69 juta (Sensus Ekonomi-BPS, 2006), sedangkan jumlah UMKM disektor pertanian pada tahun 2003 berjumlah 4,1 juta (Sensus Ekonomi-BPS, 2003). Banyaknya tenaga kerja yang terserap disektor UMKM memperlihatkan bahwa sektor UMKM sangat berpotensi dalam penciptaan lapangan kerja, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengatasi kemiskinan. Pembangunan koperasi dan UKM dilakukan melalui kegiatan promosi dan misi dagang ke luar negeri, yang ternyata berdampak sangat signifikan terhadap pengembangan koperasi dan UKM di Jawa Tengah. Kegiatan promosi dan misi dagang tersebut telah memacu koperasi dan UKM untuk meningkatkan kualitas produknya sehingga mampu bersaing di pasar global. Besar modal dan aset koperasi pada tahun 2001 sebesar Rp 2,94 trilyun dan pada tahun 2005 menjadi Rp5,13 trilyun. Besar modal dan aset UKM pada tahun 2001 sebesar Rp2,68 trilyun dan pada tahun 2005 menjadi Rp 5,3 trilyun.
16
mayoritas SDM karyawan dan pengurus koperasi di Jawa Tengah berpendidikan SMA dan hanya sebagian kecil berpendidikan Sarjana (S1).
4. Investasi
Investasi PMA Jawa Tengah dilihat dari jumlah proyek selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan dari 57 proyek pada tahun 2001 menjadi 47 proyek pada tahun 2005. Namun, apabila dilihat dari nilai investasi mengalami kenaikan, yaitu dari 96,68 juta US$ pada tahun 2001 menjadi 610,43 juta US$ pada tahun 2005. Jumlah proyek PMDN juga mengalami penurunan dari 26 proyek dengan nilai investasi Rp2,91 trilyun pada tahun 2001 menjadi 20 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp1.91 trilyun pada tahun 2005.
Jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur maka nilai investasi PMDN di Jawa Tengah relatif lebih rendah. Pada Tahun 2005 investasi PMDN Jawa Barat mencapai 4,21 trilyun dan Jawa Timur mencapai 5,47 trilyun. Investasi PMA Jawa Barat mencapai 1.573,36 juta US$ relatif lebih tinggi dari Jawa Tengah. Sedangkan nilai investasi PMA Jawa Timur lebih rendah dari Jawa Tengah yaitu sebesar 553,38 juta US$.
Untuk mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan investasi swasta dan berkembangnya sektor riil, diperlukan berbagai kebijakan pemerintah, meliputi penciptaan iklim kondusif bagi dunia usaha, peningkatan produktivitas tenaga kerja , serta penyediaan infrastruktur yang memadai. Untuk itu Pemerintah Provinsi telah mendukung penciptaan kebijakan pemerintah yang pro investasi dan dapat mendorong berkembangnya sektor riil. Kebijakan tersebut adalah penciptaan iklim kondusif bagi investor dalam dan luar negeri dalam segala hal, seperti kepastian hukum, promosi terpadu, intermediasi perbankan, ketenagakerjaan, penyediaan infrastruktur yang memadai dan kebijakan tata ruang yang konsisten.
5. Pertanian
Jawa Tengah dalam 20 tahun terakhir merupakan penyangga pangan (utamanya beras) nasional. Produksi gabah pada tahun 2005 mencapai 8.424.096 ton (setara dengan 4.590.071 ton beras), sedangkan konsumsi beras mencapai 3.075.966 ton sehingga terdapat surplus 1.514.105 ton.
Pada sektor peternakan, produksi daging Jawa Tengah 392.550 ton (kurang lebih 14 % dari produksi daging nasional) dengan kebutuhan 265.750 ton. Sementara untuk telur produksinya mencapai 170.860 ton dengan kebutuhan 166.580 ton atau surplus 4.280 ton. Produksi susu Jawa Tengah 70.689 kilo liter belum mampu mencukupi kebutuhan Jawa Tengah sendiri, yakni sebanyak 184.200 kilo liter.
Ketahanan pangan di Jawa Tengah secara umum baik aspek produksi, distribusi, dan konsumsi masuk dalam kategori mantap, sedangkan permasalahan konversi/alih fungsi lahan pertanian pada tahun 2005 mencapai 361 Ha dengan kecenderungan makin meningkat pada 5 (lima) tahun terakhir. Sementara itu produktivitas lahan cenderung menurun sebagai akibat perubahan kejenuhan tanah, menurunnya tingkat kesuburan tanah, rendahnya penguasaan teknologi pertanian.
17
tahun 2001 sebesar 719.374 ha dan pada tahun 2005 menjadi 608.184 ha. Penurunan luas areal disebabkan oleh adanya alih fungsi dari lahan perkebunan menjadi lahan nonperkebunan. Tetapi penurunan luas areal ternyata tidak berpengaruh terhadap besarnya produksi perkebunan, dimana jumlah produksi pada tahun 2001 sebesar 809.017 ton menjadi 901.847 ton pada tahun 2005.
Meskipun produksi sektor pertanian di Jawa Tengah untuk sebagian besar komoditas meningkat, namun masih belum berdampak signifikan terhadap tingkat kesejahteraan petani yang dapat dilihat dari nilai NTP Jawa Tengah pada Tahun 2005 sebesar 91,89.
6. Kelautan dan Perikanan
Pada bidang pembangunan kelautan dan perikanan terjadi tekanan yang sangat berat terhadap sumber daya laut pada wilayah pantai utara Jawa Tengah karena adanya usaha penangkapan ikan yang berlebihan. Produksi perikanan laut pada tahun 2001 mencapai 274.809 ton, tetapi menurun menjadi 192.587 ton pada tahun 2005. Produksi perikanan darat mengalami kenaikan yang signifikan dari 48.589 ton tahun 2001 menjadi 52.381 ton pada tahun 2005. Kenaikan produksi ikan berpengaruh pada jumlah eksport ikan yang terus meningkat, dari 12.203 ton tahun 2001 menjadi 16.743,4 ton tahun 2005.
Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Jawa Tengah pada tahun 2005 relatif sangat kecil yaitu sebesar 1,18 %. Kesejahteraan nelayan kecil juga masih belum meningkat sesuai yang diharapkan. Rendahnya penggunaan teknologi perikanan dan kurangnya sarana prasarana masih menjadi permasalahan bagi nelayan. Nelayan juga harus dihadapkan pada kondisi alam yang ekstrem selama 4 bulan (sekitar November – Februari) setiap tahunnya, menyebabkan tidak dapat melaut sedangkan mereka tidak mempunyai alternatif mata pencaharian lain sehingga berakibat turunnya penghasilan yang diperoleh dan berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga nelayan.
7. Pertambangan
Dalam bidang pertambangan dan energi, kewenangan pemerintah provinsi meliputi bidang geologi, pertambangan umum dan ABT, ketenagalistrikan dan migas. Dalam pelaksanaan kebijakan bidang geologi, sampai dengan tahun 2005 telah dilakukan pemetaan geologi tata lingkungan pada tiga wilayah pertumbuhan dan penggalian informasi geologi untuk pengembangan pariwisata dan pendidikan, seperti penyusunan profil sejarah geologi Borobudur dan pengembangan museum alam geologi Karangsambung. Sedangkan dalam rangka mitigasi bencana alam beraspek geologi dari hasil pemetaan di Jawa Tengah terdapat 97 lokasi rawan longsor yang tersebar di 27 kabupaten dan telah dilakukan pemasangan patok pemantauan sebanyak 32 buah di 8 lokasi/kabupaten sebagai tanda peringatan dini terhadap bahaya tanah longsor.
18
Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, Rembang, Wonogiri, Tegal, dan Grobogan antara lain pasir kuarsa, felspar, andesit, diorit, phospat, marmer, gamping, kaolin, ballclay dan trass.
Menurut data tahun 2005 jumlah titik sumur Air Bawah Tanah (ABT) yang telah terdaftar sebanyak ± 3.946 titik dengan jumlah pengambilan selama tahun 2005 sebesar ± 174.862.233 m³. Sedangkan diperkirakan jumlah titik sumur ABT yang tidak terdaftar jumlahnya sama atau bahkan lebih banyak daripada yang terdaftar.
8. Perdagangan
Pembangunan perdagangan di Jawa Tengah selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Berbagai fasilitas pendukung pengembangan perdagangan di Jawa Tengah telah tersedia dengan memadai dan terus berkembang lebih baik. Hal ini mengindikasikan kegiatan usaha di Jawa Tengah cukup meningkat. Keberhasilan perdagangan di Jawa Tengah salah satunya dapat dilihat dari indikator kinerja ekspor dan impornya.
Perkembangan ekspor Jawa Tengah selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat dari nilai US$ 1.782 juta pada tahun 2001 menjadi US$ 2.398 juta pada tahun 2005, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,91 % per tahun. Demikian juga dengan impor Jawa Tengah mengalami peningkatan dari US$ 776,77 juta pada tahun 2001, menjadi US$ 1.210,05 juta pada tahun 2005. Ekspor unggulan Jawa Tengah meliputi textile, handycraft, furniture, cor logam, kopi, kakao dan rempah-rempah.
Bila dibandingkan dengan Jawa Timur, perkembangan ekspor Jawa Tengah relatif lebih rendah dan masih perlu ditingkatkan kinerjanya. Di Provinsi Jawa Timur, ekspor non migas meningkat dari US$ 5.307 juta pada tahun 2001 menjadi US$ 7.305 juta. Namun demikian, bila dibandingkan dengan Jawa Barat, ekspor Jawa Tengah relatif lebih bagus karena ekspor Jawa Barat mengalami penurunan dari US$ 832,1 juta pada tahun 2001 menjadi US$ 240,7 juta pada tahun 2005.
9. Pariwisata
Jawa Tengah merupakan salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia yang memiliki berbagai ragam objek wisata dengan fasilitas pendukung yang cukup memadai. Namun, kondisi objek wisata, baik alam maupun buatan tersebut belum dikelola dengan optimal, sehingga objek wisata yang ada kurang kompetitif dalam persaingan pasar regional maupun global. Hanya beberapa objek wisata yang sudah dikelola dengan baik. Jumlah objek wisata yang ada di Jawa Tengah pada tahun 2005 sebanyak 341 buah, terdiri atas 97 objek wisata alam dan 244 objek wisata buatan. Jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2001 sebanyak 16.764.701 orang (wisnus 16.477.530 dan wisman 287.171 orang) dan tahun 2005 sebanyak 15.759.444 orang (wisnus 15.455.546 dan wisman 303.898).
19
Dari sisi sumbangan pariwisata terhadap PAD meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2001 sebesar Rp34.245.152.218,00 meningkat pada tahun 2005 sebesar Rp46.902.593.308,00. Keberhasilan sektor pariwisata, selain dilihat dari peningkatan PAD, dapat dilihat pula dari multiplier effect serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebagai akibat perkembangan pariwisata. Persoalan yang dihadapi berkaitan dengan promosi dan penyediaan infrastruktur pendukung pariwisata serta persaingan antar daerah dari obyek wisata dan daerah tujuan wisata sejenis.
2.1.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) selama ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini didukung dengan ketersediaan telekomunikasi dan informatika yang mudah diakses oleh masyarakat. Pada tahun 2000 telah terbangun 113 unit SIMDA/website
dan meningkat menjadi 128 unit pada tahun 2005. Bertambahnya unit-unit SIMDA/website sangat membantu masyarakat dalam mengakses informasi. Sumber Daya Manusia (SDM) bidang teknologi informasi di jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2000 sebanyak 225 orang dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 250 orang. Jumlah ini, belum mencerminkan kebutuhan yang sesungguhnya termasuk penyediaan e-goverment bagi birokrasi pemerintahan.
Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu pendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai penelitian sudah dilaksanakan, baik oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, maupun institusi lainnya. Kelemahan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh berbagai elemen masyarakat adalah belum diintegrasikan dalam satu jaringan penelitian yang efektif, sehingga masih banyak terjadi duplikasi dari kegiatan penelitian yang serupa. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya pemborosan sumber daya dan hasilnya kurang memiliki nilai implementatif atau sulit menjadi dasar operasional dan belum sepenuhnya mampu mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan kebutuhan masyarakat.
Hasil temuan teknologi tepat guna bagi masyarakat sangat bermanfaat dalam membantu kehidupan perekonomian, terutama bagi masyarakat pedesaan yang bergerak di bidang industri yang bahan bakunya menggunakan bahan lokal. Berbagai temuan teknologi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, ke depan tetap diupayakan peningkatan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas dalam temuan teknologi tepat guna yang dapat diterapkan di masyarakat. 2.1.4 Sarana dan Prasarana
Jawa Tengah yang terletak di tengah-tengah jalur distribusi Jawa– Sumatera, pada satu sisi memiliki nilai yang strategis, tetapi pada sisi lain memiliki beban yang cukup berat, karena harus mampu menjaga bahkan meningkatkan peran dan fungsinya sebagai penopang jalur distribusi perekonomian nasional maupun sebagai aksesibilitas internal yang berfungsi sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian daerah.
20
menjadi penopang jalur distribusai nasional. Jalur rel kereta api kondisinya masih memprihatinkan ditambah sistem pengelolaan yang belum memadai, sehingga belum menjadi sarana transportasi massal yang menjadi pilihan utama masyarakat. Kondisi tersebut antara lain ditunjukkan oleh panjang jalan yang dilihat dari status pengelolaannya menunjukkan adanya panjang yang relatif tetap, baik untuk jalan nasional maupun jalan provinsi.
Dilihat dari kondisinya, pada tahun 2005 panjang jalan nasional di Jawa Tengah sepanjang 1.297,63 km, dengan kondisi 669,58 km dalam keadaan baik, 613,39 km dalam keadaan sedang, dan 14,66 km masih dalam keadaan rusak. Panjang jalan provinsi pada tahun 2005 sepanjang 2.539,70 km, dengan kondisi baik sepanjang 2.063,50 km, kondisi sedang 458,42 km, dan dalam kondisi rusak sepanjang 17,78 km. Jembatan nasional di Provinsi Jawa Tengah berjumlah 1.249 buah sepanjang 18.060 m dan jembatan provinsi berjumlah 2.068 buah dengan panjang 26.077 m. Kondisi jalur rel kereta api (KA) yang ada di jalur utara, selatan dan tengah (Semarang-Solo) dilayani oleh jalur tunggal dan digunakan dua arah lintasan untuk angkutan penumpang dan barang. Frekuensi perjalanan KA di jalur utara dan selatan sudah cukup padat, sedangkan pada jalur tengah frekuensi lintasan belum padat.
Sarana dan prasarana perhubungan yang ada, selalu tertinggal dari tuntutan kebutuhan masyarakat yang tumbuh baik dalam artian jumlah maupun kualitas pelayanan yang dibutuhkan.
1. Perhubungan
Pembangunan perhubungan darat selama 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun kecuali jumlah terminal angkutan darat dan trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Jumlah terminal angkutan darat mengalami kenaikan, pada tahun 2001 terdapat 69 terminal dan pada tahun 2005 menjadi 76 terminal serta diprediksikan pada tahun 2025 menjadi 114 terminal. Jumlah armada bus pada tahun 2001 terdapat 16.040 buah dan menurun menjadi 13.468,0 buah pada tahun 2005. Jumlah trayek angkutan darat AKAP pada tahun 2001 sebanyak 701 buah meningkat menjadi 840 buah pada tahun 2005. Trayek AntarKota dalam Provinsi (AKDP) mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2001 berjumlah 410 trayek, pada tahun 2005 menjadi 367 trayek.
21
Salah satu pintu gerbang Jawa Tengah, di bagian utara adalah Pelabuhan Tanjung Mas. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan utama sekunder yang mampu disandari kapal kontainer, namun pada saat ini kapasitas dermaga sudah cukup padat. Pelabuhan antarpulau di pantai utara meliputi pelabuhan Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Jepara, Juwana, Karimunjawa, dan Rembang. Pelabuhan ini melayani kapal niaga dan kapal nelayan. Sebagai pintu gerbang Jawa Tengah di bagian selatan adalah Pelabuhan Tanjung Intan yang merupakan pelabuhan utama tersier yang mampu didarati oleh kapal kontainer dan sebagai alternatif keluar masuknya barang melalui laut selatan yang perkembangannya belum seperti Pelabuhan Tanjung Emas.
Perhubungan udara saat ini ditandai dengan adanya empat bandara komersial yaitu Adisumarmo-Surakarta, Ahmad Yani-Semarang, Tunggul Wulung-Cilacap, dan Dewadaru-Karimunjawa. Kondisi yang sesuai dengan status, peran, dan fungsinya masing-masing belum memadai dalam mengantisipasi semakin meningkatnya lalu-lintas angkutan udara saat ini. Bandara Adi Sumarmo-Surakarta saat ini berfungsi sebagai bandara internasional dan pusat pelayanan haji untuk wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya, sedangkan bandara Ahmad Yani-Semarang melayani penerbangan domestik dan internasional. Bandara Tunggul Wulung-Cilacap dan Dewadaru-Karimunjawa lebih diarahkan sebagai pemandu lalu lintas udara dan pelayanan pendukung pariwisata.
2. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman kondisinya belum memadai sebagai sarana prasarana dasar yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan kualitas kehidupan manusia. Ketersediaan sumber dayanya erat keterkaitannya dengan pertumbuhan penduduk, kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan kemiskinan. Kondisi perumahan pada tahun 2004 terjadi kesenjangan kebutuhan rumah (back log) sebesar 968.041 unit rumah dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 81.290 unit rumah/tahun dan kemampuan penyediaan pengembang (developer) lebih kurang 8.000 unit rumah/tahun. Kondisi tersebut sangat rentan terhadap perkembangan perekonomian yang terjadi.
Sampai dengan tahun 2005 terdapat 7,22 juta unit rumah terdiri atas tipe A sebanyak 2.131.049 unit, tipe B sebanyak 2.857.692 unit, dan tipe C sebanyak 2.232.471 unit. Masih banyak terdapat kawasan permukiman kumuh terutama di perkotaan, desa nelayan dan desa terisolir yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa maupun Milik (Rusunawa/mi) belum berjalan seperti yang diharapkan, sehingga belum dapat mengatasi kebutuhan perumahan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) pada kawasan kumuh perkotaan. Kawasan permukiman perlu dukungan pelayanan air bersih dan sanitasi. Cakupan pelayanan air bersih perkotaan lebih kurang 39,86 % dan perdesaan 12,6 %. Cakupan sanitasi lebih kurang 7,2 % dan persampahan lebih kurang 71 % sampah terangkut. Kondisi tersebut sebanding dengan rata-rata nasional dan target Milenium Development Goals (MDGs).
3. Sumber Daya Air
22
128 buah sungai induk dengan panjang 4.076 km, 39 buah waduk, dan 172 buah embung atau waduk lapangan.
Kapasitas ketersediaan air permukaan sebesar 56,4 milyar m3 per tahun, yang berasal dari mata air 653 juta m3 per tahun, sungai utama 53,4 milyar m3 per tahun, danau dan embung 2,4 milyar m3 per tahun. Adapun kapasitas air bawah tanah sebesar 3,1 milyar m3 per tahun. Sebaran ketersediaan air pada musim penghujan 80 % (selama sekitar 5 bulan) dan 20 % tersedia pada musim kemarau (selama 7 bulan). Sawah yang dilayani jaringan irigasi teknis seluas 917.589 ha atau sebanyak 9.119 Daerah Irigasi (DI), terdiri atas 36 DI dengan luas 346.998 ha menjadi kewenangan pusat, 101 DI dengan luas 89.536 ha menjadi kewenangan provinsi, dan 8.982 DI dengan luas 481.055 ha adalah kewenangan kabupaten/kota. Namun dalam euphoria otonomi daerah masih terjadi pengelolaan sumber daya air yang belum sinkron/ sinergis dan terpadu dalam satu sistem pengelolaan antara kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota.
Ketersediaan dan kualitas air di Jawa Tengah cenderung tidak menentu, hal ini dipengaruhi oleh perubahan iklim global maupun musim kemarau dan terjadinya degradasi Daerah Tangkapan Air (DTA) serta adanya perubahan tata guna lahan, yang memengaruhi ketersediaan air baku dalam menunjang aktivitas sosial maupun ekonomi. Adapun mutu kualitas air sangat dipengaruhi oleh berbagai limbah rumah tangga, baik berasal dari limbah permukiman maupun industri yang berpotensi sebagai pencemar kualitas air. Kondisi sungai secara fisik cenderung menurun dan belum seluruhnya dapat menampung debit air pada waktu-waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas/debit sungai sehingga menimbulkan potensi daerah-daerah rawan banjir.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air antara lain mengatur tentang pengembangan sistem irigasi baik wewenang Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Sedangkan wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah bidang pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006. Dalam implementasi sistem pengelolaan yang terbagi dalam struktur pemerintahan yang tidak menggunakan pendekatan fungsi pelayanan, banyak mengalami kendala operasional di lapangan dimana pembagian kewenangan justru membatasi sinergitas sistem pengelolaan sumber daya air.
4. Telekomunikasi
Perkembangan bidang pos dan telekomunikasi saat ini sudah cukup pesat, utamanya jasa pos pengiriman paket, surat, dan barang cetakan. Pada tahun 2005 jumlah kiriman surat dalam negeri sebanyak 33,66 juta surat dan yang diterima sebanyak 36,30 juta buah, sedangkan keluar negeri mencapai 3,06 juta surat terkirim dan diterima sebanyak 2,08 juta, belum termasuk yang diselenggarakan pos swasta.
23
oleh sambungan telepon seluler baik GSM maupun CDMA terutama di daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan dan pelosok telah dilakukan pembangunan telepon USO (Universal Service Obligation) atas prakarsa pemerintah pusat yang dibangun di tingkat kecamatan dan daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh telepon seluler dan telepon tetap.
5. Energi
Pada bidang ketenagalistrikan, pada tahun 2005 tercatat kapasitas terpasang pembangkit di Jawa Tengah sebesar 1.769,16 MW, beban puncak mencapai 2.254,7 MW dengan jumlah kurang lebih 5.229.000 pelanggan yang sebagian besar (96 %) pelanggan rumah tangga. Rasio desa berlistrik tahun 2005 baru mencapai 99,7 %, yang berarti sejumlah 8.522 desa dari 8.543 desa sudah berlistrik. Namun demikian, rasio elektrifikasi (jumlah KK berlistrik) tahun 2005 baru 60,24 %; dengan proposi 84,2 % menggunakan sumber energi fosil (BBM, gas, batubara), dan sisanya 15,8 % bersumber dari energi terbarukan (air, panas bumi, dan surya), sebagai bagian dari jaringan interkoneksi Jawa Bali.
Pada daerah terpencil yang belum atau tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN tetapi memiliki potensi energi terbarukan, dikembangkan listrik pedesaan sebagai sumber energi alternatif untuk pembangkit skala kecil yang berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), sehingga rasio elektrifikasi dan jumlah desa berlistrik diharapkan dapat mencapai 100 %.
2.1.5 Politik dan Tata Pemerintahan
Pembangunan politik di Provinsi Jawa Tengah merupakan bagian integral dari pembangunan politik nasional. Stabilitas politik yang mantap telah menciptakan iklim kondusif bagi perkembangan aspek pembangunan yang lain.
Provinsi Jawa Tengah sampai dengan tahun 2005 telah berhasil melaksanakan pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota secara langsung di 23 kabupaten/kota. Tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih sebesar 72,95%.
Partisipasi dan kesadaran politik masyarakat masih perlu mendapatkan perhatian terutama menyangkut hak dan kewajiban warga negara serta institusionalisasi partai politik dalam kegiatan politik. Demikian pula terkait dengan pengetahuan dan kesadaran politik bagi masyarakat perdesaan, kaum perempuan dan pemilih pemula.
Meskipun pengelolaan tata pemerintahan sudah diupayakan peningkatannya, namun masih dirasakan kualitas pelayanan publik belum optimal.
2.1.6 Keamanan dan Ketertiban
Pembangunan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat telah dapat diwujudkan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Keberhasilan pembangunan di bidang tersebut dirasakan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Rasa aman yang dirasakan masyarakat tidak terlepas dari upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui berbagai sistem keamanan.
24
kriminal. Crime Index dan Tindak Pidana Menonjol yang terlaporkan di masing-masing Polwil se Jawa Tengah sebanyak 13.199 kasus atau turun 2.505 kasus dibanding tahun 2003 yang tercatat sebanyak 15.074 kasus.
2.1.7 Hukum dan Aparatur
1. Hukum
Dalam rangka implementasi otonomi daerah, Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) serta melakukan pengawasan represif terhadap Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati/Walikota. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan evaluasi dan klarifikasi terhadap produk-produk hukum di kabupaten/kota berupa 276 Raperda dan 185 Perda. Perda-perda tersebut dievaluasi dan diklarifikasi agar tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, kepentingan masyarakat, dan pengembangan investasi di daerah. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pengawasan preventif maupun represif tersebut, produk-produk hukum dari kabupaten/kota harus sesuai dengan catatan-catatan hasil evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi. Untuk tahun 2005, telah di evaluasi 311 Perda Kabupaten/Kota, 5 Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota dan 238 Keputusan DPRD Kabupaten/Kota. Dan sesuai dengan ketentuan, kewenangan pemprov hanya sebatas mengevaluasi dan mengklarifikasi dan tidak ada pembatalan.
Tindak pidana hukum yang masuk di Pengadilan Tinggi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 sebanyak 297 atau mengalami penurunan sebanyak sebanyak 79 tindak pidana dibanding tahun 2001. Sementara untuk kasus perdata pada tahun 2005 sebanyak 292 kasus atau turun sebanyak 354 kasus dibanding tahun 2001 yang tercatat sebanyak 646 kasus.
2. Aparatur
Sehubungan dengan tuntutan perubahan dari sisi regulasi dan perkembangan pemerintahan dan kemasyarakatan, pemerintah provinsi melakukan langkah-langkah penyesuaian dan penataan terhadap urusan atau fungsi yang menjadi kewenangannya. Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi dan melakukan penataan terhadap organisasi perangkat daerah, disesuaikan dengan urusan dan fungsi yang sudah ditetapkan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah berusaha menyelenggarakan pemerintahan secara efektif dan efisien, melalui optimalisasi peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah yang sudah dan akan terus dilakukan antara lain terkait dengan peningkatan kapasitas kelembagaan; peningkatan pelayanan publik; pengelolaan keuangan daerah, profesionalisme aparatur pemerintah serta pengembangan partisipasi masyarakat.