• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT SIBLING RIVALRY PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT SIBLING RIVALRY PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S. Psi)

Muhil Datunnisak Oktaviany B07212063

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat sibling rivalry pada tiap pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala pola asuh orang tua dan skala sibling rivalry. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Wachid Hasyim 2 Sepanjang yang berjumlah 152 siswa, pengambilan sampel pada populasi ini adalah 50% dari 152 menjadi 76. Dari hasil pengelompokkan pola asuh orang tua, yang layak di analisis dengan nilai beda minimal 3 pada tiap pola asuh menjadi 62 subjek.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis one-way anova dengan menggunakan program SPSS versi 16.00 for windows dengan taraf signifikansi 0.179 > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada perbedaan tingkat sibling rivalry pada remaja ditinjau dari pola asuh orang tua.

(6)

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the difference in the level of sibling rivalry in every parenting adopted by parents. This study uses data collection techniques such as scale patterns of parenting and sibling rivalry scale. The population in this study were students of class XI SMA Wachid Hasyim 2 Throughout totaling 152 students, sampling in this population is 50% of the 152 into 76. The result of the grouping of parenting parents, decent analysis of the different values of at least three in each parenting to 62 subjects.

Results of researches are analyzed using one-way ANOVA analysis using SPSS version 16.00 for Windows 0179 with a significance level> 0.05, then Ho is accepted and Ha rejected. This means that there is no difference in the level of sibling rivalry in terms of adolescent parenting parents.

(7)

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry ... 16

1. Pengertian Sibling Rivalry... 17

2. Aspek-aspek Sibling Rivalry ... 17

3. Faktor-faktor Sibling Rivalry ... 18

4. Dampak Negatif Sibling Rivalry ... 21

5. Manfaat Adanya Sibling Rivalry ... 23

6. Cara untuk Mengatasi Sibling Rivalry ... 24

B. Pola Asuh ... 27

1. Pengertian Pola Asuh ... 27

2. Aspek-aspek Pola Asuh... 28

3. Jenis-jenis Pola Asuh ... 30

4. Karakteristik Anak dalam Kaitannya dengan Pola Asuh ... 32

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 34

C. Remaja ... 37

1. Pengertian Remaja ... 37

2. Karakteristik Masa Remaja ... 40

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 42

D. Perbedaan Pola Asuh Terhadap Tingkat Sibling Rivalry ... 43

E. Landasan Teori ... 44

(8)

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id BAB III METODE PENELITIAN

A. Variabel Dan Definisi Oprasional

1. Identifikasi Variabel ... 47

2. Definisi Oprasional ... 47

B. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 48

2. Sampel Dan Teknik Sampling ... 49

C. Teknik Pengumpulan Data ... 49

D. Validitas Dan Reliabilitas ... 52

E. Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 56

B. Deskripsi Dan Reliabilitas Data ... 59

C. Hasil ... 60

1. Uji Normalitas Data ... 60

2. Hasil Uji Hipotesis ... 61

D. Pembahasan ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(9)

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR TABEL

Tabel 1: Bobot Nilai Skala Force Choice ... 50

Tabel 2 : Blue Print Skala Pola Asuh...51

Tabel 3: Bobot Skala Likert ... 53

Tabel 4 : Blue Print Skala Sibling Rivalry ... 52

Tabel 5 : Distribusi Aitem Skala Pola Asuh Setelah Uji Coba ... 53

Tabel 6 : Distribusi Sibling Rivalry Setelah Uji Coba ... 54

Tabel 7: Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba ... 54

Tabel 8 : Distribusi Jenis Kelamin Subjek ... 56

Tabel 9 : Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ... 57

Tabel 10: Distribusi Posisi Subjek Berdasarkan Usia ... 57

Tabel 11: Distribusi Pola Asuh Yang Diterapkan ... 58

Tabel 12 : distribusi tingkat sibling rivalry ... 58

Tabel 13: hasil uji estimasi reliabilitas ... 59

Tabel 14 : nilai standart eror…………...59

Tabel 15 : hasil uji normalitas data ... 60

Tabel 16 : hasil uji homogenitas data ... 60

Tabel 17 : hasil uji ANOVA ... 62

Tabel 18: tingkat sibling rivalry berdasarkan jenis kelamin ... 69

Tabel 19 : tingkat sibling rivalry berdasarkan jenis kelamin sibling dengan subjek .. 70

Tabel 20 : tingkat sibling rivalry berdasarkan usia subjek ... 71

Tabel 21: tingkat sibling rivalry berdasarkan jarak usia subjek dengan sibling……..72

(10)

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Subjek ... 76

Lampiran 2: Skala Pola Asuh ... 77

Lampiran 3: Skala Sibling Rivalry ... 83

Lampiran 4: Data Mentah Pola Asuh Uji Coba ... 87

Lampiran 5: Scoring Pola Asuh Uji Coba ... 88

Lampiran 6: Data Mentah Pola Asuh Setelah Uji Coba ... 89

Lampiran 7: Skoring Data Mentah Pola Asuh Setelah Uji Coba ... 91

Lampiran 8: Data Mentah Sibling Rivalry Uji Coba ... 93

Lampiran 9: Skoring Sibling Rivalry Uji Coba ... 95

Lampiran 10: Data Mentah Sibling Rivalry Setelah Uji Coba ... 97

Lampiran 11: Skoring Sibling Rivalry Setelah Uji Coba ... 100

Lampiran 12: Uji Validitas Dan Reliabilitas Uji Coba Skala Pola Asuh ... 103

Lampiran 13: Uji Validitas Dan Reliabilitas Uji Coba Skala Sibling Rivalry ... 106

Lampiran 14: Uji Reliabilitas Skala Pola Asuh Dan Sibling Rivalry... .110

Lampiran 15: Uji Normalitas Data Dengan Bantuan Spss 16 For Windows ... 111

Lampiran 16: Uji Homogenitas Data Dengan Bantuan Spss 16 For Windows ... 112

(11)

1 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan dengan saudara merupakan jenis hubungan yang berlangsung

dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

bertahan hingga dewasa. Hubungan dengan saudara dapat mempengaruhi

perkembangan individu, secara positif maupun negatif tergantung pola hubungan

yang terjadi. Pola hubungan antara saudara kandung juga dipengaruhi oleh cara orang

tua dalam memperlakukan mereka.

Persaingan untuk merebut kasih sayang orang tua seringkali hadir dalam

khasanah keluarga. Sejak kehadiran adik pertama dapat terus berlangsung sampai

dewasa.Kelahiran adik baru yang menimbulkan rasa cemburu merupakan emosi yang

biasa ditemukan dan dialami oleh anak. Sebelum adik lahir, anak merasa orang tua

menjadi miliknya sepenuhnya dan tidak perlu bersaing dengan orang lain untuk

mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua (Thompson, 2003).

Perkelahian antar saudara tersebut apabila dipupuk secara terus menurus,

dikhawatirkan akan berdampak sampai dewasa, diantaranya yaitu remaja awal akan

memupuk kebencian sampai seumur hidup dan dapat memutuskan tali persaudaraan,

bahkan ada kejadian dimana saudara kandung ada yang saling membunuh karena

(12)

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id yang terus menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat anak-anak

beranjak dewasa, mereka akan terus bersaing dan terus mendengki, bahkan ada

kejadian dimana saudara kandung saling membunuh karena memperebutkan warisan.

Data di lapangan, terjadi di salah satu sekolah menyebutkan ada beberapa

anak yang di rumahnya memiliki saudara dan orang tua sibuk bekerja dengan

tuntutan yang tinggi pada anak-anak, membuat anak di sekolah suka berkelahi, dan

ternyata dari hasil pemantauan guru BP di sekolah dengan memanggil orang tua

murid dari salah satu anak yang suka berkelahi tersebut, orang tua mengatakan bahwa

perkelahian tersebut juga sering terjadi dengan saudaranya di rumah. Sebuah

penelitian dari Bank, Burraston, & Snyder (dalam Santrock, 2004) mengungkapkan

perpaduan antara pengasuhan yang tidak effektif, konflik orang tua dan remaja, dan

konflik antar saudara seperti memukul dan berkelahi dapat terjadi di rentang usia

10-12 tahun dan usia 10-12-16 tahun terkait dengan perilaku antisosial hubungan dengan

teman sebaya yang buruk.

Sibling Rivalry terjadi karena anak merasa perhatian orang tua padanya

berkurang, sementara perhatian pada saudaranya berlebih yang menimbulkan rasa iri

dan persaingan antar saudarapun terjadi. Berbagai cara dilakukan anak untuk

mendapatkan kembali perhatian dari kedua orangtuanya, akan tetapi cara yang

digunakan seringkali tidak sesuai dengan tuntutan prilaku yang diharapkan di

lingkungan sosialnya. Perkelahian antar saudara tersebut apabila dipupuk secara terus

(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat anak-anak beranjak dewasa,

mereka akan terus bersaing dan terus mendengki.

Persaingan saudara kandug adalah suatu hal yang normal terjadi dalam suatu

keluarga dengan berbagai macam bentuk persaingan di antara kakak dan adik. Selama

persaingan tersebut tidak ada kebencian dalam hati dan tidak ada motif-motif negatif

lainnya (Priatna & Yulian, 2006). Perlakuan orang tua yang berbeda terhadap anak

dapat berpengaruh pada kecemburuan, gaya kelekatan, dan harga diri yang pada

gilirannya bisa menimbulkan distres pada hubungan romantis dikemudian hari (Rauer

& Volling, 2007). Dalam hal ini, biasanya orang tua lebih merasa nyaman dengan

salah satu anak dibanding anaknya yang lain. Secara emosional, ikatan mereka

biasanya lebih kuat. Kalau mau berpergian atau meminta bantuan, anak

kesayangannya itu yang menjadi prioritas utamanya, sehingga seakan anak

kesayangan ini memiliki “nilai lebih” dibanding anak yang lain.

Rasa bersaing itu muncul pada anak-anak yang merasa diperbandingkan oleh

orang tuanya dan adanya perasaan diabaikan ketika orang tua menganak emaskan

saudaranya. Sikap orang tua yang seperti ini yang dapat menciptakan suasana

persaingan pada anak-anaknya. Sebab kasih sayang orang tua biasanya lebih tertuju

pada siapa yang di anggap memenuhi harapan orang tua. Dalam kondisi ini, peran

kedua orang tua sangat penting, walaupun pada hakekatnya semua orang tua pasti

merasa dirinya telah bersikap adil pada semua anak-anaknya, dengan cara memenuhi

(14)

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id pada salah satu anak akan selalu ada di dalam sebuah keluarga, apalagi jika keluarga

itu terdiri dari dua anak atau lebih. Biasanya bapak memiliki anak kesayangan

sendiri, begitu pula dengan ibu. (Cholid, 2004)

Jika kondisi itu terjadi, maka sebenarnya orang tua telah membuat konflik,

pertengkaran dan persaingan yang negatif antar anak-anaknya. Sang kakak mungkin

akan merasa cemburu dan iri pada adiknya, karena telah berhasil merenggut seluruh

kenikmatan yang dia terima selama ini dari orang tuanya. Demikian pula sebaliknya,

sang adik merasa iri dan cemburu pada kakaknya karena selalu dibandingkan dalam

setiap tingkah lakunya, sehingga orang tua seakan tak pernah memperhatikan

anaknya yang lebih muda meskipun memiliki prestasi yang jauh lebih bagus dari

kakaknnya.

Sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak

mendekati keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua juga dipengaruhi oleh

sikap dan prilaku anak terhadap anak yang lain dan terhadap orang tuanya. Bila

terdapat rasa pesaingan atau permusuhan, sikap orang tua terhadap semua anak

kurang menguntungkan dibanding bila mereka satu sama lain bergaul cukup baik.

Oleh karena itu, sikap yang baik dan bijaksana adalah orang tua bersikap netral dan

objektif, yaitu orang tua tidak memihak salah satu anaknya dan tidak menyalahkan

prilaku anak yang lainnya. Orang tua menjadi penengah dan berusaha untuk

menyadarkan anak-anak bahwa konflik yang tidak dapat diselesaikan hanya akan

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id meminta maaf sedangkan anak yang lain mengampuni kesalahan tersebut maka akan

tercipta kedamaian, kerukunan, dan keharmonisan hubungan antara anak-anak yang

satu dengan yang lain di keluarga.

Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan yang

ada dalam setiap tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat

bersumber dari berbagai macam faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman

sepergaulan atau lingkungan sosial. Masalah-masalah yang dihadapi memberikan

suatu bentuk ujian bagi para remaja agar mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan sekitar mereka. Hal ini dikarenakan oleh berbagai macam pertimbangan

pada masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak

dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

sosio-emosional (Santrock, 2007).

Lembaga keluarga tidak selalu menjadi tempat yang baik bagi

perkembangan anak. Apabila keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik,

maka dimungkinkan tumbuh generasi yang berkualitas. Sebaliknya, bila keluarga

tidak dapat berfungsi dengan baik, bukan tidak mungkin akan menghasilkan

generasi-generasi yang bermasalah yang dapat menjadi beban sosial masyarakat. (Lestari,

2012).

Keluarga adalah tempat yang penting dimana anak memperoleh dasar dalam

(16)

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id (Gunarsa, 2001). Oleh karena itu pendidikan awal yang didapat anak dalam

keluarganya sangat mempenngaruhi tumbuh kembang anak pada usia selanjutnya.

Hal tersebut mau tidak mau orang tua dituntut untuk mengajarkan dan membimbing

anaknya sebaik mungkin. Namun ternyata hal tersebut terbentur oleh jenis pola asuh

apa yang diterapkan oleh masing-masing orang tua untuk menciptakan keluarga yang

ideal. Karena terkadang bentuk pola asuh yang diterapkan malah munculkan hal-hal

negatif pada diri anak dengan timbulnya berbagai macam masalah pada hubungan

keluarga tesebut.

Santrock (2002), menjelaskan bahwa keluarga adalah system individu yang

berinteraksi dengan subsistem yang didalamnya terjadi proses sosialisasi antara anak

dengan orang tua. Namun, seorang anak itu tidak hanya berinteraksi dengan orang

tuanya saja, tapi juga berinteraksi dengan saudara-saudaranya, bahkan hubungan

antar saudara itu juga memegang peranan penting dalam keluarga itu, baik bagi

perkembangan anak maupun bagi hubungan keluarga itu sendiri. Buktinya, apabila

hubungan antar saudarabaik, maka hubungan keluarga pun akan cenderung baik pula.

Begitu juga sebaliknya, apabila hubungan antar saudara kurang baik, maka akan

mengganggu hubungan sosial dan pribadi anggota keluarga lainnya, sehingga

menimbulkan konflik di dalam keluarga tersebut.

Menurut Hurlock (1992) secara umum ada tiga macam pola asuh orangtua

terhadap anak yaitu, tipe pola asuh pertama demokratis, tipe pola asuh kedua adalah

(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id memiliki karakteristik yang berbeda-beda Gaya pengasuhan yang berbeda-beda

terhadap anak akan menghasilkan sikap dan perilaku berbeda-beda pula. Pada

umumnya pola pengasuhan orangtua dibedakan menjadi tiga. pertama pola asuh

demoktratis; kedua pola asuh otoriter; ketiga pola asuh permisif. (Kartono, 1992)

Menurut Hurlock (1992) pola asuh demokrasi adalah salah satu teknik atau

cara mendidik dan membimbing anak, di mana orangtua bersikap terbuka terhadap

tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut

bersama sama. Pola ini lebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan daripada

aspek hukuman, orangtua memberikan peraturan yang luas serta memberikan

penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut. pola asuh

demokrasi ditandai dengan sikap menerima, responsif, berorientasi pada kebutuhan

anak yang disertai dengan tuntutan, kontrol dan pembatasan. Jadi penerapan pola

asuh demokrasi dapat memberikan keleluasaan anak untuk menyampaikan segala

persoalan yang dialaminya tanpa ada perasaan takut, keleluasaan yang diberikan

o`rangtua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya kontrol dan pembatasan

berdasarkan norma-norma yang ada.

Berlawanan dengan pola asuh demokratis, terdapat pola asuh otoriter.

Menurut Kartono (1992) pola asuh otoriter ditandai dengan ciri-ciri sikap orangtua

yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin.

Orangtua bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak, agar

(18)

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id mempunyai pegangan mengenai cara bagaimana mereka harus mendidik, maka

timbullah berbagai sikap orang tua yang mendidik menurut apa yang dinggap terbaik

oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan hukuman dan sikap acuh tak acuh,

sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan ketidak nyamanan, sehingga

memungkinkan kericuhan di dalam rumah.

Pola asuh yang sering diterapkan selain pola asuh demokratis dan otoriter

yaitu pola asuh permisif. Menurut Kartono (1992) dalam pola asuh permisif, orangtua

memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri

tentang langkah apa yang akan dilakukan, orangtua tidak pernah memberikan

pengarahan dan penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak,

dalam pola asuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara anak dengan orangtua

serta tanpa ada disiplin sama sekali.

Nadeak (1991) berpendapat bahwa untuk membina hubungan timbal-balik

yang harmonis diantara orangtua dan anak remajanya, orangtua perlu menciptakan

suasana agar remaja itu merasa terbuka untuk menyelesaikan masalah mereka dengan

baik. Suasana yang kondusif bagi orangtua dan anak dapat tercipta jika orangtua

mampu menerapkan pola asuh yang positif bagi perkembangan anak. Sebagai

pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangat berperan dalam

meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan

orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada

orangtuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner dalam

Tarmudji, 2001).

Milevsky, dkk (dalam Suryawardhani dan Paramita 2015) menjelaskan

bahwa orangtua memberikan kontribusi dalam membentuk kualitas sibling

relationship yaitu dengan pola asuh yang digunakan. Pola asuh orang tua sangat

penting dalam menghadapi masalah pada anak yang sangat mengganggu yang

disebabkan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang

mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Pola asuh orang tua pada

kehidupan anak tidak hanya mempengaruhi kehidupan tiap individu anak, tetapi juga

hubungan antar saudara. Persaingan saudara terutama merupakan masalah peka

karena anak tidak hanya membandingkan dirinya dengan saudara kandungnya yang

lain melainkan ia juga menilai bagaimana orangtuanya membandingkan dengan

saudaranya yang lain. Ini merupakan beban yang berat bagi anak. Kompetisi antar

saudara bisa menghasilkan manfaat, tetapi biasanya anak merasa direndahkan oleh

orang tuanya yang lebih suka pada anak lain. Banyak permasalahan yang timbul oleh

karena pola asuh yang kurang tepat misalnya memberikan perhatian yang lebih pada

anak yang lain sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry. Tidak ada orang

tua yang menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik

anak-anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki

(20)

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id Berdasarkan latar belakang di atas diketahui bahwa pola asuh orang tua

berkorelasi dengan sibling rivalry pada anak. Dari penelitian Suryawardhani (2015),

juga menunjukkan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sibling rivalry.

Maka dari situlah peneliti ingin meninjau kembali dari hubungan itu pada tiap pola

asuh yang diterapkan orang tua apakah menunjukkan perbedaan tingkat sibling

rivalry. Dalam penelitian ini, peniliti memilih SMA Wachid Hasyim 2 karena

mayoritas siswa disana tergolong pada usia remaja yang sesuai dengan apa yang

diharapkan pada penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik meneliti tentang

Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan tingkat Sibling Rivalry pada Remaja,

Sehingga, rumusan masalahnya sebagai berikut :

Apakah terdapat Perbedaan tingkat Sibling Rivalry pada Remaja Ditinjau dari Pola

Asuh Orang Tua?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Sibling

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

mengenai sibling rivaalry dan pola asuh orang tua dalam pengembangan

ilmu psikologi, khususnya paikologi perkembangan.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan :

a. Bagi orang tua, dapat menjadikaan hasil penelitian sebagai bahan

evaluasi untuk lebih dalam melihat prilaku anak dengan saudaranya.

b. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

peneliti selanjutnya, khususnya mengenai tingkat Sibling Rivalry pola

asuh Demokratis.

E. Keaslia Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset

terdahulu mengenai variabel Sibling Rivalry dan pola asuh untuk dijadikan sebagai

pedoman dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu :

1. Penelitian oleh Cucuh Sopiah, dkk (2013). Hasil dari penelitian tersebut

(22)

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id

Sibling Rivalry. Besarnya pengaruh pola asuh authoritarian dan

kecerdasan emosi degan Sibling Rivalry remaja awal pada subjek

penelitian ini adalah 1,8% yang berarti 98,2% dan sisanya di pengaruhi

oleh faktor-fator lain selain pola asuh otoriter.

2. Penelitian Intan Setiawati dan Anita Zulkaida (2007). Meneliti tentang

anak sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father, dan

dari dua subjek, semuanya mengalami sibling rivalry, namun kadar sibling

rivalry antara kedua subjek berbeda, dimana perilaku sibling rivalry pada

subjek pertama bersifat lebih agresif dibandingkan subjek kedua. Hal ini

terlihat dari perilaku-perilaku subjek ketika sedang marah terhadap

adiknya. Faktor yang mempengaruhi perilaku sibling rivalry subjek

bersifat internal maupun eksternal.

3. Penelitian Novijar (2012), menunjukkan bahwa subjek yang ditelitinya

mengalami sibling rivalry terhadap saudara kembar laki-lakinya. Hal ini

dapat dilihat dari intensitas pertengkaran subjek, baik secara fisik maupun

secara verbal dengan saudara kembarnya tersebut yang terjadi hampir

setiap saat mereka bertemu. Sering terjadi perselisihan diantara mereka,

saling mengejek dan memaki dengan kata-kata kasar, sering tidak saling

berteguran satu sama lain, serta saling mencari perhatian lebih dari orang

tua mereka, dijelaskan dalam penelitian tersebut bahwa faktor yang

menyebabkan sibling rivalry adalah perasaan favoritisme orang tua

(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id terhadap saudara kandung lain, serta sikap membandingkan orang tua dan

orang-orang sekitar terhadap saudara kembar.

4. Penelitian Nur Agustin (2013), Dengan hasil Hasil penelitian ada

hubungan pola asuh dominan orang tua dengan sibling rivalry anak usia

pra sekolah dan Pola asuh yang diterapkan orang tua sangat erat

hubungannya dengan kepribadian pada anak. Orang tua yang salah

menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan

jiwa anak. Untuk itu, orang tua janganlah selalu memberikan yang

diinginkan anak namun berikanlah yang sesuai dengan kebutuhan anak.

5. Penelitian oleh Media Sari (2012), Faktor Peyebab Dan Dampak

Psikologis Persaingan Antar Saudara Kandung Pada Mahasiswa Yang

Tinggal Satu Kost. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor

penyebab persaingan antar saudara kandung ada dua faktor

6. Penelitian Annisa Suryawardhani dan Pramesti Pradna Paramita (2015).

Hubungan antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Orangtua dengan Sibuling

Rivalry pada Remaja Awal. Dengan hasil, Terdapat hubungan antara

persepsi pola asuh orangtua (permisif) dengan sibling rivalry pada remaja

awal dengan arah negatif, dimana mengindikasikan bahwa ketika dimensi

pola asuh permisif tinggi, akan diikuti dengan rendahnya sibling rivalry

pada anak, begitu juga sebaliknya. Terdapat hubungan antara persepsi pola

asuh orangtua (otoriter) dengan sibling rivalry pada remaja awal yang

(24)

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id semakin orangtua menerapkan pola asuh otoriter, semakin tinggi

persaingan yang ditunjukkan oleh anak. Terdapat hubungan antara

persepsi pola asuh orangtua (otoritatif) dengan sibling rivalry pada remaja

awal dan menghasilkan arah yang positif dengan kekuatan hubungan yang

lemah, dimana semakin orangtua menerapkan pola asuh otoritatif,

semakin tinggi persaingan yang ditunjukkan oleh anak. Hasil penelitian

menyebutkan orangtua yang permisif memiliki sibling rivalry yang

rendah. Pola asuh permisif dicirikan dengan tidak menuntut banyak dari

anak namun mereka cukup responsif terhadap anak. Orangtua tidak

menuntut kedewasaan perilaku dari anak serta memberikan sedikit

standar, aturan, dan larangan yang jelas yang dapat mendorong anak untuk

bertanggung jawab dan menghormati orang lain, sehingga orangtua

disarankan untuk memberikan penerimaan yang cukup kepada anak

dengan pemberian tuntutan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian,

subyek mengalami sibling rivalry dalam tingkat yang berbeda-beda.

Hasil review beberapa jurnal penelitian tentang variabel pola asuh orang tua

dan sibling rivalry menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut telah menjadi tema

penelitian yang umum dan banyak dikembangkan. Namun, penelitian ini memiliki

perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada setting, dasar teori,

(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id melihat apakah ada perbedaan tingkat sibling rivalry pada remaja dari tiap-tiap pola

asuh yang diterapkan oleh orang tua berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya

(26)

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sibling Rivalry (Persaingan Saudara Kandung)

1. Pengertian Sibling Rivalry

Menurut Kastenbaum (1979) Sibling Rivalry merupakan peristiwa

ketegangan dan konflik di antara saudara kandung yang saling

memperebutkan kasih sayang orang tua, status dalam keluarga dan

semacamnya. Boyle (dalam Vevandi & Tairas, 2015) memiliki arti

perilaku antagonis atau permusuhan yang terjadi antar saudara kandung

dengan seringkali ditandai dengan perselisihan dalam memperebutkan

waktu, perhatian, cinta, dan kasih sayang orang tua yang diberikan pada

masing-masing anaknya.

Sibling Rivalry menurut Cholid (2004) adalah perasaan

permusuhan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung, kakak

atau adik bukan sebagai teman berbagi tapi sebagai saingan. Hal yang

sama juga dikatakan oleh Chaplin(2001) menegaskan bahwa Sibling

Rivalry adalah suatu kompetisi antara saudara kandung adik dan kakak

laki-laki, adik dan kakak perempuan dengan kakak laki-laki atau

(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id merupakan kecemburuan antar saudara kandung yang dapat terjadi baik

saat sebelum ataupun si Bayi (saudaranya) lahir nantinya.

Irwansyah (dalam Arif 2013) permusuhan dan kecemburuan antara

saudara kandung yang menimbulkan ketegangan diantara mereka dan bila

tidak diintervensi hal ini akan berakibat fatal bahkan dapat berlanjut meski

keduanya mulai beranjak dewasa. Sehingga kerap kita jumpai saudara

kandung yang justru berseteru tegang lantaran harta warisan dan lainnya.

2. Aspek-aspek Sibling Rivalry

Kastenbaum (dalam Papilia, dkk. 1985) menyebutkan antara lain :

a. Konflik

Konflik adalah peristiwa sosial yang melibatkan oposisi dan

adanya perbedaan pendapat. Perilaku tersebut seperti melawan,

menolak dan memprotes. Konflik terjadi apabila dua atau lebih

individu berhubungan dalam perilaku yang berlawanan.

b. Cemburu

Cemburu pada saudara kandung muncul ketika terjadi

ketidakpuasan pada salah satu anak kepada oreangn tuanya yang

memperlakukan anak-anaknya berbeda satu sama lain. Karena

anak-anak sangat tergantung pada orang tua dalam hal kasih

sayang, perhatian dan pemenuhan kebutuhan-kebuituhannya

(28)

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id orangtuanya dengan siapapun. Perilaku tersebut seperti iri hati dan

dengki.

c. Kekesalan

Terkadang perasaan kesal seperti sebal dan marah pada orang tua

dilampiaskan kepada saudaranya (adik/kakak). Hal tersebut terjadi

karena ketidak berdayaan melawan orang tuanya. Jika hal tersebut

berkenaan dengan perlakuan orang tua yang menurutnya

memberikan posisi spesial pada saudaranya. Dilain hal, kekesalan

dapat tertumpah pada saudaranya apabila ia mendapat dirinya

sebagai pihak yang tidak memiliki hal yang sama dengan

saudaranya.

3. Faktor-faktor Sibling Rivalry

Woolfson (2004), munculnya Sibling Rivalry yaitu rasa iri hati

antara saudara, biasanya terjadi pada usia 5 tahun pertama. Ketika

posisi si kakak sebagai pusat perhatian digantikan oleh adiknya, saat

itu lah kebencian dan iri hati dimulai. Sebelum adiknya lahir, si kakak

memiliki kasih sayang sepenuhnya, tapi sekarang dia merasa adiknya

mengambil banyak waktu dan perhatian orang tuanya itu. Penelitian

psikologi menunjukkan bahwa anak kedua dan ketiga bisa merasa

(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id merasa iri hati juga, khususnya apabila meraka menganggap kakaknya

diberi lebih banyak kebebasan.

Novairi dan Bayu (2012), Faktor eksternal, meliputi sikap

orang tua yang salah, misalnya sebagai berikut:

a. Sikap membanding-bandingkan.

b. Adanya favoritisme (anak emas)

Faktor internal, yaitu faktor dari diri anak itu sendiri, misalnya sebagai

berikut:

a. Temperamen

Sifat dan watak anak mempengaruhi pertengkaran antar saudara

atau sibling rivalry. Bagi anak yang terlalu sensitif, gampang

tersinggung dan cepat marah akan membuat anak cepat sekali

merasa marah karena perbuatan saudaranya. Dan juga dapat

dengan mudah tersinggung ketika orang-orang di sekitarnya

membanding-bandingkannya dengan saudaranya.

b. Sikap anak (mencari perhatian atau saling mengganggu)

Sikap anak yang mencari perhatian dari orangtua dan orang-orang

disekitarnya membuat saudaranya akan merasa tersingkir jika ia

tidak melakukan hal yang sama sehingga mereka bersaing untuk

(30)

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id ini akan membuat anak berselisih dan salingmengganggu agar

anak lain tidak mendapat perhatian dari orangtua dan orang-orang

disekitarnya.

c. Perbedaan usia dan jenis kelamin

Perbedaan usia yang terlalu dekat membuat anak berselisih untuk

mencari perhatian. Anak yang lebih besar merasa adiknya telah

merebut perhatian orangtua dari dirinya. Jenis kelamin juga

mempengaruhi terjadinya perselisihan dalam kombinasi sibling

rivalry perempuan-perempuan terdapat lebih banyak perasaan iri

hati, sedangkan kombinasi laki-laki akan terjadi perkelahian.

d. Posisi dalam keluarga

Santrock (1995) menyebutkan bahwa urutan kelahiran

diasosiasikan dengan variasi-variasi dalam relasi saudara kandung.

Dimana ketika saudara yang lebih tua iri atau menunjukkan rasa

permusuhan, orang tua seringkali melindungi saudara yang lebih

muda.

e. Usia

Hopson (2002) menyatakan bahwa berapapun perbedaan umur

antara kedua saudara tersebut itu bisa saja mengarah pada

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 4. Dampak Negatif Sibling Rivalry

Hurlock (2007), Dampak Sibling Rivalry setidaknya ada 2 macam

reaksi, yaitu sebagai berikut:

a. Bersifat langsung yang dimunculkan dalam bentuk perilaku agresif

mengarah ke fisik seperti menggigit, memukul, mencakar, melukai,

dan menendang atau usaha yang dapat diterima secara sosial untuk

mengalahkan saingannya.

b. Reaksi tidak langsung yang dimunculkan bersifat lebih halus

sehingga sulit untuk dikenali seperti: mengompol, pura-pura sakit,

menangis, dan menjadi nakal.

Dan dalam Novairi dan Bayu (2012), dampak negatif dari sibling

rivalry adalah sebagai berikut:

a. Anak merasa tidak memiliki harga diri di mata orangtuanya karena

merasa terus menerus di salahkan Hal ini biasanya terjadi pada sang

kakak, ketika bertengkar dan adiknya menangis, biasanya orang tua

selalu menyalahkan kakaknya.

b. Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar Ketika

kakak-adik bertengkar orangtua hanya diam, maka anak-anak menganggap

bahwa melakukan hal yang benar. lama kelamaan kebiasaan dan

(32)

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id lebih parah mereka bisa saja bersifat agresif dan menekan terhadap

saudaranya sebab sedari kecil sudah terbiasa dengan kondisi yang

demikian.

c. Kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orangtua

selalu membela adiknya ataupun sebaliknya Apabila rasa benci

telah tertanam sejak kecil terhadap saudarnya, maka tidaklah sulit

baginya untuk berkembang menjadi suatu hal yang mengerikan lagi

di masa datang. Bisa-bisa ia menyimpan keinginan untuk membalas

dendam kepada saudaranya suatu saat nanti.

d. Ada rasa dendam dan kebencian terhadap saudaranya yang bisa

terus tertanam hingga mereka dewasa Ada kisah mengenai orangtua

yang hingga ia memiliki anak dan hidup terpisah dari saudara dan

keluarga yang lain. Dia tidak memiliki hubungan yang harmonis

dengan saudara sendiri. Hal itu di karenakan sejak kecil tidak

pernah akur, sehingga merasa canggung untuk berdekatan lagi.

e. Jika terjadi perkelahian, sang adik biasanya mengandalkan tangisan

untuk mengadu kepada ibu dan meminta pembelaan darinya. Sering

kali orang tua selalu menasehati sang kakak tanpa mengetahui

duduk permasalahanya Padahal masalah itu belum tentu di buat

(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id Berdasakan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

sibling rivalry dapat berdampak dengan hilangnya harga diri pada anak,

Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar jika orang tua tidak

ikut campur dalam perselisihanya, kakak akan menyimpan dendam

kepada sang adik karena orang tua selalu membela adiknya ataupun

sebaliknya sehingga hal tersebut dapat memunculkan rasa dendam dan

kebencian terhadap saudaranya yang bisa terus tertanam hingga mereka

dewasa, selain itu munculnya regresi pada anak, jika terjadi

pertengkaran ia pasti akan menangis.

5. Manfaat Adanya Sibling Rivalry

Persaingan diantara saudara kandung (sibling rivalry) dalam sebuah

keluarga tidak selalu berdampak negatif karena ada manfaat yang bisa

dipetik. Manfaat itu akan lebih nyata jika dibandingkan dengan

seseorang yang dilahirkan sebagai anak tunggal. Priatna dan Yulia

(2006), bahwa dalam kenyataannya, didalam hidup kita menemui

konflik yang tidak bisa dihindari, baik konflik dengan teman, rekan

kerja, maupun pasangan hidup. Kita bisa mempersiapkan anak-anak

kita untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik itu di rumah.

Konflik yang bisa diatasi dirumah mereka, sibling lebih tegar ketika

(34)

24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id mengatasi konflik dengan saudaranya dengan cara yang baik dan

bijaksana.

Samalin (2003), permusuhan punya segi positif dalam hidup anak

karena permusuhan memberi jalan mereka, didalam rumah mereka

yang aman untuk menguji batas-batas mereka, mempertahankan diri

mereka, dan belajar bernegosiasi untuk hal yang mereka inginkan dan

butuhkan. Itu juga yang membuat mereka lebih dekat.

6. Cara Untuk Mengatasi Sibling Rivalry

Priatna dan Yulia (2006), berikut beberapa cara untuk mengatasi

masalah persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry).

a. Doronglah anak untuk saling mengungkapkan rasa sayang dan

menanamkan rasa saling memiliki.

Anak tidak bisa hanya disuruh menyayangi tapi mereka harus

diajarkan dan dikondisikan bagaimana cara menyayangi. Selain itu

tanamkan rasa saling memiliki. Misalnya kakak membantu adik

membereskan mainan atau adik membantu kakak mencuci sepeda, dan

lain sebagainya. Sehingga menimbulkan rasa saling memiliki antara

kakak dan adik, bukannya rasa persaingan. Ingatkan bahwa saudara

kandung adalah teman yang mereka miliki selamanya. Hal tersebut

(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id mereka sehingga hal tersebu juga dapat menumbuhkan rasa

persaudaraan diantara mereka.

b. Jangan membanding-bandingkan namun hargai keunikan anak.

Minimalkan perbedaan antara anak, jangan dibandingkan kelebihan

atau kekurangan anak yang satu dengan yang lainnya. Seringkali orang

tua melakukan hal ini tanpa sadar. Tiap anak mempunyai kelebihan,

kekurangan dan keunikannya masing-masing. Hargailah perbedaan itu

dan jangan membanding-bandingkannya. Selain itu, tiap anak

memiliki keunikan tersendiri. Mereka mempunyai kelebihan dan

kekurangannya masing-masing oleh karena itu tidak suka

dibandingkan dengan anak yang lain.

Syarqawi (2003), Anak akan lebih menghargai dan mau bersikap

terbuka karena dia tidak dipermalukan di depan saudaranya. Secara

sederhana, orang tua harus bijak dalam membagi pujian dan kritikan

bagi anak-anaknya dengan menganggap bahwa semuanya memiliki

posisi yang sama besar. Adapun cara untuk menghargai keunikan

dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi masing-masing anak

sesuai kemampuan masing-masing.

c. Pupuklah harga diri anak.

Tingkatkan terus harga diri anak dengan bakat atau kelebihan

masing-masing. Anak-anak bisa menjadi iri jika kakak atau adiknya lebih

(36)

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id yang dapat dilakukan adalah menggali potensi atau kelebihan

masing-masing anak sehingga tidak ada anak yang iri dan berkecil hati karena

tidak merasa memiliki suatu kelebihan yang patut dipuji-puji orang

lain.

d. Kenali tempramen anak.

Tidak semua anak mudah ditangani. Ada anak sangat penurut dan

mudah diatur, dilain pihak ada anak yang cenderung memberontak.

Oleh karena itu orang tua perlu menggali tempramen masing-masing

anak.

e. Ajarkan anak untuk mengatasi konflik.

Konflik bukan ditiadakan, namun sebagai sarana berdamai kembali,

saling memaafkan, dan menyelesaikan masalah. Anak-anak harus

diajarkan untuk mengatasi konflik tidak harus saling bertengkar.

f. Buatlah peraturan yang jelas untuk ditaati.

Anak harus mengetahui dan mematuhi peraturan yang berlaku dalam

keluarga. Misalnya :

1. Tidak boleh saling memukul saat bertengkar.

2. Tidak boleh saling mengejek atau mengeluarkan kata-kata

kasar.

3. Jika meminjam barang milik orang lain harus seijin si

empunya dan mengembalikan ketempat semula setelah selesi

(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id g. Bersikap adil terhadap setiap anak.

Usahakan supaya orang tua bersikap adil terhadap masing-masing

anak karena rasa cemburu atau iri sangat mudah dipicu dari rasa

diperlakukan tidak adil oleh orang tua. Jika memang orang tua merasa

harus membedakan perlakuan kepada anak yang berkebutuhan khusus

misalnya maka orang tua harus memberikan penjelasan yang masuk

akal kepada anak bahwa dia tidak dibedakan. Yang perlu diingat disini

adalah bahwa adil tidak selalu harus sama banyak, tapi harus sesuai

kebutuhan.

B. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh menurut Dagun (dalam Yuwanto, 2002) adalah cara atau

teknik yang dipakai oleh orangtua di dalam mendidik dan membimbing

anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang berguna dan sesuai dengan

yang diharapkan. Suardiman (dalam Iswantini, 2002) mengatakan pola

asuh adalah suatu cara orangtua menjalankan peranan yang penting bagi

perkembangan anak selanjutnya, dengan memberi bimbingan dan

pengalaman serta memberikan pengawasan agar anak dapat menghadapi

(38)

28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id yang merupakan kelompok sosial dalam kehidupan individu, anak akan

belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia sosial dalam hubungan

dan interaksi dengan kelompok.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh

orangtua adalah cara yang dipakai oleh orangtua dalam mendidik dan

memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan pengawasan

kepada anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang berguna, serta

memenuhi kebutuhan fisik dan psikis yang akan menjadi faktor penentu

bagi remaja dalam menginterpretasikan, menilai dan mendeskripsikan

kemudian memberikan tanggapan dan menentukan sikap maupun

berperilaku.

2. Aspek-aspek Pola Asuh

Dalam pengasuhan anak, terdapat berbagai aspek hubungan orang

tua dengan anak. Menurut Mussen (dalam Hurlock, 1979) ada empat

aspek dalam pengasuhan anak, yaitu :

a. Aspek kontrol

Meliputi segala usaha orang tua untuk mempengaruhi aktivitas

bertujuan (goal oriented activity), memodifikasi ekspresi dari rasa

ketergantungan anak, agresivitas, atau tingkah laku bermain.

Selain itu termasuk pula pengembangan internalisasi standar yang

(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id b. Aspek tuntutan ditampilkannya tingkah laku yang matang

(maturity demands).

Meliputi tuntutan atau penekanan pada anak agar dapat

menampilkan dengan sebaik-baiknya kemampuan dalam bidang

sosial, intelektual serta emosional. Orang tua juga menuntut

kemandirian anak, termasuk dalam membuat keputusan.

c. Aspek kejelasan komunikasi antara orang tua-anak (clarity

parent-child communication).

Orang tua memberikan penjelasan dan menanyakan pendapat anak

dalam membuat aturan-aturan bagi si anak. Orang tua juga

berusaha untuk memahami pendapat atau perasaan anak mengenai

penjelasan yang dilakukan.

d. Aspek pemeliharaan terhadap anak (parental nurturance).

Termasuk keterlibatan orang tua dalam pengasuhan, pengungkapan

rasa kasih saying, rasa bangga dan senang, kehangatan serta

pengertian terhadap anak. Selain itu termasuk pula pengembangan

fisik serta emosi anak. Hal tersebut dilakukan melalui perbuatan

(40)

30

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 3. Jenis-jenis Pola Asuh

Baumrind (dalam Lestari, 2012), ada 4 macam pola asuh :

a. Pola asuh authoritarian / otoriter

Orang tua dengan jenis ini cenderung menetapkan standar yang

mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman

orang tua. Tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan

menghukum apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan

oleh orang tua maka orang tua tidak segan untuk menghukum anak.

Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam

komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak

memerlukan umpan balik dari anknya untuk mngerti mengenai

anaknya. Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat ditarik cirri-ciri

pola asuh otoriter, sbb :

1. Mwnunjukkan sedikit kehangatan.

2. Memiliki standar yang tinggi.

3. Menggunakan kekerasan, penerapan disiplin dengan hukuman.

4. Jarang berkumpul untuk mendengarkan pendapat anak

b. Pola asuh authoritative / demokratis

Orang tua tipe ini memiliki kontrol namun bersifat fleksibel.

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran, realistis terhadap

kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui

kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada

anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendektan kepada

anak bersifat hangat. Pada akhirnya, pola asuh demokratis dapat dicirikan

sebagai berikut :

1. Adanya penerimaan terhadap anak, pengungkapan ekspresi dari

perasaan anak.

2. Memiliki standar yang tinggi namun tidak terlalu membatasi

menjalankan standar dengan konsisten.

3. Lebih suka meminta alasan dari anak dari pada kekuatan untuk

menghukum.

4. Mendorong anak untuk mengekspresikan pandangan mereka.

c. Pola asuh orangtua yang permisif.

Orang tua yang pemanja biasanya memberikan pengawasan yang

sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anknya untuk melakukan

sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Mereka cenderung tidak menegur

atau memperingatkan anak apabila anaka sedang dalam bahaya dan sangat

sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini

biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Adapun

cirri-ciri pola asuh permisif :

(42)

32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 2. Longgar dalam peraturan, ringan, tidak konsisten dalam menerapkan

disiplin.

3. Lebih suka menggunakan alas an dibandingkan kekuatan.

d. Pola asuh uninvolved (neglectfull)

Pola asuh dimana orang tua tidak mau terlibat dalam kehidupan

anaknya. Orang tua denga tipe ini memiliki pengasuhan, tuntutan, kontrol

dan komunisasi yang rendah. Pola pengasuhan ini menjauh (bersifat

memusuhi) dan sangat permisif (terlalu membolehkan), terlebih ketika

kedua orang tuanya tidak peduli tentang anak-anaknya mereka. Sehingga

dapat digambarkan bahwa pola asuh uninvolved memiliki cirri-ciri sebagai

berikut :

1. Melepaskan perasaan terhadap anak.

2. Menarik diri dari kehidupan anak.

3. Ringan dalam peraturan.

4. Karakteristik-Karakteristik Anak Dalam Kaitannya Dengan Pola

Asuh Orang Tua

Petranto (2006), karakteristik-karakteristik anak dengan pola asuh

tersebut diatas :

a. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang

(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id suka melanggar norma, berkepribadaian lemah, cemas dan menari

diri.

b. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak

yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik

dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat

terhadap hal-hal baru dan kooperatif terhadap orang-orang lain.

c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak

yang implusive, agresif, tidak patuh, dan kurang matang secara

sosial.

d. Pola asuh uninvolved akan menghasilkan karakteristik anak-anak

yang moody, implusive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak

mau mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah, dan

bermasalah dengan teman.

5. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua

Setiap orang tua berharap anaknya dapat tumbuh menjadi anak

yang bahagia dan mandiri serta berkembang sesuai dengan potensi yang

dimilikinya. Dengan begitu orang tua akan memilih pola pengasuhan yang

menurutnya adalah yang terbaik bagi anaknya. Terdapat beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi dalam pemilihan tipe pola asuh (Hur lock

1974), yaitu :

(44)

34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id Orang tua memiliki kecenderungan yang besar untuk menerapkan

pola asuh yang sama dengan pola asuh yang mereka terima dari

orang tua mereka.

b. Pendidikan orang tua

Orang tua mendapatkan pendidikan yang baik, cenderung

menerapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif

dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas.

Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan

anak.

c. Kelas sosial

Perbedaan dari kelas sosial orang tua mempengaruhi pemilihan

pola asuh. orang tua dari kelas menengah cenderung permisif

dibandingkan dengan orang tua dari kelas sosial bawah.

d. Konsep tentang peran orang tua

Tiap orang tua memiliki konsep tentang bagaimana seharusnya ia

berperan. Orang tua dengan konsep tradisonal cenderung untuk

memilih pola asuh yang sangat ketat disbanding dengan orang tua

dengan konsep modern.

e. Kepribadian orang tua

Kepribadian orang tua mempengaruhi bagaimana mereka

(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan

memperlakukan anknya dengan ketat dan otoriter.

f. Kepribadian anak

Anak yang ekstrovert bersikap lebih terbuka terhadap rangsangan

yang datang padanya dibandingkan anak introvert.

g. Faktor nilai yang dianut orang tua

Dibarat orang tua tampaknya menganut paham “equalitarian”

dimana kedudukan anak sejajar dengan orang tua. Namun di Timur

nampaknya orang tua masih lebih cenderung menghargai

kepatuhan anak.

h. Usia anak

Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi usia anak. Orang tua

lebih memberikan dukungan dan dapat menerima ketergantungan

anak usia prasekolah dari pada remaja.

Menurut Nelson (dalam Shochib, 1997), orangtua yang tidak

dapat melakukan hubungan intim dan penuh keterbukaan akan melahirkan

kepadaman pengakuan anak terhadap otoritasnya. Karena adanya

pemikiran yang demikian, maka orangtua memberikan gagasan yang sulit

untuk diterima oleh anak-anaknya dan sulit untuk dihilangkan, bahwa

orangtua harus menggunakan kekuasaan dalam menghadapi

(46)

36

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id terciptanya keharmonisan keluarga. anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor sebagai berikut :

a. Pengalaman masa lalu, perlakuan orangtua terhadap anak-anaknya

mencerminkan perlakuan mereka terima waktu kecil dulu. Bila

perlakuan yang mereka terima keras dan kejam, maka perlakuan

terhadap anak-anaknya juga keras seperti itu.

b. Kepribadian orangtua, kepribadian orangtua dapat mempengaruhi

cara mengasuhnya. Orangtua yang berkepribadian tertutup dan

konservatif cenderung memperlakukan anaknya dengan ketat dan

otoriter.

c. Nilai-nilai yang dianut orangtua, ada sebagian orangtua yang

menganut faham aqualitarian yaitu kedudukan anak sama dengan

kedudukan orangtua, ini di negara barat sedangkan di negara timur

nampaknya orangtua masih cenderung menghargai keputusan anak.

Generasi tua hidup di dalam kerangka kebijaksanaan prakmatis dan

berdasarkan pengalaman di masa lalu, generasi remaja

bertindak-tanduk selaras dengan idealisme yang romantis namun dinamis,

keduanya dipertemukan pada realita yang sama, yaitu kebutuhan untuk

hidup berdampingan, bukan sebagai orang asing yang bertentangan,

tetapi sebagai pribadi-pribadi yang saling mengindahkan

memperdulikan dan memperhatikan. Dari generasi ke generasi

(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id Seseorang yang telah menjadi bapak dan ibu dari anaknya, menyadari

bahwa pola hubungan antara dia dan anaknya berbeda dengan pola

yang dia miliki dalam hubungan dengan arangtuanya.

C. Remaja (Adolescence)

1. Pengertian Remaja (Adolescence)

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

adolescere” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.

Dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa

kanak-kanak menuju dewasa. Papilia dan Olds (1995) mendeffisikkan

masa remaja sebagai suatu masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

dengan masa dewasa yang mana didalam prosesnya terdapat tanda-tanda

pubertas yang menuju ke arah kematangan seksual atau saat seseorang

dapat bereprodusi.

Menurut Hurlock (1980), istilah adolescence seperti yang

digunakan saat ini mepunyai arti yang luas mencakup kematangan mental,

emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja

adalah usia dimana individu berintegarsi dengan masyarakat dewasa, usia

dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tu

melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam

masalah hak. Interaksi dalam masyarakat mempunyai banyak aspek

(48)

38

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas

dari cara berfikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi

dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri

khas yang umum dari periode perkembangan ini

Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa

perkembangan transisi antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis,

kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan

fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Remaja

juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan

berbagai kesulitan. Remaja dalam tugas perkembangannya memiliki

beberapa fase, dengan melihat semakin rumit permasalahanya sehingga

dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah

konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat

menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani

permasalahan tersebut.

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan

manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu

jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana

saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak,

tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang

(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi

yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang

bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan

sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan,

meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan khayalan, pacaran

dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan dewasa dan norma

kebudayaan (Gunarsa,1986).

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri.

Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan

bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan

diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh

identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity

Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat

menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak

perubahan pada psikis dan fisiknya. Fase-fase masa remaja (pubertas)

menurut Monks (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan

pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun

termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja

(50)

40

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 2. Karakteristik Masa Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang

kehidupan, masa remaja mempunyai karakteristik tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

Karakteristik tersebut adalah :

a. Perkembangan Fisik

Remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika

alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya karena secara

anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh

pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dan secara

faali alat-alat tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula

(Sarwono, 2005).

b. Perkembangan Kognitif

Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai

gagasan yang abstrak dengan kata lain berpikir operasional formal

lebih bersifat hipotesis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah

dalam memecahkan masalah dari pada berfikir konkret (Yusuf,

2005).

c. Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitasm yaitu

perkembangan emosi yang tinggi. Pada usia remaja awal,

(51)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi

sosial, emosinya bersifat negatif dan tempramental (mudah

tersinggung/marah atau mudah sedih/murung) sedangkan remaja

akhir sudah mampu mengendalikan emosinya (Yusuf, 2005)

d. Perkembangan Sosial

Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu

kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami

orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat

pribadi, minat nilai-nilai maupun rperasaannya. Pemahaman ini

mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih

akrab dengan mereka (terutama teman sebaya). Pada masa ini juga

berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk

menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan,

kegemaran, atau keinginan orang lain. (teman sebaya)

e. Perkembangan Moral

Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua,

guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas

remaja sudah lebih matang jika dibanding dengan usia anak. Pada

masa ini muncul dorongan untuk melakuan perbuatan-perbuatan

yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan

(52)

42

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id puas dengan adanya perbuatan). Menurut Kusdwirarti (dalam

Yusuf, 2005)

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada

periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila tugas

itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan

kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya (Yusuf, 2005)

Adapun tugas-tugas perkembangan remaja dengan singkat

dikemukakan oleh William Kay (dalam Yusuf, 2005)

a. Menerima fisik sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur

yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan

belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara

individual maupun secara kelompok.

d. Menentukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuan sendiri.

f. Memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atas

(53)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuain diri (sikap/prilaku)

kekanak-kanakan.

D. Perbedaan Pola Asuh Terhadap Sibling Rivalry

Menurut Hurlock (1978), pengaruh sikap orang tua tidak terbatas pada

hubungan orang tua dan anak, namun juga dipengaruhi hubungan saudara

(kakak-adik). Oleh karena itu pola asuh berperan penting untuk

menumbuhkan atau meredam persaingan antar saudara kandung. Keluarga

merupakan kelompok social pertama bagi anak yang bertugas mendidik dan

mengasuh anak. Pendidikan awal yang didapat anak dalam keluarga sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak pada usia selanjutnya. Ketika orang tua

mampu menerapkan pola asuh yang sesuai maka anak mampu menjalin

hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Pola asuh yang

tidak sesuai dapat menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah yang

dapat ditimbulkan adalah persaingan antar saudara kandung (sibling rivalry).

Karena sikap orang tua serta keluarga di sekitarnya sangat besar pengaruhnya

terhadap hubungan saudara kandung (kaka-adik). Oleh karena itu jenis pola

asuh berperan penting sebagai peredam persaingan saudara kandung atau

Gambar

Gambar 1.1 Skema Hubungan pola asuh demokratis dengan sibling rivalry
Tabel 1  Bobot Nilai Skala Force Choiche
Tabel 3 Bobot Nilai Skala Likert
Tabel 4 Blue Print Sibling Rivalry
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem

Setiap wahana terbang yang akan mengikuti kontes harus memiliki suatu fitur keamanan, di mana jika wahana terbang tidak dapat dikendalikan (Out of Control) dan/atau jika

c) Direktur selain berperan sebagai koordinator, juga berperan sebagai negosiator bayangan, yang mernbantu melakukan penawaran kepada pelanggan. Selain itu menjadi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mebobo Pada acara adat perkawinan suku Kluet sudah dilaksanakan semenjak abad ke-13 Masehi.Mebobo dilaksanakan oleh laki-laki pemuda desa

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor: 57/Pid.Sus/2016/PN.Srl tentangTraditional Gold Mining didasarkan pada peraturan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman baik penulis maupun pembaca secara sistematis mengenai topik yang diberikan, yaitu pengaruh kepuasan klub

Indikator pada variabel sikap konsumen yang mempunyai pengaruh dominan terhadap variabel keputusan pembelian produk ekolabel PT Ultrajaya adalah indikator komponen

Atas dissenting opinion dari dua orang hakim anggota, maka di Halaman 358 Berkas Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa Perbuatan melawan Hukum pada diri terdakwa atas penerbitan