• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP BEBERAPA PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN SIDOARJO TENTANG PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL PRA NIKAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP BEBERAPA PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN SIDOARJO TENTANG PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL PRA NIKAH."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP BEBERAPA

PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN

SIDOARJO TENTANG PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL

PRA NIKAH

SKRIPSI

Oleh :

Ahmad Hamim Tohari NIM. C71211166

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al-Syakhsiyyah SURABAYA

(2)

ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP BEBERAPA

PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA KABUPATEN

SIDOARJO TENTANG PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL

PRA NIKAH

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Skripsi dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syari’ah dan Hukum Perdata Islam

Oleh :

AHMAD HAMIM TOHARI NIM. C71211166

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al-Syakhsiyyah SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Pernikahan dini merupakan sebuah fenomena yang ditanggapi oleh masyarakat secara kontradiksi, sehingga menjadi bahan yang menarik untuk diperbincangkan disegala aspek sosial masyarakat. Skripsi ini adalah hasil penelitian berdasarkan tanggapan beberapa para tokoh Nahdlatul Ulama Sidoarjo yang dianalisis dengan Teori Mas}lah}ah Mursalah dengan mengunakan teknik wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana padangan beberapa Tokoh Nahdlatul Ulama Kab. Sidoarjo terhadap pernikahan dini akibat hamil pranikah dan analisis mas}lah}ah mursalah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Sesuai dengan pendekatan yang peneliti ambil maka metode yang digunakan adalah wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan menggambarkan realita yang nyata di dalam masyarakat dan penyelesaiannya.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama Sidoarjo terhadap pernikahan dini akibat hamil pra nikah, pertama sebagian besar para tokoh membolehkan pernikahan dini karena sebab hamil duluan tanpa menunggu kelahiran si anak. Hal ini dilakukan demi menjaga image dan nasab si anak, seharusnya dalam kasus ini segerah dinikahkan karena sudah terlanjur hamil duluan. Kedua hal ini merupakan suatu kemaslahatan yang dilakukan demi menjaga image dan status nasab si anak, ini semua sesuai dengan maqa>s}id as

syari’a>h yakni hifdz al-nasl (menjaga nasab) dan hifdz al-‘Ird (menjaga kehormatan), Intinya yakni meraih manfaat dan menghidarkan mafsada. Dan dalam kebolehan menikahi wanita hamil pra nikah hal ini pula juga tercantum pada KHI Pasal 53.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR . ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF SERTA TEORI MAS>>}LAH{{AH MURSALAH A. Pernikahan dalam Islam ... 25

1. Pengertian Pernikahan ... 25

2. Pentingnya Pernikahan ... 28

3. Hukum Pernikahan ... 31

(8)

B. Pernikahan Menurut Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum

Islam ... 33

1. Sahnya Perkawinan Menurut Fiqih Islam ... 33

2. Sahnya Perkawinan Menurut KHI ... 37

C. Problematika Pernikahan dalam Islam ... 41

1. Pernikahan Dini Menurut Fiqih Islam ... 42

2. Syarat Pernikahan Dini dalam Islam ... 48

3. Pernikahan Dini Menurut KHI ... 49

D. Pernikahan Wanita Hamil Pra Nikah... 54

1. Pernikahan Wanita Hamil Pra Nikah Menurut Fiqih... 54

2. Pernikahan Wanita Hamil Pra Nikah Menurut KHI... 60

E. Teori Mas}lah}ah Mursalah ... 62

1. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah ... 62

2. Macam-macam Mas}lah}ah ... 64

3. Kedudukan Mas}lah}ah Sebagai Sumber Hukum ... 68

4. Syarat-syarat Mas}lah}ah ... 72

BAB III RAGAM PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA TERHADAP PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL PRA NIKAH A. Pendapat Tokoh NU Kab. Sidoarjo terhadap Pernikahan Dini Akibat Hamil Pra Nikah ... 76

B. Pengelompokan Pendapat Para Tokoh Yang Menyetujui dan Yang Tidak Menyetujui Tentang Pernikahan Dini Akibat Hamil Pranikah ... 84

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH NU TERHADAP PERNIKAHAN DINI AKIBAT HAMIL PRA NIKAH Analisis Pandangan Tokoh ... 88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terciptanya suatu masyarakat tidak lepas adanya suatu perkawinan.

Perkawinan itu sendiri merupakan langkah terbaik untuk membina keluarga

bahagia, yakni suatu keluarga yang dapat menciptakan generasi penerus

sebagai khalifah di muka bumi.1 Perkawinan sebagaimana dianjurkan oleh Syār’i baik dalam al-Qur’an dan al-Hadits memiliki beberapa aspek, yaitu:

aspek ibadah, aspek sosial dan aspek hukum. Melaksanakan perkawinan

berarti melaksanakan suatu ibadah yang bearti telah menyempurnakan

sebagian dari agama.

Dengan perkawinan, islam telah memberikan kedudukan sosial yang

sangat tinggi terhadap wanita (isteri), dimana suami tidak boleh berbuat

sewenang-wenang terhadap istrinya, karena mereka telah sama-sama

memiliki ketentuan hak serta kewajiban yang harus dipadu dengan rasa kasih

sayang, dan satu sama lain dituntut untuk bertanggung jawab.2

Perkawinan bila dilihat dari aspek hukum, merupakan suatu

perjanjian yang kuat. Al-Qur’an mengistilahkannya dengan mitsāqan

galîzan. Perkawinan dinamakan perjanjian yang sangat kuat, karena cara

mengadakan ikatan tersebut memiliki berbagai aturan yang telah ditetapkan

syara’, mulai dari hal-hal yang menyangkut syarat-syarat dan rukun-rukun

1 Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: PT Cipta Bakti, 1995), 22.

(10)

2

tertentu sampai pada cara-cara memutuskan ikatan perkawinan (persoalan

syiqāq, t{alaq, fasakh dan lain sebagainya).

Perkara yang merupakan bagian dari kesempurnaan agama seseorang

muslim ini telah ditetapkan hukumnya oleh Allah dan Rasul-Nya. Hadits

menganjurkan seorang muslim untuk menikah, dan al-Qur’an menganjurkan

untuk menikahi wanita yang baik-baik. Dalam masalah perkawinan, Islam

telah berbicara panjang lebar. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal

calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya dikala resmi

menjadi sang penyejuk hati, Islam menuntunnya. Begitu pula Islam

mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah,

namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah

Rasulullah SAW, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun

tetap penuh dengan hikmat.3

Pernikahan merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afd}a>l

dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan

pernikahan inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan

Allah SWT. Oleh sebab itulah Rasulullah SAW, mendorong untuk

mempercepat nikah, mempermudah jalannya dan memberantas

kendala-kendalanya. Pernikahan penting dalam kehidupan manusia, karena dari

pernikahan seseorang akan memasuki dunia baru. Dari pernikahan

terbentuknya sebuah unit terkecil dari keluarga dalam masyarakat yang

bernegara yang memiliki sifat dan kepribadian yang religius dan

(11)

3

kekeluargaan, demi untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga

perkawinana hanya boleh dilakuakan calon mempelai yang telah mencapai

umur yang ditetapkan dalam KHI Pasal 15 dan Undang-Undang No 1 tahun

1974 Pasal 6 ayat (2) “mengharuskan bagi seseorang yang belum mencapai

umur 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua”, dan pada Pasal 7 ayat (1)

menyebutkan bahwa yang perlu mendapat izin orang tua untuk

melangsungkan perkawinan ialah pihak pria yang telah mencapai umur 19

tahun dan wanita yang telah mencapai umur 16 tahun.4

Dalam hal adanya penyimpangan batas umur minimal sebagaimana

yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) maka dapat meminta dispensasi kepada

pengadilan sedangkan ketentuan yang mengatur tentang pemberian

dispensasi terhadap perkawinan bagi anak yang belum mencapai umur

tertuang dalam Peraturan Mentri Agama No. 3 tahun 1975 Pasal 13 tentang

Kewajiban-kewajiban Pegawai Nikah dan Tata Kerja Pengadilan dalam

Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan bagi yang

Beragama Islam .5

Disini pokok permasalahanya yakni apabila pernikahan itu

dilangsungkan mungkin secara agama sah, tetapi secara hukum yang

diterapkan mengenai batas usia itu sendiri dilanggarnya maka bagimana

kelanjutanya, terkadang yang terjadi di lapangan karena telah melanggar

atau melampaui batas maka akan dipersidangkan untuk meminta dispensasi

4 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari Undang-Undang Nomor 1

tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 17.

(12)

4

nikah agar pernikahannya di catat di KUA (Kantor Urusan Agama) dan

mendapat pengakuan dari negara, tetapi di sisi lain ada yang di nikahkan

secara sirrih saja, alhasil suatu saat apabila pihak wanita di rugikan oleh

pihak pria maka pihak perempuan tidak bisa menuntut secara hukum.

Terkadang ada saja pelanggaran-pelanggaran dilakukan semisal kita jumpai

perkawinan itu tetap di catat di KUA walaupun tidak sesuai dengan aturan

yang berlaku dengan alasan kemaslahatan, yang mana para pelakunya

mengubah tahun kelahirannya yang berbeda dengan akte kelahirannya.

Masalah pernikahan dini selalu menjadi bahan perbincangan yang

menarik untuk diperbincangkan dan diperdebatkan, karena menimbulkan pro

kontra dari berbagai pihak. Berbagai tanggapan tentang menikah di usia dini

bermunculan, ada yang menanggapi dengan positif, namun tak jarang pula

ada yang memandang negatif. Fenomena pernikahan dini di usia dini

tidaklah jauh berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja melakukan

hubungan seks pranikah sering berujung pada pernikahan dini salah satunya

yang di akibatkan hamil sebelum nikah katakanlah zina dini. Kebanyakan

jalan keluar yang diambil oleh setiap orang tua yakni menyegerakan

perkawinan anaknya dengan orang yang menghamilinya, selain untuk

menutup aib dan menyelamatkan status anak pasca kelahiran juga untuk

menjaga dari fitnah. Tetapi mereka tidak melihat dampak yang telah mereka

perbuat fakta di lapangan tidak jarang kita temukan berbagai kasus

mengenai anak-anak kecil yang tidak terurus oleh orang tuanya dikarenakan

(13)

5

rumah tanggah mereka dengan baik, dan dari ketidak kecakapannya itu lah

terkadang berujung padapenceraian dan alhasil tingkat penceraian tinggi

disuatu daerah, wanitanya banyak yang memilih menjanda, anak tak terurus,

yang akhirnya menimbulkan gizi buruk, trauma, tabiat buruk seorang anak,

hingga kematian pada si anak.

Dalam pernikahan dini potensi konflik sangatlah tinggi karena

mereka belum matang untuk hidup mandiri dan menafkahi serta membinah

keluarga kecilnya, tidak jarang orangtua (wali dari si anak) mereka ikut

campur dalam kehidupan rumah tangga mereka. Pandangan ulama

terkemuka seperti Ibnu Syubromah agama melarang pernikahan dini

(pernikahan sebelum usia baligh), nilai esensial pernikahan adalah memenuhi

kebutuhan biologis dan melanggengkan keturunan. Kedua hal ini tidak

terdapat pada anak yang belum baligh karena anak yang belum baligh

mereka menekankan pada tujuan pokok pernikahan. Memahamai masalah

dari aspek historis, sosiologis dan kultural, Nabi Muhammad SAW menikahi

Siti Aisyah r.a saat itu ia berusia 6 tahun, Ibnu Syubromah menganggap hal

tersebut sebagai ketentuan khusus bagi Nabi Muhammad SAW yang tidak

bisa ditiru umatnya lainnya, sebaliknya mayoritas pakar Hukum Islam

melegalkan pemahaman ini dan ada pula yang mentelaah lagi masalah ini

tentang berapa umur sebenarnya Aisyah r.a saat menikah.6

Sejarah telah mencatat bahwa Aisyah r.a dinikahi baginda nabi dalam

usia mudah. Pernikahan dini merupakan hal yang lumrah dikalangan sahabat.

(14)

6

Imam Jalaludin Suyuthi dalam kamus hadistnya “ada 3 perkara yang tidak

boleh di akhirkan yaitu shalat ketika datangnya waktunya, ketika ada

jenazah dan wanita yang tidak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang

setara atau sekufuk.7

Pacaran era sekarang bisa dikatakan sudah melampaui batas dan

mengindahkan norma-norma agama, akibatnya sering terjadi tindakan

asusila di masyarakat. Fakta menunjukkan betapa moral bangsa sudah masuk

dalam taraf yang memprihatinkan dan pernikahan dini merupakan salah satu

upaya untuk meminimalisasikan tindakan-tindakan negatif tersebut dan

sekaligus menghindari agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang kian

menghawatirkan, disini banyak yang bertanya apakah hal tersebut sudah

mas{lah{a atau belum.

Dari kasus tersebut timbulah sebuah penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui Analisis Mas{lah{ah Mursalah terhadap Pandangan Tokoh

Nahdlatu Ulama Kab. Sidoarjo tentang Pernikahan Dini Akibat Hamil Pra

Nikah dan ingin mengetahui bagaimana dampak sosiologis pernikahan dini

akibat hamil pra nikah dan solusinya.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, terdapat beberapa batasan

masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

(15)

7

1. Faktor yang melatar belakangi adanya pernikahan dini.

2. Pernikahan belum cukup umur.

3. Pernikahan yang dilakukan secara sirrih namun dicatat di KUA.

4. Pernikahan dipandang dari hakikatnya.

5. Dampak positif dan negatif yang ditimbulkannya.

6. Pendapat tokoh Nahdlatul Ulama Sidoarjo terhadap pernikah dini akibat

hamil pra nikah.

7. Analisis mas{lah{a mursalah terhadap pandangan tokoh Nahdlatul Ulama

Sidoarjo tentang pernikahan dini akibat hamil pra nikah.

Agar pembahasan lebih terfokus, maka diperlukan batasan masalah

dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan penulis ini terbatas pada:

1. Pendapat tokoh Nahdlatul Ulama Kab. Sidoarjo terhadap pernikahan

dini akibat hamil pra nikah.

2. Analisis mas{lah{ah mursalah terhadap pendapat tokoh Nahdalatul Ulama

Sidoarjo tentang pernikahan dini akibat hamil pra nikah.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat tokoh Nahdlatul Ulama Kab. Sidoarjo terhadap

pernikahan dini akibat hamil pra nikah ?

2. Bagaimana analisis mas{lah{ah mursalah terhadap pandangan tokoh

Nahdlatul Ulama Kab. Sidoarjo tentang pernikahan dini akibat hamil pra

(16)

8

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan deskripsi singkat tentang kajian atau

penelitian yang sebelumnya belum pernah dilakukan diseputar masalah yang

akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini

tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang

telah ada. Penelitian ini secara garis besar membahas tentang pernikahan

dini dan hamil pra nikah dengan mengangkat judul “Analisis Mas{lah{ah

Mursalah terhadap Beberapa Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama Kabupaten

Sidoarjo tentang Pernikahan Dini Akibat Hamil Pra Nikah.”

Walaupun ada kemiripan dalam penelitian yang saya lakukan seputar

pernikahan dini seperti halnya yang saya paparkan di bawah ini :

1. Purwanti Yuanita Maharnani (NIM. B07205053), Dinamika Psikologi

Remaja Putri Yang Melakukan Pernikahan Dini Di Desa Dumajah

Tanah Merah Bangkalan Madura, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel

Surabaya, 2009).8 Dalam penelitian ini memaparkan adat yang berkembang di pulau madura yang mana tidak asing lagi di pulau ini

setelah anak perempuan dan anak laki-laki suda dalam usia balig tak

jarang mereka sudah dijodohkan ataupun mereka memilih pasangan di

usia mudah, dari kenyataan ini menimbulkan dua masalah hukum.

Praktek pernikahan dini ini sudah lama terjadi dengan banyak pelaku.

Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Sebabnya pun bervariasi, karena

(17)

9

masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan

nilai-nilai agama tertentu dan lain-lain. Pada Penelitian ini subyek yang

digunakan menjadi sampel sebanyak 2 orang dengan sampling snowball

effect, yaitu pengambilan sampel yang bisa bertambah sesuai dengan

kebutuhan data yang dibutuhkan oleh peneliti hingga data sampai pada

kejenuhan yaitu ketika tidak ditemukan lagi data atau fakta yang unik.

Karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Subjek

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, Subjek merupakan pasangan

yang menikah pada usia dibawah 18 tahun dan atau yang telah menjalani

hubungan pernikahan minimal 3 bulan. Alasan pemilihan umur subjek

tersebut adalah, sangat muda sehingga mampu digali lebih dalam lagi

tentang tujuan dan orientasi ketika memutuskan untuk menikah, hasil

analis data menunjukan pengambilan keputusan menikah di usia dini

lebih didasari kepada aspek intuitif yaitu merasa telah mampu untuk

melangsungkan pernikahan atau hidup berumahtangga, selain itu

dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sekitar tempat tinggal subjek

yang membolehkan adanya pernikahan dini. Kesiapan menikah dilihat

dari secara usia dirasa sudah matang untuk melakukan pernikahan,

kemudian secara sosial ekonomi subjek yang diteliti berasal dari

ekonomi yang kurang sejahtera sehingga dengan menikah maka bisa

membantu beban perekonomian, selain itu faktor kepercayaan juga

menentekuan keputusan sesorang untuk menikah dini. Faktor

(18)

10

dini untuk menikah memang sudah menjadi budaya hal ini seperti teori

yang diungkapkan oleh kesimpulan penelitian ini: (1) Pengambilan

keputusan dalam menikah diusia dini lebih ditekankan kepada aspek

intuitif sebagai dasar pengambilan keputusannya, didasarkan pada

kesiapan secara psikologis dari pelaku pernikahan dini dan juga latar

belakang sosial budaya masyarakat setempat (2) Faktor yang paling

dominan mempengaruhi pengambilan keputusan menikah dini adalah

faktor lingkungan yaitu budaya dan adat istiadat setempat serta group

atau komunitas orang–orang sekitar pelaku, faktor tuntutan tugas atau

pribadi untuk membantu perekonomian keluarga juga menjadi faktor

yang turut mendukung, Selain itu ditemukan pula faktor kekuatan

kepercayaan mereka bahwa nikah secepatnya cepat pula rezeqi itu

datang kepadanya.

2. Muwahid (NIM. C01205123), Analisa Hukum Islam Dan

Undang-Undangan No. 13 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Terhadap

Penetapan Dispensasi Nikah Usia Dini di PA. Jombang Nomor:

24/Pdt.P/2008PA.Jbg, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).9 Hasil penelitian ini berdasarkan keputusan pengadilan Nomor:

24/Pdt.P/2008PA.Jbg, hakim telah mengabulkan permohonan dispensasi

nikah dibawah umur. Timbul permasalahan apakah dispensasi nikah

terhadap anak di bawah umur pada kasus penetapan tersebut merupakan

(19)

11

suatu bentuk perlindungan anak atau bukan?... Padahal Perlindungan

Anak menegaskan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mencegah

terjadinya perkawinan anaknya yang masih di bawah umur. Data hasil

penelitian menunjukkan bahwa dispensasi nikah terhadap anak di bawah

umur pada Kasus Penetapan Nomor: 24/Pdt.P/2008PA.Jbg merupakan

suatau bentuk perlindungan anak dan terhadap anak yang akan

dilahirkan. Hakim yang mengabulkan permohonan dispensasi nikah pada

kasus tersebut sudah tepat karena telah berpendoman pada

Undang-Undang Perkawinan yang membolehkan seseorang anak di bawah umur

dapat melangsungkan perkawinan, dengan mempertimbangkan

kepentingan terbaik bagi anak. Dispensasi sendiri merupakan bentuk

tanggung jawab orang tua terhadap anak yang telah mengalami

“kecelakaan”. Perlu adanya sinkronisasi antara Undang-Undang

Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak mengenai usia

anak dalam perkawinan.

3. Mulyawati (NIM. C01399215), Studi Kasus Dikabulkan Dan Ditolaknya

Dispensasi Kawin Di Bawah Umur Di Pengadilan Agama Sidoarjo,

(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003).10

Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa ada persamaan penelitian

dengan penelitian yang akan dikaji yaitu dari segi pernikahan dini, tetapi

yang dimaksud pernikahan dini oleh peneliti selanjutnya disini merupakan

akibat dari pada hubungan di luar nikah yang menyebabkan para remaja

(20)

12

menikah diusia dini akibat hubungan di luar nikah. Sedangkan sisi perbedaan

penelitiannya terletak pada sebab hamil pra nikah, serta ragam pandangan

ulama NU dalam menyikapinya.

E. Tujuan Penelitian

Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah tadi,

maka penelitan ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat tokoh Nahdlatul Ulama kabupaten Sidoarjo

terhadap pernikahan dini akibat hamil pra nikah.

2. Untuk mengetahui analisa mas{lah{a mursalah terhadap pandangan tokoh

Nahdlatul Ulama kabupaten Sidoarjo terhadap pernikahan dini akibat

hamil pra nikah.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan hasil penelitian yakni:

1. Secara Teoritis

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan dapat dijadikan sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya

yang mengkaji hukum keluarga Islam serta bermanfaat bagi mahsiswa/i

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, khususnya Fakultas

Syari’ah Program Studi Akhwal Al-Syakhshiyyah dalam hal yang

berkaitan dengan masalah terkait.

(21)

13

a. Bagi Penulis

Sebagai tugas akhir penulis atau untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana, strata satu (S1) pada prodi Ahwal Al-

Syakhshiyyah. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan penalaran,

keluasaan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis tentang

hukum pernikahan dini akibat hamil pranikah. Sekaligus sebagai

bahan pembelajaran bagi peneliti untuk mengembangkan

pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang

ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta

melatih diri dalam research ilmiah.

b. Bagi Masyarakat

Dengan hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan

masukan moral kepada masyarakat luas terutama kepada pemuda/i

islam hendaknya menjaga harga diri mereka, serta menjauhi

pergaulan yang menjurus kepada berbuat zinah karena hal tersebut

dilarang dalam agama, dan sebagai bahan pertimbanagan dalam

memutuskan sebuah kemaslahatan bersama.

G. Definisi Operasional

Untuk memperjelas tentang judul skripsi agar tidak terjadi kesalahan

penafsiran maka penulis perlu untuk mendefinisikan beberapa kata tersebut

(22)

14

Mas{laha{h Mursalah : Metode ijtihad dalam rangka mengali hukum

(istinbath) islam, namun tidak berdasarkan nash

tertentu, namun berdasarkan kepada pendekatan

maksud diturunkannya hukum syara’ (maqashid as

syari’ah).11 Secara etimologi berarti manfaat,

faedah, bagus, baik, kebaikan,12 sedangkan menurut istilah ulama ushul adalah kemaslahatan yang oleh

sha>ri’ tidak dibuatkan hukum untuk

mewujudkannya, tidak ada dalil shara’ yang

menunjukkan dianggap atau tidaknya kemaslahatan

itu.13

Pernikahan Dini : Sebuah ikatan pernikahan yang salah satu atau

kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau

sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah

atas.14

Tokoh Nadlatul Ulama : Orang yang terkemuka atau kenamaan15 dalam hal ini tokoh yang dimaksut adalah ulama atau kiyai

NU yang berada di Kabupaten Sidoarjo.

11 Narun Haroen, Ushul Fiqih I, cet. I (Jakarta: Logos, 1996), 114.

12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1996), 214.

13 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqhih, cet I(Jakarta: Pustaka Amani, 2013), 110.

14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 1996), 302.

15 Departement Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

(23)

15

H. Metodologi Penelitian

Dalam suatu penelitian ilmiah memerlukan metodologi penelitian

untuk menemukan hasil penelitian. Metodologi secara umum memiliki arti

tata cara yang menentukan proses penelusuran apa yang akan digunakan.

Menurut Bogdan ”metodologi berarti proses, prinsip-prinsip dan prosedur

yang kita pakai dalam mendekati persoalan-persoalan dan usaha mencari

jawabannya.”16 Metodologi merupakan ilmu-ilmu yang digunakan untuk

memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu

dalam menemukan kebenaran. Sedangkan penelitian secara sederhana ialah

mengetahui sesuatu yang dilakukan melalui cara tertentu dengan prosedur

yang sistematis. Penelitian merupakan suatu kegiatan penyelidikan mulai

dari mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data secara

hati-hati, teratur dan sistematis untuk memecahkan suatu masalah atau

menguji kesimpulan sementara.17 Dari uraian di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan metodologi penelitian merupakan cara ilmiah yang sistematis

untuk mencari kebenaran dan mendapatkan data dengan tujuan serta

kegunaan tertentu.

1. Jenis Penelitian

Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang diarahkan

pada latar belakang dan individu secara holistik. Penelitian kualitatif

16 Taylor Bogdan, Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), 25.

17 Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi

(24)

16

digunakan untuk menggali atau menjelaskan makna dibalik realita yang

ada di dalam masyarakat secara mendalam. Menurut Bodgan bahwa

“Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati”. H.B Sutopo, mengatakan “Penelitian kualitatif

menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan

analisis kualitatifnya”.18 Jadi penelitian kualitatif adalah menekankan

pada makna dari obyek penelitian yang diamati dengan mendeskripsikan

data dan lebih terfokus pada kualitas data. Sesuai dengan karakteristik

data yang bersifat kualitatif maka penelitian menggunakan metode

kualitatif deskriptif. Pengambilan data menggunakan metode observasi,

wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dideskripsikan atau

diuraikan kemudian dianalisis. Dapat dikatakan bahwa, penelitian

deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran dari suatu

keadaan pada subjek yang diamati pada saat tertentu. Sedangkan

penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Tujuan dari penelitian kualitatif deskriptif ialah untuk

melukiskan keadaaan sesuatu atau yang sedang terjadi pada saat

penelitian berlangsung.

Lokasi yang dijadikana sebagai objek penelitian yakni di dalam

lingkup kabupaten Sidoarjo tentang adanya pernikahan dini akibat hamil

(25)

17

pra nikah serta pendapat beberapa tokoh Nahdlatul Ulama yang ada di

dalamnya.

2. Data

Data yang didapat dari lapangan berupa pendapat, konsep,

tanggapan yang berhubungan dengan “Pandangan Tokoh Nahdlatul

Ulama Kab. Sidoarjo Terhadap Pernikahan Dini Akibat Hamil Pra

Nikah”. Penelitian sesuai dengan keadaan di lapangan sehingga bersifat

terbuka. Peneliti melakukan penelitian langsung di lapangan mencari

informan untuk mendeskripsikan apa yang didapatkan dari lapangan.

Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Data primer, berupa alasan pernikahan dini dilakukan karena sebab

hamil pra nikah di Kabupaten Sidoarjo

b. Data sekunder, berupa buku-buku, dan Undang-Undang.

3. Sumber Data

Sumber Data merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai

data dalam suatu penelitian. Sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.19 Sumber data yang diambil dalam

penelitian lapangan ini, terbagi menjadi dua, sebagaimana berikut

a. Sumber Data Primer

Informan (narasumber)

(26)

18

Dalam penelitian kualitatif Informan memiliki kedudukan

yang penting untuk digali informasinya. Menurut. Sutopo, H. B

dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber)

sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki

informasinya. Informan bukan hanya sekedar memberikan

tanggapan tetapi lebih pada memilih arah dan selera dalam

memberikan informasi yang dimiliki.20 Informan dalam penelitian ini adalah tokoh/ ulama NU Kab. Sidoarjo, pendapat tokoh ulama

NU di Kabupaten Sidoarjo, seperti KH. A. Firdaus (PP. Roudhlotul

Ulum), KH. Agus Samsyudin (Musytasar PC NU Sidoarjo), Gus

Mad (PP>. Millinium), KH. Abdul Muntholib, KH. Muhktarom (PP.

Al-Fatah), KH. Fadli (PP. Al-Azhar), Drs. KH. Wahid Hasan (PP.

Roudlotul Ulum).

b. Sumber Data Sekunder

Dokumen

Dokumen dan Arsip merupakan sumber data yang sama

pentingnya dengan sumber data lain dalam penelitian kualitatif.

Dalam penelitian ini dokumen yang dapat digunakan adalah

penelitian-penelitian yang serupa yang telah dilakukan di tempat

yang berbeda dan atau informasi dari internet. Selain itu juga

beragam foto dan catatan lapangan mengenai pandangan Tokoh NU

Kab. Sidoarjo terhadap pernikahan dini akibat hamil pranikah.

(27)

19

Kepustakaan dilakukan dibeberapa tempat, yaitu perpustakaan UIN

Sunan Ampel Surabaya dan perpustakaan yang mendukung lainnya

yang mempunyai referensi yang berkaitan dengan pernikahan dini

akibat hamil pranikah, diantaranya: UU No.1 tahun 1974 Tentang

Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Fiqih Sunnah (Sayyid Sabiq),

Fiqih Munakahat (Abd. Rahman Ghazali), Muqarana Mazaib Fil

Ushul (Ramli SA), Hukum Perkawinan Islam (Moh. Idris Ramulyo),

Fiqh Islami wa Adillah (Wahbah al-Zuhaili), Ahwal

Al-Syakhshiyyah (Muhammad Abu Zahra), Ushul Fiqh (Abdul Wahab

Khalaf) dan lain sebagainya.

4. Strategi Penelitian

Berdasarkan bentuk penelitian kualitatif, maka startegi yang

digunakan dalam penelitian adalah strategi studi kasus. Strategi studi

kasus merupakan strategi penelitian pada kasus tertentu untuk

mempelajari, menerangkan atau memahami suatu kasus tanpa ada

paksaan. Secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok

bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan ”how” atau

”why”. Studi kasus digunakan karena untuk memperoleh kebenaran

dalam penelitian yaitu tentang kasus dalam pernikahan dini akibat hamil

pranikah. Data dari lapangan disusun ke dalam teks yang menekankan

pada masalah proses dan makna.21

(28)

20

Studi kasus dalam penelitian ini dikhususkan menjadi studi kasus

tunggal terpancang. Menurut Sutopo, H. B, “Studi kasus tunggal adalah

penelitian hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu

subyek).” Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak menentukan penelitian

berupa studi kasus tunggal ataupun ganda, walaupun penelitian

dilakukan dibeberapa lokasi (beberapa kelompok atau sejumlah pribadi),

bila sasaran studi memiliki karakteristik sama atau seragam maka

penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal.22 Dikatakan terpancang karena dalam penelitian ini sasaran dan tujuan serta masalah

yang disebut ditetapkan sebelum terjun ke lapangan. Tunggal, karena

obyek penelitian hanya terfokus pada Pandangan Tokoh NU Kab.

Sidoarjo Terhadap Pernikahan Dini Akibat Hamil Pra Nikah.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sumber Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah informan,

dokumentasi dan studi pustaka. Untuk mendapat data dan informasi

yang lengkap sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini

menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan data, yaitu:

wawancara dan dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah merupakan suatu teknik untuk mendekati

sumber informasi dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan

dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan penelitian.

(29)

21

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.23

Menurut H.B. Sutopo “Ada dua jenis teknik wawancara,

yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang

disebut wawancara mendalam (in depth interviewing).” Wawancara

terstruktur merupakan jenis wawancara yang sering disebut sebagai

wawancara terfokus. Dalam wawancara terstruktur, masalah

ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara dilakukan. Sedangkan

wawancara tidak terstruktur atau mendalam dilakukan dengan

pertanyaan yang bersifat “open ended” dan mengarah pada

kedalaman informasi, Teknik wawancara dalam penelitian ini

adalah wawancara tidak terstruktur dan mendalam yang bersifat

open-ended. Wawancara dilakukan dengan face to face, bebas,

suasana informal dan pertanyaan tidak terstruktur namun tetap

mengarah pada masalah penelitian.24 b. Dokumentasi

Dokumen tertulis dan arsip memiliki posisi penting dalam

penelitian kualitatif terutama bila kajian penelitian mengarah pada

latar belakang atau peristiwa masa lampau yang berkaitan dengan

masa kini yang sedang diteliti. Menurut Sutopo, H. B “Dokumen

23 Ibid., 79.

(30)

22

dan arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu

peristiwa atau aktivitas tertentu.”25Dokumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah rekaman wawancara dan hasil foto dan

dokumen lainnya jikalau ada.

6. Teknik Analisis Data

Analisis Data merupakan hal yang penting dalam penelitian,

karena sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil penelitian. “Analisis

data kualitaif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.” Analisis alur kegiatan

yang terjadi secara bersamaan yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data,

dan (3) penarikan kesimpulan serta verifikasi.” Yakni sebagai berikut :26 a. Reduksi Data

Reduksi Data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstraksi data dari fieldnote (catatan

lapangan). Proses ini berlangsung terus sepanjang penelitian sampai

laporan akhir untuk mempertegas, mempermudah, membuang hal

yang tidak penting, serta mengatur data sehingga kesimpulan akhir

dapat dilakukan.

b. Penyajian Data

25 Ibid., 54.

(31)

23

Penyajian Data adalah suatu rakitan organisasi informasi

yang memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan dengan

melihat penyajian data. dapat dipahami berbagai hal yang terjadi

dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis

ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman penyajian data.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan Kesimpulan merupakan kesimpulan dari apa yang

telah diteliti dari awal hingga akhir. Penarikan kesimpulan hanyalah

merupakan sebagian dari satu kegiatan dari kofigurasi yang utuh.

Kesimpulan akhir ditentukan sampai proses pengumpulan data

berakhir. Dalam melakukan penarikan kesimpulan peneliti bersikap

terbuka artinya apabila pada akhir penelitian menemukan data yang

kurang akurat, peneliti tidak segan-segan untuk mengadakan

penyimpulan ulang.27

I. Sitematika Pembahasan

Untuk mempermuda penulisan, maka dalam skripsi ini dibagi dalam

beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam beberapa sub bab, sehingga

mudah dipahami oleh para pembaca. Dalam pembahasan ini penulis akan

menggunakan sistem pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang memberi gambaran

secara umum berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan

(32)

24

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab Kedua, merupakan bab yang membahas tentang kerangka teoritis

atau kerangka konseptual memuat penjelasan makna perkawinan dalam

hukum islam dan teori mas{lah{ah mursala yang di dalamnya terdapat

pengertian, pentingnya perkawinan, syarat-syarat, rukun, hukum nikah,

hikmah nikah, probelmatika perkawinan, teori mas}lah}a dan lain sebagainya.

Bahasannya ditekankan pada penjabaran disiplin keilmuan tertentu sesuai

dengan bidang penelitian yang akan dilakukan dan sedapat mungkin

mencakup seluruh perkembangan teori keilmuan tersebut sampai

perkembangan terbaru.

Bab Ketiga, merupakan bab yang membahas data penelitian, meliputi

deskripsi data secara nyata sesuai dengan kondisi yang didapatkan dari hasil

penelitian dari berbagai ragam pandangan tokoh NU Kab.Sidoarjo serta

kesimpulan pendapat terbanyak.

Bab Keempat, merupakan bab yang membahasan tentang analisis

data penelitian yang telah dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian.

Yang berisikan tentang temuan-temuan yang dihasilkan dari penelitian, dan

pada bab ini juga dijelaskan mengenai konfrimasi temuan dengan teori yang

digunakan.

Bab Kelima, merupakan bab terahir atau penutup yang berisi tentang

(33)

BAB II

PERNIKAHAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF SERTA TEORI MAS{LAH{AH MURSALAH

A. Pernikahan dalam Islam

1. Pengertian Pernikahan

Dalam bahasa Indonesia, pernikahan atau perkawinan berasal dari kata

“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan

jenis (melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh).1 Perkawinan juga

disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah

)

حاكن

(

yang menurut

bahasa artinya mengumpulkan, saling memasuk-kan, dan digunakan untuk

arti bersetubuh (wat{hi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk

arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah. Beralih dari makna

etimologi inilah para ulama fikih mendefinisikan perkawinan dalam

konteks hubungan biologis.2

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, diantaranya

adalah:

زلا

و ا ج

ش ر

ع

ا

و

ع ق

د

و ض

ع ه

شلا

را ع

ل ي

ف ي

د

م ل

ك

سا ت

م ت

عا

رلا

ج

ل

ب

لا

م ر ا

ة

و ح

ل ا

س ت

م ت

عا

ب

رلا

ج

ل

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 1996), 291.

(34)

26

“Perkawianan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’

untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan

perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan

dengan laki-laki.”3

Definisi lain yang diberikan oleh beberapa mazhab terkemuka yakni:

Menurut Hanafiah, “nikah adalah akad yang memberi faedah untuk

melaksanakan atau melakukan mut’ah secara sengaja,” artinya kehalalan

seseorang laki-laki untuk beristimta’ dengan seorang wanita selama tidak

ada faktor yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut secara syar’i.

Menurut Hanabila, “nikah adalah akad yang menggunakan lafad

inkah yang bermakna tazwij dengan maksud mengambil manfaat untuk

bersenang-senang.”

Menurut golongan ulama Syafi’iyah, “nikah adalah akad yang

dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.”4

Dikalangan ulama Syafi’iyah rumusan yang biasa dipakai adalah:

ع ق

د

ي ت

ض

م ن

ا ب

حا

ة

ولا

ء ط

ب ل

ف

ظ

لا

ك

حا

ا و

زلا

و ا ج

“Akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan

hubungan kelamin dengan menggunakan lafad na-ka-ha atau

za-wa-ja.” (al-Mahally: 206)

Ulama golongan Syafi’iyah ini memberikan definisi sebagaimana

disebutkan di atas melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan

(35)

27

dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul

sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung di antara keduannya tidak

boleh bergaul.5

Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-Ahwal al-Syakhsiyyah,

mendefinisikan nikah sebagai akad yang menimbulkan akibat hukum

berupa halalnya melakukan persetubuhan antara laki-laki dengan

perempuan, saling tolong-menolong, serta menimbulkan hak dan kewajiban

di antara keduanya.6

Dengan redaksi yang berbeda, Imam Taqiyyudin di dalam Kifayat

al-Akhyar mendefinisikan nikah sebagai, ibarat tentang akad yang masyhur

yang terdiri dari rukun dan syarat, dan yang dimaksud dengan akad adalah

al-wat’ (bersetubuh).7

Definisi yang diberikan oleh ulama fiqih di atas bernuansa biologis.

Nikah dilihat hanya sebagai akad yang menyebabkan kehalalan melakukan

persetubuhan. Hal ini semakin tegas karena menurut al-Azhari makna asal

kata nikah bagi orang arab adalah al-wat’ (persetubuhan).

Pengertian para ahli fiqih tentang hal ini bermacam-macam, tetapi

satu hal mereka semuanya sependapat, bahwa perkawinan, nikah atau

zawaj adalah suatu akad atau perjanjian yang mengandung kehalalan

hubungan kelamin.

5Amir Syaifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, antara Fiqh Munakahat dan Undang-

Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2007), 37.

6 Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Qohirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1957), 19. 7 Taqiyyudi Abu Bakr bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Al-Akhyar, juz II (Beirut: Dar

(36)

28

2. Pentingnya Pernikahan

Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan oleh syara’, sebagaimana

ditegaskan dalam firman Allah SWT surat An-Nisa>’ : 3 yang berbunyi:8

                                                     

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja,9 atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Dan begitu pula Allah SWT, telah menjelaskan dalam surat Adz-Dza>riya>t

ayat 49:10

            

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.”

Dalam surat Ya>siin ayat 36 dinyatakan:11

                   

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan

semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”

Dari makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasang,

inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak dan

8 Al-Qur’an dan Terjemahannya, 77.

9 Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami

sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

(37)

29

berlangsung dari generasi kegenerasi berikutnya, sebagaimana tercantum

dalam surat An-Nisa>’ ayat 1:12

                                           

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya dan pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada

semua makhluk tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan.

Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia

untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah

masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam

mewujutkan perkawinan.

Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang

berlaku di Indonesia dinyatakan bahwa perkawinan adalah “ikatan lahir

batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.” Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal

2 yang berbunyi “pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan

ghaliz{ha>n untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

ibada.” Dalam penjelasannya, tujuan perkawinan erat kaitanya dengan

(38)

30

keturunan, pemeliharaan dan pendidikan anak yang menjadi hak dan

kewajiban orang tua.

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu

perkawinan dijumpai adanya berbagai aspek, baik secara hukum, sosial,

maupun agama. Aspek Hukum dalam perkawinan dipahami dari pernyataan

bahwah perkawinan adalah suatu “perjanjian”. Sebagai perjanjian,

perkawinan mempunyai tiga sifat, yaitu:13

a. Tidak dapat dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak,

b. Ditentukan tata cara pelaksanaan dan pemutusannya dan c. Ditentukan pula akibat-akibat perjanjian tersebut bagi kedua

belah pihak, berupa hak dan kewajiban masing-masing.

Kata “perjanjian” juga mengandung unsur kesengajaan, sehingga

untuk penyelenggaraan perkawinan perlu diketahui oleh masyarakat luas,

dan tidak dilakuakan secara diam-diam.14

Sehubungan dengan Aspek Sosial perkawinan, maka hal ini

didasarkan pada anggapan bahwah orang yang melangsungkan perkawianan

bearti telah dewasa dan berani hidup mandiri. Karena itu kedudukannya

terhormat dan kedudukannya di masyarakat dihargai sepenuhnya.15

Sementara, Aspek Agama dalam perkawinan tercermin dalam

ungkapan bahwah perkawinan merupakan perkara yang “suci”. Dengan

demikian perkawinan menurut Islam merupakan ibadah, yaitu dalam

13 Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003), 298.

(39)

31

rangka terlaksananya perintah Allah SWT atas petunjuk Rasul-Nya, yakni

terpenuhinya rukun dan syarat nikah.16

Dan pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti

yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwah perkawinan dalam hukum

Islam adalah “akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidz{ha>n untuk

mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibada.”17

Kata miitsaqan ghalidz{ha>n ini terdapat dalam firman Allah SWT

surat An-Nisa>’ ayat 21:18

  





 

 







“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri dan mereka (suami-isteri-suami-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.”

3. Hukum Pernikahan

Sedangkan hukum nikah ada 5 yaitu:19

a. Jaiz (boleh, ini asal hukumnya). Setiap pria dan wanita Islam

boleh memilih mau menikah atau tidak menikah. Maksutnya

bagi seorang pria dan wanita kalau memilih tidak menikah,

maka dirinya harus dapat menahan godaan dan sanggup

memelihara kehormatannya.

16 Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003), 298-299.

17 Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam, 228.

18 Al-Qur’an dan Terjemhannya, 81.

(40)

32

b. Sunnah, bagi orang yang berkehendak serta cukup nafaqah,

sandang, pangan dan lain-lain. Maksudnya bagi seorang pria

atau wanita yang ingin hidup sebagai suami istri sebaiknya

menikah, karena dengan menikah bagi mereka akan

mendapatkan pahala, tetapi tidak berdosa kalau memang ingin

hidup tanpa suatu perkawinan.

c. Wajib, bagi orang yang sudah cukup sandang, pangan dan

dikhawatirkan terjerumus ke lembah perzinaan. Maksudnya

kalau seorang pria atau wanita sudah ada keinginan hidup

sebagai suami-istri, maka berkewajiban mereka supaya segera

melangsungkan perkawinan. Berdosalah kalau tidak di

lakukan sedangkan bagi orang tua yang mengetahui keinginan

itu tidak boleh menghalang-halangi apalagi membatalkan,

sebab perbuatannya berdosa.

d. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafaqah.

e. Haram, bagi orang yang berkehendak menyakiti perempuan

yang dinikahi. Maksudnya kalau seorang pria atau seorang

wanita menjalankan suatau perkawinan dengan niat jahat

seperti menipu atau ingin membalas dendam, maka hukumnya

haram karena tujuan perkawinan bukan untuk melaksanakan

suatu kejahatan.20

4. Hikmah Pernikahan

(41)

33

Beberapa Hikmah dalam Pernikahan:

a. Pernikahan adalah (pembentukan) lingkungan yang baik untuk

mengikat tali kekeluargaan, saling mencintai, menjaga diri

dan membetengi dari hal-hal yang diharamkan.

b. Pernikahan merupakan sarana yang paling baik untuk

melahirkan anak-anak, memperbanyak keturunan dengan

tetap menjaga keutuhan nasab.

c. Pernikahan menjadi sarana yang paling baik untuk

menyalurkan nafsu seksual, dengan tetap terjaga dari

penyakit.

d. Lewat pernikahan akan tersalurkan sifat ke bapakan dan ke

ibuan yang semakin bertambah dengan lahirnya anak.

e. Dalam pernikahan terdapat ketenangan, kedamaian, perasaan

malu dan menjaga kehormatan diri bagi suami dan istri.21

B. Pernikahan Menurut Fiqih Islam dan Kompilasai Hukum Islam (KHI)

1. Sahnya Perkawinan Menurut Fiqih Islam

Rukun dan syarat merupakan penentu suatu perbuatan hukum,

terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut

dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam

hal bahwa keduanya merupakan suatu yang harus diadakan. Dalam suatu

acara perkawinan rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti

perkawinan tidak sah jika keduanya tidak ada atau tidak lengkap.

(42)

34

Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwah rukun itu adalah

sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur

yang mewujutkannya, sedangkan syarat itu adalah sesuatu yang berada di

luarnya dan tidak merupakan unsurnya.22

Jumhur ulama sepakat bahwah rukun perkawinan itu terdiri dari:23

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan

perkawinan.

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW:

اهيلو ندا يغب تحكن ةارما اما

لطاب اهحاك ف

(

دمرلا اور

ى

)

“Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin

walinya, maka pernikahannya batal.” (At Tirmizi)24

Dalam hadist lain Nabi SAW bersabda:

ل

اهسفنةارما جوزتلو ةارما جوزت

(

هجام نبا اور

)

“Jaganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya dan jaganlah seseorang perempuan menikahkan

dirinya sendiri.” (Ibnu Majah)25

c. Adanya dua orang saksi

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan sabda Nabi SAW:

22 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinana (Jakarta: Kencana, 2007), 59.

23 Ibid., 61.

24 Al-Tirmizi, Kitab Sunan Al-Tirmidzi, jus II (Lebanon: Darul Fikr, 2003), 352.

25 Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al Qazwainy ibn Majah, Kitab Sunan Ibn Majah, Jus I

(43)

35

لدع ىد اشو ىوبلا حاكنل

(

دحا اور

)

“Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang

saksi yang adil”.26

d. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.

Apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Maka perkawinan itu sah dan

menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.

Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:

a. Calon mempelai perempuan halal dikawini oleh laki-laki yang

ingin menjadikannya isteri. Jadi, perempuannya itu bukan

merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram

dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-lamanya.

b. Akad nikah dihadiri para saksi27

Dalam masalah syarat pernikahan itu terdapat beberapa pendapat

diantaranya para madzhab fiqih yaitu sebagai berikut:

a) Hanafiah berpendapat, bahwa sebagian syarat-syarat

pernikahan berhubungan dengan sighat, dan sebagian lagi

berhubungan dengan calon mempelai, serta sebagian yang

lainnya berkaitan dengan kesaksian.

26 Imam Hafidz Ali Ibn Umar Addaru Qutni, Sunan Addaru Qutni (Beirut Lebanon: Dar El

Marefah, 2001), 147.

(44)

36

b) Sedangkan menurut Syafi’iyah hukum syarat pernikahan itu

ada kalanya menyangkut sighat. Ada juga yang berhubungan

dengan wali, serta ada yang berhubungan dengan calon

suami-istri dan sebagian lagi berhubungan dengan syuhud (saksi).28

Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada lima dan

masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk memudahkan

pembahasan maka uraian rukun perkawinan akan disamakan dengan uraian

syarat-syarat dari rukun tersebut.29

1. Calon suami, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam b. Laki-laki

c. Jelas orangnya

d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat halangan perkawinan

2. Calon Isteri, syarat-syaratnya:

a. Beragama, meskipun Yahudi atau Nasrani

b. Perempuan

c. Jelas orangnya

d. Dapat dimintai persetujuannya e. Tidak terdapat halangan perkawinan

3. Wali nikah, syarat-syaratnya:

a. Laki-laki

b. Dewasa

c. Mempunyai hak perwalian

(45)

37

d. Tidak terdapat halangan perwaliannya

4. Saksi nikah, syarat-syaratnya:

a. Minimal dua orang laki-laki b. Hadir dalam ijab qabul c. Dapat mengerti maksud akad d. Islam

e. Dewasa

5. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai

c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut

d. Antara ijab dan qabul bersambungan e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya

f. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah

g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.

Adapun dalam hal-hal tertentu, seperti posisi wali dan saksi masih

ikhtilaf dikalangan ulama, namun mayoritas sepakat dengan rukun yang

lima ini.30

2. Sahnya Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Sahnya perkawinan menurut KHI yang terdapat pada Pasal 4 yang

berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam

(46)

38

sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinana.” Dan sahnya perkawinan menurut hukum Islam harus

memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Syarat Umum

Perkawinan itu tidak dilakukan jika bertentangan dengan

larangan-larangan yang termaktub dalam ketentuan Q.S. Al Baqarah: 22131 yaitu

larangan perkawinan karena perbedaan agama dengan pengecualian

dalam Q.S. Al Maidah: 532 yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini

perempuan-perempuan ahli kitab, seperti Yahudi dan Nasrani.

Kemudian tidak bertentangan dengan larangan-larangan tersebut dalam

Q.S. An Nisa: 22, 23 dan 24.33

2. Syarat Khusus

a. Adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan

b. Kedua calon mempelai itu haruslah Islam, akil baligh (dewasa dan

berakal), sehat baik rohani maupun jasmani

c. Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon pengantin, jadi

tidak boleh perkawinan itu dipaksakan

d. Harus ada wali nikah

e. Harus ada dua orang saksi, Islam, dewasa dan adil

f. Bayarlah mahar (mas kawin)

31 Al-Qur’an dan Terjemahnya, 35. 32 Ibid., 107.

(47)

39

g. Pernyataan ijab dan qabul.34

Mengenai KHI ketika membahas rukun perkawinan tampaknya

mengikuti sistematika fiqih yang mengkaitkan rukun dan syarat. Ini di

muat dalam Pasal 14 yang berbunyi:

a. Calon suami

b. Calon istri

c. Wali nikah

d. Dua orang saksi dan

e. Ijab dan qabul

Pasal berikutnya juga dibahas tentang wali (Pasal 19), saksi (Pasal

24), akad nikah (Pasal 27). Namun sistematiknya diletakkan pada bagian

yang terpisah dari pembahasan rukun. Mengenai wali nikah Pasal 19 KHI

menyatakan bahwah, “wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang

harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk

menikahkannya.” Selanjunya Pasal 20 dinyatakan:

1. Yang berhak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang

memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh.

2. Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim.

Pada Pasal 21 dibahas empat kelompok wali nasab yang

pembahasannya sama dengan fiqih Islam seperti:

1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas

(48)

40

2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, seayah dan

keturunan laki-laki mereka

3. Kelompok kerabat paman, yakin saudara laki-laki kandung

ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka

4. Kelompok saudara laki-lakai kandung kakek, saudara laki-laki

seayah kakek dan keturunan mereka

Sedangkan menyangkut wali hakim dinyatakan pada Pasal 23

berbunyi:

1. Wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah jika wali nasab tidak

mungkin menghadiri atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau

ghaib atau ‘adhal atau enggan.

2. Dalam hal wali ‘adhla atau engan maka wali hakim harus dapat

bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama

tentang wali tersebut.

Dalam pembahasan saksi nikah, KHI juga masih senada dengan apa

yang berkembang dalam fiqih. Pada Pasal 24 ayat 1 dan 2 dinyatakan

bahwah ”saksi nikah merupakan rukun nikah dan setiap perkawinan harus

disaksikan oleh dua orang saksi.” Mengenai syarat-syarat saksi terdapat

pada Pasal 25 yang berbunyi ”yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam

akad nikah ialah seorang laki-laki muslim, adil, akil, balig, tidak terganggu

(49)

41

Pada Pasal 26 berbicara tentang keharusan saksi menghadiri akad

nikah secarah langsung dan menandatangani akta nikah pada waktu dan

tempat akad nikah dilangsungkan.

Pada Pasal 27 KHI mengatur tentang akad nikah yang berbunyi “ijab

dan qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas, beruntutan dan

tidak berselang waktu.

Sedangkan Pasal 28 mengatur tentang kebolehan wali nikah untuk

mewakilkan hak walinya kepada orang lain. Pasal 29 juga memberi ruang

kepada calon mempelai pria di mana dalam keadaan tertentu dapat

mewakilkan dirinya kepada orang lain dengan syarat adanya surat kuasa

dan pernyataan bahwa orang yang diberinya kuasa adalah mewakili dirinya.

Juga diataur pada ayat 3, jika wali keberatan dengan perwalian calon

mempelai pria, maka akad nikah tidak dapat dilangsungkan.35

C. Problematika Pernikahan dalam Islam

1. Pernikah Dini Menurut Fiqih Islam

Pernikahan dini dalam kitab fiqih klasik biasa disebut dengan nikah al

shaghira>h, yaitu pernikahan yang dilangsungkan oleh seorang laki-laki atau

perempuan yang belum baligh.36 Dalam prespektif fiqih, usia baligh

seseorang dicirikan dengan ihtilam (mimpi basah) bagi seorang laki-laki

dan keluarnya darah haid bagi seorang perempuan. Dari sisi usia, menurut

Abu Hanifah bagi laki-laki adalah 18 tahun dan perempuan 17 tahun.

35 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 54-55.

(50)

42

Sementara menurut Syafi’i usia baligh adalah 15 tahun baik laki-laki

ataupun perempuan.

Hukum pernikahan dini menurut mayoritas ulama adalah sah apabila

telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan yang telah ditentukan yaitu

sighat (ijab qabul), calon mempelai (suami-istri), wali bagi perempuan dan

dua saksi. Namun ada juga ulama yang tidak membolehkan pernikahan dini

dengan beberapa argumentasi.37

Ulama yang mengesahkan pernikan dini mengemukakan dalil dan

argumentasi sebagai berikut:

a. Terdapat dalam surat At{-T{ala>q ayat 4:38

                                        

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data yang dilakukan mennjukkan bahwa tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara aktivitas menonton tayangan televisi dan intensitas

The next three sections of the syllabus look at working capital management, investment appraisal, and sources of business finance.. Managing working capital is a key concern of

penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengenalkan sosok ulama lokal yang mempunyai kualitas keilmuan yang mumpuni yang sebenarnya mampu bersanding dengan

Seperti terlihat dalam hasil survey, mayoritas pengurus yayasan sekolah tidak memiIiki rencana strategis untuk mendirikan suatu pusat pelatihan guru kebanyakan

Menimbang popularitasnya, motif Ondel-Ondel merupakan motif yang secara luas diproduksi oleh berbagai sentra batik Betawi, serta mengalami berbagai variasi dan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) untuk menguji pengaruh antara Komitmen Organisasional, komunikasi dan dukungan atasan secara parsial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dorongan atau motivasi perempuan pengrajin kue adee di Gampong Meuraxa Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya adalah kekurangan