• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Tinjauan Pustaka

1. Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sebagai tempat berkumpulnya orang sakit atau orang sehat yang dapat menjadi sumber penularan penyakit dan pencemaran lingkungan (gangguan kesehatan), maka untuk mengatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan dari institusi pelayanan kesehatan (Kepmenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004).

2. Sanitasi Lingkungan

Menurut WHO, sanitasi lingkungan (enviromental sanitation) adalah upaya pengendalian dari semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Dalam lingkup rumah sakit, sanitasi berarti upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, komiawi, dan biologik di rumah sakit yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat di sekitar rumah sakit (Musadad, 1993).

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 dari pengertian di atas maka sanitasi rumah sakit merupakan upaya dan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam memberikan layanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya.

(2)

Tujuan dari sanitasi rumah sakit tersebut adalah menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit agar tetap bersih, nyaman, dan dapat mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak mencemari lingkungan. Keberadaan rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya orang sakit atau orang sehat yang dapat menjadi sumber penularan penyakit dan pencemaran lingkungan (gangguan kesehatan), maka untuk mengatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan dari institusi pelayanan kesehatan, khusunya rumah sakit ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004, yang menetapkan persyaratan-persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Persyaratan yang harus dipenuhi instasi pelayanan kesehatan, khususnya sanitasi lingkungan rumah sakit antara lain mencakup :

a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit b. Persyaratan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman c. Penyehatan air

d. Pengelolaan limbah

e. Pengelolaan tempat pencucian (laundry)

f. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya g. Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi

h. Persyaratan pengamanan radiasi

(3)

3. Definisi Vektor

Vektor menurut Peraturan Pemerintah No. 374 tahun 2010 merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Vektor penyakit merupakan arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector-borne diseases yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.

Tujuan upaya pengendalian vektor menurut Peraturan Pemerintah No. 374 tahun 2010 adalah untuk mencegah atau membatasi terjadinya penularan penyakit akibat tertularnya vektor di rumah sakit, sehingga penyakit tersebut dapat dicegah atau dikendalikan.

Dinamika penularan penyakit adalah perjalanan alamiah penyakit yang ditularkan vektor dan faktor-faktor yang ditularkan vektor dan faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit meliputi inang, (host) termasuk perilaku masyarakat, agent, dan lingkungan.

Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

(4)

Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.

Terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, antara lain :

a. Cuaca

Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi.

b. Reservoir

Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama. Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis. Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah, seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang menjadi reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus, kuman patogen

(5)

mengalami multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada intermediate host.

c. Geografis

Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis yang reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi oleh ricketsia dibawa oleh tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur Amerika Serikat.

d. Perilaku Manusia

Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia membuang sampah secara sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit arthropoda borne diseases.

4. Penularan Vektor

Berikut ada tiga jenis cara penularan vektor (FKM UNSRI, 2013): a. Kontak Langsung

Vektor penyakit secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung. b. Transmisi secara mekanis

(6)

Misalnya penularan penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat. Secara karakteristik, arthropoda sabagai vektor mekanis membawa agens penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus superfisial atau eksudat.

c. Transmisi secara biologis

Agens penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh arthropoda. Ada 3 cara transmisi biologis, antara lain :

1) Propagative

Agens, penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi bermultiplikasi didalam tubuh vektor.

2) Cyclo-propagative

Agens, penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda.

3) Cyclo-development

Agens penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda.

5. Jenis-jenis Vektor Penyakit

Menurut Peraturan Pemerintah No. 374 tahun 2010 sebagian dari Athropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang. Berikut adalah klasifikasi vektor yang dapat menularkan penyakit :

(7)

a. Kelas Crustacea (berkaki 10), misalnya udang b. Kelas Myriapoda, misalnya binatang berkaki seribu c. Kelas Arachinodea, misalnya tungau

d. Kelas Hexapoda, misalnya nyamuk

Dari kelas Hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah :

1) Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat

a) Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria

b) Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah c) Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur

2) Ordo Siphonaptera yaitu pijal

Pijal tikus sebagai vektor penyakit pes. 3) Ordo Anophera yaitu kutu kepala

Kutu kepala sebagai penyakit demam bolak-balik dan typhus exantyematicus.

Selain vektor di atas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu lainnya antara lain : 1) Tikus besar (Rat), contohnya:

a) Rattus norvigicus (tikus riol) b) Rattus-rattus diardill (tikus atap)

c) Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan) 2) Tikus kecil (mice), contohnya Mussculus (tikus rumah)

(8)

Arthropoda adalah filum dari kerajaan binatang yang terdiri dari organ yang mempunyai lubang ekskeleton bersendi dan keras, tungkai bersatu, dan termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachinida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan spesiesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia. Arthropoda yang penting dalam dunia kedokteran adalah arthropoda yang berperan penting sebagai vektor penyebaran penyakit atau arthopods borne disease (IKM FK UMI, 2013).

Jenis-jenis vektor yang didapatkan di Rumah Sakit dan bahaya yang ditimbulkan, yaitu didapatkan adalah :

a. Nyamuk

Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang dan menggigit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan menyebabkan myiasis pada kulit manuasia atau ke mamalia lain. Spesies yang merupakan vektor penting penyebab penyakit pada manusia antara lain penyakit :

1) Malaria

Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera adalah nyamuk Anopheles, sedangkan nyamuk

(9)

Anopheles dan Culex kedua-duanya dapat menyebabkan malaria pada burung. Secara praktis tiap spesies Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi banyak spesies bukan vektor alami. Sekitar 110 spesies pernah dihubungkan dengan penularan malaria, diantaranya 50 spesies penting terdapat dimana-mana atau setempat yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh :

a) Adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia.

b) Lebih menyukai darah manusia daripada darah hewan, walaupun bila hewan hanya sedikit.

c) Lingkungan yang menggantungkan perkembangan dan memberikan jangka hidup cukup lama pada Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya.

d) Kerentanan fisiologi nyamuk terhadap parasit.

Untuk menetukan apakah suatu spesies adalah suatu vektor yang sesuai, maka dapat dicatat presentase nyamuk yang kena infeksi setelah menghisap darah penderita malaria, penentuan suatu spesies nyamuk sebagai vektor dapat dipastikan dengan melihat daftar index infeksi alami, biasanya sekitar 1-5 %, pada nyamuk betina yang dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang malaria.

(10)

2) Filiriasis

Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Banyak species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia, tetapi kebanyakan dari species ini tidak penting sebagai vektor alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk penggigit di lingkungan rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar tempat tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis bancrofti yang mempunyai periodisitas nokturnal.

Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti yang non periodisitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan, nyamuk ini hidup diluar kota di semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah dari binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah manusia.

3) Demam Kuning

Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka kematian tinggi, telah menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia. Nyamuk yang menggigit pada penderita dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan menjadi infektif selama

(11)

hidupnya setelah virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari. Vektor penyakit ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan Haemagogus, Aedes aegypti adalah vektor utama demam kuning epidemik, hidup disekitar daerah perumahan, berkembang biak dalam berbagai macam tempat penampungan air sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai pemakan zat organik yang terdapat didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang mengandung zat organik.

4) Dengue Hemorrhagic Fever

Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama Aedes aegypti. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim penghujan.

5) Encephalitis Virus

Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik. Virus membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama Aedes aegypti. Penyakit ini

(12)

merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim penghujan.

b. Kecoa

Kecoa adalah salah satu serangga yang termasuk dalam ordo Orthoptera. Famili Blattidae merupakan satu-satunya anggota dari ordo Orthoptera yang paling sering dijumpai. Di Indonesia, Blattidae lebih dikenal dengan nama kecoa atau lipas (cockroach) yang menjadi serangga pengganggu di rumah sakit. Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit yaitu sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikroorganisme pathogen, sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing dan menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan kelopak mata.

Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikroorganisme patogen antara lain streptococcus, salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain disentri, diare, cholera, virus hepatitis A, polio pada anak-anak. Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme pathogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan.

(13)

Rumah sakit merupakan tempat umum yang mempunyai bagian bagian yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya kecoa, mengingat rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan dan merupakan tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat maka lingkungan rumah sakit harus bebas kecoa agar tidak terjadi kontak antar manusia dan kecoa atau makan dengan kecoa supaya penyakit infeksi nasokomial yang ditularkan melalui kecoa dapat ditekan serendah mungkin dan tidak terjangkit penyakit lain yang disebabkan oleh kecoa.

c. Lalat

Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing, luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan. Dianggap sebagai vektor penyakit typhus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis dan penyakit spirochaeta. Penyakit yang ditimbulkan oleh lalat serta gejalanya, diantaranya adalah :

1) Disentri

Penyebaran bibit penyakit yang dibawa oleh lalat yang berasal dari sampah, kotoran manusia atau hewan terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap kemakanan manusia maka

(14)

kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia, akhirnya timbul gejala pada manusia yaitu sakit pada bagian perut, lemas karena terlambat peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.

2) Diare

Cara penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pecernaan terganggu. 3) Typhoid

Cara penyebaran sama dengan desentri, gangguan pada usus, sakit pada perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi.

4) Cholera

Penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala muntah-muntah, demam, dehydrasi.

5) Myasis

Kejadian myasis di rumah sakit pada pasien-pasien yang sedang terluka, disebut Nosocomial Myiasis. Myasis jenis ini terjadi karena di ruang-ruang perawatan rumah sakit terdapat banyak lalat atau dalam bahasa sederhana, ruangan rumah sakit bisa diakses oleh lalat. Rumah sakit seperti ini mungkin berada di daerah-daerah pedalaman yang tingkat kebersihannya rendah.

(15)

d. Tikus

Tikus merupakan vektor mekanik yang dapat menyebabkan penyakit pes dari bakteri Yersinia pestis yang dapat menular melalui gigitan tikus, Salmonellosis dari bakteri salmonella melalui kontaminasi kotoran tikus yang terkontaminasi dengan makanan, demam gigitan tikus dari bakteri Spirillum, demam berdarah dari Hantavirus melalui kotoran, urine, cairan tubuh ataupun terkontaminasi langsung. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri lepstopira. Manusia dapat terkena penyakit ini melalui luka terbuka dan terkena air yang terkontaminasi dengan kotoran ataupun kencing tikus. Penularan ini dapat pula melalui makanan atau minuman yang tercemar, yaitu diantaranya :

1) Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung (misalnya saat mencuci muka).

2) Melalui makanan atau minuman atau peralatan makan yang terkontaminasi setitik urine tikus, kemudian dimakan dan diminum manusia.

3) Makanan minuman di gudang, di warung-warung rumah sakit, dan dapur berpeluang dikencingi tikus.

Penyakit ini ditandai demam menggigil, pegal linu, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, mual, muntah, sampai diare. Bila semakin parah, gejala yang disebut di atas tidak mereda, justru

(16)

muncul nyeri luar biasa pada sejumlah bagian badan, sehingga membuat penderita tidak sanggup duduk atau berdiri.

e. Kucing

Kucing-kucing liar dirumah sakit, sebagian diantaranya merupakan pembawa parasit toksoplasma gondii. Dari hasil penelitian, jika parasit ini menginfeksi wanita hamil, akan menyebabkan abortus (keguguran), atau cacat pada janin. Bayi yang lahir hidup dapat menderita cacat bawaan seperti hidrosefalus (kepala membesar dan berisi cairan), anensefalus (tidak punya tulang tempurung kepala), gangguan mata (IKM FK UMI, 2013).

Toxoplasma adalah suatu protozoa atau parasit bersel satu yang lebih sering dikenal dengan nama Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat ditemukan pada hewan berdarah panas, dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara dan kucing, serta berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif. Toxoplasmosis sering kali didiagnosis bersama-sama dengan penyakit lainnya,yang sering dikenal dengan TORCH (Toxoplasma-Rubella-Cytomegalovirus-Herpes). Toxoplasma bukanlah virus melainkan protozoa. Semua orang dapat terinfeksi oleh toxoplasma. Penyakit ini tidak mengenal gender. Artinya baik laki-laki maupun perempuan dapat terinfeksi toxoplasmosis (IKM FK UMI, 2013).

Kucing dianggap sebagai sumber utama penularan Toxoplasma. Pada usus halus kucing, terjadi daur seksual atau

(17)

skizogoni maupun daur aseksual atau gametogoni dan sporogoni. Yang menghasillkan ookista dan dikeluarkan bersamaan dengan feces atau kotorannya. Kucing yang mengandung Toxoplasma gondii dalam sekali ekskresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Infeksi dapat terjadi apabila ookista tertelan oleh manusia maupun hewan perantara lainnya (pada semua hewan berdarah panas dan mamalia lainnya seperti anjing, sapi, kambing bahkan burung). Namun pada tubuh inang perantara tidak terbentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista (IKM FK UMI, 2013).

Manusia atau kucing dapat tertular toxoplasmosis apabila mengkonsumsi daging hewan inang perantara yang mengandung kista Toxoplasma gondii. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka akan terbentuk kembali stadium seksual didalam usus halus kucing tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kucing dan hewan felidae lainnya merupakan inang definitif dari Toxoplasma gondii. Dan hanya pada tubuh kucing dapat terjadi daur hidup yang sempurna dari Toxoplasma gondii (IKM FK UMI, 2013). Pada manusia, penularan Toxoplasmosis bisa melalui makanan. Misalnya manusia memakan sayuran yang tidak dicuci bersih, padahal sayuran tersebut mengandung ookista dari Toxoplasma gondii atau bisa juga memakan daging hewan yang tidak dimasak dengan matang sempurna, padahal daging hewan tersebut mengandung kista Toxoplasma gondii. Pada kucing,

(18)

penularan dapat terjadi apabila memakan daging hewan perantara yang mengandung kista Toxolasma gondii. Misalnya pada kucing yang memakan tikus atau burung, atau kucing yang makan ayam atau daging mentah. Penularan ookista sama pada manusia bisa juga melalui vektor lalat atau kecoa. Infeksi toxoplasmosis terjadi apabila secara sengaja atau tidak sengaja menelan ookista Toxoplasma gondii yang terdapat pada sayuran yang tidak dicuci bersih atau daging setengah matang misalnya sate, daging steak yang dimasak setengah matang (IKM FK UMI, 2013).

Toxoplasmosis tidak dapat menular melalui air liur dari kucing. Stadium infektif dari Toxoplasmosis gondii adalah bentuk ookista yang dikeluarkan melalui feces atau kotoran kucing, bukan melalui air liur. Sedangkan penularan melalui bulu dapat terjadi, bila kucing tersebut terinfeksi toxoplasmosis dan ookista yang dikeluarkan melalui fecesnya kontak ataun menempel pada bulunya. Penularan terjadi bila ookista yang terdapat pada bulu, kemudian kontak pada tangan kita pada saat membelai, kemudian bulu tersebut tertelan oleh kita. Tetapi penularan masih bisa dicegah dengan cara mencuci tangan kita dengan sabun (IKM FK UMI, 2013).

6. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu lainnya

a. Pengertian pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 adalah upaya untuk menanggulangi

(19)

populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sebagai keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.

b. Persyaratan

1) Kepadatan jentik Aedes sp. yang diamati melalui indeks kontainer harus 0 (nol).

2) Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.

3) Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutama pada dapur, gudang makanan, dan ruangan steril.

4) Semua ruang ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup.

5) Tidak ditemukan lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit.

6) Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing (Kepmenkes No. 1204/MENKES/SK/X/2004).

c. Tata Laksana 1) Surveilans

Serveilans vektor menurut Peraturan Pemerintah Nomor 374 tahun 2010 adalah pengamatan vektor secara sistematis dan terus menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penuaran penyakit dan upaya pengendaliannya.

(20)

Surveilans vektor penyakit dan pengendalian binatang pengganggu menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, adalah sebagai berikut :

a) Nyamuk

Pengamatan Jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di setiap sarana penampungan air sekurang-kurangnya setiap sati minggu untuk mengetahui adanya atau keberadaan populasi jentik nyamuk secara teratur. Selain itu pengamatan jentik nyamuk spesies lainnya di tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan vektor penyakit malaria di sekitar lingkungan rumah sakit seperti saluran pembuangan air limbah.

Pengamatan lubang dengan kawat kasa pada setiap lubang di dinding harus ditutup dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk masuk serta konstruksi pintu harus

membuka ke arah luar (Kepmenkes No.

1204/MENKES/SK/X/2004). b) Kecoa

(1) Mengamati keberadaan kecoa yang ditandai dengan adanya kotoran, telur kecoa, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan.

(2) Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter setiap 2 minggu.

(21)

(3) Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera dilakukan pemberantasan.

c) Tikus

Mengamati atau memantau secara berkala setiap dua bulan di tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus yang ditandai dengan adanya keberadaan tikus antara lain :

(1) Kotoran (2) Bekas gigitan (3) Bekas jalan (4) Tikus hidup

Ruang-ruang tersebut antara lain di daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU, radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset atau panel, ruang administrasi, kantin, ruang bersalin, dan ruang lainnya .

d) Lalat

Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly grill pada daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat, terutama di tempat yang diduga seperti tempat yang diduga sebagai tempat perindukan lalat seperti sampah, saluran pembuangan limbah padat dan cair, kantin rumah sakit, dan dapur.

(22)

e) Binatang pengganggu lainnya

Mengamati atau memantau secara berkala kucing dan anjing (Kepmenkes No. 1204/MENKES/SK/X/2004).

2) Pencegahan a) Nyamuk

(1) Melakuakn Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur, Menguras, Menutup (3M)

(2) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup

(3) Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan

(4) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama diruang perawatan anak b) Kecoa

(1) Menyimpan bahan makanan dan makanan yang siap saji pada tempat tertutup.

(2) Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. (3) Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa

tidak masuk ke dalam ruangan. c) Tikus

(1) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu, dan jendela.

(23)

(2) Melakukan pengelolaan sampah yang memnuhi syarat kesehatan.

d) Lalat

Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memnuhi syarat kesehatan.

e) Binatang Pengganggu Lainnya

Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi standar kesehatan.

3) Pemberantasan a) Nyamuk

(1) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp. > 0 dengan cara abatisasi.

(2) Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan predator.

(3) Melakukan oiling untuk memeberantas larva atau jentik culex.

(4) Bila diduga ada kasus deman berdarah yang tertular di rumah sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.

b) Kecoa

(1) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah

(24)

dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar atau dihancurkan.

(2) Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. Pemberantasan fisik dapat dilakukan dengan cara :

(a) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul (b) Menyiram tempat perindukan dengan air panas (c) Menutup celah-celah dinding

Pemberantas kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan. (3) Tikus

Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.

(4) Lalat

Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block grill maka dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.

(5) Binatang Pengganggu lainnya

(25)

(a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit

(b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing dan anjing.

7. Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Menurut Menteri Kesehatan Nomor :

374/MENKES/PER/III/2010 pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakan dan perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.

Menurut WHO (Soemirat, 2009), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena alasan :

a. Penyakit belum ada vaksinnya seperti hampir semua penyakit disebabkan oleh virus.

b. Bila ada obat maupun vaksin, kerja obat belum efektif terutama untuk penyakit parasiter.

c. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia sehingga sulit untuk dikendalikan.

d. Sering menimbulkan kecacatan seperti filariasis dan malaria.

e. Penyakit dapat menjalar karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang bersayap.

(26)

Berikut ini adalah beberapa pengendalian vektor dan binatang pengganggu, antara lain :

a. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian kimiawi mengutamakan penggunaan pestisida sebagaimana peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut menimbulkan karacunan bagi petugas penyemprot maupun masyarakat dan hewan pemeliharaan.

Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara massal. Untuk pemberantasan nyamuk Aedes secara massal misal dengan cara melakukan fogging bahan kimia sedangkan untuk nyamuk Aedes digunakan.

b. Pengendalian Fisika

Pengendalian fisika dengan cara menitikberatkan pemanfaat iklim atau musim dan menggunakan alat penangkap antara lain : 1) Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga. 2) Pemasangan jaring.

3) Pemanfaatan sinar atau cahaya matahari.

4) Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu.

5) Pembunuhan vektor penyakit dan binatang pengganggu dengan cara menggunakan alat pembunuh.

(27)

6) Pemanfaatan arus listrik dengan umpan untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu.

7) Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari lubang.

c. Pengendalian Biologi

Pengendalian dengan cara biologis dilakukan dengan cara : 1) Memelihara musuh alaminya

Musuh alami insekta berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien untuk megurangi populasi insekta.

2) Mengurangi fertilitas insekta

Cara kedua ini dilakukan dengan cara meradiasi insekta jantan sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta betina, dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas. Pemantauan vektor panyakit dan binatang pengganggu juga dilakukan yaitu dengan cara mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan sosial ekonomi yang ada serta keadaan endemik penyakit yang ada. Oleh karena itu pemantauan keadaan endemik populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.

Oleh karena itu, parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian

(28)

luar biasa atau wabah. Parameter vektor penyakit yang dapat dipantau antara lain :

1) Indeks lalat untuk kepadatan lalat. 2) Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal.

3) Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks container, indeks rumah, dan indeks breteau (Soemirat, 2009).

8. Pekerja Vektor di Rumah Sakit

Pekerja vektor adalah tenaga profesional di bidang kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap aspek kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vektor penyakit pada kawasan rumah sakit.

Dalam menjalankan peran, fungsi, dan kompetensinya, pekerja vektor harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi, diantaranya adalah melakukan survei dengan vektor penyakit dan binatang pengganggu yang ada di rumah sakit, melakukan analisis hasil survei vektor dan binatang pengganggu, melakukan pengelolaan pembuangan tinja, mengawasi sanitasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), melakukan surveilans penyakit berbasis lingkungan, berwirausaha di bidang kesehatan pelayanan kesehatan lingkungan, melakukan itervensi teknis sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara, limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu, melakukan intervensi sosial sesuai hasil analisis sampel air,

(29)

tanah, udara, limbah makanan dan minuman, vektor dan binatang pengganggu serta mengolah klinik sanitasi (IKM FK UMI, 2013).

9. Penyakit Akibat Kerja

Dalam suatu tempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor bahaya dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja serta kecelakaan akibat kerja.

Sebagai tambahan untuk beban kerja yang merupakan beban langsung akibat pekerjaan atau beban pekerjaan yang sebenarnya, pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang menyebabkan adanya beban tambahan kepada tenaga kerja baik jasmani maupun rohaniah, Menurut Suma’mur (2009) terdapat lima penyebab beban tambahan dimaksud :

a. Faktor Fisis

Faktor fisis, meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi gelombang elektromagnetis.

b. Faktor Kimiawi

Faktor kimiawi, semua zat kimia anorganis dan organis yang ungki wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk uap, gas, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan dan atau zat padat.

(30)

c. Faktor Biologis

Faktor biologis, termasuk semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana bersel tunggal sampai dengan yang tinggi tingkatannya.

d. Faktor Fisiologis atau Ergonomis

Faktor fisiologis atau ergonomis yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.

e. Faktor Mental dan Psikologis

Faktor mental dan psikologis yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Integrasi pasar spasial pada harga bawang merah di tingkat grosir untuk wilayah Brebes, Tegal, Pemalang, Semarang, Salatiga, dan Surakarta dapat dianalisis menggunakan metode Vector

Perjanjian gadai pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

Yerusalem ada sebuah tembok yang disebut tembok Ratapan, tempat yang penting dan dianggap suci oleh orang Yahudi, karena di situ orang yahudi berdoa dan meratapi dosa-dosa

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan mendapatkan masih kurangnya kesiapsiagaan petugas BPBD Kota Langsa khususnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana karena masih

Begitu juga berdasarkan aspek atau indikator karakter individu siswa yakni teliti, kreatif, pantang menyerah dan rasa ingin tahu yang memperoleh kategori MB atau

zajednička obilježja dvaju ili više objekata, događaja ili pojava (uspoređivat će se hrvatske listane kompanije i europske). U empirijskom dijelu korištene su

Persamaan penelitian terletak pada format dan penyajian yang meliputi aspek teknis yaitu sinematografi, tata artistik, tata rias dan busana, tata cahaya, dan

Siti Musdah Mulia menyimpulkan bahwa ayat ini bukan ayat yang berisi anjuran untuk poligami, melainkan lebih pada memberikan solusi agar para wali terhindar dari berbuat tidak