• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANPA ROKOK DI RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANPA ROKOK DI RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

13

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANPA ROKOK DI RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO

Hessya Rianny Muliku*, Bobby Polii*, Veronica Kumurur* *Program Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK

Merokok dan paparan lingkungan asap tembakau (ETS) berkaitan erat dengan penyebab timbulnya penyakit hampir setiap organ tubuh, termasuk kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit ginjal dan diabetes tipe 2. Kawasan tanpa rokok adalah tempat di mana orang-orang tidak diizinkan untuk merokok di tempat tertentu, termasuk tempat-tempat umum, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat transportasi, taman bermain anak, tempat ibadah dan tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan kawasan tanpa rokok di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dengan delapan informan. Informan utama adalah direktur Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado, dokter spesialis, pekerja kesehatan dan lima pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado belum berjalan dengan baik karena ada beberapa pengunjung yang merokok di lingkungan rumah sakit, dan hal ini karena kurangnya fasilitas “smoking area" yang merupakan fasilitas utama dalam penerapan di area bebas rokok. Selain itu, karena kurangnya pelaksanaan ketegasan dalam melakukan kebijakan, oleh kurangnya sanksi tegas, maka tidak dapat memberikan efek jera terhadap para pelanggar aturan yang membuat pelaksanaan kebijakan ini dianggap tidak berjalan dengan baik.

Kata Kunci: Analisis, Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Rumah Sakit ABSTRACT

Smoking and exposure to environmental tobacco smoke (ETS) has been causally linked to diseases of virtually every organ of the body, including cancer, cardiovascular disease, respiratory disease, kidney disease and Type 2 diabetes. Non-smoking Area is a place where people are not allowed to smoke in the area, including the public areas, educational facilities, health care facilities, transportation places, children's playground, worship place and workplace. This research aims at determining the development of Smoke-Free Area in Robert Wolter Monginsidi Hospital, Manado. This research uses a qualitative research method and technique of sampling is conducted using purposive sampling with eight informants. The main informant is the director of Robert Wolter Mongisidi Hospital Manado, a specialist, a health worker and five visitors. The results showed that the implementation of smoke-free area policy in Robert Wolter Mongisidi Hospital Manado has not run well yet because there are some visitors who smoke in the hospital environment, it is due to the lack of "smoking area" building which is the main facility in the application of non-smoking Area. In addition, due to lack of implementer firmness in conducting the policy, by the lack of sanctions firmness, then it cannot provide a deterrent effect against violators of the rules which makes the implementation of these policies is considered not going well.

(2)

14 PENDAHULUAN

Masalah merokok saat ini telah menjadi masalah serius berbagai negara di dunia, karena sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu ada juga masalah kebiasaan merokok di tempat umum, masalah kebiasaan ini akan sangat mengganggu kenyamanan orang-orang yang ada disekitarnya serta dapat memengaruhi kesehatan juga. Hal ini terjadi karena rokok yang terbakar menghasilkan asap sampingan sebanyak 2 kali lipat lebih banyak dari pada asap utama serta mengandung kadar bahan-bahan berbahaya yang juga lebih tinggi.

Terlalu banyak dampak buruk yang diakibatkan masalah kebiasaan merokok, tidak hanya akan berdampak pada kesehatan tetapi juga berdampak pada masalah ekonomi. Baik itu dampak ekonomi dari biaya konsumsi pembelian rokok ataupun dampak ekonomi yang disebabkan oleh biaya pengobatan kesehatan karena penyakit akibat merokok (Jaya, 2009).

Ditinjau dari aspek kesehatan tidak kurang dari 70 ribu artikel ilmiah yang menyebutkan bahwa merokok membahayakan kesehatan, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Kebiasaan merokok kini merupakan penyebab kematian 10 persen penduduk dunia. Artinya, satu dari sepuluh penghuni bumi kita meninggal akibat asap rokok (Aditama, 2006).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2010) jumlah kematian terkait rokok diperkirakan sebanyak 190.260 kasus. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia adalah negara ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia, setelah China dan India. Prevalensi perokok aktif usia lebih dari 15 tahun di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 34,7%.

Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan tahun 2010, di indonesia tercatat perokok aktifsebesar 34,7%. Artinya, sepertiga orang Indonesia adalah perokok aktif. Yang mengkhawatirkan prevalensi merokok penduduk dewasa yang berusia antara 15 hingga 19 tahun makin meningkat tajam. Pada 1995 perokok remaja masih sekitar 7,1%, namun pada 2007 angkanya melonjak lebih dua kali lipat menjadi 18,8%. Peningkatan prevalensi perokok ini tidak mengherankan, karena Indonesia adalah salah satu negara yang paling diincar industri rokok.

Provinsi Sulawesi Utara menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 memiliki proporsi perokok sebesar 24,6 persen, namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan dengan jumlah proporsi perokok sebesar 28,2 persen. Tanpa adanya upaya pengendalian maka diperkirakan jumlah proporsi perokok di Sulawesi Utara akan terus semakin meningkat.

(3)

15 Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau penggunaan rokok. Dalam upaya mewujudkan Indonesia sehat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/Menkes/PB/I/2011 No. 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok untuk menyempurnakan peraturan-peraturan sebelumnya (Permenkes, 2011).

Langkah-langkah dalam pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diantaranya adalah : analisis situasi, pembentukan komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan, pembuatan kebijakan, penyiapan infrastruktur, sosialisasi penerapan KTR, penerapan KTR, pengawasan dan penegakan hukum serta pemantauan dan evaluasi.

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan sudah seharusnya memiliki lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk bebas dari asap rokok. Namun nyatanya masih sering dijumpai orang-orang merokok di lingkungan rumah sakit. Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta bebas dari asap rokok maka pemerintah melalui Undang-Undang No.44 tentang Rumah Sakit tahun 2009, yaitu pada

pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok, yang bertujuan untuk melindungi kesehatan orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit (perokok pasif) dari dampak buruk kebiasaan merokok dan gangguan asap rokok serta untuk menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat dan bebas dari asap rokok (UU RI No.44, 2009).

Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado merupakan sebuah lembaga pelayanan kesehatan untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Manado pada khususnya dan Provinsi Sulawesi Utara pada umumnya. Untuk itu diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit salah satunya pada ruang lingkup kesehatan lingkungan berupa pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hal ini berdasarkan Undang-Undang No.44 Rumah Sakit tahun 2009 pasal 29 ayat 1 dimana sudah seharusnya setiap rumah sakit menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok sehingga dapat melindungi orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit dari dampak buruk kebiasaan merokok dan gangguan asap rokok.

(4)

16 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif di Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Manado. Waktu pelaksanaan mulai bulan Oktober sampai Desember 2016 yang meenjadi informan berjumlah 8 orang yaitu : Direktur Utama, Wakil Direktur, Kepala Humas, Kepala Sanitasi Lingkungan, dan Komite Medik.Dalam penelitian ini instrumen atau alat yang digunakan ialah pedoman wawancara mendalam, alat perekam (recorder) dan kamera digital dengan teknik pemeriksaan triangulasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Situasi

Hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa analisis situasi informan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado di mana informan menyatakan bahwa dalam menerapkan peraturan sudah berjalan bagus dimana semua peraturan dan papan petunjuk larangan merokok di dalam rumah sakit selalu memberitahukan kepada pengunjung agar mau mematuhi peraturan yang di keluarkan oleh pihak rumah sakit, serta hasil observasi menyatakan bahwa keputusan tersebut untuk menerapkan KTR karena diarahkan oleh pimpinan rumah sakit ingin rumah sakit ini mencerminkan citra nama yang baik dalam menerapkan standar precaution yang baik dan benar,

sehingga rumah sakit bisa menerima penilaian baik dari hasil akreditasi yang sedang berjalan hingga saat kini.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan peraturan yang sudah lama diterapkan di rumah sakit, namun belum tersosialisasikan dan terlaksana dengan baik, sehingga diperlukan sosialisasi dan dukungan dari semua pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Pengunjung yang berada di dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sangat diperlukan dalam menilai kepatuhannya serta memperlihatkan sejauhmana penerapan KTR di ruamh sakit agar karyawan dan pengunjung mematuhi peraturan yang dikeluarkan rumah sakit.

Hasil penelitian diperoleh bahwa rumah sakit telah menerapkan peraturan pelarangan merokok di dalam rumah sakit. Peraturan larangan merokok ini dibuat sejak bulan Februari 2010, dan dengan adanya persiapan akreditasi rumah sakit maka lima dasar akreditasi juga sejalan dijalankan larangan merokok dalam rumah sakit, di mana pengelola pertama memasang papan peringatan dilarang merokok kemudian menindaklanjuti artinya melarang dan menegur serta memberikan sanksi bila pengunjung tidak mematuhi peraturan yang dibuat pihak rumah sakit bahkan diusir keluar.

Rahajeng (2015) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Penerapan

(5)

17 Kawasan Tanpa Rokok Terhadap Penurunan Proporsi Perokok di Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali dengan penelitian kuantitatif diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terhadap proporsi perokok di DKI Jakarta dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,003, artinya tidak terjadi penurunan kesadaran masyarakat DKI Jakarta dengan adanya peraturan larangan merokok, sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah tidak mampu menanggulangi pengurangan masyarakat merokok.

Saptorini dan Fani (2013), menjelaskan bahwa penentu kebijakan adalah pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/guru/dosen/ siswa) terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

Hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa analisis situasi informan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado di mana informan menyatakan bahwa dalam menerapkan peraturan sudah berjalan bagus dimana semua peraturan dan papan petunjuk

larangan merokok di dalam rumah sakit selalu memberitahukan kepada pengunjung agar mau mematuhi peraturan yang di keluarkan oleh pihak rumah sakit, serta hasil observasi menyatakan bahwa keputusan tersebut untuk menerapkan KTR karena diarahkan oleh pimpinan rumah sakit ingin rumah sakit ini mencerminkan citra nama yang baik dalam menerapkan standar precaution yang baik dan benar, sehingga rumah sakit bisa menerima penilaian baik dari hasil akreditasi yang sedang berjalan hingga saat kini.

Analisis situasi merupakan suatu prosedur yang ditetapkan oleh seluruh pihak dan sifat peraturan yang dikeluarkan tersebut harus dipatuhi. Namun peraturan yang dibuat tersebut selalu dilanggar oleh perokok seolah-olah tidak jera akan peraturan yang dibuat oleh pemerintah, bahkan tidak ada rasa peduli terhadap peraturan yang dikeluarkan. Seharusnya peraturan yang dibuat masih kurang adanya ketegasan yang mampu membuat jera bagi perokok agar menyadarinya akibatnya dan bila perlu diberikan sanksi bagi pelaggar peraturan tersebut.

2. Pembentukan Komite atau Kelompok Penyusunan KTR Hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa menurut pendapat informan mengenai pembentukan komite atau kelompok

(6)

18 penyusunan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado di mana informan menyatakan bahwa mengenai penyampaian KTR belum pernah dibicarakan kepada karyawan yang mewakili perokok dan bukan perokok, dan pihak rumah sakit pernah menyampaikan maksud, tujuan, dan manfaat KTR saat pelaksanaan apel pagi dan sore hari dalam rangka menuju akreditasi dan dalam apel tersebut pimpinan mengatakan bahwa merokok itu sangat merugikan sekali bagi kesehatan.

Soetjipto (2012) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kebijakan Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa pembentukan komite Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah disampaikan oleh seluruh pihak melalui kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Namun bagi masyarakat setempat tidak menghiraukan peraturan tersebut dan masyarakat sama sekali tidak peduli denghan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena masyarakat sudah sangat melekat dengan kebiasaan merokok setiap hari dan masyarakat telah merasa seperti

kecanduan merokok yang banyak mengandung nikotin.

Saptorini dan Fani (2013), menjelaskan bahwa pihak pimpinan

mengajak bicara

karyawan/guru/dosen/siswa yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk :

a. Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat Kawasan Tanpa Rokok.

b. Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok.

c. Meminta masukan tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

d. Menetapkan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya. e. Membahas cara sosialisasi yang

efektif bagi karyawan/guru/dosen/ siswa.

f. Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Pemberitahuan penertiban Kawasan Tanpa Rokok seharusnya disampaikan kepada seluruh lapisan yang terkait permasalahan dalam wilayah kerjanya. Hal tersebut sangat menunjang kelancaran penertiban kepatuhan pengunjung selalu

(7)

19 menghormati segala peraturan yang ditetapkan oleh pihak rumah sakit, sedangkan rumah sakit kini sedang giatnya meningkatkan akreditasi yang lebih baik ke depan, maka segala peraturan sudah sepantasnya wajib dipatuhi.

3. Pembuatan Kawasan Tanpa Rokok

Hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa menurut pendapat informan mengenai pembuatan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado di mana informan menyatakan bahwa pihak rumah sakit belum membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara pelaksanaannya. Semua prosedur yang dijalankan hanya sesuai SOP saja, dan rumah sakit belum menjalankan prosedur yang ada, namun akan disesuaikan sambil berjalan bila ada.

Penelitian Ingan (2016) dengan judul Implementasi Peraturan Gubernur Nmor 1 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjaranie Kota Samarinda menggunakan analisis kualitatif diperoleh hasil bahwa masih jauh efektif karena tergolong rendahnya tingkat pengawasan yang dilakukan tim satgas anti rokok dalam mengawasi Kawqsan Tanpa Rokok. Hal tersebut terlihat banyaknya pelanggaran yang

terjadi pada setiap harinya dan belum adanya kebijakan kuat untuk mengatur ketertiban peraturan Kawasan Tanpa Rokok di rumah sakit sebagai tempat pelayanan pasien.

Saptorini dan Fani (2013), berpendapat bahwa beberapa peraturan yang telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam pengembangan Kawasan Tanpa Rokok yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 yang tercantum jelas didalamnya dan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat kerja dan Sarana Kesehatan sangat dilarang.

Kebijakan Hasil Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum baik di daerah maupun diperkotaan sudah sepantasnya wajib dijalankan sepenuhnya. Kebijakan pembuatan KTR yang dijalankan di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado berjalan maksimal dikarenakan pihak pimpinan rumah sakit belum membuat prosedur yang baku agar seluruh petugas wajib turut mendukung perencanaan penertiban KTR dan memiliki kesadaran bahayanya merokok di rumah sakit yang dapat menyebabkan penyakit dan merugikan seluruh pasien lainnya serta memberikan contoh yang tidak baik.

(8)

20 4. Penyiapan Infrastruktur

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan informan maka hasilnya diungkapkan bahwa penyiapan infrastruktur untuk Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di RSU Tingkat III R.W.

Mongisidi Manado belum

mempersiapkan surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas KTR, namun hanya masih dalam perencanaan saja, dan belum adanya instrumen pengawasan, serta belum pernah diberi materi sosialisasi tentang penerapan

KTR namun masih akan

dipertimbangankan kembali. Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok telah dilakukan sejak awal dan sangat banyak hampir diletakkan disetiap ruangan yang ada di dalam rumah sakit, dan pihak rumah sakit belum menerapkan pelatihan bagi pengawas KTR.

Nugroho (2015) melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta bahwa telah tersedia plakat informasi KTR yang berfungsi untuk menginformasikan pentingnya bahaya merokok dan pelarangan merokok di sembarangan tempat. Selain tersedianya Klinik Berhenti Merokok (KBM) dan

smoke free area. Peneliti juga

memperoleh laporan bahwa telah

tersedianya Surat Keputusan Larangan merokok namun masyarakat dan mahasiswa serta dosen juga tidak mematuhi peraturan yang telah tetapkan tersebut.

Azkha (2013) mengatakan bahwa ketersediaan darana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan program terkait kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada dasarnya sangat dibutuhkan. Fasilitas yang dibutuhkan antara lain dalam bentuk pengadaan media promosi seperti baliho, spanduk, stiker, billboard, serta atribut-atribut. Peraturan dan kebijakan yang berlaku juga perlu dicantumkan pada papan iklan tersebut untuk dipahami dan dimengerti seluruh masyarakat yang melintasinya.

Penerapan prosedur dengan perencanaan yang matang dalam menyiapkan infrastruktur berupa saran dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan program terkait kebijakan KTR sudah memadai, namun untuk pelaksanaan di bagian unit tertentu belum dapat menggantikan iklan dan promosi rokok dengan iklan lainnya. Sarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Penyiapan infrastruktur dalam hal sarana dan prasarana harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

(9)

21 5. Sosialisasi Penerapan KTR

Hasil wawancara dengan informan di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado diperoleh bahwa informan belum pernah melakukan sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan internal bagi karyawan dan sampai saat ini belum pernah dilakukan sosialisasi pemberian tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanan KTR. Karena menurut informan semuanya itu akan dibuat nantinya.

Penelitian Nugroho (2015) memperoleh hasil penelitian bahwa sosialisasi keputusan SK yang dikeluarkan oleh Dekan Nomor 928/KET/XII/2007 kepada seluruh Civitas Akaemika FIK UMS menjadi hal yang mutlak harus dilakukan, sebab adanya sosialisasi ini berguna untuk pendekatan kepada mahasiswa dan dosen agar dapat menerima dan mendukung Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan kampus. Hasil sosialisasi mengenai larangan merokok di kampus berupa adanya plakat yang berada di tempat strategis seperti di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Azkha (2013) tentang Studi Efektifitas Penerapan Kebijakan Perda Kota tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat Tahun 2013

yang mengungkapkan bahwa sosialisasi mengenai penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Padang telah dilaksanakan melalui berbagai media televisi, radio, dan dialog. Dengan melakukan sosialisasi melalui media televisi, radio, dan dialog tersebut diharapkan masyarakat dapat mengakses dengan mudah informasi mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Padang.

Nugroho (2015) mengatakan bahwa pemasangan poster maupun leaflet di tempat umum mengenai edukasi bahaya merokok perlu ditempel pada tempat yang strategis, di mana sebagai pusat bagi seluruh kalangan usia yang melalui jalur umum serta menempatkan waktu sebagai tempat istirahat berkumpul (Public Space) di lingkugan terbuka, sebab informasi bahaya rokok tersebut akan cepat meluas dan efektif dalam penyampaiannya kepada khalayak orang ramai sekaligus sebagai tempat diberi media promosi kesehatan kepada masyarakat umum.

Alasan memberikan sosialisasi kepada masyarakat umum di area terbuka agar masyarakt mengetahui pentingnya menjaga dan meningkatkan kesehatan bagi tubuh agar tidak mendapatkan penyakit di usia muda. Kegiatan sosialisasi yang diberikan tersebut juga memberikan manfaat

(10)

22 kepada agar masyarakat mampu menciptakan kedisiplinan untuk menghormati orang lain yang tidak merokok (perokok pasif).

6. Penerapan KTR

Hasil wawancara dengan informan di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado diperoleh bahwa informan sudah pernah menyampaikan pesan KTR kepada pasien atau pengunjung (poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara, dan lain sebagainya) di setiap ruangan melalui petugas. Informan mengatakan pihak rumah sakit menyediakan tempat untuk bertanya di bagian piket lewat kotak saran. Informan lain ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan KTR di rumah sakit dilakukan cukup dengan peneguran melarang merokok di dalam kawasan rumah sakit.

Azkha (2013) melaporkan hasil penelitian terhadap penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bahwa penerapan KTR dapat membatasi ruang gerak perokok aktif, ini juga membuat perokok akhirnya berusaha berhenti merokok. Dampak yang lebih penting adalah makin luasnya perlindungan terhadap perokok pasif. Namun dengan adanya KTR sekarang ini masih belum dapat menurunkan perokok aktif.

Ingan (2016) memperoleh hasil penelitiannya bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Kota Samarinda belum berjalan secara maksimal juga terindikasi dari tingkat kesadaran masyarakat akan larangan merokok tersebut belum bisa dicegah secara langsung dari pihak terkait. Konsekuensi akan merokok bukan pada tempatnya akan memberikan dampak buruk terhadap pasien yang berada di sekitar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Kota Samarinda.

Purwanto dan Sulistyastuti (2012) mengatakan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dapat membatasi ruang gerak perokok aktif, ini juga membuat perokok akhirnya berusaha berhenti merokok. Dampak yang lebih penting adalah makin luasnya perlindungan terhadap perokok pasif. Namun dengan adanya penerapan KTR sekarang ini masih belum sepenuhnya dapat menurunkan perokok aktif. Padahal perokok pasif masih butuh perlindungan hukum untuk memperoleh kesehatan mutlak sepenuhnya dalam kehidupannya.

Pelaksanaan kebijakan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tidak terlepas dari komitmen Pimpinan Rumah Sakit, bentuk komitmen itu terlihat dari kegiatan pemantauan secara

(11)

23 rutin, dan memberikan teguran kepada warga yang tidak mengindahkan peraturan tersebut, seperti di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado telah menerapkan KTR dengan melarang aanya merokok di dalam kawasan area rumah sakit, bahkan juga sudah menunjuk ke seluruh bagiannya masing-masing untuk terutama karyawan agar tidak merokok di dalam rumah sakit, walaupun juga didapatkan masih adanya yang merokok, meski beberapa kali petugas pihak rumah sakit sering memberikan teguran terutama pada malam hari.

7. Pengawasan dan Penegakan Hukum

Hasil wawancara dengan informan di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado diperoleh bahwa informan mengatakan pengawas KTR belum melakukan tindakan mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang ada, namun hanya memberikan peneguran peringatan saja, namun informan lain mengatakan bahwa pelanggaran berat langsung diproses secara hukum sesaui sanksi yang berlaku. Informan juga mengatakan bahwa pimpinan rumah sakit belum memberlakukan pelaporan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan daerah yang ditunjuk oleh pihak

pemerintah daerah setempat, baik diminta atau tidak.

Hasil penelitian Nugroho (2015) diperoleh bahwa informan mengatakan pelaksanaan monitoring peraturan KTR berupa adanya pengawasan terhadap seluruh mahasiswa dan dosen, bagi yang terbukti merokok di lingkungan kampus, maka akan mendapat teguran oleh pimpinan atau yang berwenang ditunjuk menjadi tim penegak disiplin. Hal ini juga menjadi salah satu bukti komitmen pimpinan kampus dalam memerangi perokok di lingkungan kampus.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Azkha (2013) bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Payakumbuh di dukung penuh oleh Walikota setempat dengan adanya sanksi teguran langsung bagi warga yang kedapatan merokok di tempat umum. Walikota Payakumbuh membuka layanan laporan warga melalui SMS (Short Massage Service) dan inspeksi langsung di tempat umum. Selain itu, bila kedapatan masyarakat yang merokok di tempat umum seperti tempat ibadah, rumah makan, tempat ibadah, gedung besar, gedung pembelanjaan atau Mall, gedung sekolah umum, dan angkutan umum serta tempat tertutup lainnya, maka langsung diproses secara hukum yang berlaku sesuai Peraturanm Gubernur di Kota Padang dengan dikenai denda sebesar

(12)

24 500 ribu rupiah dan penahanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang akan diambil di Kantor Gubernur, dan jika melakukan perlawanan terhadap petugas pemeriksa maka akan diproses secara hukum yakni hukuman penjara.

Pos (2009), mengatakan bahwa salah satu strategi merubah perilaku seseorang yaitu dengan cara menggunakan kekuatan atau kekuasaan, misalnya dengan mengeluarkan peraturan yang telah disepakati untuk dipatuhi bersama sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak setempat atau pemerintah setempat. Sesuai Peraturan Walikota Manado Nomor 5 tahun 2013 tentang Pelarangan Merokok di Wilayah Rumah Sakit dan Puskesmas, merupakan peraturan yang telah dikeluarkan sejak lama, namun masyarakat tetap saja tidak pernah mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah dan selalu menyalahkan pemerintah. Paahal memang merokok difasilitas milik pemerintah apalagi di area pelayanan umum sangat tidak diizinkan oleh pemerintah (Anonim, 2013).

Siregar (2015) berpendapat bahwa di dalam Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011, Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok, kurang dijelaskan secara jelas mengenai sanksi

yang diberikan. Namun dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dijelaskan mengenai ketentuan pidanayang telah disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana yang telah dimaksudkan pada pasla 115, maka akan dikenakan pidana atau didendakan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pemberian sanksi di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) rumah sakit yang tidak sesuai dengan himbauan kebijakan pihak rumah sakit dikarenakan dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan rumah sakit mengenai larangan merokok tersebut tidak tertulis bentuk sanksi yang diberikan ketika pengunjung maupun karyawan yang terbukti merokok di dalam area rumah sakit, dan belum adanya petugas khusus yang dibentuk untuk membahas pengembangan KTR di rumah sakit ini serta pada awal diusulkannya larangan merokok oleh pimpinan rumah sakit masih sebatas pembahasan advokasi untuk pengadaan sesaui surat keputusan rumah sakit saja serta memberikan plakat informasi di dalam rumah sakit ini.

8. Pemantauan dan Evaluasi

Hasil wawancara dengan informan di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W.

(13)

25 Mongisidi Manado diperoleh bahwa informan mengatakan pimpinan rumah sakit telah membuat dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Namun pimpinan rumah sakit belum melakukan penyesuaian terhadap masalah kebijakan baru dalam rumah sakit, bila diberikan maka akan dijalankan prosedurnya. Untuk saat kini yang dijalankan hanya pemantauan harian saja dan yang lainnya hanya disesuaikan saja. Di sisi lain sebagian informan berkata bahwa dahulu pernah dilaksanakan 3 tahun yang lalu, namun kini sudah tidak dilaksanakan lagi.

Azkha (2013) memperoleh hasil penelitian bahwa hasil monitoring di Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuh sudah membentuk tim monitoring yang bertugas untuk melakukan inspeksi dan pembinaan kepada lokasi yang dijadikan sebagai KTR, sedangkan di Kota Padang monitoring belum berjalan maksimal. Karena adanya kesibukan masing-masing petugas untuk melaksanakan penyelesaian program pokoknya. Tahapan evaluasi Perda dilakukan dengan melaksanakan survey efektivitas Perda yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota yang bekerjasama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat

dan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Ingan (2016) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan public. Oleh karena itu, evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai sesuatu atas “fenomena” di dalamnya terkandung pertimbangan nilai (value judgement) tertentu. Evaluasi dan pemantauan merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau sasaran (target) kebijakan publik yang ditentukan. Hasil pemantauan evaluasi dari kebijakan publik tidak hanya untuk melihat hasil (outcome) atau dampak (impact), akan tetapi dapat pula untuk melihat bagaimana proses pelaksanaan suatu kebijakan dilaksanakan.

Dalam proses pemantauan dan evaluasi hasil pengawasan dari Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado masih tergolong berada dibawah standar yang telah ditentukan sebagaimana yang tertera dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit dan sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran yang

(14)

26 terjadi pada setiap harinya, masalah tersebut sangat erat kaitannya dengan lemahnya intensitas pengawasan yang dijalankan oleh pihak rumah sakit itu sendiri. Kurang efektifnya pemantauan dan evaluasi hasil pengawasan oleh petugas di rumah sakit mengakibatkan masyarakat cenderung terbiasa merokok di lingkungan rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan petugas maupun pegawai yang termasuk dalam tim satgas anti rokok bahkan ataupun pengunjung sangat lengah dalam melakukan pengawasan serta dipengaruhi lingkungan yang labil di Rumah Sakit Umum Tingkat III R.W. Mongisidi Manado yang sangat luas dan besar lingkungannya, sehingga sulit menjangkau sudut-sudut yang menjadi tempat pelarian para perokok untuk mencari aman menghindari dari petugas rumah sakit.

KESIMPULAN

1. Analisis situasi telah menerapkan pelarangan merokok di rumah sakit melalui papan peringatan sejak masuk pintu depan rumah sakit, dan peraturan pelarangan sudah dibuat sejak lama, dimana hal tersebut dibuat untuk persiapan akreditasi rumah sakit.

2. Pembentukan komite atau kelompok penyusun Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari pihak rumah sakit belum

pernah mengajak karyawan yang mewakili perokok untuk dinasehati, namun sudah pernah menyampaikan maksud, tujuan, dan manfaat pembentukan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

3. Pihak rumah sakit belum melakukan kebijakan yang jelas tujuan dan cara pelaksaannya pembuatan KTR, namun hanya berdasarkan SOP yang berjalan selama ini, dan belum ada komite yang dijalankan di rumah sakit.

4. Dalam hal penyiapan infrastruktur, pihak rumah sakit belum mempersiapkan surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas KTR, dan belum ada instrumen pengawasan, serta belum pernah diberi materi sosialisasi tentang penerapan KTR. Saat kini yang ada hanya pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok di dalam rumah sakit, dan pihak rumah sakit belum menerapkan pelatihan bagi pengawas KTR. 5. Sosialisasi penerapan KTR di

lingkungan internal bagi karyawan belum dilakukan hingga saat kini, dan belum pernah dilakukan sosialisasi tugas dan pelaksana penanggung jawab dalam pelaksanaan KTR.

6. Penerapan KTR dalam penyampaian

(15)

27 pasien/pengunjung untuk saat kini hanya melalui spanduk peringatan yang sudah ditempel saja, dan di rumah sakit sudah tersedia tempat untuk bertanya melalu ruang piket dan petugas yang tersedia.

7. Pengawasan dan penegakan hukum dalam mencatat KTR, pengawas belum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang ada, namun hanya dengan cara peneguran saja, dan pihak rumah sakit belum memberlakukan pelaporan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan daerah yang ditunjuk oleh pemerinth daerah setempat, baik diminta atau tidak. 8. Pemantauan dan evaluasi hanya

dilakukan secara interen dan dilakukan secara berkala tentang kebijakan yang dilaksanakan, dan belum pernah dilakukan penyesuaian terhadap masalah kebijakan yang ada saat kini.

SARAN

Perlu adanya peningkatan mutu pelayanan khususnya mampu memberikan perhatian yang tinggi terhadap kenyamanan pasien dan pengunjung lainnya yang datang berkunjung di Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado terhadap penerapan KTR melalui pembentukan peraturan yang lebih ketat dan jera bagi

pelanggar peraturan tersebut agar perokok aktif tidak sembarangan merokok di sembarangan tempat seperti di rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif. Hal ini berimplikasi pada kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Y, dkk. 2006. Global Youth Tobacco Survey (GYTS)

Indonesia. Department of

Pulmonology & Respiratory Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia. Jakarta. Anonimous, 2005. Healthcare

Associated Infection (HAI). World Health Organization. Jeneva.

Anonimous, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Kemenkes RI. Jakarta.

Anonimous, 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonimous, 2011. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri

(16)

28 Dalam Negeri RI No. 188 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

Anonimous, 2011. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit RSCM. Laporan Data HAI Tahun 2011. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo 2011. Jakarta. Anonimous. 2013. Peraturan Walikota

Manado Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pelarangan Merokok di Wilayah Rumah Sakit dan Puskesmas. Dinas Walikota Manado. Manado.

Anonimous, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta.

Anonimous. 2016. Profil Rumah Sakit. Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi. Manado.

Azkha, N. 2013. Studi Efektifitas Penerapan Kebijakan Perda Kota tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat Tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol.2(4):171-179.

Ingan, F.A. 2016. Implementasi Peraturan Gubernur Nmor 1 Tahun 2013 tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjaranie Kota Samarinda. Samarinda. Ejournal Ilmu Pemerintahan. Vol.4(1):500-514. Jaya, M. 2009. Pembunuh Berbahaya Itu

Bernama Rokok. 1st ed. Yogyakarta: Riz’ma.

Nugroho, P.S. 2015. Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Purwanto, E.A., dan D.R. Sulistyastuti.

2012. Implementasi Kebijakan Publik : Konsep an Aplikasinya di Indonesia. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

Rahajeng, E. 2015. Pengaruh Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Terhadap Penurunan Proporsi Perokok di Provinsi DI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyokarta, dan Bali. Penelitian Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Saptorini, K.K., dan T. Fani. 2013. Tingkat Partisipasi Mahasiswa dalam Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Laporan Penelitian

(17)

29 Dosen. Fakultas Kesehatan. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.

Siregar, E.P. 2015. Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soetjipto, P. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kebijakan Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah aplikasi WebGIS yang berisi data informasi tempat kos serta website dengan alamat tembalangkost.com yang berisi

[r]

 Bisa mencakup kegiatan yang merupakan bagian dari proses perangkat lunak, produk perangkat lunak, dan peran orang yang terlibat pada.. rekayasa perangkat lunak

Di BP/RB Queen Latifa berdasarkan karakteristik pendapatan, pendidikan, maupun umur tidak didapatkan responden dengan tingkat pengetahuan USG kategori rendah hal ini

Dari hasil yang didapatkan menunjukkan penambahan canard menyebabkan penundaan terjadinya pusaran pada sudut serang yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah karakteristik tabungan iB Hasanah, bagaimana perkembangan dari tabungan iB Hasanah tersebut, bagaimana strategi pemasaran

menyuruh siswa untuk memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai

Dalam penelitian ini akan diterapkan metode Direct synthesis untuk perancangan dan tuning parameter kontroler Proportional Integral (PI) dalam pengendalian level