• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pernyataan di atas tertera bahwa pada zaman Jomon, Jepang dihuni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam pernyataan di atas tertera bahwa pada zaman Jomon, Jepang dihuni"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang

Bagi masyarakat Jepang, beras memiliki makna yang penting lebih dari sekedar makanan pokok. Secara simbolik, beras memasuki banyak aspek kehidupan dan kebudayaan di Jepang. Beras diperkenalkan ke Jepang pada zaman

Jomon.1 Itu terbukti dari pernyataan berikut,

“In the Jomon era, Japan was populated with people for whom hunting, and gathering, as well as sophisticated fishing, were most important. However, it is becoming clear that during the later part of the Jomon era, agriculture was practised. New finding suggest that rice some other crops,

such chestnut, were cultivated during the Jomon era in Japan.”2

Terjemahan:

“Dalam periode Jomon, Jepang dihuni oleh orang-orang yang berburu,dan berkumpul, serta yang paling penting berpengalaman dalam memancing. Akan tetapi, selama bagian akhir Jomon, hal itu menjadi jelas bahwa pertanian mulai dipraktekkan. Temuan baru menunjukkan bahwa tanaman padi dan beberapa tanaman lain seperti kacang-kacangan dibudidayakan selama periode Jomon di Jepang. ”

Dalam pernyataan di atas tertera bahwa pada zaman Jomon, Jepang dihuni oleh masyarakat yang hidup dengan berburu, dan berkumpul serta memancing. Pada akhir zaman Jomon, padi mulai dibudidayakan. Temuan tersebut

1 Periode tahun 14.000-400 SM.

2 Masahiro Nakagawara, dkk, Rice Genetic Resources: History, Conservation, Investigative

(2)

menunjukkan bahwa tanaman padi dan beberapa tanaman lainnya seperti buah berangan3 dibudidayakan pada zaman Jomon di Jepang.

Rute awal pengenalan beras belum ditetapkan secara jelas. Namun terdapat hipotesis bahwa beras diperkenalkan melalui Semenanjung Korea ke Jepang. Selain itu beras pada zaman Jomon ditemukan di Hokuriku. Akan tetapi bukti paling awal budaya irigasi beras telah ditemukan di Kyushu, dan ini mendukung hipotesis bahwa beras diperkenalkan dari cekungan sungai Yangtze. Hal ini menandakan bahwa beras diperkenalkan ke Jepang beberapa kali melalui rute yang berbeda.4

Setelah beras masuk ke Jepang, masyarakat Jepang mulai mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Beras yang secara terus-menerus dikonsumsi akhirnya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk lainnya. Dengan perkembangan beras seperti itu, budaya Jepang juga semakin berkembang. Salah satu hasil produk dari pengolahan beras adalah minuman beralkohol. Minuman beralkohol telah menjadi bagian hidup masyakarat Jepang.

Minuman beralkohol khas Jepang terkenal dengan sebutan O-sake. Kata sake dalam bahasa Inggris mengacu pada minuman beralkohol Jepang yang terbuat dari fermentasi beras. Dalam bahasa Jepang kata sake digunakan untuk menyebut minuman beralkohol secara keseluruhan.5

3 dalam kamus bahasa Indonesia (1995: 120) berarti pohon termasuk suku Fagaceae yang berdaun

tunggal, bagian atas daunnya berwarna hijau berkilat dan bagian bawahnya putih keperak-perakan, bunganya berkelompok, buahnya agak bulat dan berduri

4 Masahiro Nakagahra,dkk, Rice Genetic Resources: history, conservation, investigative

characterization and use in Japan. 1997, hlm. 69.

(3)

Sake sendiri sering disebut Nihonshu dalam masyarakat Jepang. Hal ini dilakukan untuk membedakan minuman beralkohol yang berasal dari luar Jepang seperti beer , wine, atau whiskey yang sering disebut dengan youshu.6

Sake merupakan salah satu wujud dari budaya. Hal ini dikarenakan bahwa wujud budaya terdiri dari tiga macam. Koentjaraningrat menyebutkan bahwa terdapat tiga macam wujud budaya dari kebudayaan itu, antara lain pertama berupa sistem budaya. Pada tahap ini wujud kebudayaan bersifat abstrak karena berkaitan dengan ide-ide (gagasan), nilai-nilai, dan norma-norma yang mengikat pada masyarakat pendukungnya. Wujud kedua adalah sistem sosial, yaitu keseluruhan aktivitas dan tindakan manusia yang berpola dalam masyarakat pendukungnya. Aktivitas sosial dapat diperinci dalam tahap-tahap. Tahap pertamanya diperinci dalam berbagai kompleks sosial, kemudian tiap kompleks sosial diperinci lagi dalam tindakan-tindakan. Adapun wujud ketiga adalah kebudayaan fisik. Pada tingkat ini wujud kebudayaan bersifat fisik karena berkaitan dengan aktifitas manusia. Yang berupa benda-benda konkret yang tidak hanya dapat dilihat tetapi dapat diraba dan dirasakan.7

Dalam buku Japanese Sake and Shochu Makers Association, sake terbuat dari beras Jepang dan air bersih yang dikristalisasi dari teknologi pembuatan bir yang dirancang untuk menghasilkan cita rasa dan aroma buah dari beras.8 Dengan pembuatan sake yang begitu rumit maka kualitas beras yang digunakan menjadi faktor penting di dalam pembuatannya.

6 Japan Kodansha Ltd, 1983: 1300

7 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta, 2000, hlm. 74

8Japan Sake and Shochu Makers Association and National Research Institute of Brewing, A Comprehensive Guide to Japanese Sake. Japan, 2011, hlm. 2

(4)

Secara kasar, di Jepang berkembang sebanyak 270 macam jenis beras Jepang. Itu termasuk beras yang benar-benar cocok digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sake. Dengan banyaknya sake yang diproduksi maka dibutuhkan beras sake yang banyak pula.

Tabel 1.1 Daerah pembudidayaan beras sake9

Sake Rice Variety Area in ha (% of total) Main growing area

Yamadanishiki 4,781 (32.6) Hyogo, Fukuoka, Tokushima

Gohyakumangoku 4,324 (29.5) Niigata, Fukui, Toyama

Miyamanishiki 1,394 (9.5) Nagano, Akita, Yamagata

Hyogoyumenishiki 390 (2.7) Hyogo Omachi 358 (2.4) Okayama Hattan-nishiki 1 go 237 (1.6) Hiroshima Ginpu 219 (1.5) Hokaido Hanafubuki 190 (1.3) Aomori Dewasansan 177 (1.2) Yamagata Tamasakae 166 (1.1) Shiga Others 2,429 (16.5) -

Total of sake rice 14,665 (100) -

Tabel di atas merupakan gambaran daerah pembudidayaan beras sake di Jepang pada tahun 2005. Dari tabel tersebut pula dapat terlihat 10 besar jenis beras sake yang paling banyak dibudidayakan untuk pembuatan sake.

Sake adalah hal yang tidak dapat dilepas dari kehidupan masyarakat Jepang. Sake Jepang sangat identik dengan pertanian dan upacara keagamaan Shintou. Masyarakat Jepang akan mempersembahkan sake Jepang kepada para Dewa pada saat festival ataupun saat panen raya. Sake Jepang juga digunakan dalam pernikahan Jepang adat shintou.

9 lbid hal. 62

(5)

Sake biasanya dinikmati berdasarkan musim yang sedang berlangsung di Jepang. Jepang sendiri memiliki empat musim untuk menikmati berbagai macam kebudayaan dan kebiasaan yang berkaitan erat dengan sake. Pada musim semi, masyarakat Jepang akan melakukan hanami 10 sambil menikmati sake. Pada pergantian dari musim semi ke musim panas, masyarakat Jepang akan meminum natsukoshi no sake sebagai kiasan membersihkan diri dari segala perbuatan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat pada setengah tahun yang lalu.11

Pada musim gugur, masyarakat Jepang akan melakukan Tsukimi 12 sambil

menikmati sake. Pada musim dingin, masyarakat Jepang akan menikmati pemandangan bersalju sambil meminum sake hangat.13

Seiring pengkonsumsian sake yang terus menerus, sake telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sake juga telah digunakan sejak zaman dahulu hingga saat ini, misalnya untuk kepentingan ritual keagamaan. Hal itu menunjukkan bahwa sake memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan masyarakat di Jepang. Penggunaan sake yang secara terus menerus mengakibatkan sake menjadi bagian dalam kebudayaan Jepang. Suatu kebiasaan, jika dilakukan terus-menerus oleh sekelompok masyarakat maka kebiasaan itu akan menjadi budaya.

10 Dalam bahasa Jepang ditulis dengan 花見 yang artinya melihat bunga.

11 Astrid Paramita, Budaya Minum Osake sebagai Salah Satu Sarana Interaksi Sosial. 2008, hlm.

21

12 Dalam bahasa Jepang ditulis dengan 月見 yang artinya melihat bulan 13 lbid hal. 03

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu

Apa makna sake bagi masyarakat Jepang?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mendeksripsikan tentang makna sake bagi masyarakat Jepang.

1.4 Ruang lingkup

Ruang lingkup yaitu seberapa jauh peneliti akan meneliti topik dalam penulisan skripsi. Fokus penelitian ini adalah sejarah dan makna sake dalam masyarakat Jepang secara umum. Sake memiliki peran tersendiri dalam masyarakat Jepang, baik itu untuk matsuri, ataupun hanya sekedar minuman. Apabila ditemukan penjelasan tentang sake yang berdasarkan sejarah dan maknanya tidak sesuai, maka hal tersebut dianggap sudah berada di luar batas penelitian.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang berkaitan dengan tema yang diteliti. Namun, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan sake sebagai objek materialnya. Penelitian berupa tesis yang ditulis oleh Patricia Diane Yarrow pada tahun 2005 yang berjudul Image Of Japanese Sake: Snakes In The Glass. Dalam tesis ini dijelaskan tentang proses marketing sake dilihat dari sejarah

(7)

Jepang, budaya, dan agama yang nantinya memperlihatkan kualitas keunikan masyarakat Jepang.

Kedua, Penelitian tersebut berupa skripsi yang ditulis oleh Astrid Paramita K. tahun 2008 yang berjudul Budaya Minum Osake Sebagai Salah Satu Sarana Interaksi Sosial. Skripsi yang ini mengkaji tentang sake yang digunakan sebagai sarana interaksi sosial dalam masyarakat Jepang dilihat dari kerangka pemikiran uchi dan soto.

Selain penelitian dalam bentuk skripsi dan tesis, juga terdapat buku sebagai tinjauan pustaka yang berjudul A Comprehensive Guide to Japanese Sake disusun oleh Japan Sake and Shochu Makers Association and National Research Institute of Brewing pada tahun 2011. Dalam buku ini dipaparkan mengenai garis besar pembuatan sake; jenis sake dan fitur-fiturnya; metode mencicipi sake; cara menyimpan sake; pertanggung jawaban sosial, kesehatan, dan keselamatan; label

sake; faktor yang mempengaruhi jenis dan varietas; Kuramoto14 dan Touji15; dan

yang terakhir adalah sejarah sake

Dengan berfokus tinjauan di atas, penulis berusaha menjawab permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan analisa logika ilmiah terhadap semua sumber data yang terdapat di kedua bahan penelitian di atas dengan berusaha untuk tidak menjadikan penelitian ini bersifat membandingkan.

14 pabrik

(8)

1.6 Landasan Teori

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.16 Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.17

Selain itu dalam buku Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya dijelaskan bahwa kebudayaan memiliki begitu banyak pengertian. Beberapa pengertian tersebut seperti, pertama, kebudayaan dalam arti yang luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial (disosialisasikan)-tidak sekedar sebuah catatan ringkas, tetapi dalam bentuk perilaku melalui pembelajaran sosial (social learning).18

Kedua, kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa disadari, yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menurut Marcel Danesi dalam bukunya yang berjudul Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, kebudayaan adalah komunikasi simbolis. Simbolisme adalah keterampilan

16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Kedua. 1995, hlm. 131

17 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. 2000, hlm. 181

(9)

kelompok, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna dari simbol-simbol tersebut dipelajari dan disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi.19

Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-5, berarti pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.20 Jika berbicara mengenai makna, maka erat kaitannya dengan simbol. Geertz pernah mengatakan bahwa manusia merupakan binatang bersimbol sehingga dia menganalisis kebudayaan melalui pengalaman keilmuannya lalu mencocokannya dengan hukum-hukum yang berlaku, setelah itu menginterpretasi kebudayaan melalui penelusuran makna. Atas suatu perilaku manusia dapat dipandang sebagai tindakan-tindakan simbolis, seperti tekanan suara dalam percakapan, warna-warna dalam gambar, garis-garis dalam tulisan, dan irama musik, serta pola makan dan minum, yang semuanya berkaitan dengan bagaimana pola-pola budaya tersebut tersusun dalam sebuah frame.21

Sebaliknya Geertz menegaskan bahwa budaya adalah suatu dimensi yang aktif dan konstitutif dari kehidupan sosial daripada sekadar mekanisme penjamin integrasi sosial. Geertz melihat budaya sebagai “lengkungan simbolis” atau “blueprint” yang dengan seseorang bisa menciptakan dunia mereka yang bermakna dalam dua level sekaligus: emosi dan kognitif. Selama tahun 1960, Geertz memahami budaya sebagai jaringan yang sangat kompleks dari tanda-tanda, simbol-simbol, mitos-mitos, rutinitas, dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan pendekatan hermeneutis.22

19 Marcel Danesi,. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori

Komunikasi. 2004, hlm. 23

20Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1995, hlm. 619

21 via Allo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. 2002, hlm. 47-48 22 via Mudji Sutrisno dkk, Teori-Teori Kebudayaan. 2005, hlm. 212

(10)

Geertz menulis bahwa manusia adalah binatang yang diselimuti jaringan-jaringan makna yang dirajutnya sendiri. Dia membicarakan kebudayaan dalam jaringan-jaringan itu, dan karenanya analisis kebudayaan bukanlah pengetahuan eksperimental untuk mencari hukum-hukum, tetapi pengetahuan interpretatif untuk menemukan makna. Kebudayaan adalah yang mengitari kita, yang menyerbu setiap aspek kehidupan. Budaya serentak konkret dan tersebar, dalam dan dangkal.23

Selain menggunakan konsep mengenai makna seperti yang dijelaskan di paragraf sebelumnya, penulis juga menggunakan konsep pemikiran masyarakat Jepang terkait interaksinya. Konsep yang digunakan adalah konsep kombinasi antara agama dan alam yang dapat dilihat di dalam shintou.

Dalam masyarakat Jepang, agama atau yang disebut dengan shuukyou, dan alam atau disebut dengan shizen merupakan satu kesatuan unsur pedoman hidup masyarakat yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal itu dikarenakan alam dianggap sebagai manifestasi dari keberadaan tuhan tersebut.24

Kegiatan peribadatannya mengutamakan pemujaaan terhadap arwah nenek moyang dan alam lingkungannya, sehingga para penganut Shintou mempercayai banyak dewa. Mitos mengenai asal keturunan dewa keluarga kaisar pernah menjadi salah satu prinsip dasar Shintou, yang menyatakan bahwa orang Jepang adalah keturunan dewa matahari (Amaterau O-kami). Konsep ini digunakan untuk melihat seberapa penting peran sake dalam setiap ritual ataupun perayaan dalam Shintou.

23 via Mudji Sutrisno dkk, Teori-Teori Kebudayaan. 2005, hlm. 212

(11)

Kemudian penulis juga akan menggunakan konsep on dan giri dalam analisisnya. Hal tersebut digunakan sebagai landasan pemikiran penulis terhadap bentuk interaksi sosial dalam masyarakat Jepang. Seperti yang yang diketahui, interaksi antar seseorang dengan sesamanya merupakan bentuk paling dasar dalam sebuah sistem sosial. Dalam sebuah interaksi, seseorang dengan sesamanya masing-masing merupakan objek orientasi antara satu dan lainnya. Konsep ini digunakan untuk melihat bagaimana peran sake dalam interaksi sosial masyarakat Jepang.

1.7 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dan penelitian ini bersifat deskriptif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif.25 Dengan demikian, laporan penelitian akan berupa kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari journal, foto, dokumen pribadi, catatan atau memo, angket dan dokumen resmi lainnya.

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian adalah metode kajian pustaka (library research) yakni dengan menjaring data dan mengumpulkan data, baik data primer maupun data sekunder atau data pendukung yang berkaitan erat dengan topik permasalahan.

Data-data tersebut diperoleh dari buku-buku, dan situs-situs internet yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu sejarah sake dan peranan-peranan

(12)

sake dalam masyarakat Jepang yang kebenaran dan kevaliditasannya dapat dipertanggung jawabkan. Langkah kedua adalah mengelompokkan data, mengolah serta menganalisis data. Kemudian untuk mengolah data-data yang telah ada, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara tepat penulisan tersebut. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tulisan yang diperoleh dari studi pustaka.

Terakhir, setelah data terkumpul dan dianalisis, dilakukan pemaparan hasil analisis data guna menjawab apa yang menjadi rumusan masalah penelitian ini.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman terhadap isi penelitian ini, penulis mencoba untuk membuat sistematika penyajian sebagai berikut:

Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, landasan teori, tinjauan pustaka, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian; Bab II membahas konsep kerangka pemikiran yang akan digunakan dalam menganalisis data. Bab III membahas sejarah dan perkembangan sake serta beberapa contoh budaya penggunaan sake dalam masyarakat Jepang;. Bab IV hasil analisis; dan Bab V berupa kesimpulan.

(13)

Gambar

Tabel 1.1 Daerah pembudidayaan beras sake 9

Referensi

Dokumen terkait

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

Theories on guilty feeling, defense mechanisms, and self-concept are combined to find out the influence of guilty feeling upon the main character’s self- concept.. It is started by

Hal ini disebakan karena perbedaan dari jenis bahan yang digunakan sebagai penyangga emulsi. Pengkerutan atau pemekaran ini dapat dikoreksi dengan membandingkan jarak foto

• Jadi, ada pengaruh yang signifikan antara Citra Merek(Brand Image) dan Kepercayaan Merek (Brand Trust) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) secara

Masyarakat berharap pemerintah pusat bisa membangun bandara agar transportasi udara menjadi pemicu bagi percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat Manggarai

sterile laboratory and nonsterile commercial hatchery conditions, Gram-positive bacteria constitute 95% of the bacterial population under sterile manipulation, instant of

Dalam rangka menyiapkan calon guru yang professional maka, mahasiswa perlu melakukan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sebagaimana yang terdapat dalam