• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMIA JURNAL EKONOMIA ISSN : Vol. 5 No. 1, Februari 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKONOMIA JURNAL EKONOMIA ISSN : Vol. 5 No. 1, Februari 2015"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

“EKONOMIA” JURNAL EKONOMIA

ISSN : 1858 – 2451 Vol. 5 No. 1, Februari 2015

PEMIMPIN UMUM

Drs. H.A.M. Effendi Sangkim, M.Si

PEMIMPIN REDAKSI Elvera, S.E, M.Sc

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Laili Dimyati, S.E, M.Si

KONSULTAN AHLI DR. Zakaria Wahab, M.B.A Drs. M. Kosasih Zen, M.Si

DEWAN REDAKSI Junaidi, S.I.P, M.Si

Marko Ilpiyanto, S.E, M.M Ruaman Yudianto, S.E, M.M Zulaiha, S.E, M.A

SEKRETARIS REDAKSI Yulia Misrania, S.E

DISTRIBUTOR Yadi Maryadi, S.E Ifriansyah, A.Md.Kom

PEMIMPIN USAHA Chusnul Chotimah, S.E

DITERBITKAN OLEH :

LEMBAGA PENELITIAN & PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LEMBAH DEMPO

PAGARALAM

Jl. H. Sidik Adim No. 98 Airlaga Pagaralam Utara Telp. (0730) 624445, Fax (0730) 623259

(3)

1

TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1999

Herma Diana, S.H.,M.H.

ABSTRAK

Hukum merupakan peraturan tertulis maupun tidak tertulisyang mengatur manusia dalam hidup bermasyarakat yang apabila dilanggar ada sanksi yang tegas, dengan tujuan mencapai keadilan sosial dan kepastian hukum. Bisnis merupakan kegiatan usaha yang ditujukan untuk mencapai keuntungan, baik dibidang produksi, distribusi, maupun perdagangan.

Aktivitas atau kegiatan perdagangan di masyarakat telah berkembang sangat pesat. Perlindungan hukum terhadap konsumen diatur dengan Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Undang – undang ini diharapkan dapat menjamin kepastian hukum terhadap konsumen, Sehubungan dengan hal tersebut, dalam jurnal ini diangkat permasalahan yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen.

Hukum Bisnis merupakan peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis dijalankan secara adil. Dalam jurnal ini penulis akan membahas tentang Tinjauan Hukum Bisnis Terhadap Perlindungan Konsumen menuru UU No. 8 1999. Jurnal ini dibuat dengan metode penelitian Diskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan dan menganalisa.

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan pertama bahwa Undang – Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 belum dapat melindungi konsumen dan keterbatasan akan hak – hak konsumen yang diatur dalam UUPK. Perlindungan hukum terhadap konsumen yang seharusnya diatur meliputi perlindungan hukum dari sisi pelaku usaha, dari sisi konsumen, dari sisi produk, permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum terhadap konsumen permasalahan yaitu permasalahan yuridis,meliputi keabsahan perjanjian menurut KUHPerdata.

(4)

48 I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pengertian perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst” dalam bahasa belanda atau “Agreement” dalam bahasa Inggris. “Hukum perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah “Hukum Perikatan”. Jika dengan istilah “Hukum Perikatan” dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUH Perdata, jadi termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang – undang, maka dengan istilah hukum “Hukum Perjanjian” hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja”.

Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Prodjodikoro bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perhubungan mengenai harta benda antara dua pihak, dimana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.(R.Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermessa, hal.1.)

Dengan diundangkannya Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tetap memberlakukan ketentuan perundang – undangan tersebut. Undang – undang perlindungan konsumen ini memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa kesemua undang – undang yang ada dan berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau telah diatur khusus oleh undang – undang.

Akan tetapi kondisi ini tidak dibarengi dengan perangkat hukum yang mengatur konsumen dalam melakukan transaksi sehingga perlindungan hukum terhadap konsumen dalam melakukan transaksi ini sangatlah lemah. Perlindungan konsumen itu sendiri menurut Pasal 1 Ayat (1) UUPK menyebutkan “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Az. Nasution menyebutkan pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat. Pasal 2 UUPK menyebutkan “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, serta keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum”.Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik ingin meneliti danmempelajari masalah dengan

(5)

49 YuridisPerlindunganHukum

terhadap KonsumenMenurut UU No. 8 Tahun 1999. ”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Menurut UU No.8 Tahun 1999?

2. Bagaimana Peranan LembagaPerlindungan Konsumen terhadap konsumen yang dirugikan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan Tinjauan Yuridis PerlindunganHukum terhadap Konsumen menurut UU No.8 Tahun 1999. b. Untuk menjelaskan Peranan

Lembaga Perlindungan Konsumen terhadap konsumen yang dirugikan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Di dalam penjelasan Pasal 2 UUPK menyebutkan perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembagunan nasional, yaitu :

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar – besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secra keseluruhan.

2.Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat secara adil.

3. Asas keseimbangan

dimaksudkan untuk

memberikan keseimbangan antar kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spirituil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas kesamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Menurut Pasal 3 UUPK, perlindungan konsumen bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

(6)

50 konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak – haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan perlindungan

konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase). Perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no

conflict/pre purchase) dapat dilakukan dengan cara antara lain:

1) Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi

dengan memberikan

perlindungan kepada konsumen melalui peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. Sehingga dengan adanya peraturan perundang tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan sebelum terjadinya transaksi, karena telah ada batasan-batasan dan ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

2) Voluntary Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini pelaku usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan usahanya.

Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri (PN) atau diluar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan pilihan para pihak yang bersengketa.

Menurut Johanes Gunawan, Perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan karena konsumen dalam posisi yang lemah. Perbedaan kepentingan antara pelaku

(7)

51 usaha dan konsumen menyebabkan gangguan fisik, jiwa atau harta konsumen dan tidak diperolehnya keuntungan optimal dari penggunaan barang dan/atau jasa tersebut dan miskinnya hukum yang melindungi kepentingan konsumen. Dengan adanya perlindungan hukum bagi konsumen, diharapkan dapat memberikan kedudukan hukum yang seimbang antara konsumen dengan pelaku usaha. Hal tersebut cukup beralasan karena selama ini kedudukan konsumen yang lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha.

Pengertian konsumen dan pelaku usaha Istilah konsumen berasal dari bahasa Belanda : Konsument. Para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah : “Pemakai akhir dari benda dan jasa ( Uiteindelijke Gebruiker van Goerderen en Diensten ) yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha ( ondernamer )”. Menurut Az. Nasution, pengertian konsumen adalah “Setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau jasa untuk suatu kegunaan tertentu”. Definisi lain tentang pengertian konsumen dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu “pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha.”

Menurut Pasal 1 angka (2) UUPK menyebutkan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak diperdagangkan”. Di dalam penjelasan Pasal 1 angka (2),

disebutkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang – undang ini adalah konsumen akhir.

Sedangkan batasan – batasan tentang konsumen akhir menurut Az.Nasution adalah sebagai berikut “Setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk kepentingan komersial. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan suatu pengertian, bahwa yang dimaksud konsumen adalah pemakai terakhir dari barang dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Pengertian umum pelaku usaha adalah adalah orang atau badan hukum yang menghasilkan barang – barang dan/atau jasa dengan memproduksi barang dan/atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen dengan mencari keuntungan dari barang – barang dan/atau jasa tersebut. Undang – undang perlindungan konsumen (UUPK) tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata “produsen” sebagai lawan dari kata “konsumen”. Sehingga digunakan kata “pelaku usaha” yang mempunyai makna lebih luas, istilah pelaku usaha ini dapat berarti juga

(8)

52 kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur, penjual dan terminologi lain yang lazim diberikan.

Menurut Pasal 1 angka (3) UUPK, yang dimaksud pelaku usaha adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Sedangkan menurut penjelasan Pasal 1 angka (3) UUPK, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah “pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain – lain. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan suatu pengertian yang dimaksud pelaku usaha adalah seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (3) UUPK, yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Tinjauan terhadap hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, sehingga perlindungan konsumen pasti mengandung aspek

hukum. Materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik saja melainkan lebih kepada hak – hak yang bersifat abstrak.

Jadi perlindungan konsumen sangat identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak – hak konsumen. Hak – hak konsumen yang ada dan diakui sekarang bermula dari perkembangan hak – hak konsumen yang ditegaskan dalam resolusi PBB Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang perlindungan konsumen dan di Indonesia direalisasikan dalam UUPK No 8 Tahun 1999. Resolusi Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection) juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi :

1) Perlindungan Konsumen dari bahaya – bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya;

2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen;

3)Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

4) Pendidikan konsumen;

5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

6)Kebebasan untuk membentuk organisasi

(9)

53 konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersaebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu;

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)..

2. Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed).

3. Hak untuk memilih (the right to choose).

4. Hak untuk didengar (the right to be heard).

II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dilakukan dengan pendekatan Diskriptif yaitu penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999.

Penelitian bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-akibat atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Dalam hal ini penulis ingin menggali secara luas tentang sebab-akibat atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya perlindungan konsumen dalam hukum bisnis. Sehingga dapat

memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dalam mengetahui hak-hak konsumen serta hukum-hukum yang mengatur perlindungan konsumen dan juga lembaga-lembaga yang melakukan pelayanan terhadap keluhan konsumen.

2.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Untuk perbaikan dan pengembangan dibidang Hukum Bisnis dan Ilmu EkonomiDapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bahan buku penulisan bagi praktisi hukum Bisnis.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan kontribusi kepada pemerhati

hukum khususnya

HukumBisnis dan

masyarakat luas yang berminat atau sekedar ingin mengetahui tentang topik bahasan ini.

2.3. Kerangka Teori

Di dalam penjelasan pasal 2 UUPK menyebutkan perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembagunan nasional, yaitu :

1.Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar – besarnya bagi kepentingan

(10)

54 konsumen dan pelaku usaha secra keseluruhan.

2.Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepeda konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya

dan melaksanakan

kewajibannya secara adil.

3.Asas keseimbangan

dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antar kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spirituil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas

keasmanan dan

keselamatan kepada

konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Menurut pasal 3 UUPK, perlindungan konsumen bertujuan :

a.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak – haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan perlindungan

konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha menegnai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

III. PEMBAHASAN

3.1.Tinjauan Yuridis

PerlindunganHukum terhadap Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 2015

(11)

55 Perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan karena konsumen dalam posisi yang lemah. Perbedaan kepentingan antara pelaku usaha dan konsumen menyebabkan gangguan fisik, jiwa atau harta konsumen dan tidak diperolehnya keuntungan optimal dari penggunaan barang dan/atau jasa tersebut dan miskinnya hukum yang melindungi kepentingan konsumen. Dengan adanya perlindungan hukum bagi konsumen, diharapkan dapat memberikan kedudukan hukum yang seimbang antara konsumen dengan pelaku usaha. Hal tersebut cukup beralasan karena selama ini kedudukan konsumen yang lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak diperdagangkan”. Di dalam penjelasan Pasal 1 angka (2), disebutkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang – undang ini adalah konsumen akhir. Sedangkan batasan – batasan tentang konsumen akhir menurut Az.Nasution adalah sebagai berikut “Setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi,

keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk kepentingan komersial.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan suatu pengertian, bahwa yang dimaksud konsumen adalah pemakai terakhir dari barang dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum yang menghasilkan barang – barang dan/atau jasa dengan memproduksi barang dan/atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen dengan mencari keuntungan dari barang – barang dan/atau jasa tersebut. Undang – undang perlindungan konsumen (UUPK) tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata “produsen” sebagai lawan dari kata “konsumen”. Sehingga digunakan kata “pelaku usaha” yang mempunyai makna lebih luas

Menurut Pasal 1 angka (3) UUPK, yang dimaksud pelaku usaha adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Sedangkan menurut PSenjelasan Pasal 1 angka (3) UUPK, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah “pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain – lain. Dengan demikian dapat ditarik

(12)

56 kesimpulan suatu pengertian yang dimaksud pelaku usaha adalah seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (3) UUPK, yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Tinjauan terhadap hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, sehingga perlindungan konsumen pasti mengandung aspek hukum. Materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik saja melainkan lebih kepada hak – hak yang bersifat abstrak. Jadi perlindungan konsumen sangat identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak – hak.

. Untuk itu perlu perangkat hukum di Indonesia salah satunya adalah UU Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Rrepublik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hakatas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi, hak untuk memilih, serta hak untuk mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang dijanjikan.

Di Indonesia sendiri tedapat beberapa dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat

mengajukan perlindungan hukum, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 Ayat (1),Pasal 27 Ayat (1), Pasal 33.

2. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hukum (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 1999No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821).

3. Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.

5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan

Perlindungan Konsumen. 6. Surat Edaran Dirjen

Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam

Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. 3.2.Lembaga-Lembaga Perlindungan Konsumen

Media Konsumen merupakan sebuah situs WEB yang berdedikasi untuk menyuarakan pendapat konsumen atas produk ataupun jasa

(13)

57 yang dikonsumsinya. Melalui media ini konsumen dapat memberikan pendapat negatif, positif, Kritik, himbauan, resensi,dan atau informasi lainnya yang didasarkan pada pengalaman pribadinya ketika mengonsumsi produk/jasa yang dimaksud.

Media ini menganut prinsip jurnalisme berimbang dan bukan merupakan lembaga advokasi atau mediasi konsumen. Segala surat/tulisan yang dikirim ke media konsumen online dimuat tanpa penyuntingan dan merupakan ekspresi pengirim bersangkutan. Penyuntingan hanya dilakukan pada tulisan yang bersifat agitatif atau mengandung kata-kata yang melampaui batas-batas kesopanan umum.

Di Indonesia lembaga yang melakukan perlindungan terhadap hak konsumen ialah YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Yaitu, organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungan. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.

Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok

ibu-ibu akan

kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat

Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri

dalam negeri. Dalam UUPK,

mengatur tentang Lembaga –

Lembaga Perlindungan Konsumen. Salah satunya adalah lemabga non pemerintah LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat), diatur dalam Pasal 44 UUPK yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59

Tahun 2001 tentang Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Salah satu LPKSM yang sangat terkenal di Indonesia adalah YLKI. YLKI telah terbuktimampu berperan aktif

menyruarakan dan membela

kepentingan konsumen. YLKI

merupakan lembaga tempat

konsumen mengadu apabila haknya telah dilanggar.

Dalam komisi perdagangan federal terdapat media pelayanan terhadap keluhan konsumen yaitu, FTC (Federal Trade Commission), dimana agency ini melayani seluruh kalangan masyarakat untuk melakukan complain terhadap barang dan jasa yang beredar dipasaran yang diaanggap oleh pelanggan tidak memberikan pelayanan yang penuh kepada masyarakat dengan tetap menjaga kerahasian indentitas diri, bahkan dijanjikan akan tetap melakukan sampai tahap investigasi meskipun kita tidak mencantumkan nama pada form tersebut.

3.3. Sanksibagi Para Pelanggar Perlindungan Konsumen

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan salah satu lembaga peradilan Konsumen yang berkedudukan pada tiap Daerah

(14)

58 Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK bertugas utama menyelesaikan persengketaan

konsumen di luar

lembaga pengadilan umum. BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi, hasil test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak.

BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu duapuluh satu hari kerja setelah gugatan diterima; serta dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan, para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat empatbelas hari kerja sejak menerima pemberitahuan putusan kepada pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lambat empatbelas hari kerja sejak menerima pemberitahuan putusan dianggap menerima putusan BPSK dan apabila setelah batas waktu ternyata putusan BPSK tidak dijalankan oleh pelaku usaha, BPSK dapat menyerahkan putusan tersebut kepada pihak penyidik dengan penggunaan Putusan Majelis BPSK sebagai bukti permulaan yang cukup

bagi penyidik untuk melakukan penyidikan dengan penggunaan Putusan majelis BPSK dapat dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.

Bantahan atas putusan Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan pelaku usaha dalam waktu paling lambat duapuluh satu hari sejak diterimanya keberatan dari pelaku usaha; dan terhadap putusan Pengadilan Negeri, para pihak dalam waktu paling lambat empatbelas hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia; kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat tigapuluh hari sejak menerima permohonan kasasi.

Dalam Pasal 62 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha diantaranya sebagai berikut:

1. Dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- terhadap pelaku usaha yang

memproduksi atau

memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu, sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut serta tidak mencantumkan tanggal

(15)

59 kadaluarsa (pasal 8 ayat 1),memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar (pasal 8 ayat 2), pelaku usaha mencantumkan klausal baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen didalam dokumen maupun perjanjian (pasal 8 ayat 1 huruf b).

2. Dihukum dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- terhadap pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabui konsumen dengan menaikan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha

periklanan yang

memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.

3. Batal demi hukum berdasarkan (Pasal 18 Ayat (3) UU no. 8 Tahun 1999) bagi pelaku usaha yang mencantumkan klausal baku “Pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen”.

IV.KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlindungan konsumen telah diatur oleh pemerintah baik dalam Undang-Undang, Undang-Undang Dasar 1945, peraturan pemerintah, surat edaran dirjen perdagangan dalam negri,surat edaran dirjen perdagangan dalam negeri.

2. Perlindungan konsumen telah memiliki berbagai lembaga guna menyampaikan aspirasi konsumen terhadap kegiatan ekonomi seperti Yayasan

Lembaga Konsumen

Indonesia (YKLI),Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masayrakat (LPKSM).

3. Para pelanggar perlindungan konsumen telah diatur dalam berbagai pasal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan memiliki sanksi tegas terhadap para pelanggar perlindungan konsumen.

(16)

60 DAFTAR PUSTAKA

M. Syamsudin, Operasional penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo PersadaJakarta.

Abdulkadir Muhammad,1982,Hukum Perikatan,Alumni,Bandung.

---,1992,Perjanjian Baku dalam Praktek

PerusahaanPerdagangan,PT.Citra, Bandung.

Aditya Bakti 1999,Hukum Perikatan,PT.Citra,Bandung.

---,2004,Hukum dan Penelitian Hukum,PT.Citra Bandung.

Ade Maman Suherman,2002,Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Jakarta.

Az. Nasution,1995,Konsumen dan Hukum,Pustaka Sinar Harapan Jakarta,.

Daya Widya BPHN Departemen Kehakiman,1986,Simposium Aspek –

aspekHukum Masalah

Perlindungan

Konsumen,Binacipta Jakarta. Esmi Warassih,2005,Pranata Hukum

sebuah Telaah

Sosiologis,PT.Suryandaru Utama,Semarang.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta

H.F.A. Vollmar,Pengantar Studi Hukum Perdata (Inciding tot de studie van het Nederlands burgerlijk recht), diterjemahkan oleh I.S.Adiwimarta,1995PT.Raja Garfindo Persada,Jakarta. J.Satrio,1992,Hukum Perjanjian,PT.Citra,Bandung. Johanes Gunawan,1999,Hukum PerlindunganKkonsumen,Uni versitas Katolik Parahyangan,Bandung. Mariam Darus Badrulzaman

dkk,2001,Kompilasi Hukum Perikatan,cet.1,PT.Citra

Aditya Bakti,Bandung.

Simposium Aspek – Aspek Hukum Perlindungan Konsumen,Binacipta,Bandung. Putra A Bardin Shidarta,2004,Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, ,PT.GramediaJakarta R.Subekti,1995,Aneka Perjanjian,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan lahan reklamasi diperkirakan akan berdampak terhadap perubahan persepsi masyarakat. Dampak yang akan muncul tergolong dampak negatif kecil, mengingat lingkungan

Encik Bala hanya perlu menyediakan rak- rak untuk memperagakan roti tersebut, manakala pekerja Syarikat Bakeri Sedap akan menyusun dan menggantikan roti yang telah luput

Berdasarkan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian adalah pada tahap inisiasi, guru menggunakan pointing gesture di papan tulis dengan jari tangan dan tuturan

Sedangkan perolehan hasil pada analisis visual antar kondisi diantaranya adalah perubahan kecenderungan arah fase baseline (A) ke fase intervensi (B) adalah

Penelitian ini hanya akan mengambil objek Preman Pensiun pada season 2, dikarenakan objek penelitian lebih memiliki kedekatan waktu dengan berlangsungnya proses

Sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajernen Bisnis dan Ekonorni Perikanan-Kelautan, Departernen Sosial Ekonomi Perikanan

pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk

Bersama Mona dan orangutan lain yang diselamatkan selama periode itu, Sarmi tinggal di kandang sosialisasi sampai 2010, kemudian dipindahkan ke Pulau 6, sebuah