• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : Aircraft noise, CD8 T cells, Women, Adi Soemarmo Airport

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords : Aircraft noise, CD8 T cells, Women, Adi Soemarmo Airport"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR SEL T CD8 PADA

WANITA YANG MENGALAMI STRES BISING

PESAWAT UDARA DI SEKITAR BANDARA ADI

SOEMARMO BOYOLALI

Hartono

Department of Physiology, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University Abstract

Noise is stressor. Stress can lead to release of stress hormone and induced cell division among CD8T cells, thereby increasing the number of CD8 T cells and suppress-ing the immune function. The aim of the research is to find out the difference of CD8 T cells distributions among women with aircraft noise stress in the area of Adi Semarmo Airport of Boyolali.

The research design was an analytical survey with a cross sectional approach, taking location at the Dibal and Gagak Sipat Village, Boyolali District. The research was conducted from March 2012- to October 2012. The respondents who fulfilled the exclusive and inclusive criteria were selected by means of simple random sampling.The number of respondens was 57 and divided into 3 groups; Group 1 was exposed 92.78 dBA of noise level (19 respondents); Group 2 was exposed 75.31 dBA of noise level (19 respondents); and Group 3 was exposed 53.64 dBA of noise level (19 respondents). The data were analyzed by Anova followed by Post Hoc Test using LSD test completed with Homogenous Subsets.

Based on the results of the analysis, a conclusion was drawn that there was a sig-nificant difference of CD8 T cells distributions among women with aircraft noise stress in the area of Adi Soemarmo Boyolali (p<0.05; α = 0.05).

Keywords : Aircraft noise, CD8 T cells, Women, Adi Soemarmo Airport Pendahuluan

Banyak faktor panyebab stress yang diketahui mempunyai dampak ter-hadap kesehatan, antara lain: infeksi, ke-bisingan, penurunan suplai oksigen, sakit, kekurangan gizi, panas, dingin, trauma, kelelahan, kecemasan, depresi, marah, takut, radiasi, obesitas, usia, obat-obatan dan penyakit. Paparan bising khususnya bising pesawat udara dapat mengakibat-kan stres fisik dan psikologis. Bising amengakibat-kan menyebabkan stres akut atau kronis yang

mempunyai implikasi yang jelas terhadap fungsi imunitas dan kesehatan manusia secara keseluruhan. Stres akibat bising da-pat menimbulkan reaksi dari symda-pathetic- sympathetic-adrenal-medullary system (SAM system), the hypothalamic-pituitary-adrenocortical system (HPA system) dan sistem endokrin yang lain (Passchier dan Passchier, 2000; Prasher, 2009; Stansfeld et al, 2003). Stres yang disebabkan oleh bis-ing diduga dapat menyebabkan perubahan gangguan fungsi sistem saraf otonom yang berhubungan dengan kelenjar adrenal. Hampir setiap jenis stres fisik dan

(2)

gis dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat meningkatkan sekresi adrenocorti-cotrophin hormone (ACTH) dan akibat-nya sekresi kortisol juga akan meningkat. Dalam kondisi stres, sistem saraf otonom akan mempengaruhi kerja sistem hormonal yang dapat merangsang naiknya aktivitas hipotalamus dan corticotrophin releasing factor (CRF) yang berhubungan dengan hipofisis anterior serta adrenocorticotro-phin hormone (Ronald, 2003; Ganong, 2003; Guyton dan Hall, 2006 ).

Stres ringan merangsang pening-katan produksi hormon adrenalin. Dalam keadaan normal hormon ini dapat menga-tasi stres, tetapi pada keadaan stres berat (misalnya disebabkan oleh paparan bising berlebihan) akan dihasilkan hormon adren-alin secara berlebihan. Hormon adrenadren-alin yang berlebihan tersebut diduga dapat me-nekan mekanisme mitosis dan proliferasi sel dalam tubuh(Padget dan Glaser, 2003; Prasher, 2009).

Stres yang diakibatkan oleh bis-ing yang berkepanjangan akan mempu-nyai efek pada sistem imun adaptif. Lim-fosit mempunyai reseptor untuk epinefrin (adrenalin) dan kortikosteroid. Kedua hormon ini disekresikan akibat respon ter-hadap stres. Epinefrin mempunyai onset yang cepat dan durasi yang pendek se-dangkan kortikosteroid mempunyai durasi yang lebih lama. Stres yang berlanjutan dapat menghambat respon imun terhadap infeksi. Glukokortikoid menekan respon imun dengan mengurangi jumlah sel lim-fosit T, melalui aktivitas β2-adrenergik dan steroid endogen (Ronald, 2003; Padget dan Glaser, 2003) .

Ekspresi utama dari sel limfosit adalah limfosit T CD4dan CD8. Jumlah sel T CD8 berhubungan dengan stres akut dan stres kronik. Paparan bising dapat ber-tindak sebagai stresor yang berpengaruh terhadap kadar sel T CD8 dalam sistem imunitas tubuh sehingga dapat menyebab-kan gangguan sistem kesehatan secara

kes-eluruhan.

Limfosit T CD8 atau sering dis-ebut dengan limfosit T sitotoksik adalah limfosit yang berperan dalam sistem imun adaptif. Limfosit T CD8 dapat mengenali antigen baik antigen privat maupun antigen umum kalau antigen tersebut ditampilkan pada permukaan sel bersama-sama dengan MHC (Major Histocompability Comple ) kelas I. Dengan demikian, sel limfosit T CD8 hanya akan membunuh sel sasaran yang terinfeksi oleh virus yang pernah mengaktivasinya dan apabila sel sasaran mempunyai MHC kelas I yang sesuai. Sel T CD8 tidak akan membunuh sel sasaran yang menampilkan antigen virus yang relevan tetapi berbeda MHC, sebaliknya sel sasaran dengan MHC kelas I yang se-suai tidak akan dibunuh oleh sel sitotoksik (CD8) bila yang ditampilkan adalah an-tigen virus lain. Dengan demikian MHC kelas I berfungsi sebagai molekul sasaran (Berg dan Forman, 2006).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar sel T CD8pada wanita yang memperoleh paparan bising pesawat udara di sekitar Bandara Adi Soemarmo Boyolali.

Bahan Dan Cara Kerja Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain adalah tabung venoject heparin, tabung micro ukuran 0,5 ml, Tabung micro uku-ran 1,5 ml, micropipet 1 set dan dispos-able glove 2 box. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM) merk Extech Model 407735 buatan Jepang, dan untuk menghitung jumlah sel T CD8 digunakan Flow-cytometerFACS (Becton-Dickinson, USA).

Rancangan Penelitian

Merupakan penelitian Observa-sional Analitik dengan rancangan Cross Sectional.Dilakukan pada wanita di

(3)

seki-tar landasan pacu Bandara Adi Soemarmo Boyolali tepatnya Desa Dibal dan Desa Gagak Sipat Kecamatan Ngemplak Kabu-paten Boyolali. Populasi penelitian adalah penduduk di Desa Dibal dan Desa Gagak Sipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

Inklusi :

Perempuan, menikah, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, berumur antara 20-40 tahun. Tinggal di tempat tersebut minimal 1 tahun.

Eksklusi :

Mengkonsumsi obat-obatan atau jamu, da-lam kondisi hamil, menderita sakit telinga/ tuli, menderita sakit infeksi (demam, flu, diare) dan menderita Diabetes Melitus. Berdasarkan jarak tempat tinggal dengan landasan responden dibagi menjadi 3 kel-ompok dengan ketentuan sebagai berikut :

Kelompok 1 : Responden yang bertempat tinggal berjarak < 500 m dari ujung landasan bandara dengan intensitas kebisingan 92,78 dB skala WECPNL ( kelompok paparan I ) Kelompok 2 : Responden yang

bertempat tinggal berjarak 500-1000 m dari ujung landasan bandara dengan intensitas kebisingan 75,31 dB skala WECPNL ( kelompok paparan II )

Kelompok 3 : Responden yang bertempat tinggal jauh (> 1000 m) dari landasan bandara dengan intensitas kebisingan 53,64 dB skala WECPNL (kelompok kontrol.)

Teknik pengambilan sampel yang dipak-ai adalah Simple random sampling. Subjek yang memenuhi kriteria dipilih sejumlah n sampel secara random. Jumlah sampel di-hitung berdasarkan rumus dari Snedecor & Cochran, atau menggunakan program Win Episcope 2.0 (Gobeirno, 1998) den-gan estimate difference between means (α = 0.05).

( Z(a) + Z(b) ).SD 2 n =

m1-m2

Z(a) : Nilai dari student’s- t pada tingkat kepercayaan yang diharapkan Z(b) ) : Nilai dari student’s- t (2-tailed) pada tingkat signifikan yang diharapkan

SD : Standar Deviasi (yang diharapkan)

m1 : Nilai rata-rata yang diharapkan dari nilai parameter kelompok kontrol m2 : Nilai rata-rata yang diharapkan dari nilai parameter kelompok perlakuan

Apabila tingkat kepercayaan yang diharapkan95%, tingkat signifikan yang diharapkan 95%, dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di daerah tersebut (Hartono, 2006; Hartono, 2011a) terhadap

jumlah sel limfosit dimana didapatkan SD = 950 ; m1 = 3,6 x 103 /µl ; m

2 = 2,5 x 103 /

µl, maka diperoleh jumlah sampel perkel-ompok = 19. Total sampel = 57.

Cara kerja

Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan dilaku-kan dua cara yaitu, pengukuran kebisingan dilakukan pada saat pesawat melintas dan kebisingan back ground lingkungan seki-tar tanpa dipengaruhi oleh kebisingan pe-sawat. Pengukuran dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) merk Ex-tech Model 407735 buatan Jepang.

Tiap area dilakukan pengukuran pada tiga titik dengan portable SLM dan besaran fisis akustik terukur dB dalam pembebanan A. SLM diletakan dengan filter yang sejajar dengan telinga. SLM diatur pada fungsi maksimum value untuk mengukur tingkat bising maksimum pada waktu-waktu pesawat melintas sehingga dapat menutup tingkat bising latar. Cara pencatatan besaran fisis akustik ialah dengan mencatat tingkat kebisingan

Perbedaan Kadar Sel T Cd8 Pada Wanita Hartono

(4)

maksimum (peak level) yang terjadi di daerah bersangkutan saat pesawat melintas untuk take-off dan landing dan jam-jam terjadinya itu dicatat. Prosedur rating tingkat bising yang digunakan adalah WECPNL. Persamaannya sebagai berikut :

WECPNL = dB(A) + 10 Log N-27 N = N1 + 3N2 + 10N3

dB(A) : nilai desibel rata-rata dari setiap puncak kesibukan pesawat dalam satu hari

N : jumlah kedatangan dan ke-berangkatan pesawat dalam 24 jam N1 : jumlah kedatangan dan

keberangkatan pesawat dari jam 07.00-19.00

N2 : jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari jam 19.00-22.00

N3 : jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari jam 22.00-07.00

(Kusmiati et al, 2006; Poetra et al, 2007, Hartono, 2011a).

Dari besaran dB (A) terukur dikonversikan menjadi WECPNL sesuai dengan jumlah pesawat yang melintas se-lama 24 jam. Perhitungan WECPNL diam-bil dari rata-rata dB (A) maksimum dalam sehari dan jumlah pesawat melintas dalam jam-jam tertentu dimasukkan ke dalam N. Untuk pengukuran kebisingan latar, cara pencatatan nilai besaran fisis didapat dari dalam satu jam selama 10 menit dan pem-bacaan setiap 5 detik diambil data lalu dira-ta-rata. Pengukuran ini dilakukan selama bandara beroperasi yaitu dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 19.00 (Kusmiati et al, 2006; Poetra et al, 2007; Hartono, 2011a).

Pengukuran kadar subset CD8

Pengukuran kadar subset CD8 dilakukan bersamaan dengan penguku-ran jumlah limfosit total. Sebanyak 10 ml

darah segar (whole blood) diambil dari vena mediana cubiti tiap subjek penelitian dengan menggunakan venoject berheparin (Terumo) dan disimpan dalam boks pend-ingin sampai dibawa ke laboratorium. Sel Mononuklear/ peripheral blood mononu-clear cells (PBMC) sebanyak 1x106

dipi-sahkan dengan Ficoll-Hyphaque density-gradien centrifugate (30 menit, 200C).

Sampel diwarnai dengan Phycoerythrin (PE)-Conjugated anti CD8+ monoclonal antobody selama 10 menit pada suhu 40C,

dicuci 2 kali dengan PBS dan disimpan di tempat gelap pada suhu 40C. Selanjutnya

sel yang sudah diwarnai dan diberi label dilewatkan pada flow-cytometer. Jumlah sel darah putih dan jumlah limfosit diten-tukan dengan menggunakan counter sel. Jumlah absolut sel T CD8 dihitung dengan mengalikan persentase dengan jumlah ab-solut limfosit per mikroliter (Sabioncello et al, 2000; Scanlan et al, 1998).

Subjek

Sebelum dilakukan penetapan sampel, dilakukan pendataan tentang kara-kteristik responden (umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dsb.) dengan mengedar-kan kuesioner maupun data yang terkait dengan kriteria subyek. Responden yang memenuhi kriteria diambil 19 tiap kelom-pok secara simple random sampling. Uji Statistik

Uji homogenitas, membuktikan homogenitas data dan uji Anova untuk membuktikan perbedaan Jumlah sel T CD8 antara ketiga kelompok. (Altman, 1999., Campbell end Machin, 2003., Santosa, 2003).

Hasil Dan Pembahasan

Pengukuran taraf intensitas ber-dasarkan skala WECPNL dilakukan beker-jasama dengan Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret, menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) merk Extech Model 407735 buatan Jepang. Pengukuran dilakukan sesuai dengan Buku Petunjuk

(5)

Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan Bandar Udara dalam WECPNL yang diter-bitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubun-gan Udara Departemen PerhubunPerhubun-gan (Po-etra et al., 2007). Hasil Pengukuran tidak berbeda jauh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Hartono (2006); Hartono (2011a) dan Hartono (2011b), dimana pada

Area I taraf intensitas yang didapat 92,78 dB, Area II diperoleh taraf intensitas 75,31 dB dan Area III taraf intensitasnya 53,64 dB. Terlihat adanya perbedaan taraf inten-sitas (skala WECPNL) yang nyata antar ketiga Area. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 1.

Hasil pengukuran taraf intensitas untuk masing-masing Area tersebut ditinjak lan-juti dengan pengukuran jumlah sel T CD8 terhadap 57 responden. Kelompok

respon-den pada area I jumlah sel T CD8 rata-rata 28,1%, kelompok responden area II jumlah sel T CD8 rata-rata 26,3% dan kelompok area III jumlah sel T CD8 rata-rata 21,4%. uji Anova dilanjutkan dengan Post Hoc Test (α = 0,05) menunjukkan bahwa jumlah sel T CD8 pada ketiga kelompok berbeda se-cara bermakna yang dibuktikan dengan nilai p < 0,05. Kelompok area I distribusi jumlah sel T CD8 lebih tinggi dibanding kelompok area III (kelompok kontrol), demikian juga kelompok area II berbeda secara bermakna berdasar Uji Anova dilan-jutkan dengan Post Hoc Test dengan kel-ompok III (kelkel-ompok kontrol). Sedangkan untuk kelompok II dan kelompok III tidak ada beda nyata. Hasil tersebut

menunjuk-sel T CD8 dibanding kelompok kontrol. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Castle et al. (1995); Manuck et al. (2008); dan Nas et al. (2011). Hasil yang agak berbeda dilaporkan oleh Scanlan et al. (1998) dan Sabeoncello et al. (2000) dimana pada re-sponden yang mengalami chronic psycho-logical stress terjadi penurunan persentase dari Sel T CD8.

Penelitian terhadap stres kronik hubungannya dengan hormonal dan sistem imun baik pada binatang coba maupun pada manusia menunjukkan bahwa sebagian be-sar melaporkan bahwa stres kronik beraki-bat terhadap peningkatan kadar epineprin dan penurunan jumlah sel T CD4. Semen-tara pengaruhnya terhadap kadar kortisol Tabel 1 Hasil pengukuran taraf intensitas berdasarkan skala WECPNL, dan

jum-lah sel T CD8 masing-masing kelompok

No Kelompok I Kelompok II Kelompok III

1 2

Taraf intensitas (dBA ) Jumlah sel T CD8 (dalam %) 92,78 28,1 ± 8,0a 75,31 26,3 ± 6,2b 53,64 21,4 ± 7,4c

Keterangan : huruf yang berbeda pada satu baris menunjukkan ada beda nyata pada uji Anova dilanjutkan dengan Post Hoc Test dengan α = 0,05.

kan bahwa paparan bising pesawat udara dengan taraf intensitas 92,78 dBA skala WECPNL dengan lama paparan lebih dari 1 tahun direspon sebagai stres kronis dan berakibat terjadinya peningkatan jumlah sel T CD8 (area I) dibanding kontrol (area III). Demikian juga paparan bising pesawat udara dengan taraf intensitas 75,31 dBA skala WECPNL (kelompok area II) dir-espon sebagai stres yang ditunjukkan dari jumlah sel T CD8 lebih tinggi dibanding dengan kelompok area III (kontrol). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat Gambar 1.

Hasil tersebut di atas sejalan den-gan yang dilaporkan oleh Vidovic et al (2007), bahwa pada veteran perang Croatia yang mengalami post traumatic stress dis-orders diperoleh data kenaikan kadar kor-tisol yang diikuti dengan kenaikan jumlah

Perbedaan Kadar Sel T Cd8 Pada Wanita Hartono

(6)

dan jumlah sel T CD8 hasilnya beragam. Kebisingan merupakan salah satu stres-sor lingkungan yang paling sering ditemui saat sekarang. Sebagai stresor bising mirip dengan stres lainnya yaitu dapat meng-ganggu keseimbangan sistem kardiovasku-lar, endokrin dan sistem kekebalan tubuh. Tiga sistem yang secara langsung terlibat dalam fisiologi stres adalah sistem saraf, sistem endokrin dan sistem kekebalan tu-buh. Bagian perifer dari sistem saraf yang merupakan sistem otonom bertindak da-lam koordinasi dengan bagian tengah un-tuk menjaga keseimbangan homeostatis. Ia melakukannya melalui dua cabangnya: simpatis dan parasimpatis yang diaktifkan oleh hipotalamus (Prasher, 2009).

Pengaruh bising terhadap keseha-tan tergantung pada: intensitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitifitas individu (Karvanen dan Mikheev, 1986; Passchier dan Passchier, 2000). Intensi-tas bising yang tinggi lebih mengganggu

Gambar 1 : Grafik jumlah Sel T CD8 (dalam%) rata-rata untuk masing-masing Area dibanding intensitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih mengganggu dibanding bising kontinyu. Diantara bis-ing hilang timbul traffic noise, maka bisbis-ing pesawat udara lebih mengganggu diband-ing bisdiband-ing lalu lintas dan bisdiband-ing kereta api. Bising kereta api memberi pengaruh paling lemah. Lama paparan diperkirakan mem-beri dampak yang signifikan apabila peri-ode paparan lebih dari 1 tahun. Dilaporkan pula pada beberapa kasus wanita lebih sen-sitif dibanding pria dalam merespon bising (Melamed et al, 1992; Passchier dan Pass-chier, 2000)

Data dari beberapa penelitian yang menggunakan model hewan mem-buktikan bahwa stres mempengaruhi perg-erakan dari neutrofil, makrofag, Natural Killer (NK) sel, limfosit T dan limfosit B. Pada hewan coba, stres juga terbukti me-nekan produksi sitokin proinflamasi dan kemokin, sehingga berakibat pada respon imun adaptif dan merusak fungsi

(7)

mak-rofag, limfosit T, Limfosit B dan Sel NK (Ronald, 2003; Padget dan Glaser, 2003).

Hasil penelitian di atas diper-oleh data terdapat kenaikan persentase sel T CD8 akibat paparan bising lebih dari 1 tahun pada wanita di sekitar Bandara Adi Soemarmo Boyolali dibandingkan kelom-pok kontrol. Ada beberapa teori yang men-coba menjelaskan fenomena di atas. Salah satunya berdasarkan konsep Selye, peri-hal general adaptation syndroma (GAS). Seyle melaporkan dampak stres terhadap sistem imun, termasuk jumlah set T CD8 dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm stage (aktivasi), adaptation stage dan exhaus-tion stage (Asnar, 2005; Eder, 2000; Putra, 2005).

Diketahui bahwa bising yang berulang kali dan terus-menerus akan me-nyebabkan terjadinya stres. Stres (psikolo-gis ataupun fisiolo(psikolo-gis) dapat merangsang hipotalamus, dan hipotalamus yang terak-tivasi dapat meningkatkan aktivitas eferen vagus dan merangsang hipofisis anterior. (Ganong, 2003; Guyton dan Hall, 2006). Bila stresor diberikan setiap hari dengan intensitas dan frekuensi tertentu, dalam kurun waktu tertentu, maka akan menim-bulkan kondisi stres baik alarm (aktivasi), adaptation, maupun exhaustion stage (Asnar; 2005; Putra, 2005). Pada alarm stage paparan bising akan direspon seba-gai stressor dan akan ditangkap oleh sel PVN (Paraventricular nucleus) dan sel di locus cereleus noradrenergic center di hipothalamus. Kedua sel tersebut menga-lami aktivasi atau stres tahap 1 sehingga mensekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor). Molekul tersebut mengirim siny-al ke sel di pituitari sehingga mensekresi ACTH (Adenocorticotropic Hormone). Sel pituitari mengalami stres tahap 1 atau akti-vasi. Kemudian ACTH ditangkap oleh sel di korteks kelenjar adrenalis mengeluarkan glukokortikoid dan sel di medula kelenjar adrenalis mengeluarkan epinephrin (EPI)-norepinephrin (NE), kedua sel di korteks

dan medula kelenjar adrenalis mengalami stres tahap 1 atau tahap aktivasi. Karena semua sub populasi leukosit termasuk sel T CD8 mempunyai reseptor untuk kortisol (Reseptor Glukokortikoid) dan epinephrin-norepinephrin (katekolamin), maka kortisol dan katekolamin dapat memodulasi jumlah sel T CD8 (Padget dan Glaser, 2003).

Perubahan terhadap ekspresi gen yang dimediatori oleh hormon glukokor-tikoid dan katekolamin dapat memodulasi fungsi imun (Padget dan Glaser, 2003). Dalam kondisi normal sel imunokompeten dalam keadaan homeostatis. Pada alarm stage stresor akan direspon dengan pening-katan kadar kortisol dan katekolamin yang tinggi, diikuti dengan peningkatan jumlah sel T CD8. Apabila stresor ditingkatkan maka akan terjadi adaptation stage yang ditunjukkan dengan kadar kortisol dan katekolamin yang mulai menurun tetapi masih jauh di atas angka normal, sehingga masih bermanifestasi terhadap peningkatan jumlah sel T CD8. Selanjutnya apabila in-tensitas, frekuensi dan lama paparan stresor ditingkatkan maka akan terjadi exhaustion stage atau penurunan fungsi imun yang salah satunya ditunjukkan dengan penu-runan jumlah sel T CD8. Pada exhaustion stage kadar kortisol sedikit di atas normal tetapi berlangsung relatif lama. (Padgett dan Glaser, 2003; Putra, 2005).

Pada penelitian diatas masih terja-di peningkatan jumlah sel T CD8 meskipun paparan bising sudah berlangsung lebih dari 1 tahun (paparan kronis), kemungkinan re-sponden masih dalam kondisi adaptation stage menuju kondisi exhaustion stage. Kadar kortisol dan katekolamin masih relatif tinggi sehingga memicu peningka-tan jumlah sel T CD8. Beberapa penelitian melaporkan terjadinya peningkatan jumlah sel T CD8 pada paparan stres kronis tetapi aktivitas sel T CD8 dan fungsi imun lain dilaporkan mengalami penurunan (Vidovic et al, 2007; Castle et al, 1995; Manuck et al, 2008; dan Nas et al, 2011).

Perbedaan Kadar Sel T Cd8 Pada Wanita Hartono

(8)

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bising pesawat udara dengan Taraf Intensitas 75,31 skala WECPNL, dengan lama paparan lebih dari 1 tahun sudah dapat menyebabkan kondisi stress atau gangguan yang ditunjukkan dari meningkatnya kadar sel T CD8 pada wanita di sekitar Bandara Adi Soemarmo Boyolali. Peningkatan taraf intensitas menjadi 92,78 dB akan semakin meningkatkan kadar sel T CD8.

Saran

Diperlukan upaya-upaya preventif ter-hadap dampak bising pesawat udara pada masyarakat di sekitar Bandara Adi Soe-marmo, agar dampak tidak semakin mer-ugikan. Salah satu upaya perlu dipikirkan langkah pemindahan masyarakat ke lokasi yang lebih aman.

Daftar Pustaka

Ader R., 2000. On the Development of psychoneuroimmunology. Europe-an Journal of Pharmacology. 405, pp 167-176.

Altman D.G., 1999. Practical Statistic for Medical Research. London. Chap-man & Hall, pp 325-361.

Asnar E., 2005. Modulasi imunitas sebagai respons terhadap renjatan listrik. Suatu pendekatan psikoneuroimu-nologi. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya.

Berg RE., Forman J., 2006. The role of CD8 T cells in innate immunity and antigen non spesific protection. Current Opinion in Immunology. 18, pp 338-343.

Campbell, M. J., and Machin D., 2003. Medical Statistics, a Commonsense Approach. 3th edition, Canada. John

Wiley & Sons Inc., pp 150-177. Castle S., Wilkins S., Heck E., Tanzy K.,

Fahey J., 1995. Depression in care-givers of demented patients is

as-sociated with altered immunity: impaired proliferative capacity, increased CD8+, and a decline in lymphocytes with surface signal transduction molecules (CD38+) and a cytotoxicity marker (CD56 + CD8 +). Clin Exp Immunol. 101, pp 487-493.

Ganong W.F., 2003. Review of Medical Physiology. 22th Ed. New York :

Lange Medical Books/ McGrw-Hill, pp 515-531.

Guyton, A.C., and Hall J.E., 2006. Text-book of Medical Physiology.11th ed.

Elsevier Inc.Philadelphia, Pennsyl-vania, pp 429-438.

Gobeirno D.A., 1998. Win Episcope 2.0 Programe. University of Edin-burgh.

Hartono, 2006. Pengaruh perbedaan inten-sitas kebisingan terhadap jumlah limfosit pada masyarakat di sekitar bandara Adi Sumarmo Boyolali. Enviro. 7(2), pp 20-24.

Hartono, 2011a. General Reaction Score

and CD56+CD16+CD3- Cells

Dis-tributions Among Women with Air-craft Noise Stress. Media Medika Indonesiana. 45 (2), pp 137-145. Hartono, 2011b. The Relationship of the

General Reaction Score with the Natural Killer Cells Activity Among Women with Aircraft Noise Expo-sure in the Area of Adi Soemarmo Airport Solo. Journal of People and Environment. 18 (2), pp 83-89. Karvanen M., and Mikheev, M. I., 1986.

Epidemiology of Occupational Health. Europe: WHO Regional Publications, pp 27-29

Kusmiati A., Meilawati Y., Yustiani dan Mubiarti E., 2006 Valuasi ekonomi kebisingan pesawat udara di pemu-kiman sekitar bandara Husein Sas-tranegara. Jurnal Teknik Lingkun-gan. Edisi Khusus, pp 241-248 Manuck SB., Cohen S., Rabin BS.,

(9)

Mul-doon MF., Bachen EA. 2001. Indi-vidual differences in cellular im-mune response to stress. Psychol Sci. 2. pp 111-114.

Melamed S, Luz J, and Green MS., 1992. Noise exposure, noise annoyance and their relation to psychological distress, accident and sickness ab-sence among blue-collar workers-the Cordis Study. Lsr. J. Med Sci 28, pp 629-635.

Nas K., Cevik R., Batum S., Sarac AJ., Acar S., Kalkanli S. 2011. Immu-nologic and Psychosocial status in chronic fatigue syndrome. Bratisl Lek Lysti. 112 (4), pp 208-212. Padgett D. and Glaser R., 2003. How stress

influences the immune response. Trends in Immunology. 24 (8) pp 444-448.

Passchier-V.W and Passchier W.F., 2000. Noise Exposure and Public Health. Environmental Health Perspectives. 108 (1), pp 123-131.

Poetra B.R., Samiyono B., dan Pelitasari R., 2007. Petunjuk Pengukuran dan Perhitungan Kebisingan Bandar Udara dalam WECPNL. Direk-torat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan. Jakarta Pusat.

Prasher D., 2009. Is there evidence that environment noise is immunotoxic. Noise and Health. 11 (44), pp 151-155.

Ronald De K.E., 2003. Noise, brain and stress. Endocrine Regulation, 37, pp 51-68.

Sabioncello A., Hercigonja DK., Rabatic

S., Tomasic J., Jeren T., Matijevic L., and Dekaris D.2000. Immune, Endocrine and Psychological Re-sponses in Civilians Displaced by War. Psychosomatic Medicine. 62: pp 502-508.

Santoso S., 2003. SPSS Versi 10. Cetakan keempat. Elex Media Computindo, Jakarta, pp 261-74.

Scanlan JM., Vitaliano PP., Ochs H., and Savage MV.1998. CD4 and CD8 counts are associated with interac-tions of gender and psychosocial stress. Psychosomatic Medicine. 60. pp 644-653.

Stansfeld S.A., and Matheson M.P., 2003. Noise Pollution: Non-auditory Ef-fects on Health. British Medical Bulletin. 68, pp 243-257.

Vidovic A., Vilibic M., Sabioncello A., Gotovac K., Rabatic s., Smalc VF., and Dekaris D., 2007. Circulating Lymphocyte Subsets, Natural Killer Cell Cytotoxicity, and Components of Hypothalamic-pituitary-adrenal axis in Croatian War Veterans with Posttraumatic Stress Disorder: Cross-sectional Study. Croat Med J. 48, pp 198-206.

Gambar

Gambar 1 : Grafik jumlah Sel T CD8 (dalam%) rata-rata untuk masing-masing Area dibanding  intensitas  bising  yang  rendah

Referensi

Dokumen terkait

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

 Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek,

pada gigi, serta tindakan lain yang sesuai dengan jenis anggota badannya. Hukuman pokok untuk perusakan at}raf dengan sengaja adalah kisas,. sedangkan hukuman

pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 3) Belum ada informasi (data-data) prototipe kapal ikan yang dikaitkan dengan alat tangkap, wilayah penangkapan dan kondisi perairan bagi

Sebagai sastra lisan seloko adat Jambi mempunyai fungsi informasional karena muncul dan berkaitan dengan pemanfaatan seloko adat Jambi itu sendiri yang digunakan untuk penyampaian

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :