HIDROGEOLOGI LAHAN GAMBUT DI WILAYAH SANGGAU,
KALIMANTAN BARAT
Robert M.Delinom1), Gusti Anshari 2), Rachmat Fajar Lubis1), Hendra Bakti1) dan Sudaryanto1)
1) ,
Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jl. Cisitu Sangkuriang, Bandung 40135
2)
Pusat Penelitian Kehati dan Masyarakat Lahan Basah (PPKMLB) (Center for Wetlands People and Biodiversity)
Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat
ABSTRAK
Lahan gambut di Kalimantan Barat, dari hasil inventarisasi berbasis teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis tercatat seluas 1,729 juta ha atau 29,99% dari luas total wilayah. Bahaya kekeringan dan kebakaran pada wilayah gambut berkaitan erat dengan sifat fisik gambut. Gambut mampu menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar, tetapi gambut juga mudah terbakar dalam kondisi kering karena gambut berasal dari dekomposisi material organik yang terendapkan. Dengan demikian sistem tata air wilayah gambut berbeda dengan sistem tata air pada wilayah sediment, vulkanik ataupun batuan lainnya. Dalam rangka mencegah bahaya kekeringan dan kebakaran di wilayah gambut maka pengetahuan sistem tata air mutlak untuk dipelajari. Pengukuran di beberapa sumur di wilayah gambut dan non gambut serta lintasan observasi telah dilakukan sepanjang sungai Kapuas dari arah Enggang Raya- Tayan – Padu di Kabupaten Sanggau. Pengukuran ini dilakukan untuk mengamati distribusi spasio-temporal imbuhan airtanah dan turun naiknya muka airtanah. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa terdapat dua sistem tata air di wilayah gambut kawasan ini. Sistem pertama merupakan sistem dimana airtanah pada lahan gambut berinteraksi dengan badan air lainnya sementara sistem kedua adalah sistem dimana airtanah pada lahan gambut yang bersifat terisolasi dan hanya bergantung kepada besaran infiltrasi curah hujan.
Measurements at several wells in the area of peat and non- peat as well as the trajectory of observations have been carried out along the Kapuas river from the direction of Enggang Raya - Tayan - Padu in Sanggau . These measurements were conducted to observe the spatio - temporal distribution of groundwater recharge and groundwater fluctuations advance . Based on the measurement results show that there are two areas of the water system in the region peat . The first system is a system where the peat groundwater interacts with other water bodies while the second system is a system where groundwater on peatlands that are isolated and only depends on the amount of rainfall infiltration .
Keywords: Peat,surface groundwater interaction,Sanggau.
PENDAHULUAN
Survei dan pemetaan tanah di wilayah lahan gambut di Kalimantan untuk menyajikan informasi sebaran lahan gambut, telah dilakukan mulai tahun 1969 di daerah sekitar Delta Kapuas, Kalimantan Barat.Menurut Agus dkk (2008) dan BPS Kalimantan Barat (2007), luas gambut di Provinsi Kalimantan Barat tercatat seluas 1,7 juta Ha (Tabel 1). Ditinjau dari umur pembentukannya, gambut pantai berumur antara 4000 – 5000 tahun (Anshari dkk., 2010). Gambut pedalaman mulai terbentuk pada zaman es terakhir, sekitar 20000 tahun. Vegetasi pembentukan gambut tropis di Kalimantan Barat tersusun atas berbagai tipe formasi hutan tropis, antaranya Shorea spp, Gluta renghas, Palaquium spp, Combretocarpus rotudantus, Dyera costulata, Gonytylus bancanus, dan Calophylum spp. Dengan demikian gambut tropis tergolong gambut kayu (woody peat), yang berbeda dengan gambut lumut (moss peat) yang umumnya terdapat pada kawasan beriklim dingin dan sedang . (Anshari dkk., 2001, 2004)
Lahan/tanah gambut di Pulau Kalimantan umumnya terletak di kawasan rawa, baik pada zona lahan rawa air tawar maupun zona lahan rawa pasang surut. Secara spesifik, lahan gambut menempati satuan fisiografi/landform: dataran gambut, kubah gambut (peat dome), cekungan– dataran danau, rawa belakang sungai, cekungan sepanjang sungai besar termasuk oxbow lake atau meander sungai, dan dataran pantai. Sebagian besar lahan gambut Kalimantan menempati landform dataran gambut dan kubah gambut. Pola penyebaran dataran dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hulu sungai. Di Kalimantan Barat, lahan gambut dijumpai di sekitar daerah Sambas, Singkawang, Pontianak, Ketapang, dan Kapuas Hulu. Sekitar 63% gambut di Kalimantan Barat terdapat di kawasan pantai, dan sebagian gambut pantai tersebut dipengaruhi oleh pasang surut.
Tabel 1. Luas Gambut di Provinsi Kalimantan Barat (Anshari et al., 2011)
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini menyusun suatu model secara rinci mengenai proses interaksi air di lahan gambut yang akan menjelaskan kondisi hidrologi-geomorfologi daerah gambut di Kabupaten Sanggau yang berhubungan dengan Sungai Kapuas. Sasaran umumnya adalah memahami interaksi hidrodinamika airtanah dan badan air lainnya di wilayah Gambut, khususnya di sepanjang aliran sungai.
METODOLOGI
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan pengukuran Radon (222Rn) untuk mengetahui relasi airtanah dan air permukaan. Pengukuran Radon dilakukan untuk melihat interaksi antara airtanah di lahan gambut dengan badan air lainnya. Wilayah dengan kandungan radon yang kecil akan mencirikan tidak adanya interaksi airtanah dengan badan air
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran di wilayah gambut lahan rendah Sanggau-Pontianak (Gambar 1) menunjukkan nilai besaran radon yang rendah terhadap besaran radon diwilayah sungai Kapuas antara segmen Enggang Raya- Tayan – Padu di Kabupaten Sanggau. Kandungan radon pada air sungai tersebut menunjukan nilai sangat kecil (<3 dpm/L). Sementara kandungan pada airtanah bebas di wilayah non gambut mencerminkan nilai yang sangat tinggi ( >17 dpm/L) dan pada airtanah bebas di wilayah gambut sangat kecil (<3 dpm/L). Demikian pula untuk pengukuran radon pada segmen Sungai Landak menunjukan kandungan radon yang relatif tidak bervariasi, dengan nilai kandungan radon pada sungai tersebut <7 dpm/L.
Variasi data tersebut diatas ditentukan oleh faktor kandungan material induk radon (uranium dan radium) di dalam batuan, karakteristik fisik batuan/gambut (permeabilitas batuan), klimatologi serta sifat fisik kimia air (DHL, pH, temperatur). Berdasarkan data radon tersebut tidak menunjukan adanya anomali yang besar dari setiap titik pengukuran pada air sungai, bila dibandingkan dengan airtanah. Hal ini menunjukan bahwa sangat sedikit atau tidak ada keluaran airtanah menuju sungai. Atau dengan kata lain airtanah yang ada pada daerah gambut tidak di suplai oleh aliran airtanah regional yang berarti hanya disuplai oleh air hujan (local recharge). Untuk wilayah rendahan dimana gambut terdekomposisi maka air tanah gambut selain dipengaruhi imbuhan lokal dari air hujan juga kemungkinan dipengaruhi oleh air yang berasal dari sungai. Dari sisi relasi airtanah dan air sungai maka kondisi ini disebut sebagai tipe sungai lossing stream. Kemungkinan air sungai akan mengisi airtanah pada wilayah gambut.
Gambar 1. Peta distribusi radon wilayah Sungai Kapuas (Segmen Enggang Raya- Tayan – Padu di Kabupaten Sanggau).
KESIMPULAN
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terdapat dua sistem tata air di wilayah gambut kawasan ini. Sistem pertama merupakan sistem dimana airtanah pada lahan gambut berinteraksi dengan badan air lainnya(Topogen). Sistem kedua adalah sistem dimana airtanah pada lahan gambut yang bersifat terisolasi (Ombrogen) dan hanya bergantung kepada besaran infiltrasi curah hujan. Berdasarkan data untuk daerah yang ditinjau sebagian besar wilayah gambut merupakan tipe ombrogen. Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa lahan-lahan gambut di wilayah ini sangat rentan terhadap bahaya kekeringan dan kebakaran.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI; Wahyu Purwoko, Amd dan rekan-rekan lainnya atas bantuan dan diskusinya sehingga pembuatan makalah ini dapat berlangsung dengan lancar. Penulisan makalah ini merupakan bagian dari penelitian tentang “Penyusunan konsep pengelolaan air tanah di lahan gambut untuk penanggulangan bahaya kekeringan dan kebakaran”, Program Kompetitif Kebencanaan dan Lingkungan Tahun Anggaran 2013, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAFT) Bogor, Indonesia
Anshari, G., Gusmayanti, G., Afifudin, M., dan Abdurahaman, T., 2011. Kajian daya dukung lingkungan pada lahan gambut Kabupaten Kubu Raya, Ketapang dan Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati dan Masyarakat Lahan Basah (PPKMLB) Universitas Tanjungpura dan Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan (PPE), Balikpapan
Anshari, G., Susana, R. Afifudin, M., dan Nuriman, M. 2010. Informasi kedalaman gambut, degradasi lahan, dan rosot karbon untuk pengelolaan gambut lestari. Laporan Penelitian. Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional. Dirjen Pendidikan Tinggi. Universitas Tanjungpura, Pontianak
Anshari, G., Kershaw, A.P., van der Kaars, S., and Jacobsen, G. 2004. Environmental change and peatland forest dynamics in the Lake Sentarum area, West Kalimantan, Indonesia. J.