• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKLAMSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKLAMSI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN : Nama : Ny. K Umur : 21 tahun

Alamat : Panican 11/04 Kemangkon Kelamin : Perempuan

No. RM : 535044

Ruang : VK

Masuk RS : 10 Juli 2013 Operasi : 15 Juli 2013

II. PRIMARY SURVEY

1. Airway

Clear, mallampati I, tidak terdapat gigi ompong. 2. Breathing

Nafas spontan, normochest, tidak tampak ketertinggalan gerak pada dada (gerak dada simetris). RR 16 kali per menit, reguler, tidak terdapat retraksi, trakea terletak di median, suara nafas vesikuler +/+, terdapat suara ronkhi +/+, tidak terdapat wheezing.

3. Circulation

Kulit hangat, nadi 114 kali per menit, reguler, S1>S2 reguler, gallop (-), murmur (-).

4. Disability

Keadaan umum baik, gizi cukup, kesadaran  Compos mentis, pupil bulat, isokor, 3 mm / 3 mm, reflek cahaya +/+.

(2)

2

III. SECONDARY SURVEY

1. Anmanesa

a. Keluhan utama Pusing dan lemas

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien baru datang dari poli kebidanan, G1A0P0 hamil 34 minggu 3 hari dengan preeklamsia berat. Keluhan lain disertai dengan rasa pusing (+), badan terasa lemas (+). Pagi sebelum dilakukannya operasi pasien mengalami kejang (+) 1 kali ± 3-4 menit.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi sebelumnya. Riwayat Asma (-), Alergi (-).

d. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat Hipertensi pada keluarga (-), Asma (-), Alergi (-).

2. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum: Baik b. Kesadaran : Compos mentis c. GCS : E4V5M6 d. Vital sign : - Tekanan Darah : 150/ 110 mmHg - Nadi : 96 x/mnt - Suhu : 36,5˚C - Respirasi : 18 x/mnt e. Status Generalis :

- Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilari refill kurang dari 2 detik.

- Kepala :

(3)

3 o Muka : tidak terdapat jejas.

o Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor Ø 3 mm / 3 mm, reflek cahaya +/+

o Hidung : deviasi septum (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-). o Tenggorokan : Mallampati I, Cormack and Lehane grade I

- Leher : Tidak terdapat jejas, trakea teraba ditengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid maupun limfe.

- Thorax

Paru : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-) Palpasi : Simetris, vokal fremitus simetris.

Perkusi : Sonor

Auskultasi :Vesikuler +/+, wheezing (-), ronkhi (+/+)

Jantung : Inspeksi : Tak tampak ictus cordis

Palpasi : IC teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : Inspeksi : Perut cembung, Striae gravidarum (+) Ekstremitas : Edema (-)

(4)

4 3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan 10 Juli 2013 Nilai normal Hematologi Trombosit 147 x 103 Ul 150 – 440 GDS 79 mg/dl 100 – 150 SGOT 36 U/L ≤ 31 SGPT 38 U/L ≤ 32 Urine Rutin Reduksi +1 -/ Negatif IV. DIAGNOSIS

GIA0P0 Hamil 35 minggu 1 hari dengan Eklampsia V. KESIMPULAN

Acc ASA V

VI. LAPORAN ANESTESI 1. Diagnosis Pra Bedah

GIA0P0 dengan Eklampsia 2. Diagnosis Pasca Bedah

Post SC atas indikasi Eklampsia gagal drip 3. Penatalaksanaan Preoperasi

a. Informed consent b. Puasa 5 jam pre operasi c. Pasang IVFD RL 20 tpm 4. Penatalaksanaan Operasi

a. Jenis pembedahan : Sectio Caesar b. Jenis anestesi : General Anestesi

(5)

5 c. Teknik anestesi : Semi closed dengan ET no 7

d. Mulai anestesi : 13.15 e. Mulai operasi : 13.25 f. Selesai anastesi : 14.15

g. Premedikasi : SA 0,25 mg, Ondancentron 4 mg, Fentanyl 100 μg, Midazolam 3 mg.

h. Medikasi induksi : Recofol 120 mg, fasilitas intubasi, Noveron 40 mg, Prostigmin 0,5 mg.

i. Maintenance : O2, N2O, Sevofluran j. Respirasi : Terkontrol

k. Posisi : Supine l. Cairan durante operasi : RL 500 ml

Wida HES 500 ml m. Pemantauan HR

Waktu Hasil Pantauan Tindakan 13.15 N 115x/m ; TD 160/100

mmHg

Pasein masuk ruang OK kemudian diberikan injeksi SA, Ondancentron, Fentanyl dan Midazolam. Setelah itu dimulai anestesi dengan pemberian Recofol dan Noveron

13.20 N 115 x/m ; TD 140/90 mmHg Dilakukan pemasangan ET 13.25 N 120 x/m ; TD 130/80 mmHg Dimulai pembedahan 13.55 N 110 x/m ; TD 140/90 mmHg Pemberian Prostigmin 14.05 N 120 x/m ; TD 150/100 Pemberian Induxin

(6)

6 mmHg 14.10 N 130 x/m ; TD 170/120 mmHg Pembedahan selesai 14.15 N 135 x/m ; TD 185/130 mmHg Anestesi selesai n. Selesai operasi : 14.10 o. Selesai anestesi : 14.15 Pemantauan di ICU:

Waktu Kesadaran EKG SpO2 RR Mata

14.45 DPO Reguler 100 13 +3 / +3 15.00 CM Reguler 97 19 +3 / +3 16.00 CM Reguler 96 18 +3 / +3 17.00 Somnolen Ireguler 93 39 +3 / +3 18.30 Coma STC 94 39 +3 / +3 19.00 Coma STC 97 15 -4 / -3 20.00 Coma STC 97 15 -4 / -3 21.00 Coma STC 88 15 -4 / -3 22.05 Coma STC 100 15 -5 / -5 22.10 Coma VF 68... ... -5 / -5

Masalah: 18.30-20.00  TD 81/43, pasang Levosol dosis maksimal

20.00-21.15  TD tidak terukur, dosis Levosol ditingkatkan 1,5 mg 22.00  Nadi turun, Sp02 turun

22.05  EKG : Ventrikel Fibrilasi  Injeksi Epinefrin 1 ampul 22.10  Pasien dinyatakan meninggal dihadapan dokter.

(7)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

EKLAMSIA

Definisi

Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995).

Klasifikasi

Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas: 1. Eklampsi antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.

2. Eklampsi intrapartum, yang terjadi saat persalinan.

3. Eklampsi pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan.

Eklampsi pasca persalinan dapat dibagi menjadi dua:

1. Terjadi segera (early postpartum) yaitu: eklampsi terjadi setelah 24 jam

pascapersalinan sampai 7 hari pascapersalinan.

2. Terjadi lambat ( late postpartum) yaitu: eklampsi yang terjadi setelah 7 hari

pascapersalinan.

Serangan kejang dibagi dalam 4 tingkatan:

1. Tingkat invasi (tingkat permulaan): mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu sisi, dan

(8)

8 2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis): seluruh badan menjadi kaku kadang-kadang

terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.

3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis): terjadi kejang yang hilang timbul, rahang

dan mata membuka dan menutup, otot- otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat sehingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur dan lidah dapat tergigit.ludah berbuih bercampur darah dari mulut, mata merah,muka biru berangsur-angsur kejang berkurang dan akhirnya berhenti. Lamanya ± 1menit.

4. Tingkat koma: jatuh dalam keadaan koma. Lama dapat beberapa menit sampai

beberapa jam. Pasien sadar dengan amnesia retrograd. Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi: 1. Eklamsi gravidarum

Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil 2. Eklamsi Parturientum

Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.

3. Eklamsi Puerperium

Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir (Manuaba, 1998)

Penyebab kematian eklamsi adalah edema paru, apopleksia, dan asidosis. Pasien juga dapat mangelami kematian setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati , dan gangguan faal ginjal. Pada eklamsi biasanya tekanan darah tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi kuat dan berisi, kecuali pada keadaan yang sudah buruk. Oleh karena itu nadi menjadikecil dan cepat. Demam yang tinggi dapat menunjukan prognosis yang buruk. Pernafasan biasanya cepat dan

(9)

9 berbunyi pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi sianosis. Proteinuri hampir selalu ada bahkan kadang-kadang sangat banyak, dengan demikian edema, biasanya ada. Eklamsi yang tidak segera di susul dengan persalinan disebut eklampsi intercurrent. Dalam keadaan ini pasien belu dianggap sembuh, tetapi mengalami perbaikan ke tingkat yang lebih ringan, yaitu dari eklampsi kekeadaan preeklampsi.

Etiologi

Penyebab eklampsi sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu “ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 49).

Gejala Klinis

Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut: 1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih

2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi) 3. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ. (Wirjoatmodjo, 1994) 4. Kejang-kejang atau koma

Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi: a) Tingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri; b) Stadium kejang tonik. Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik; c) Stadium kejang klonik. Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah

(10)

10 berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur; d) Stadium koma. Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998)

Diagnosis

Dalam kehamilan dan masa nifas mengalami kejang-kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklampsi sampai terbukti kemudian bukan eklamsi. Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:

1. Berdasarkan gejala klinis diatas

2. Pemeriksaan laboratorium meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis.

Diagnosis Banding

1. Febrile convulsion ( panas +) 2. Epilepsi ( anamnesa epilepsi + )

3. Tetanus ( kejang tonik atau kaku kuduk) 4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal) Komplikasi Serangan

1. Lidah tergigit

2. Terjadi perlukaan dan fraktur 3. Gangguan pernafasan

4. Perdarahan otak

5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan

(11)

11 Bahaya Eklamsi

1. Bahaya eklamsi pada ibu

Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria,

pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.

2. Bahaya eklamsi pada janin

Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR (Intra Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.

Prognosis

Ekalamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, prognosisnya kurang baik bagi ibu maupun anak.

Gejala-gejala yang memberatkan prognosis,yaitu: 1. Koma yanglama.

2. Nadidiatas 120x/mnt

3. Suhu diatas 39,2 oC

4. Tensi diatas 200 mmHg

5. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan

6. Proteinuri 10 gr sehari atau lebih

(12)

12 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan eklampsi adalah: mencegah timbulnya kejang kembali, menurunkan/ kontrol tekanan darah, mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dan mencegah hipovolemi yang dapat menyebabkan syok, mengatasi hipoksia dan asidosis.

1. Perawatan Ruang ICU 2. Terminasi Kehamilan 3. Obat untuk anti kejang

MgSO4 ( Magnesium Sulfat), dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang. Syarat : reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan (respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari. Apabila ada kejang lagi, diberikan Mg SO 4 20 %, 2gr I.V. pelan-pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan. Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih. Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4.

1. Profilaksis

Tindakannya dapat berupa: identifikasi faktor predisposisi, menemukan gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria, rujukan yang tepat, perawatan jalan atau inap, pengobatan medicinal, pengobatan obstetrik.

(13)

13 2. Pengobatan obstetrik

Semua kehamilan dengan eklampsi harus di akhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Saat pengakhiran kehamilan di tetapkan,yaitu apabila sudah terjadi stabilisasi ( pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan-keadan berikut: setelah pemberian obat antikejang terakhir, setelah kejang berakhir, setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir, pasien mulai sadar.

(14)

14 HELLP Syndrome

Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Insidens sindroma hellp pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60%.

Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu gambaran adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan trombositopeni (Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.

Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni.

Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin cukup tinggi.

Sindrom HELLP ditandai: 1. Hemolisis

Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi.

(15)

15 2. Elevated liver enzymes

Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik.

3. Low platelets

Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.

Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH.Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.

(16)

16 Klasifikasi Sindroma HELLP berdasarkan klasifikasi Missisippi, terdiri dari kelas I bila trombosit dibawah sampai dengan 50.000/ml, kelas II trombosit antara >50.000-100.000/ml, dan kelas III trombosit antara >100.000-150.000/ml. LDH > 600 iu/l, AST dan ALT > 40 iu/l. Kelas I Sindroma HELLP mengakibatkan insiden morbiditas dan mortalitas perinatal dan periode pemulihan post partum yang memanjang.

Diagnosa banding pre eklampsia-sindroma HELLP : Trombotik angiopati, Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya : Acute fatty liver of pregnancy,

Hipovolemia berat / perdarahan berat, Sepsis; Kelainan jaringan ikat : SLE, dan Penyakit ginjal primer.

Terapi Medikamentosa antara lain : mengikuti terapi medikamentosa pre eklampsia dan eklampsia. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH setiap 12 jam, bila trombosit kurang 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka harus diperiksa : waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, fibrinogen. Pemberian dexamethasone rescue antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose). Jika didapatkan trombosit kurang 100.000/cc atau trombosit 100.000-150.000/cc dan dengan eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, gejala fulminant maka diberikan dexamethasone 10 mg IV setiap 12 jam. Postpartum : Dexamehasone diberikan 10 mg intravena setiap 12 jam 2 kali lalu diikuti 5 mg intravena setiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan bila terjadi : perbaikan laboratorium : Trombosit lebih 100.000/ml dan penurunan LDH, perbaikan tanda dan gejala klinik pre eklampsia – eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit bila trombosit kurang 50.000/cc dan antioksidan.

(17)

17 BAB III

KESIMPULAN

1. Pada kasus ini, Pasien Ny. K dengan diagnosis G1A0P0 hamil 35 minggu 1 hari dengan Eklampsia dilakukan tindakan Sectio Caesar. Pasien dalam kondisi yang hampir meninggal tidak diharapkan untuk bertahan hidup tanpa operasi, sehingga dikategorikan ASA V.

2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik general anestesi menggunakan semi closed face mask. Sebagai medikasi induksi diberikan Recofol, Noveron dan diberikan sebagai maintenance diberikan Sevofluran 2%, N2O, O2 selama operasi. Medikasi yang digunakan adalah fentanyl, sulfat atropin, Ondancetron, Midazolam, Prostigmin, Induxin.

3. Cairan yang dipakai adalah RL 500 cc dan Wida HES 500 cc. 4. Lama operasi pasien adalah 60 menit.

5. Pasien kemudian dibawa ke RR dan langsung dipindahkan ke ICU untuk mendapatkan perawatan intensif pasca operasi.

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan yang mengancam kehidupan dan atau berisiko terjadi kerusakan organ apabila tidak segera diintervensi.. Keadaan yang mengancam kehidupan dan atau berisiko terjadi

Kesimpulannya hipertensi adalah hanya salah satu gejala dari sebuah sindroma yang akan lebih sesuai bila disebut dengan sindroma hipertensi aterosklerotik (bukan merupakan

Gangguan hematologi yang terlihat pada DIC karena sepsis terdiri dari 4 mekanisme yang terjadi secara bersama-sama yakni : (1) Kerusakan endotel dan pembentukan trombin yang

Gangguan hematologi yang terlihat pada DIC karena sepsis terdiri dari 4 mekanisme yang terjadi secara bersama-sama yakni : (1) Kerusakan endotel dan pembentukan trombin yang

Tahap akhir kerusakan jaringan penis adalah terjadi kehilangan yang progresif dari otot polos dan endotel yang normal dari korpus kavernosum diganti dengan jaringan fibrotik

Darah merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kelainan yang terjadi pada ikan, baik yang terjadi karena penyakit ataupun karena

Psoriasis inversa merupakan salah satu bentuk psoriasis, jarang terjadi, mengenai daerah fleksura, dapat salah didiagnosis sebagai kandidiasis kutis intertriginosa, pada anak

Segera melaporkan ke guru, Koordinator lab/ Laboran jika terjadi kecelakaan, kerusakan atau merusakkan alat dan segera mengganti.. Meninggalkan ruangan laboratorium dalam keadaan bersih