• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Soluble Fms Like Tyrosine Kinase-1 dan Placental Growth Factor dengan Preeklampsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Soluble Fms Like Tyrosine Kinase-1 dan Placental Growth Factor dengan Preeklampsia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia

Preeklampsia (PE) merupakan gangguan multisistem pada kehamilan

yang mempengaruhi keadaan ibu dan janin.Perubahan yang terjadi pada ibu

meliputi hipertensi dan proteinuria dengan onset setelah minggu ke-20 pada

kehamilan. Hal ini juga mempengaruhi kondisi janin sehingga janin berisiko

tinggi mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin atau bahkan kematian

dalam kandungan (Wagner, 2004).

Insiden Preeklampsia di dunia sekitar 3% sampai 5% dari seluruh

kehamilandan diperkirakan menyebabkan 60 000 kematian ibusetiap tahun.

Dalam laporanterakhirdariDepartemen Kesehatan Iran, angka kematian ibu

diperkirakan menjadi 22,18 per 100 000 (Zibaeenezhad et al, 2010). Di Amerika

Serikat, 18% penyebab kematian ibu adalah preeklampsia (Savaj and Vaziri,

2012). Di Indonesia, kasus preeklampsia terjadi 5-10 % dari kehamilan dan masih

(2)

Gambar 2.1 Diagram Penyebab Kematian Ibu Hamil (Kemenkes RI, 2011)

Beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan adalah

riwayat kehamilan, usia ibu terlalu muda (kurang dari 20 tahun ) atau terlalu tua

(lebih dari 35 tahun), riwayat keluarga, riwayat penyakit ibu dan obesitas.

Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi dibandingkan pada

multigravida, terutama primigravida pada usia muda (Uzan et al, 2011; Mikat et

al, 2012; Eiland et al, 2012; ACOG, 2002). Menurut rozhikan (2007), risiko

terjadi preeklampsia pada kehamilan pertama sebesar 3,9 % sedangkan pada

kehamilan kedua sebesar 1,7% dan kehamilan ketiga sebesar 1,8%.

Faktor risiko preeklampsia yang lain adalah obesitas. Wanita yang

memiliki indeks massa tubuh lebih dari 35 sebelum hamil memiliki risiko empat

kali lebih tinggi mengalami preeklampsia. Begitu juga dengan wanita yang

memiliki indeks massa tubuh kurang dari 20. Kehamilan kembar juga merupakan

faktor risiko terjadinya preeklampsia. Ibu hamil dengan penyakit penyerta

(3)

dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta (Matsubara, 2009). Beberapa penyakit

penyerta lainnya juga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia pada

kehamilan, seperti hipertensi, gangguan fungsi ginjal, kelainan hematologi,

penyakit imunodefisiensi seperti SLE. (Jido and Yakasai, 2013)

Tabel 2.1 Faktor Risiko terjadinya Preeklampsia (ACOG, 2002)

Berdasarkan onsetnya, preeklampsia dibagi dua yaitu early onset yaitu

preeklampsia yang terjadi sebelum usia kehamilan 34 minggu dan late onset, yaitu

preeklampsia yang terjadi setelah kehamilan 34 minggu (Grill, 2009).

Berdasarkan gejala klinis, preeklamsia dapat dibedakan dalam bentuk

ringandan berat.Preeklamsiaringan didefinisikan oleh sistolikTekanan darah> 140

(4)

pengukuran terpisahdiambilsetidaknya6 jam terpisah.Preeklampsia berat

didiagnosis jika ada peningkatan tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan

darah diastolik > 110 mmHg disertai dengan disfungi organ lainnya. Kriteria

spesifik yang disepakati dalam American Congress Obstetricians and

Gynecologists (ACOG)ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Preeklampsia (ACOG, 2002)

Sindrom HELLP merupakan varian tertentu dari preeklampsia berat.

HELLP adalahakronim untuk hemolisis, peningkatan hatienzim dan nilai

trombosit yang rendah.Kriteria dari sindrom HELLP diantaranya adalah anemia

mikroangiopati, nilai Aspartat Aminotransferase (AST) > 70, nilai

laktatdehidrogenase (LDH)> 600, atau nilai totalbilirubin>1.2,

dantrombosit<100.000(Sibai, 2004; Cunningham, 2002).

Beberapa kriteria untuk diagnosispreeklampsia berat digambarkan

munculnya berbagai gangguan fungsi organ. Peningkatan proteinuria dan oliguria

merupakan gambaran dari disfungsi ginjal. Sakit kepala dan perubahan fugsi

(5)

hati digambarkan dengan nilai ASTataualanine aminotransferase(ALT)yang

melebihi dua kali batas atas normal(ACOG, 2002).

Table 2.3 Kriteria Preeklampsia Berat (ACOG, 2002)

2.2 Patogenesis Preeklampsia

Saat ini telah terdapat kemajuan dalam pemahaman

kitatentangpatogenesispreeklampsia. Secara historis, preeklampsia

dikenalsebagai"the disease of theory", tetapi baru-baru ini

misteritentangpatogenesismolekulpreeklampsiamulaiteruraidenganditemukan

kunci tentangperubahan

faktorantiangiogenikplasenta. Molekuldasar sebagai faktor patogen

untukdisregulasiplasentainimasih belum diketahui, dan

(6)

trofoblasmulaidieksplorasi.Faktor antiangiogenik sepertisFLT-1dansoluble

endoglin(sEng)menyebabkan disfungsi endotelsistemik, sehingga akhirnya

muncullah manifestasi klinis sepertihipertensi, proteinuria, danmanifestasi

sistemiklainnya

daripreeklampsia (Gilbert et al, 2008; Karumanchi and Epstein, 2007; Noris,

2005; Robert and Ecsudero, 2012; Wang et al, 2009)

Keadaan Hipoksiajuga dianggap menjadiregulatorpenting. Selain

itu,aksis renin-aldosteron-angiotensinII, stresoksidatifyang

berlebihandanpuing-puing sinsitiotrofoblas, maladaptasikekebalan tubuh, dan faktor genetik

mungkinjugasemua memilikiperan dalampatogenesis

preeklampsia (Rolfo et al, 2013; Savaj and Vaziri, 2012; Uzan et al, 2012; Zhou

et al, 2011)

Patogenesis preeklampsia secaraumum terdiri dari dua tahapan proses.

Tahap yang pertama ditandai dengan perkembangan plasenta yang abnormal

selama trimester pertama yang mengakibatkan insufisiensi plasenta dan pelepasan

beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi maternal. Tahap ini merupakan

tahapan asimptomatik. Tahapan selanjutnya merupakan tahapan simptomatik atau

tahap sindrom maternal yang ditandai dengan hipertensi, gangguan ginjal dan

proteinuria (Mutter and Karumanchi, 2008; Gilbert et al, 2008; Jido, 2013;

Pennington et al, 2012)

(7)

Suplai darah uterus difasilitasi oleh arteri uterina yang bercabang menjadi

arteri arkuata. Arteri arkuata segera terbagi ke arah anterior dan posterior yang

berjalan secara melingkar. Arteri arkuata berlanjut ke arteri radialis menuju ke

arah lumen uterus. Arteri ini memperdarahi lapisan basal endometrium dan

bagian arteriol spiralis memasok lapisan fungsional endometrium. Arteri spiralis

adalah arteri kecil yang memasok darah ke lapisan endometrium uterus (Harris,

2011; Kapiteijn, 2006)

Dalam keadaan tidak hamil dinding arteri spiralis dan arteri radialis

berisi jumlah darah yang cukup banyak. Dindingnya terdiri atas otot polos yang

dipersarafi oleh saraf otonom. Oleh karena itu, arteri spiralis sangat responsif

terhadap rangsangan adrenergik eksogen dan endogen yang akan menimbulkan

vasodilatasi ataupun vasokonstriksi (Kapiteijn, 2006)

Sel-sel trofoblas terus menginvasi jaringan desidua (trofoblas interstitial)

dan arteri spiralis (trofoblas endovaskular) maternal. Pada awalnya invasi sel-sel

trofoblas endovaskuler pada arteri spiralis menyebabkan arteri spiralis tersumbat,

sehingga plasenta mengalami hipoksia (Murphy et al, 2012; Rolfo et al, 2013).

Keadaan hipoksia ini merangsang se-sel trofoblas memproduksi dan

mensekresikan faktor-faktor proangiogenik, diantaranya adalah VEGF dan PLGF.

VEGF berikatan dengan reseptornya, yaitu KDR untuk merangsang peningkatan

permeabilitas kapiler vili, proliferai dan migrasi sel endotel kapiler vili. Selain

itu VEGF berikatan dengan reseptor FLT-1, yang mengatur laju proliferasi sel

endotel dan mengorganisasikan pembentukan cabang-cabang kapiler vili baru

(8)

selama trimester pertama kehamilan dan sampai akhir trimester pertama terbentuk

tangkai vili dan cabang-cabang vilinya.

Setelah minggu ke-12 sumbatan trofoblas endovaskuler pada arteri

spiralis mulai terbuka. Invasi sl-sel trofoblas endovaskuler ke dalam arteri spiralis

terus berlanjut, pada akhir trimester kedua invasi sel-sel tersebut mencapai

sepertiga bagian arteri radialis miometrium. Sel-sel trofoblas endovaskuler

menyerupai dan menggantikan sel-sel endotel spiralis maternal.

Selamainvasiendovaskular, endoteliumdansel-selotot polos pembuluh darahakan

diganti dengantrofoblas (Harris, 2011; Andraweera et al, 2012).

Remodelingarterispiralinimenghasilkan pembuluh darah dengan diameter lebih

besar dan lebar sehingg mampumemasokcukupdarah maternalke plasentauntuk

mengakomodasipeningkatan kebutuhan janin(Knofler, 2012; Uzan et al, 2011).

(9)

Selainremodeling arteri spiralis yang dimediasi oleh trofoblas, perubahan

halus dalamstrukturarterispiraldiamatidi awalkehamilan padadesidua(Harris,

2011).Pada saat ini dikaitkandenganmasuknyaleukositke

dalamdesiduauterustermasuksel Natural Killer(NK) seldan makrofag.

SelNKrahimyang terisolasi daridesidua pada saat trimesterpertama,

mensekresikanbanyak faktorpertumbuhan angiogeniktermasukVEGF-A, VEGF-

C, danPLGF (Neufeld et al, 1999; Knofler, 2012; Levine, 2006; Noris et al,

2005).Mekanisme molekuler yangmengontrolremodelingarterispiralmasih

belumjelas, tetapi diketahuibahwaselamainvasi, sitotrofoblaskehilangan

kemampuan mereka untukmembagi danbahwasel-selyanginterdigitateantara

sel-selendotelibukehilangankarakteristikepitelmereka

danmemperolehfenotipendoteldalamtransisiproses yang

disebutpseudovaskulogenesis. Dalam hal Ini termasukjuga

perubahanekspresipadamolekul(Andraweera et al, 2012).

Selamadiferensiasi, sitotrofoblasmengurangi regulasimolekul

adhesidiantaranyaintegrina6b4, a5b6dancadherinepitel danmeningkatkan regulasi

molekul adhesi yangdiekspresikan padasel-selendoteltermasukintegrinavb3,

A1B1, pembuluh darahcadherinendotel, Vascular Cel adhesion Molekul-1

(VCAM-1)danadhesi selendoteltrombosit (Robert and Hubel, 2008; Pennington et

al, 2012; Noris, 2005; Harris, 2011).

Arteri spiralis mengalami remodeling menjadi arteri yang kehilangan otot

(10)

maka aliran darah uteropalsenta meningkat dan suasana plasenta menjadi

normoksia. Pada keadaan ini sekresi VEGF sebagai proangiogenik menurun,

sedangkan PLGF meningkat. Ikatan PLGF dengan reseptornya yaitu FLT-1

diketahui dapat meningkatkan efek yang diperantarai oleh ikatan VEGF dengan

reseptor KDR. Ikatan ini akan menginduksi proliferasi dan migrasi sel endotel,

juga menginduksi pemanjangan cabang-cabang kapiler vili sebelumnya disertai

pematangan vili. Vili-vili menajdi tipis dengan ujung yang berdilatasi menjadi

vili intermedier matur dan vili terminal. Proses ini berlangsug dari trimester

kedua sampai masa aterm (Eiland et al, 2012; Harris, 2011)

Perubahan fisiologis arteri spiralis ibu adalah kunci keberhasilan

kehamilan. Pada kehamilan, dinding otot pembuluh darah arteri spiralis

mengalami penghilangan sebagian otot polos dan lamina elastis hingga mencapai

kedalaman sepertiga lapisan miometrium sehingga diameter pembuluh darah

arteri spiralis menjadi berdilatasi, 5-10 kali lipat dari ukuran sebelumnya.

Kegagalan perubahan fisiologis ini akan menimbulkan beberapa komplikasi

dalam kehamilan. (Cunningham et al.,2008; Harris, 2011; Noris, 2005; Mutter,

2008; Romero and chaiworapongsa, 2013)

2.2.2 Plasentasi Abnormal

Pada implantasi normal, arteri spiralis mengalami remodeling ekstensif

karena diinvasi oleh trofoblas endovaskuler (Andraweera et al, 2012; Noris

2005;Savaj and Vajiri, 2012). Sel-sel ini menggantikan lapisan otot dan endotel

(11)

spiralis mengalami transformasi dari pembuluh darah kecil dengan resistensi yang

tinggi menjadi pembuluh darah dengan kapasitas kapiler yang tinggi sehingga

mampu memenuhi perfusi plasenta yang adekuat untuk pertumbuhan janin.

Pada preeklampsia, transformasi ini berjalan tidak sempurna. Diduga

invasi sitotrofoblas ke dalam arteri spiralis hanya terbatas pada desidua

superfisialis dan hanya melibatkan sedikit segmen pada area miometrium. Selama

proses invasi, vaskular sitotrofoblas berubah dari fenotip epitel menjadi fenotip

endotel (pseudovaskulogenesis/vascular mimicry). Pada preeklampsia,

sitotrofoblas gagal melakukan invasi tersebut dan selanjutnya menyebabkan

diameter pembuluh darah menjadi kecil dan pembuluh darah menjadi resisten

(Mutter and Karumanchi, 2008; Matsubara et al, 2009; Sibai, 2005; )

Gambar 2.3 Arteri Spiralis pada Kehamilan dengan Preeklampsia

(12)

Kegagalan perubahan arteri spiralis inimenyebabkan plasentasi yang

abnormal dan iskemia plasenta. Hal ini menimbulkan keadaan hipoksia (stress

oksidatif. Hipoksia plasenta menyebabkan pelepasan berbagai faktor terlarut dari

plasenta. Plasenta yang mengalami stres oksidatif menghasilkan protein

anti-angiogenik yaitu SFLT-1, prostaglandin dan sitokin seperti NK- cell, TNF- α, IL-1,

IL-2, IL-6, IL-8 ke dalam sirkulasi ibu (Gilbert et al, 2007; Andraweera et al,

2012; Murphy et al, 2012; ).

Sementara, keadaan hipoksia plasenta sendiri menyebabkan pengurangan

produksi faktor proangiogenik termasuk faktor pertumbuhan plasenta (PLGF) dan

faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Keadaan ini mempengaruhi fungsi

endotel (Mutter and Karumanchi, 2008; Shibuya, 2013).

Target organ pertama yang dipengaruhi adalah endotel maternal.

Perubahan ini menyebabkan disfungsi endotel dan aktivasi respon inflamasi

sitemik. Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide

(NO), bradikinin, asetilkolin, endothelial-derived relaxing factor (EDRF),

(13)

Gambar 2.4 Diagram Mekanisme Patofisiologi Preeklampsia (Sumber: Norris, 2005)

Respon inflamasi sistemik yang terjadi akibat disfungsi endotel

mempengaruhi banyak fungsi organ, diantaranya peningkatan resistensi pembuluh

darah sistemik, yang akhirnya terjadi vasokonstriksi, aktivasi kaskade koagulasi

sampai akhirnya menimbulkan manifestasi klinis seperti hipertensi, proteinuria,

gangguan fungsi hati, gangguan hematologi, gangguan sistem saraf dan gangguan

(14)

2.3 Faktor Angiogenik dan Anti Angiogenik pada Preeklampsia

Pada preeklampsia terjadi ketidakseimbangan faktor proangiogenik dan

antiangiogenik. Barton (2008) menyatakan adanya faktor-faktor proangiogenik

dan antiangiogenik yang beredar dalam sirkulasi pada saat sebelum onset

preeklampsia.

Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah kapiler baru dari

pembuluh darah yangsudah ada sebelumnya. Proses ini melibatkan interaksi

kompleks antara berbgai olekul seperti faktor-faktor proangiogenik dan

reseptornya (Kapitejn, 2006; Knofler, 2012).

Tahapan angiogenesis diawali dengan respon jaringan. Jaringan yang

rusak memproduksi dan melepaskan faktor pertumbuhan (GF) yang berdifusi ke

jaringan sekitarnya. Faktor pertumbuhan angiogenik akan berikatan dengan

reseptor spesifik yang terdapat pada sel endotel pembuluh darah terdekat. Setelah

itu sel endotel menjadi aktif, memberikan sinyal pertumbuhan. Sel-sel endotel

mulai membentuk molekul-molekul baru, termasuk juga mengaktifkan enzim.

Enzim akan melarutkan protein dan membentuk lubang-lubang kecil pada

membran basal. Melalui lubang-lubang yang dibentuk, sel endotel mulai

berproliferasi dan bermigrasi menuju jaringan yang rusak. Dalam proses ini juga

diperlukan molekul adhesi atau integrin yang akan berfungsi sebagai kait sehingga

pembuluh darah yang baru dibentuk dapat bergerak maju. Enzim lainnya seperti

matriks metaloproteinase (MMP) juga diperlukan untuk menghancurkan jaringan

di depan ujung mbuluh darah baru yang sedang tumbuh. Sel-sel endotel yang

(15)

darah berhubungan satu dengan yang lain supaya darah dapat mengalir.

Selanjutnya dengan bantuan sel-sel otot, pembuluh darah yang baru akan

mengalami stabilisasi (Kapitejn, 2006; Knofler and Pollheimer, 2012)

Proses angiogenesis pada kehamilan berperan untuk memastikan suplai

oksigen dan nutrisi sampai ke janin. Angiogenesis melibatkan berbagai macam

faktor proangiogenik dan antiangiogenik yang bekerja sama dalam plasenta.

Faktor proangiogenik yang berperan diantaranya adalah VEGF, PLGF dan Tissue

Growth Factor β-1 (TGF β-1)

Gambar 2.5 Family VEGF beserta Reseptornya ( Andraweera, 2012)

Pada preeklampsia terdapat dua protein antiangiogenik yang diproduksi

secara berlebihan diantaranya adalah sFLT-1 dan sEng. SFLT-1 merupakan

(16)

menghambat penandaan Transforming Growth Factor β-1 (TGF β-1) di dalam

sirkulasi.

(17)

Pada Plasenta wanita dengan preeklampsia ditemukan peningkatan

produksi protein sFLT-1. Hal ini memberikan kontribusi pada preeklampsia

(Levine et al, 2006; Jacobs, 2011; Karumanchi, 2007).

2.3.1 Soluble Fms Like Tyrosine Kinase -1

SFLT-1 juga dikenal dengan soluble vascular endothelial growth factor

reseptor -1 (sVEGFR-1), merupakan variasi bentuk dari reseptor FLT-1. Reseptor

Flt-1 mengikat VEGF-A, VEGF-B dan PLGF dengan kuat dan diekspresikan pada

banyak jaringan, termasuk monosit / makrofag dan trofoblas plasenta. Gen Flt-1

berlokasi di kromosom ke-13. Hasil alternative splicing dari pre-mRNA yang

mengkode Flt-1adalah bentuk Flt-1yang kehilangan domain sitoplasmik dan

transmembran tetapi masih memiliki domain ligand-binding yaitu bentuk soluble

dari Flt-1. Bentuk soluble ini disebut sFLT-1, disekresikan oleh sel endotel,

monosit dan plasenta (Shibuya, 2006; Neufeld et al, 1999).

(18)

Protein sFLT-1ini merupakan suatu faktor anti angiogenik yang bekerja

sebagai antagonis VEGF-A dan PLGF, menghambat ikatannya dengan reseptor di

permukaan sel. Hal ini mengakibatkan fungsi PLGF dan VEGF sebagai faktor

proangiogenik terhambat, dan pertumbuhan pembuluh darah tidak terjadi (Rolfo et

al, 2013; Romero and Chaiworapongsa, 2013).

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa peningkatan ekspresi dan

sekresi sFLT-1 pada sirkulasi maternal memiliki kontribusi terhadap patogenesis

preeklampsia. Penelitian yang dilakukan oleh Boyd et al (1987) menyatakan

bahwa adanya peningkatan insiden preeklampsia pada ibu hamil dengan janin

trisomi 13. Hal ini dikaitkan dengan lokasi gen Flt-1 di kromosom ke-13.

Dengan adanya trisomi kromosom ke-13, maka terjadi peningkatan ekspresi gen

sFLT-1 sehingga sFLT-1 dalam sirkulasi ibu meningkat. peningkatan sFLT-1

pada serum ibu hamil berhubungan dengan disfungsi endotel yang terjadi pada

preeklampsia, yang ditandai dengan timbulnya manifestasi klinis (Maynard et al,

2003; Levine, 2006).Menurut Levine et al (2006), sFLT-1 dalam serum ibu hamil

dengan preeklampsia tinggit pada usia kehamilan 20 minggu dan meningkat

secara signifkan dalam 5 minggu sebelum timbul hipertensi dan preeklampsia.

Mekanisme molekuler yang berperan dalam peningkatan sFLT-1 plasenta

pada preeklampsia dan perannya dalam plasentasi belum jelas diketahui. Banyak

faktor yang dikaitkan dengan mekanisme molekuler pelepasan sFLT-1 pada

preeklampsia. Saat ini dipercaya bahwa keadaan hipoksia merupakan salah satu

penyebab mayor lepasnya sFLT-1 (Gu et al, 2008; ). Namun Redman dan Sargent

(19)

adanya stres oksidatif dibandingkan dengan hipoksia. Mereka menyatakan bahwa

stimulus inflamasi yang menyebabkan lepasnya sFLT-1 ke dalam sirkulasi

maternal memiliki efek yang lebih besar dibandingkan dengan keadaan hipoksia.

2.3.2 Placental Growth Factor

Faktor pertumbuhan plasenta (PLGF) adalah anggota dari faktor

pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), yaitu sebuah molekul yang terlibat dalam

proses angiogenesis dan vaskulogenesis, khususnya selama embriogenesis.

(Levine, 2004; Karumanchi, Maynard, Stillman, 2005)

PLGF berada pada kromosom manusia ke -14 dan terdiri dari tujuh

ekson. Alternatif mRNA splicing dari PLGF menghasilkan empat bentuk isoform,

diantaranya PLGF-1 (PLGF131), PLGF-2 (PLGF152), PLGF-3 (PLGF203) dan

PLGF-4 (PLGF224) (Maglione et al., 1993) yang berbeda dalam ukuran, sifat

dan sekresi serta afinitas ikatannya (Ribatti, 2008). Namun PLGF-1 dan PLGF-2

diyakini merupakan isoform utama. PLGF-1 dan PLGF-2 masing-masing terdiri

dari 131 dan 152 residu asam amino. PLGF homodimers mengikat FLT-1 dan

(20)

Beberapa mekanisme yang dilakukan PLGF dalam proses angiogenesis adalah

dengan merangsang sel-sel endotel melalui ikatannya dengan reseptor FLT 1,

berkompetisi denganVEGF-A untuk berikatan dengan FLT-1, sehingga

memungkinkan VEGF-A berperan untuk mengaktifkan KDR, merekrut monosit /

makrofag yang berperan dalam pertumbuhan pembuluh darah (Ribatti, 2008) dan

menginduksi sekresi VEGF-A dari monosit.

Dilaporkan bahwa peningkatan PLGF dalam sirkulasi maternal terjadi

dari awal kehamilan sampai kepada akhir trimester dua kehamilan selanjutnya

mulai dari minggu ke-30 sampai kepada persalinan, PLGF akan mengalami

penurunan. Penurunan yang terjadi pada ibu hamil dengan preeklampsia

ditemukan lebih banyak dibandingkan pada ibu hamil normal (Schmidtet al, 2009;

Lim et al, 2008; Mcelrath et al, 2012).

Selama kehamilan normal, ada peningkatan PLGF yang stabil dalam

serum pada dua trimester pertama, puncaknya pada 29-32 minggu dan akan

mengalami penurunan sesudahnya (Levine et al, 2004). Pada wanita yang

kemudian mengalami pre-eklampsia, konsentrasi PLGF serum tidak mengalami

peningkatan bila dibandingkan pada usia 10-13 minggu kehamilan (Levine et al,

2004) dan mengalami penurunan yang cukup besar 5 minggu sebelum munculnya

(21)

Gambar 2.8 Proses Mekanisme Disfungsi Endotel pada Preeklampsia (Norris, 2005)

Serum PLGF pada 21-32 minggu kehamilan diketahui lebih rendah pada

kasus pre-eklampsia jenis early onset (sebelum 34 minggu) dibandingkan dengan

jenis late onset. Begitu juga dengan kasus penyakit berat dibandingkan dengan

penyakit ringan dan kasus preeklampsia yang disertai dengan bayi kecil untuk

masa kehamilan dibandingkan dengan ukuran yang sesuai untuk bayi usia

kehamilan (Levine et al., 2004).

Pada pemeriksaan PLGF urin, hasilnya menunjukkan nilai yang paralel

dengan pemeriksaan pada serum dengan kenaikan dua trimester pertama,

(22)

Tetapi bagaimana pun juga perkembangan preeklampsia tidak didahului dengan

perubahan pada nilai PLGF urin (Savvidouet al., 2009)

2.4 SFLT,PLGF dan Preeklampsia

Keseimbangan antara faktor angiogenik dan faktor antiangiogenik dinilai

memegang peranan penting dalam regulasi vaskulogenesis plasenta. Adanya

ketidakseimbangan antara VEGF, PLGF sebagai faktor angiogenik poten dalam

perkembangan plasenta dengan sFLT-1 sebagai antiangiogenik yang beredar

dalam sirkulasi maternal ditunjukkan pada sirkulasi ibu hamil dengan

preeklampsia. PLGF serum ibu dikenal sebagai kebalikan dari sFLT-1; semakin

tinggi-sFLT-1, semakin rendah PLGF.Didapati adanya peningkatan sFLT-1 dalam

serum maternal yang diikuti dengan penurunan kadar VEGF dan PLGF bebas

(23)

Gambar 2.9: Gambar Ikatan sFLT-1 dengan PLGF pada Kehamilan Eklampsia (Hagmannet al, 2012)

Ketidakseimbangan faktor angiogenik dengan anti angiogenik yang

terjadi memiliki hubungan dengan manifestasi klinik yang timbul pada

preeklampsia. Levine (2004) menyatakan bahwa peningkatan sFLT-1 dan

penurunan PLGFberhubungan dengan perkembangan preeklampsia. Ohkuchi et

al (2010) melakukan pemeriksaan kadar sFLT-1 dan PLGF dalam plasma wanita

jepang yang hamil dengan preeklampsia. Didapati bahwa nilai ratiosFLT-1

dengan PLGFdapat digunakan untuk menggambarkan perjalanan penyakit pada

(24)

nilai kadar sFLT-1, PLGF serta ratio sFLT-1/PLGF dianggap dapat digunakan

sebagai prediktor pada kasus preeklampsia dan kasus hipertensi kronis yang akan

berkembang menjadi preeklampsia (Verlohren, 2010). Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Kim et al (2007), preeklampsia memiliki hubungan yang kuat

dengan peningkatan sFLT-1 dan penurunan PLGF dalam plasma ibu hamil

trimester dua, bahkan ratio sFLT-1/PLGF dapat digunakan sebagai prediktor

preeklampsia.

(25)

Disfungsi Endotel

Kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis maternal

(26)

2.6 Kerangka Konsep

PLGF

sFlt-1

PREEKLAMPSIA BERAT/ EKLAMPSIA

Gambar

Gambar 2.1  Diagram Penyebab Kematian Ibu Hamil (Kemenkes RI, 2011)
Tabel 2.1  Faktor Risiko terjadinya Preeklampsia (ACOG, 2002)
Tabel 2.2 Klasifikasi Preeklampsia (ACOG, 2002)
Gambar 2.2  Perubahan Arteri Spiralis pada Kehamilan Normal                  (Andraweera et al, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

metode memasak makanan dengan menggunakan sedikit minyak atau lemak yang hanya menempel pada permukaan wajan atau alat pemanas. Lemak dipanaskan dengan panas yang relatif

Keberhasilan penerapan manajemen berbasis sekolah tersebut sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah untuk dapat berperan secara aktif dalam pengelolaan sekolah

(2) Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Koperasi dan UKM Kota Batam dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Batam melalui Sekretaris

sistem upah potongan ini hanya dapat ditetapkan pada pekerjaan yang dapat diukur menurut ukuran tertentu misalnya jumlah banyaknya, jumlah beratnya, jumlah luasnya dari

Bagian ketiga dari aplikasi sistem pendukung keputusan klinis ini memberikan informasi kepada klinisi tentang prediksi biaya pelayanan kesehatan dan prediksi nilai

Kepuasan juga berperan penting dalam mengukur loyalitas konsumen, Kepuasan akan mendorong konsumen untuk mengulang perilaku pembelian atau konsumsi yang mengakibatkan

Dengan ini saya Nama : Ivadlil Kamal NIM : H0713094 Program Studi Agroteknologi menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “ ISOLASI DNA DENGAN METODE

Analisis hasil uji sondir untuk mengetahui peningkatan kekuatan tanah sangat lunak di lokasi Gate House Kali Semarang bertujuan untuk menentukan jenis tanah dan daya dukung