• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM MENINGKATKAN

PRODUKTIVITAS KERJA GURU PENDIDIKAN JASMANI

Yudha M. Saputra ABSTRAK

Instruction of physical education in elementary school is not effective, because the PE teacher’s task in teaching is not supervised optimally by the principle. However the principle as a leader has important role to guide teachers. According to the issues were found some main problems, as follow: (1) the effect of principle leadership; (2) the effect of principle motivation; (3) relationship between leadership and motivation of principle; and (4) deference between leadership and motivation of principle to teachers’ productivity. Some of theories describe that teachers productivity are influenced by factors such as leadership and achievement motivation. This study is going to prove about the problems. With using descriptive method and co relational test were obtained some of results as follow: (1) there was relationship between principle leadership to teacher productivities. (2) There was relationship between principle motivations to teacher productivities. (3) There was relationship between principle leadership and motivation to teacher productivities. (4) There were differences between principle leadership and motivation to teacher productivities. Therefore, optimally of principle role in term of leadership and achievement motivation is very important to enhance the productivity of physical education teachers in elementary school. Kata-kata kunci: Faktor-faktor strategik dalam meningkatkan produktivitas kerja

guru pendidikan jasmani

A. Pendahuluan

Sampai saat ini sekolah masih merupakan bagian dari suau organisasi birokrat, dalam arti segala sesuatu sudah diatur dari pusat, baik secara adminstratif maupun akademis. Kondisi ini seringkali menghambat kreativitas guru. Namun, dengan digunakannya manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah dan manajemen mutu dalam bidang pendidikan, maka setiap orang (Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha, dan Siswa) harus berupaya untuk lebih inovatif dalam membangun dan mengelola sekolahnya, sehingga dapat mengubah iklim organisasi birokrat menjadi lebih demokrat dan kekeluargaan. Untuk itu, guru harus mampu membuat diagnosis sumber masalah dan menentukan penanggulangannya yang tepat, mampu beradaptasi dengan lingkungan, mampu

(2)

berkomunikasi ke dalam dan keluar lingkungan sekolah serta memahami dan mau melaksanakan manajemen yang berlaku.

Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya kebijakan pemerintah demi terwujudnya kinerja SDM guru yang diharapkan. Dalam pengelolaan SDM sekolah dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota sangat bertanggung jawab dalam pembinaannya. Kepala Sekolah dapat melaksanakan wewenang dan tanggung jawab secara penuh dalam penyelengaraan pendidikan di sekolah. Dalam implementasinya kesemuanya itu akan dipengaruhi oleh strategi pembinaan guru yang dilakukan kepala sekolah maupun dinas pendidikan kabupaten/kota. Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pemerintah ini harus mempunyai kriteria bersih dan berwibawa. Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya kebijakan pemerintah demi terwujudnya kinerja SDM yang diharapkan. Dalam pengelolaan sekolah, Kepala Sekolah adalah penanggung jawab utama atau pemimpin dalam sekolah. Kepala Sekolah dapat melaksanakan wewenang dan tanggung jawab secara penuh dalam penyelengaraan pendidikan di sekolah. Dalam implementasinya kesemuanya itu akan dipengaruhi oleh pola kepemimpinan, motivasi, dan pengambilan keputusan yang kepala sekolah lakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan serangkaian rencana penelitian yang membahas tentang pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi Kepala Sekolah SDN dalam pembinaan produktivitas kerja Guru Pendidikan Jasmani. Jadi, produktivitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan guru. Agar guru efektif dalam PBM diperlukan strategi pembinaan yang memadai. Padahal kenyataan di lapangan menggambarkan bahwa pembinaan guru SD secara khusus masih jauh dari harapan. Kondisi ini justru memperrendah eksistensi guru di tingkat sekolah dasar. Kondisi inilah yang menyebabkan rendahnya efektivitas dan raihan tujuan pendidikan yang tertuang dalam kurikulum. Berkaitan dengan isu sentral tersebut, penulis mencoba untuk mengidentifikasi secara khusus strategi pembinaan guru dalam peningkatan produktivitas pendidikan yang kemudian dijadikan variabel dalam kajian ini.

(3)

Sekolah dengan ciri-ciri demikian harus dipimpin oleh Kepala Sekolah yang memenuhi kriteria kepemimpinan dan manajerial yang pasti seperti mampu membuat diagnosis sumber masalah dan menentukan penanggulangannya yang tepat, mampu beradaptasi dengan lingkungan, mampu berkomunikasi ke dalam dan keluar lingkungan sekolah serta memahami dan mau melaksanakan manajemen yang berlaku.

Atas dasar uraian di atas, secara umum masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah, bagaimana pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi berpresasi Kepala Sekolah SDN terhadap Produktivitas Kerja Guru dalam Pembinaan Guru Pendidikan Jasmani se Kabupaten Sumedang.

Selanjutnya penulis rumuskan masalah khususnya sebagai kendali penelitian supaya terfokus pada pokok persoalan, maka dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan produktivitas kerja guru pendidikan jasmani SD se Kabupaten Sumedang? 2. Seberapa besar pengaruh motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap

peningkatan produktivitas kerja guru pendidikan jasmani SD se Kabupaten Sumedang?

3. Seberapa besar hubungan antara kepemimpinan dengan motivasi berprestasi kepala sekolah dalam memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja guru pendidikan jasmani SD se Kabupaten Sumedang? 4. Apakah ada perbedaan antara kepemimpinan dengan motivasi berprestasi

kepala sekolah dalam memberikan pembinaan guru pendidikan jasmani SD se Kabupaten Sumedang?

Penelitian ini lebih berorientasi pada manajemen pembinaan SDM pendidikan jasmani di SD. Melalui upaya ini diharapkan mampu mambangun dan menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan kondusif. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor strategik dalam pembinaan guru pendidikan jasmani dalam peningkatan efektifitas pembelajaran di SD. Pembinaan yang ditekankan pada penelitian adalah menumbuhkan sikap professional yang ditampilkan guru pendidikan jasmani. Pembinaan ini dilakukan oleh kepala

(4)

sekolah yang meliputi faktor kepemimpinan, motivaasi, dan pengambilan keputusan.

Dengan memperhatikan teori, kerangka berfikir, rumusan masalah, anggapan dasar dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah mempunyai pengaruh langsung, positif dan nyata terhadap produktivitas kerja guru pendidikan jasmani di SD.

H2:Terdapat perbedaan yang berarti pengaruh variabel kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru pendidikan jasmani dilihat dari identitas sekolah yang berdomisili di Kota Sumedang dan di Luar Kota Sumedang?

Apabila Ho dalam pengujian diterima berarti nilai perbandingan diantara sampel dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi pada sampel-sampel yang diambil dengan taraf kesalahan ρ< atau = 0,05 (95%).

B. Tinjauan Teoritis

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu; tujuan, materi, metoda, dan evaluasi. Di antara beberapa faktor penting untuk mencapai pengajaran pendidikan jasmani yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para peserta didik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan jasmani adalah partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik.

1. Konsep Dasar PBM Pendidikan Jasmani

Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan tentang belajar (learning). Walaupun demikian, secara eksplisit maupun implisit pada akhirnya terdapat kesamaan maknanya, yakni bahwa belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Kesiapan belajar merupakan kondisi yang harus mendapat perhatian pertama sebelum

(5)

kegiatan belajar. Tanpa kesiapan peserta didik untuk belajar mustahil terjadi proses belajar mengajar di sekolah. Untuk mengetahui kesiapan peserta didik sebelum PBM itu dimulai, maka guru terlebih dahulu harus melakukan langkah-langkah seperti memberikan perhatian, memberikan motivasi, dan memeriksa perkembangan kesiapan.

Motivasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Setidaknya para peserta didik harus memiliki motivasi untuk belajar di sekolah. Tanpa motivasi sukar bagi peserta didik untuk berkembang dalam belajarnya. Guru sangat berperan dalam menumbuh kembangkan motivasi pada peserta didik. Meskipun munculnya motivasi itu dengan sedikit memberi paksaan kepada mereka. Lambat laun akan muncul kesadarannya untuk belajar menurut keinginannya sendiri. Motivasi terbagi kedalam dua bagian, yaitu; motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Untuk meningkatkan motivasi instrinsik sangat diperlukan motivasi kuat dari luar dirinya. Peserta didik harus diberikan penghargaan berupa pujian, angka yang baik, rasa keberhasilan, dan sebagainya sehingga peserta didik lebih tertarik oleh pelajaran. Kesuksesan yang diraih dalam interaksinya dengan lingkungan belajar dapat menimbulkan rasa puas. Kondisi ini merupakan sumber motivasi. Apabila terus-menerus muncul pada diri peserta didik, maka ia akan sanggup untuk belajar sepanjang hidupnya.

2. Kepemimpinan

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk menerangkan factor-faktor yang menyebabkan munculnya kepemimpinan dan sifat kepemimpinan. Mengingat banyaknya pendapat tentang teori-teori kepemimpinan, sementara penulis menyimpulkan beberapa teori, seperti yang dikemukakan oleh Pamudji (1986:145-152) yang dapat diringkas sebagai berikut: (a) Teori sifat mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat dan ciri tertentu yang dapat menjamin keberhasilan pada setiap situasi; (b) Teori lingkungan adalah munculnya pemimpin sebagai hasil dari waktu, tempat dan keadaan; (c) Teori pribadi dan situasi artinya kepemimpinan sebagai akibat dari seperangkat

(6)

kekuatan yang tunggal; (d) Teori interaksi dan harapan yang mendasarkan diri pada variable-variabel aksi, reaksi, interaksi dan perasaan; (e) Teori humanistic yang mendasarkan diri pada dalil bahwa manusia karena sifatnya adalah organis yang dimotivasi,s edangkan organisasi karena sifatnya adalah tersusun dan terkendali.; dan (f) Teori tukar menukar adalah berdasarkan asumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar menukar anggota kelompok dalam memberikan kontribusi dengan pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan dengan pengorbanan kelompok yang lain.

Mengacu pada teori kepemimpinan tersebut, maka lahirlah sifat dan tipe kepemimpinan. Menurut Siagian (1997:39) sifat kepemimpinan harus memiliki kondisi fisik yang baik, berpengetahuan luas, empati, bijaksana, luwes, dinamis, berwawasan ke depan, dan sebagainya. Sedangkan tipe kepemimpinan menurut Wahjosumidjo (1992:102) terdiri dari direktif (pemimpin yang melakukan komunikasi satu arah), konsultatif (pemimpin yang mau mendengar perasaan bawahan), partisipatif (pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan), dan delegatif (pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan).

3. Motivasi Berprestasi

Sejarah pengembangan tentang motivasi dapat ditelusuri lewat tulisan para filosof Yunani kuno. Lebih dari 23 abad lalu, mereka menyumbangkan suatu pemikiran hedonisme sebagai suatu upaya untuk menjelaskan mengenai motivasi. Konsep hedonisme ini menyatakan bahwa seseorang itu mempunyai kecenderungan mencari keenakan dan kesenangan namun menghindari kesusahan dan ketidakpuasan. Motivasi adalah energi psikologis yang bersifat abstrak. Wujudnya hanya dapat diamati dalam bentuk manifestasi tingkah laku yang ditampilkannya. Motivasi sebagai proses psikologis adalah refleksi kekuatan interaksi antara kognisi, pengalaman dan kebutuhan. Alderman (1974) memaparkan tidak ada prestasi tanpa motivasi. Jadi, prestasi atau peningkatan kinerja individu merupakan amalgamasi keterampilan dengan motivasi. Harlow (1965:250) menjelaskan bahwa, “Motivation is the fundamental driving thrust that

(7)

generates behavior.” Jadi motivasi merupakan upaya mengefektifkan dorongan yang menjadi dasar bertingkah laku guna mencapai tujuan.

Sejumlah ahli banyak yang merumuskan mengenai klasifikasi motivasi, pembagian yang paling popular membagi motivasi menjadi dua bentuk, yaitu: motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik terjadi bila motivasi tersebut bersumber dari dalam diri pegawai itu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik terjadi bila dorongan bertindak dating dari luar diri pegawai. Manakah diantara kedua motivasi ini yang lebih efektif? Gunarsa (1989) memaparkan bahwa sebenarnya motivasi instrinsik lebih efektif dari pada motivasi ekstrinsik. Namun demikian dalam struktur realitasnya kedua motivasi tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan bersama-sama menuntun tingkah laku pegawai. Kedua motivasi ini memiliki hubungan salah menambah, menguatkan dan melengkapi satu sama lain.

Konsep motivasi prestasi merupakan salah satu dari teori kebutuhan yang diusulkan oleh Mc. Clelland. Teori motivasi Mc. Clelland memfokuskan pada tiga motivasi, yaitu: a) motivasi prestasi, b) motivasi afiliasi, dan c) motivasi kekuasaan. sebagaimana yang Mc. Clelland (dalam Davis dan Newstorm, 1996:88) memberikan batasan motivasi prestasi (achievement motivation) sebagai berikut: Dorongan dalam diri untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Orang yang memiliki dorongan ini berkembang dan tumbuh, serta ingin menelusuri tangga keberhasilan. Penyelesaian sesuatu merupakan hal yang penting demi penyelesaian itu sendiri, tidak untuk imbalan yang mengatasinya.

4. Produktivitas

Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah sumber kerja yang dipergunakan. Sebaliknya produktivitas dikatakan rendah, jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang dipergunakan. Dengan demikian produktivitas kerja dapat digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan. Sinungan (1997:1) menyatakan bahwa produktivitas adalah mencakup sikap mental patriotic

(8)

yang memandang hari depan secara optimis dengan kehidupan hari ini adalah lebih baik dari hari kemudian dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Selain itu, produktivitas memiliki dimensi-dimensi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sehingga dalam proses pengukuran produktivitas kerja sebaiknya semua dimensi yang ada itu diukur dan diperlakukan sama. Tentu saja dimensi produktivitas kerja dari suatu pekerjaan akan berbeda dengan dimensi pekerjaan lainnya. Terry (1998:43) menyatakan bahwa produktivitas kerja memiliki 5 dimensi, yaitu: (1) kualitas kerja, (2) tepat waktu, (3) inisiatif, (4) kemampuan, dan (5) komunikasi.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara mendalam mengenai “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, dan Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah SDN terhadap Produktivitas Kerja Guru dalam Pembinaan Guru Pendidikan Jasmani se Kabupaten Sumedang.” Sesuai dengan maksud yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan analisis deskriptif. Dalam suatu kegiatan penelitian tidak terlepas dari sumber data sebagai komponen pendukung tercapainya tujuan penelitian. Jumlah populasi yang ada berjumlah 126 orang diambil sebanyak 25% atau 30 guru yang tersebar di empat wilayah Kabupaten Sumedang yang dijadikan sebagai sample, dengan menggunakan teknik random sampling proporsional. Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis mencoba mendisain penelitian sebagai berikut: (1) Kepemimpinan (X1): Sifat Kepemimpinan: empati, bijaksana, lincah, luwes, dsb. Tipe Kepemimpinan: directive, consultative, partisipative, dan delegative. (2) Motivasi Berprestasi (X2), Dorongan untuk mengatasi tantangan dan hambatan, Dorongan untuk maju: kesungguhan, menerima koreksi, dsb. Dorongan untuk berkembang: mengembangkan potensi, penyesuain diri, dsb. (3) Produktivitas Kerja Guru (Y), Quality of work (kualitas kerja), Promtness (tepat waktu), Inisiative (inisatif), Capability (kemampuan), dan Communication (komunikasi). Dengan menggunakan desain sebagai berikut:

(9)

Gambar 1: Disain Penelitian

Pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian deskriptif menurut Bambang Soewarno (1987:43) dapat dilakukan melalui teknik yaitu: (a) sumber dokumen; (b) observasi; (c) angket; dan (d) wawancara (terstruktur atau tidak terstruktur). Jadi, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner) agar dapat menghasilkan banyak informasi yang berharga. Pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian ini adalah menggunakan sebagai berikut: (1) Angket skala sikap dari Likert untuk mengetahui besaran mengenai kompetensi guru pendidikan jasmani dan (2) Angket skala sikap dari Likert untuk mengukur produktivitas guru pendidikan jasmani. Keseluruhan instrumen sudah diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Pengolahan data dengan menggunakan Uji korelasional dan analisis ANAVA. Karena terdapat tiga predictor dalam penelitian ini, maka dilakukan untuk mengetahui perbedaan hubungan antara kepemimpian dan motivasi berprestasi terhadap produktivitas kerja guru. Rumus yang digunakan untuk mencari perbedaan ANAVA dan uji signifikansi ganda untuk taraf kesalahan α = 0,05

D. Hasil Penelitian

Data yang sudah didapat selanjutnya diolah untuk memperoleh hasil sebagai pembuktian dari permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun hasil pengolahan data tersebut sebagai berikut:

X1

Y

(10)

Tabel 1

Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Penelitian

Variabel Rata-rata (X) Simpangan Baku (S) Kepemimpinan (X1) 77,46 7,94

Motivasi Berprestasi (X2) 74,89 8,24 Produktivitas Guru Penjas (Y) 74,82 6,23

1. Berdasarkan hasil penghitungan uji korelasi diperoleh hasil bahwa r hitung sebesar 0,26 artinya terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan produktivitas kerja guru penjas namun hubungan tersebut tidak signifikan. Sedangkan kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap produktivitas sebesar 6,76% dengan kata lain pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap produktivitas kurang dari 7% sedangkan sisanya sebesar 93% merupakan pengaruh variabel lain. Tidak signifikannya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap produktivitas guru penjas SD lebih disebabkan karena belum optimalnya kepala sekolah dalam memberdayakan guru penjas guna meningkatkan performa dalam PBMnya.

2. Berdasarkan hasil penghitungan uji korelasi diperoleh hasil bahwa r hitung sebesar 0,16 artinya terdapat hubungan antara motivasi berprestasi kepala sekolah dengan produktivitas kerja guru penjas namun hubungan tersebut tidak signifikan. Sedangkan kontribusi motivasi kepala sekolah terhadap produktivitas sebesar 2,56% dengan kata lain pengaruh motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas kurang dari 3% sedangkan sisanya sebesar 97% merupakan pengaruh variabel lain. Tidak signifikannya pengaruh motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap tingkat produktivitas guru penjas di SD lebih disebabkan karena kepala sekolah lebih menekankan pada upaya meningkatkan kemampuan guru mata pelajaran lain yang dianggap lebih penting untuk mendukung nilai Ujian Nasional.

3. Berdasarkan hasil penghitungan uji korelasi diperoleh hasil bahwa r hitung sebesar 0,63 artinya terdapat hubungan antara kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah dengan produktivitas kerja guru penjas dan

(11)

hubungan tersebut cukup signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan kontribusi kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah terhadap produktivitas guru penjas SD sebesar 39,7% dengan kata lain pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas cukup memadai yaitu sebesar hampir 40% sedangkan sisanya sebesar 60% merupakan pengaruh variabel lain. Cukup signifikannya pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap tingkat produktivitas guru penjas di SD membuktikan bahwa kedua variabel ini menjadi dasar dukungan kepala sekolah terhadap kinerja guru penjas di SD. 4. Berdasarkan hasil penghitungan uji ANAVA diperoleh hasil bahwa F hitung

sebesar 1,93 artinya tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru penjas SD pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas guru penjas SD. Tidak adanya perbedaan secara signifikan pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap tingkat produktivitas guru penjas di SD membuktikan bahwa kedua variabel ini menjadi pendukung utama dalam menentukan kinerja guru penjas di SD.

E. Pembahasan

Berdasarkan gambaran umum di atas, hasil penelitian ini dapat diperoleh informasi berkenaan dengan faktor-faktor strategik dalam pembinaan guru pendidikan jasmani dalam peningkatan efektivitas pembelajaran. Khususnya mengenai pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas guru penjas SD Sumedang. Oleh karena itu, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dengan pembinaan dan pengembangan SDM guru pendidikan jasmani di SD.

Mengacu pada teori kepemimpinan tersebut, maka lahirlah sifat dan tipe kepemimpinan. Menurut Siagian (1997:39) sifat kepemimpinan harus memiliki

(12)

kondisi fisik yang baik, berpengetahuan luas, empati, bijaksana, luwes, dinamis, berwawasan ke depan, dan sebagainya. Sedangkan tipe kepemimpinan menurut Wahjosumidjo (1992:102) terdiri dari direktif (pemimpin yang melakukan komunikasi satu arah), konsultatif (pemimpin yang mau mendengar perasaan bawahan), partisipatif (pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan), dan delegatif (pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan). Dengan lima komponen yang terkandung dalam kepemimpinan mencerminkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangat dominan dalam menentukan kinerja para guru di SD.

Adapun dikaji dari konsep motivasi prestasi merupakan salah satu dari teori kebutuhan yang diusulkan oleh Mc. Clelland. Teori motivasi Mc. Clelland memfokuskan pada tiga motivasi, yaitu: a) motivasi prestasi, b) motivasi afiliasi, dan c) motivasi kekuasaan. sebagaimana yang Mc. Clelland (dalam Davis dan Newstorm, 1996:88) memberikan batasan motivasi prestasi (achievement

motivation) sebagai berikut: Dorongan dalam diri untuk mengatasi segala

tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Orang yang memiliki dorongan ini berkembang dan tumbuh, serta ingin menelusuri tangga keberhasilan. Penyelesaian sesuatu merupakan hal yang penting demi penyelesaian itu sendiri, tidak untuk imbalan yang mengatasinya.

Kebutuhan untuk berprestasi sebagaimana telah dikemukakan tersebut adalah suatu motif yang berbeda dan dapat dibeda-bedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Thoha (1998:246) memaparkan bahwa,”Seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika itu mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestai karya orang lain.” Pendapat Herzberg yang dikutip Hasibuan (1996:108) menyatakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi, yaitu: a) hal-hal yang mendorong seseorang untuk berprestasi, b) hal-hal yang mengecewakan, dan c) seseorang kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas. Jadi motivasi berprestasi sangat diperlukan untuk dimiliki oleh kepala sekolah dalam upaya pengembangan kualitas kinerja para guru penjas di SD. Oleh karena itu, dorongan

(13)

dari pimpinan kepada guru sebagai bawahan atau teman sejawata mutlaq dilakukan guna lebih efektifnya proses pembelajaran pendidikan jasmani di SD.

Untuk itulah, penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji subtansi pengembangan SDM, khususnya manajemen SDM guru dan memperkaya bidang akademik tentang faktor-faktor strategic dalam pembinaan guru pendidikan jasmani di SD. Dari aspek pengembangan teori, hasil penelitian ini merupakan bahan bagi pengembangan ilmu manajemen SDM pendidikan khususnya guru pendidikan jasmani.

F. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan produktivitas kerja guru penjas namun hubungan tersebut tidak signifikan.

2. Sedangkan kontribusi motivasi kepala sekolah terhadap produktivitas. Dengan kata lain pengaruh motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas. 3. Terdapat hubungan antara kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala

sekolah dengan produktivitas kerja guru penjas dan hubungan tersebut cukup signifikan. Pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas cukup memadai.

4. Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru penjas SD. Tidak adanya perbedaan secara signifikan pengaruh kepemimpinan dan motivasi berprestasi kepala sekolah terhadap tingkat produktivitas guru penjas di SD membuktikan bahwa kedua variabel ini menjadi pendukung utama dalam menentukan kinerja guru penjas di SD.

Mengacu pada kesimpulan diatas, maka diusulkan beberapa saran yang sebaiknya diimplementasikan oleh para kepala sekolah dan guru penjas di SD sebagai berikut: (1) Kepala sekolah sebaiknya memvariasikan berbagai gaya kepemimpinannya dalam menjalankan roda organisasi di sekolah. (2) Motivasi berprestasi harus dimiliki oleh setiap kepala dalam menunjang efektivitas

(14)

organisasi di sekolah. (3) Para guru penjas hendaknya kritis terhadap berbagai kebijakan dari pimpinan dalam upaya membangun citra positif dalam pengembangan sekolah. (4) Kinerja guru penjas perlu ditingkatkan melalui peran serta kepala sekolah secara maksimal dalam menjalankan roda kepemimpinannya di SD.

Daftar Pustaka

Baumgarnert, A.T., dan Jackson, S.A., (1995), Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science, edisi ke 5, Houston-USA., Wm.C. Brown Communications, Inc.

Bucher, A.C., dan Wuest, A.D., 1995, Foundations of Physical Education and Sport, Edisi ke 12, St. Louis, Mosby-Year Book, Inc.

Dedi Supriadi dan Fasli Jalal, 2001, Reformasi Pendidikan dalam Konteks

Otonomi Daerah, Kerjasama Depdiknas, Bapenas, dan Adicita Karya Nusa.

Engkoswara, 2001, Paradigma Manajemen Pendidikan: Menyongsong Otonomi Daerah, Edisi ke-2, Bandung, Yayasan Amal Keluarga.

McMillan J.H., dan Schumacher S., 2001, Research in Education: A Conceptual Introduction, Edisi ke-5, Addison Wesley Longman, Inc.

Moleong, L.J., 2001, Metodologi Penelitian Kuialitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik, 2002, Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Rusli Lutan, (1999), Krisis Global Pendidikan Jasmani (Reinterpretasi Hasil Kongres World Summit on Physical Education dan Kesan Tentang Keolahragaan Jerman), Makalah, Lokakarya KBK, Jurusan Pendidikan Olahraga FPOK-UPI.

Soeweno, 1992, Pedoman Pembinaan Profesionalisme Guru SD, Jakarta: Dikdasmen, Depdikbd.

Taliziduhundraha, 1999, Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

UUSPN, 1993, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989: Peraturan dan Pelakasanaannya, Edisi ke-3, Jakarta, Sinar Grafika.

Gambar

Gambar 1: Disain Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

ECDHP Elliptic Curve Diffie–Hellman Problem ECDLP Elliptic Curve Discrete Logarithm Problem ECDSA Elliptic Curve Digital Signature Algorithm ECIES Elliptic Curve Integrated

Dengan melihat keadaan daerah Magalau Hulu yang belum terjangkau jaringan listrik, merupakan alasan mendasar untuk memberdayakan potensi sungai Sampanahan di desa

Penyusun Program, Anggaran, dan Laporan Pengolah Data Barang Milik Negara. Pengadministrasi Barang Milik Negara Pengadministrasi Kerumahtanggaan

Ke-tiga, seorang remaja akan dianggap sebagai bagian dari kelompok jika ia berpenampilan atau bertingkah laku serupa dengan anggota kelompok lainnya, dan yang terakhir adalah

2.Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan metode bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak TK kelompok B di TK Al-Huda Kecamatan Cangkuang Kabupaten

[r]

Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan hasil wawancara dan melakukan analisis terhadap masalah yang ditemukan dilapangan sehingga diperoleh gambaran yang

Perbandingan Miskonsepsi Siswa Kelas X Dan Xi Pada Materi Stoikiometri Melalui Tes Diagnostik Pilihan Ganda Dua Tingkat.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu