• Tidak ada hasil yang ditemukan

askep pada pasien alzheimer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "askep pada pasien alzheimer"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHAULUAN PENDAHAULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.

neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.

Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup  pada

 pada berbagai berbagai populasi, populasi, maka maka jumlah jumlah orang orang berusia berusia lanjut lanjut akan akan semakinsemakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang  berkonsultasi

 berkonsultasi dengan dengan seorang seorang neurology neurology karena karena orang orang tua tua tersebut tersebut yangyang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai  pekerja

 pekerja atau atau sebagai sebagai anggota anggota keluarga. keluarga. Hal Hal ini ini menunjukan menunjukan munculnyamunculnya  penyakit

 penyakit degeneratife degeneratife otak, otak, tumor, tumor, multiple multiple stroke, stroke, subdural subdural hematoma hematoma atauatau  penyakit depresi yang merupakan

 penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.penyebab utama demensia.

Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration demensia menurut unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan  bersifat

 bersifat menetap, menetap, dengan dengan adanya adanya gangguan paling gangguan paling sedikit sedikit 3 3 dari dari 5 5 komponenkomponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial,

fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden

(2)

demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer  demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer  123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima

123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima B.

B. TujuanTujuan 1.

1. Tujuan instruksional UmumTujuan instruksional Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer)

klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) 2.

2. Tujuan Instruksional KhususTujuan Instruksional Khusus a.

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang DefinisiMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi Alzheimer 

Alzheimer   b.

 b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang EtiologiMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Alzheimer 

Alzheimer  c.

c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Patofisiologi Alzheimer 

Patofisiologi Alzheimer  d.

d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Alzheimer 

Manifestasi Klinis Alzheimer  e.

e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Penatalaksanaan Alzheimer 

Penatalaksanaan Alzheimer  f.

f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer 

Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer  g.

g. Mahasiswa Mahasiswa mampu mampu memahami memahami konsep konsep tentang tentang AsuhanAsuhan Keperawatan Alzheimer 

(3)

demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer  demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer  123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima

123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima B.

B. TujuanTujuan 1.

1. Tujuan instruksional UmumTujuan instruksional Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer)

klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) 2.

2. Tujuan Instruksional KhususTujuan Instruksional Khusus a.

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang DefinisiMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi Alzheimer 

Alzheimer   b.

 b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang EtiologiMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Alzheimer 

Alzheimer  c.

c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Patofisiologi Alzheimer 

Patofisiologi Alzheimer  d.

d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Alzheimer 

Manifestasi Klinis Alzheimer  e.

e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Penatalaksanaan Alzheimer 

Penatalaksanaan Alzheimer  f.

f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentangMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer 

Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer  g.

g. Mahasiswa Mahasiswa mampu mampu memahami memahami konsep konsep tentang tentang AsuhanAsuhan Keperawatan Alzheimer 

(4)

BAB II BAB II ALZHEIMER  ALZHEIMER  A. A. DefinisiDefinisi

Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif  Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif   primer

 primer atau atau demensia demensia senil senil jenis jenis Alzheimer Alzheimer (SDAT). (SDAT). Penyakit Penyakit iniini menyebabkan sedikitnya 50

menyebabkan sedikitnya 50  semua demensia yang diderita lansiasemua demensia yang diderita lansia

(Lamy,1992). Kodisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif, (Lamy,1992). Kodisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif,  progresif,

 progresif, ireversibel, ireversibel, yang yang muncul muncul tiba-tiba tiba-tiba dan dan ditandai ditandai dengan dengan penurunanpenurunan  bertahap

 bertahap fungsi fungsi kognitif kognitif dan dan gangguan gangguan perilaku perilaku dan dan efek. efek. DenganDengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. (Brunner &

yang semakin bertambah banyak. (Brunner & Suddarth, 2002).Suddarth, 2002).

Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer  Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer 

Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara. keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara. Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari

(5)

seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-sekretase secara khas muncul dan bertanggung jawab dalam pembentuk an peptida β-amyloid -Aβ42- yaitu 42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa serat toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques  berupa massa serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien

Alzheimer.

Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006).

Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif  yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

B. Etiologi

Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk   penyakit alzheimer. Bila anggota keluarga paling tidak satu famili lain ada

yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai “familial”. Komponen familial yang nonspesifik meliputi pencetus lingkungan dan diterminan genetik. Penyakit alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familial disebut “sporadik”. (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer  terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang

(6)

mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer  adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa  peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor 

lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya  produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah  penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi  pada beberapa keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini

(FAD). Penyakit alzheimer mulai pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang dengan AD, mulai menderita pada usia di atas 65 tahun. (Brunner & Suddarth, 2002).

Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 1. Faktor genetic

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis  pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita

demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial

(7)

early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus  pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker  kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor  lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga  penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:

a. manifestasi klinik yang sama

 b. Tidak adanya respon imun yang spesifik 

c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat d. Timbulnya gejala mioklonus

e. Adanya gambaran spongioform 3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf 

(8)

 pusat yang ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile Plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer  atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis

60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum  protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan  pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak  neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter 

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer  mempunyai peranan yang sangat penting seperti:

a. Asetilkolin

Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara  biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer 

(9)

didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini  bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus  basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya  pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu

didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan  pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan  berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung

hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.  b.  Noradrenalin

Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun  pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin  pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik.

Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.

c. Dopamin

Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada  penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan

disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia  penelitian berbeda-beda.

d. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita

(10)

alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat  bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus

sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.

e. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.

(11)

C. Patofisiologi

Gambar 2: Pathway Alzheimer 

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut (massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit  protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor 

Faktor Predisposisi: Virus lambat, Proses Autoimun, Keracunan aluminium dan genetik 

Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior  Degenarasi neuron kolinergik 

Kekusutan neurofibrilar  yang difus

Terjadi plak senilis Kelainan  Neurotrasmiter 

Hilangnya serat saraf  kolinergik di korteks serebrum

Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala Asetilkolin pada otak 

Demensia

Perubahan kemampuan merawat diri sendiri

7. Defisit Perawatan diri (makan, minum,  berpakaian, higiene)

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh

Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah. Perubahan mengawasi keadaan

yang kompleks dan berpikir  abstrak.

Emosi labil, Pelupa, Apatis.  Loss deep memory

3. Perubahan proses pikir  4. Hambatan Interaksi sosial 5. Hambatan komunikasi verbal

6. Koping tidak efektif 

Tingkah laku aneh dan kacau, dan cenderung

mengembara. Mempunyai dorongan

melakukan kekerasan

1.Resiko tinggi trauma

(12)

amiloid [APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter asetilkolin. Secara biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas enzim menurun. Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron  –  neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat  pada mikrotubulus secara bersama  –  sama. Tau yang abnormal terpuntir 

masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing  – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak  menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A- beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang  pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam  pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fra gmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur 

(13)

dengan sel  –  sel glia yang akhirnya membentuk fibril  –  fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon  pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh  pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.

Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang  pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer.

Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua  percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer 

ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan hepatotoxic, maka pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical Bulletin,1993).

D. Manifestasi Klinis

Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas  pekerjaan dan sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi secara mandiri. Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Pasien tersebut dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek  yang sudah dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya.

Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya mampu menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya,  pada saat udara panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah kota dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain sehari-hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.

Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Pasien biasanya tidak mampu

(14)

 bergerak dan memerlukan perawatan total. Terkadang pasien dapat mengenali keluarga atau pengasuh. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi seperti  pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi.

E. Penatalaksanaan

1.  Non Farmakodinamik 

Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan ansietas dan agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan kemandirian dalam aktifitas asuhan-diri, memberikan kebutuhan sosialisasi dan keintiman pasien, menjaga pemenuhan gizi yang memadai, mengatasi gangguan pola tidur, dan mendukung serta mendidik pemberi  perawatan dalam keluarga.

a.  Mendukung Fungsi Kognitif 

Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu pasien menginterpretasi lingkungan sekitar dan aktifitasnya. Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan  penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat  bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan

dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.  b.  Peningkatan Keamanan Fisik 

Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak  sebebas mungkin dan menghilangkan kekhawatiran keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya yang jelas harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan tempat tidur rendah digunakan saat tidur. Pasien harus mengenakan gelang atau kalung identitas untuk   berjaga-jaga seandainya ia terpisah dari pengasuhnya.

(15)

c.  Mengurangi Ansietas dan Agitasi

Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat di mana pasien sadar akan cepat menghilangnya segala kemampuannya. Karena rekreasi penting, paisen didorong untuk melakukan menikmati aktivitas sederhana. Hobi dan aktivitas (berjalan-jalan, olahraga,  bersosialisasi) dapat memperbaiki kualitas hidup.

Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang dikenal, dan bebas kebisingan. Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat menjengkelkan dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang dikenal sebagai reaksi katastropik  (reaksi berlebihan terhadap stimulus yang  berlebihan). Selama reaksi tersebut, pasien akan berespons dengan cara  berteriak, menangis, atau menjadi kasar (menyerang secara fisik atau

verbal.

d.  Meningkatkan Komunikasi

Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk  menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengekpresikan pikiran.

Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan  bahasa nonverbal untuk berkomunikasi. Rangsangan taktil seperti  pelukan atau tepukan pada tangan biasanya diterjemahkan sebagai

tanda afeksi, perhatian dan keamanan.

e.  Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Perawatan-Diri

Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan  pasien yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditjukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi  pribadi penting bagi penderita Alzheimer. Dia harus didorong

(16)

menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi dalam aktifitas  perawatan diri sebanyak mungkin.

f.  Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman

Karena sosialisasi dengan teman lama dapat menyenangkan, maka  pasien didorong untuk melakukan kunjungan, bersurat, bertelepon. Kunjungan sebaiknya singkat dan tidak menimbulkan stres. Sebaiknya hanya mengunjungi satu atau dua orang saja dalam sekali kunjungan. Penyakit Alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman. Pasien dan pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual. Pasangan harus didorong untuk berbicara mengenai setiap kekhawatiran seksual, dan bimbingan seksual dapat dilakukan bila  perlu.

g.  Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat 

Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang menyenangkan, namun bisa juga merupakan saat yang menjengkelkan dan menganggu. Saat makan harus dijaga dan kale, tanpa konfrontasi. Pasien lebih menyukai makanan yang sudah dikenal yang tampak mengundang selera makan dan terasa lezat. Untuk menghindari bermain dangan makanan, makanan dihidangkan satu persatu. Makan sebaiknya dipotong kecil-kecil supaya tidak tercekik. Makanan cair lebih mudah ditelan bila diolah dengan gelatin. Makanan dan minuman panas harus disajikan bila sudah hangat. Suhu makanan diperika untuk mencegah terjadi luka bakar.

h.  Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang 

Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan tidur dan  perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan,

tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasana baru dan biasanya pada malam hari. Semua pasien Alzheimer harus mengenakan suatu benyuk tanda pengenal yang mudah terlihat setiap

(17)

saat (gelang dan kalung). Meskipun pasien diperbolehkan berjalan di sekitar lingkungan yang terlindung, namun pintu keluar harus ditutup. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka dapat dibantu dengan musik, susu hangat, atau garukan punggung dapat membantu agar pasien relaks. Pada siang hari pasien harus diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam. Jangan dibiarkan pasien tidur terlalu lama  pada siang hari.

i.  Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit Alzheimer  sangat berat. Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik dan  penurunan mental berlangsung secara bertahap. Karena diagnosanya

tidak spesifik, keluarga masih berharap bahwa diagnosanya keliru dan  pasien akan membaik kalau ia mau berusaha keras. Berbagai

kebutuhan pemberi perawatan dalam keluarga dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer (dahulu dikenal sebagai ADRDA). Dengan  penggunaan perawatan,layanan yang bisa diberikan, pemberi  perawatan dapat meninggalkan rumah untuk beberapa saat sementara

orang lain melayani kebutuhan pasien.

Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang dihadapi keluarga. Dukungan dan edukasi pemberi perawatan merupakan komponen yang penting. Keluarga dapat menghubungi Asosiasi Alzheimer atau yang sama camnya yang memberikan kesempatan  bertemu orang lain dengan pengalaman serupa.

2. Farmakologi

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena  penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik 

(18)

dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

a. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana  penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk 

mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.

 b. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer  didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

c. Nootropik 

 Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan  binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak 

(19)

d. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif  e. Haloperiodol

Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila  penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic

anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari) f. Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik  otak. Zat dalam kunyit yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut,

(20)

gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan.

Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif  membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

F. Pemeriksaan Diagnostik 

Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai  berikut:

1.  Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :

a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh

 b.  berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari : 1)  Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

2) Senile plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid

(21)

ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile  plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus,

korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik   primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile  plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque  berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

3) Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron  pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada

neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus  batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia

nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam  pengobatan penyakit alzheimer.

4) Perubahan vakuoler 

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara  bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak   pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,

(22)

5) Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat  pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi  pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit  parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari  penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan Neuropsikologik 

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci  pola defisit yang terjadi.

Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan  pengertian berbahasa

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :

a. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat  penuaan yang normal.

 b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk  membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor  metabolik, dan gangguan psikiatri

c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.

(23)

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer  antemortem.

CT Scan: Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental

MRI: peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler  (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan  predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

4. EEG

(24)

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat  pada lobus frontalis yang non spesifik 

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan : a. Penurunan aliran darah

 b. Metabolisme O2 dan adanya Glukosa didaerah serebral 6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer  a. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah

Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur. -Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.

Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk  melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

 b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).

(25)

c. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek  yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple,  perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.

Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak  mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka  buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

d. Eliminasi

Gejala: Dorongan berkemih

Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.

e. Makanan/cairan

Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor   predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan  berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.

Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk  menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).

f. Hiygene

(26)

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan  personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

g. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama  perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan

hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (  posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang  berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta

aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ). Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda );  bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang

tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).

h. Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

(27)

i. Interaksi social

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah  pola tingkah laku yang muncul.

Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat. a. Pemeriksaan Fisik 

1) Keadaan umum:

Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami  penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik 

dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan 2) B1 (Breathing)

Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi  pembersihan saluran nafas.

a) Inspeksi

Di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk   batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan  penggunaan otot Bantu nafas.

 b) Palpasi

Traktil premitus seimbang kanan dan kiri c) Perkusi

Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru d) Auskultasi

 bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan

(28)

kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.

3) B2 (Blood)

Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem  persarafan otonom.

4) B3 (Brain)

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.

Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat  perubahan tingkah laku.

a) Pengkajian Tingkat Kesadaran:

Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga  bergantung pada perubahan status kognitif klien.

 b) Pengkajian fungsi serebral:

Status mental : biasanya status mental klien mengalami  perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik   jangka pendek maupun jangka panjang.

c) Pengkajian Saraf kranial.

Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII: Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak  ada kelaianan fungsi penciuman

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami  perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut

(29)

 biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan

Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini

Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi  berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah

regional

Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif 

Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal d) Pengkajian sistem Motorik 

Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami  perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.

Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

e) Pengkajian Refleks

Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk 

(30)

 berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke  belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.

f) Pengkajian Sistem sensorik 

Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer  mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara  progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif  dan persepsi klien secara umum.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori,  penurunan fungsi fisik 

 b. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan

c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.

e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,

(31)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya  proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak.

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer  terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara  progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, me reka

sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.

Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak  mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif  membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

B. Saran

Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak  terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips

(32)

yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu mengingat, Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkunganyang aman, Ajarkan  pasien berjalan-jalan pada waktu siang hari, Bergaya hidup sehat,

Gambar

Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer 
Gambar 2: Pathway Alzheimer 
Gambar 3: gambaran EEG pasien Alzheimer 

Referensi

Dokumen terkait

Apabila didapati sebab-sebab yang menjadikan percampuran (pergaulan) serta aman dari fitnah bagi kedua belah pihak, maka tidak mengapalah berjabat tangan antara laki-laki

a) Usia dan Tahap Siklus Hidup. Usia merupakan rekam jejak perjalanan hidup seseorang yang dapat dilihat dari perbedaan makanan yang dikonsumsi dari seseorang

Menganalisa posisi target dalam bim, lobe mengkompensasi nilai-nilai target strength, menganalisa data orientasi dan data jejak echo pada lapisan teratas.. 12 Mesin Cetak Berwarna

Kontrasepsi ini hanya terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang telah dipersiapkan dalam suatu jarum terpasang pada

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam membahas pencarian rute terpendek Jalan Arus jati menuju Kampus STMIK Nusa Mandiri dengan menggunakan perhitungan

Dari data yang didapatkan masih terdapat banyak kasus gizi buruk yang ada di kabupaten Bone Bolango Mengingat banyaknya kasus Gizi Buruk, maka sangatlah penting

(dibimbing oleh Abbas dan Meisil B Wulur). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan komunikasi interpersonal antara orang

Oleh Ni Made Sinta Wedarini (2013) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan telkom flexi yang mengatakan bahwa